• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha meningkatkan hidup komunitas suster-suster Santo Paulus dari Chartres di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin sesuai pedoman hidup suster-suster Santo Paulus dari Chartres melalui katekese Modelshared Christian Praxis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Usaha meningkatkan hidup komunitas suster-suster Santo Paulus dari Chartres di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin sesuai pedoman hidup suster-suster Santo Paulus dari Chartres melalui katekese Modelshared Christian Praxis - USD Repository"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

i

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN

SESUAI PEDOMAN HIDUP

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Eka Riani NIM: 061124034

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

USAHA MENINGKATKAN HIDUP KOMUNITAS SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES

DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN SESUAI PEDOMAN HIDUP

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

Oleh: Eka Riani NIM: 061124034

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)

iii

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN

SESUAI PEDOMAN HIDUP

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

Dipersiapkan dan ditulis oleh Eka Riani

NIM: 061124034

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 19 Mei 2011

dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama: Tanda tangan

Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. ………

Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. ……… Anggota : 1. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. ………

2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. ……… 3. Catharina Sukarni, C.B., M.Pd. ………

Yogyakarta, 19 Mei 2011

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

Skripsi ini saya persembahkan bagi:

para Suster Santo Paulus dari Chartres (SPC) Distrik Indonesia, secara khusus para Suster komunitas Rumah Sakit Suaka Insan,

(5)

v

“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Mei 2011

Penulis

(7)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Eka Riani

Nomor Mahasiswa : 061124034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: USAHA MENINGKATKAN HIDUP KOMUNITAS SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN SESUAI PEDOMAN HIDUP SUSTER-SUSTER SANTO

PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED

CHRISTIAN PRAXIS beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

pada tanggal 19 Mei 2011

Yang menyatakan

(8)

viii

Skripsi ini berjudul “USAHA MENINGKATKAN HIDUP

KOMUNITAS SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN SESUAI PEDOMAN HIDUP SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis mengenai kehidupan komunitas khususnya di komunitas Rumah Sakit Suaka Insan, yang kurang menghayati cinta kasih persaudaran di dalam komunitas sesuai Pedoman Hidup SPC. Hal ini nampak dalam kehidupan harian para suster yang kurang setia pada jadual komunitas, menghindar dari tanggung jawab di komunitas, mudah membicarakan kesalahan dan kekurangan sesama, serta kurang rendah hati untuk mengampuni sesama. Persoalan pokok yang hendak diungkapkan dalam skripsi ini adalah usaha-usaha apa yang dilakukan para suster komunitas Rumah Sakit Suaka Insan dalam membangun hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman hidup SPC serta masalah-masalah apa yang muncul sehubungan dengan usaha yang telah dilakukan tersebut. Untuk menjawab persoalan pokok, penulis menggunakan studi pustaka dan wawancara dengan para suster.

Para suster SPC mempunyai buku Pedoman Hidup yang berfungsi untuk mengarahkan hidup serta karya para suster SPC dan menjadi sarana yang berharga dalam melaksanakan cinta kasih Kristiani secara sempurna khususnya dalam hubungan bersama di komunitas. Selain itu Pedoman Hidup memuat nilai-nilai hidup bersama yang bila sungguh dihidupi akan membantu para suster untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam hidup bersama di komunitas.

(9)

ix

The Title of this Thesis is “THE EFFORT TO IMPROVE THE COMMUNTIY LIFE OF THE SISTERS OF SAINT PAUL OF CHARTRES (SPC) IN THE HOSPITAL OF SUAKA INSAN AT BANJARMASIN IN ACCORDANCE WITH THE CONSTITUTION OF THE SISTERS OF SANIT PAUL OF CHARTRES THROUGH THE MODEL OF CATECHISM SHARED CHRISTIAN PRAXIS”. This title was chosen as a point of departure of the author’s concern towards the community life, particularly in the community of Suaka Insan Hospital, where the sisters live, by which the sisters do not live fully the brotherly love in the community, in accordance with Rules and constitution of the SPC. This is so visible in the daily life of the sisters who are not faithful to the community schedule, trying to avoid the responsibility in the community, prone to speak about the mistakes and weakness of the fellow sisters and there is no virtue of humility to forgive the others. Taking into consideration of this fact, the key issue which is analyzed here in this Thesis is the efforts which can be done by the Sisters in the community of Suaka Insan Hospital to build up a community according to the Rule and constitution of the SPC and to salve the problems which arise in connection with the same effort which has done already. To answer to this main issue, the writer uses applied a literary study book which, personal reflection and an interview with the sisters.

The SPC Sisters have a Life-Guidence functions to direct the life and also the Apostolate of the Sisters of SPC and to become a valuable means in the practice of perfect Christian Charity, particularly of the mutual relationship in the community. Beside that, the Constitution contains the values of Community life if lived devoutly will be helpful for the Sisters to over come the problems which arise in the community life.

(10)

x

Syukur dan pujian kepada Allah Bapa yang Maha Baik, yang telah berkenan melimpahkan rahmat dan kasih-Nya, melalui berkat, bimbingan dan pendampingan Roh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul USAHA MENINGKATKAN HIDUP KOMUNITAS SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN SESUAI PEDOMAN HIDUP SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. Selain itu penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi komunitas Rumah Sakit Suaka Insan dalam usaha membantu para suster membangun hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, perhatian serta keterlibatan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Maka perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan terutama kepada:

(11)

xi

pembimbing akademik, yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan, dukungan, sumbangan pemikiran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini serta berkenan menguji penulis.

3. Sr. Catharina Sukarni, C.B., M.Pd., selaku penguji ketiga, yang telah memberikan dukungan, perhatian, bimbingan serta berkenan menguji penulis. 4. P. Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. selaku Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, yang berkenan memberikan kelonggaran waktu dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. P. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., dan P. Dr. C. Putranto, S.J., yang dengan caranya masing-masing memberikan perhatian dan cintanya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staf dosen dan Karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, membimbing dan memberi bekal pengetahuan serta teladan yang bermanfaat sehingga membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

(12)

xii

yang telah membantu dan memperkenankan penulis melakukan wawancara di komunitas Rumah Sakit Suaka Insan.

9. Para suster komunitas Rumah Studi Bunda Maria dari Chartres, yang telah memberi dukungan, perhatian, pengertian dan penerimaan selama hidup bersama di komunitas Yogyakarta.

10.Ayah Yuvinus Yarsen (almarhum), ibu Adriana Lunce, kakak-kakak dan keponakanku semua, yang selalu memberikan kasih, perhatian, dukungan, semangat dan segala bentuk ungkapan cinta yang penulis terima dan alami selama penulisan skripsi hingga selesai.

11.Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2005/2006 yang telah banyak mendukung dan bekerja sama dengan penuh perhatian sampai terselesainya penulisan skripsi ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah berkenan memberikan bantuan dalam bentuk apa saja dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga Allah yang Maha Baik, senantiasa melimpahkan kasih-Nya dan memberkati semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

(13)

xiii Hidup SPC

Yogyakarta, 19 Mei 2011

Penulis

(14)
(15)

xv

Rumah Sakit Suaka Insan ... 18

1. Jumlah Suster Senior, Medior dan Yunior ... 18

2. Pendidikan Para Suster ... 18

3. Asal Para Suster ... 19

4. Macam-macam Karya yang Ditangani Para Suster di Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan ... 19

5. Acara Harian Para Suster ... 20

D. Usaha-usaha Membangun Hidup Komunitas dalam Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan ... 22

1. Usaha Komunitas ... 22

2. Usaha Pribadi ... 25

E. Masalah-masalah yang Dihadapi Para Suster SPC dalam Membangun Hidup Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan ... 31

1. Kurangnya Komunikasi yang Terbuka dan Mendalam antar Suster ... 31

2. Kurangnya Kesetiaan pada Jadual Komunitas ... 32

3. Menghindar dari Tanggung Jawab, Kesalahan dan Konflik antar sesama di balik Anggota Komunitas yang Banyak ... 32

1. Pengertian Hidup Komunitas pada Umumnya dalam Hidup Religius……….. 36

2. Landasan Hidup Komunitas menurut Kitab Suci Perjanjian Baru ... 37

3. Landasan Hidup Komunitas menurut Dokumen Vita Consecrata, Bertolak Segar dalam Kristus, Perfectae Caritatis dan Kitab Hukum Kanonik 1983 ... 43

(16)

xvi

(17)

xvii

LAMPIRAN ... 146 Lampiran 1: Panduan Wawancara di Komunitas Rumah

Sakit Suaka Insan ... (1) Lampiran 2: Hasil Wawancara dengan Suster yang Bertugas

di Bagian Sekretariat Distrik ... (3) Lampiran 3: Hasil Wawancara dengan 2 (dua) Suster

Senior di Komunitas Rumah Sakit Suaka

Insan ... (5) Lampiran 4: Hasil Wawancara dengan Suster-suster Senior

dan Medior di Komunitas Rumah Sakit

Suaka Insan ... (7) Lampiran 5: Hasil Wawancara dengan Suster-suster

Yunior di Komunitas Rumah Sakit Suaka

Insan ... (9) Lampiran 6: Cerita “Bunda Luar Biasa” ... (11) Lampiran 7: Jadual Harian Komunitas Rumah Sakit

(18)

xviii A. SINGKATAN KITAB SUCI

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar danCcatatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal., 8.

B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

BSK : Bertolak Segar dalam Kristus, Instruksi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik tentang Komitmen Hidup Bakti yang dibaharui di Milenium ketiga, 16 Mei 2002.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Januari 1965.

(19)

xix AKPER : Akademi Perawat Art : Artikel

Bdk : Bandingkan Dkk : Dan kawan-kawan Dll : Dan lain-lain Hal : Halaman Kan : Kanon

KHK : Kitab Hukum Kanonik

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia MB : Madah Bakti

Mgr : Monsigneur

MSF : Missionari Sanctae Familiae No : Nomor

PB : Perjanjian Baru Pedoman

Hidup : Pedoman Hidup dan Tata Hidup Kongregasi SPC, yang sudah disahkan oleh Kongregasi Suci para Religius di Roma, tanggal 13 April 1988

PH : Pedoman Hidup

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia Puskat : Pusat Kateketik

(20)

xx S2 : Strata Dua

SCP : Shared Christian Praxis SD : Sekolah Dasar

SJ : Societas Jesu (Serikat Yesus) SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan salah satu ciri pokok

hidup religius. Penghayatan konkrit hidup religius sehari-hari terlaksana dalam

suatu komunitas. Dalam komunitas itu hidup bersama mendapat bentuk konkrit

dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan berkembangnya hidup rohani

maupun terlaksananya tugas perutusan.

Komunitas adalah kelompok biarawan-biarawati yang hidup

bersama (bahasa Latin Communis) dalam satu rumah biara menurut aturan-aturan dan semangat rohani ordo atau kongregasi yang bersangkutan (Heuken, 2005: 20).

Menurut Tom Jacobs (1987: 137) Komunitas religius tidak dinilai sebagai

satu keluarga atau kumpulan teman akrab. Hubungan antara para anggota tidak

mungkin seperti kakak adik atau antara orang tua dan anak. Sebab kenyataannya

mereka bukan kakak beradik yang mempunyai ayah dan ibu yang sama. Bila niat

baik seorang anggota mulai dicurigai dan disangsikan, maka tidak hanya

semangat anggota itu sendiri dicekik, tetapi seluruh komunitas sebenarnya

diancam kehidupannya. Sebab komunitas hanya dapat hidup atas dasar kesatuan

dalam panggilan, padahal kesatuan itu adalah kesatuaan iman, yang harus

diterima tidak hanya dari Tuhan tetapi justru dari semua anggota dalam

komunitas.

Orang tidak datang ke komunitas dengan panggilannya sendiri, ia

(22)

kontak dengan saudara-saudarinya yang dipanggil bersama maka yang pokok

dalam hidup bersama adalah kepercayaan terhadap panggilan bersama. Orang

yang mau mencari Tuhan dengan seluruh hidupnya, hanya mempercayakan diri

kepada orang lain yang mempunyai cita-cita yang sama, sebab hanya merekalah

yang mau mewujudkan kehidupan dengan tujuan yang sama. Kepercayaan adalah

sikap dasar yang memungkinkan keterbukaan pribadi dalam menghayati cita-cita

yang sama. Tanpa kepercayaan tidak mungkinlah keterbukaan dan tanpa

keterbukaan mustahillah hidup komunitas. Dasar hidup komunitas adalah iman

akan Tuhan yang memanggil dan kepercayaan kepada manusia yang ikut

menjawab panggilan (Jacobs, 1987: 138).

Di zaman yang semakin maju ini pengaruh zaman modern juga tak dapat

dihindari dalam hidup bersama. Unsur-unsur zaman modern yang mempengaruhi

hidup bersama antara lain: sifat kompetitif, sifat individualisme, sifat hedonistik

dan munculnya kesadaran akan kebebasan. Sifat kompetitif adalah sifat yang

membuat seseorang mempunyai kecenderungan untuk bersaing memperoleh

atau mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya. Seringkali persaingan

berlangsung tanpa memperdulikan perjuangan dan kesulitan orang lain. Ciri

menonjol yang muncul adalah perasaan seakan-akan tidak membutuhkan orang

lain, bahkan mau menjatuhkan orang lain (Riyanto, 2006: 79).

Sifat individualisme nampak dari orang yang hanya menomorsatukan

kepentingan pribadi dan kemudian melindas orang lain dengan seenaknya.

Seringkali muncul sikap “elu elu, gue gue” yang kadang menjelma dalam

tindakan membiarkan orang lain “jungkir balik”, asal tidak mengganggu hidup

(23)

adanya spesialisasi dan profesionalisme yang memunculkan pribadi-pribadi yang

terkotak-kotak. Pribadi yang hanya sibuk dengan profesi dan spesialisasinya,

tanpa mampu melihat dan memperhatikan kebutuhan sesamanya (Riyanto, 2006:

79).

Munculnya kesadaran akan kebebasan kadang kala dipahami keliru yaitu

kebebasan yang sebebas-bebasnya. Akibatnya, kebebasan individu yang satu

memakan kebebasan individu yang lain. Orang menjadi gigih memperjuangkan

kebebasannya, tetapi lupa untuk menghargai dan menjunjung tinggi kebebasan

pribadi lain, hidup bersama tidak damai lagi. Rasa tanggung jawab akan

kebersamaan dan orang lain melemah. Dengan kata lain, seorang pribadi menjadi

orang yang tidak mau peduli (Riyanto, 2006: 79-80).

Sifat hedonistik membuat orang mengkonsumsi barang hanya karena

rangsangan lahiriah dan demi pemenuhan nafsu kepemilikan belaka. Orang

menjadi serakah tak bisa menunda kesenangan dan tidak tahan merasakan hidup

prihatin. Rangsangan kenikmatan mata dan telinga membuat orang cenderung

sibuk dan asyik dengan dirinya sendiri, lupa akan keberadaan orang lain. Muncul

kecenderungan untuk menjadi mudah mengumbar nafsu dengan cara apa pun dan

akibatnya menjadi sulit untuk mengatur pikiran, perasaan dan kehendak (Riyanto,

2006: 81).

Selain pengaruh zaman modern kehidupan berkomunitas jaga dipengaruhi

oleh budaya. Pengaruh budaya yang cukup menonjol dalam kehidupan bersama

adalah sifat munafik, tidak berani berterus terang. Budaya Timur yang kadang

dinilai luhur, sering kali menjadi penyebab terbesar terjadinya kehancuran

(24)

tidak berani berterus terang, baik dalam menegur orang lain, mengakui kesalahan

sendiri, maupun dalam memberikan penilaian obyektif terhadap orang lain. Kalau

hal ini terjadi maka setiap pribadi menjadi takut menghadapi kenyataan dalam

hidup bersama, sehingga kerukunan yang ada hanya merupakan kerukunan semu

(Riyanto, 2006: 81-82).

Pengaruh-pengaruh zaman modern dan budaya yang telah diuraikan di

atas juga mempengaruhi kehidupan para suster SPC yang ada di komunitas

Rumah Sakit Suaka Insan. Hal ini nampak dari kehidupan harian para suster yang

kurang setia pada jadual komunitas, kurang bertanggung jawab dengan tugas yang

ada di komunitas, sibuk dengan urusan dan kepentingan sendiri, kurang terbuka

terhadap komunitas, kurang berani mengakui kesalahan dan ada kecenderungan

akrab hanya dengan suster-suster yang berasal dari satu daerah.

Para suster di komunitas RSSI telah mengusahakan banyak cara melalui

berbagai kegiatan, untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup bersama baik

secara bersama maupun pribadi. Usaha yang dilakukan secara bersama antara

lain: melakukan devosi kepada Hati Yesus yang Maha Kudus dan Bunda Maria,

mengadakan pertemuan komunitas, mengadakan rekreasi bersama dan

mendoakan komunitas-komunitas yang ada di Indonesia. Sedangkan usaha yang

dilakukan secara pribadi antara lain: menerima diri apa adanya, membaca,

merenungkan dan merefleksikan Pedoman Hidup, melaksanakan tugas komunitas dengan tekun dan setia serta rela berkorban untuk komunitas, meningkatkan hidup

doa, mengendalikan diri menggunakan alat-alat komunikasi, setia kepada jadwal

komunitas, berpandangan positif terhadap sesama suster, rendah hati untuk

(25)

saling memperhatikan dalam hidup bersama. Selain usaha-usaha yang dilakukan,

para Suster Santo Paulus dari Chartres (SPC) memiliki buku Pedoman Hidup yang berfungsi untuk menjadi pedoman yang mengarahkan hidup serta karya

para Suster SPC, dan menjadi sarana yang berharga dalam melaksanakan cinta

kasih kristiani secara sempurna secara khusus dalam hubungan bersama di

komunitas. Selain itu Pedoman Hidup juga berfungsi untuk menghadapi pengaruh perkembangan zaman modern dan pengaruh budaya yang mempengaruhi hidup

bersama para suster di komunitas.

Melalui skripsi ini, penulis ingin mengajak para suster komunitas RSSI

untuk lebih mendalami hidup komunitas dengan mendalami nilai-nilai hidup

bersama yang termuat dalam Pedoman Hidup SPC. Pendalaman Pedoman Hidup SPC dilakukan melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Katekese model SCP yang berawal dari pengalaman hidup peserta dapat membantu para

suster untuk merefleksikan secara kritis pengalaman hidup berkomunitas yang

telah dijalani, maka berdasarkan pemikiran ini judul skripsi yang penulis buat

adalah: USAHA MENINGKATKAN HIDUP KOMUNITAS

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES DI RUMAH SAKIT

SUAKA INSAN BANJARMASIN SESUAI PEDOMAN HIDUP

SUSTER-SUSTER SANTO PAULUS DARI CHARTRES MELALUI KATEKESE

(26)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan akan penulis

rumuskan sebagai berikut :

1. Usaha apa yang dilakukan oleh Para Suster SPC dalam membangun hidup

komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC di Rumah Sakit Suaka Insan?

2. Nilai-nilai hidup komunitas apa saja yang menjadi landasan hidup bersama,

sesuai Pedoman Hidup SPC?

3. Sumbangan apa yang dapat diberikan kepada para suster komunitas Rumah

Sakit Suaka Insan dalam membangun komunitas yang sesuai dengan

Pedoman Hidup SPC?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan Para Suster SPC komunitas Rumah

Sakit Suaka Insan dalam membangun komunitas yang sesuai dengan

Pedoman Hidup SPC.

2. Mengetahui nilai-nilai hidup komunitas apa saja yang menjadi landasan hidup

bersama, sesuai Pedoman Hidup SPC.

3. Memberikan usulan program katekese model Shared Christian Praxis bagi para Suster SPC komunitas Rumah Sakit Suaka Insan dalam membangun

komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC.

4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 (S1), Ilmu Pendidikan,

(27)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi komunitas Rumah Sakit Suaka Insan.

Memberikan bahan pemikiran bagi para anggota komunitas RSSI untuk

membangun hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman hidup SPC, sehingga dalam kehidupan sehari-hari para suster dapat hidup rukun,

damai, saling mengasihi dan membantu satu sama.

2. Bagi penulis.

Membantu penulis untuk lebih menghayati hidup berkomunitas,

mengetahui masalah-masalah yang terjadi dalam hidup komunitas serta

menemukan usaha yang dilakukan dalam menghadapi masalah tersebut

sehingga dapat membangun hidup komunitas yang sesuai dengan

Pedoman Hidup SPC.

E. METODE PENULISAN

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan Metode Deskriptif Analitis

yang dilakukan lewat Wawancara untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan

dalam membangun hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC serta menemukan masalah-masalah yang dihadapi para suster komunitas RSSI

dalam hidup berkomunitas. Selain itu penulis mengembangkan hasil dari

(28)

buku-buku yang mendukung agar diperoleh wawasan yang luas dalam penulisan

dan pembahasan.

F. SISTIMATIKA PENULISAN

Dalam sistimatika penulisan ini, penulis ingin memaparkan hal-hal

sebagai berikut:

Dalam bab I penulis menguraikan pendahuluan yang memberikan

gambaran umum penulisan yang terdiri dari latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan skripsi.

Bab II menyampaikan gambaran komunitas para suster SPC di komunitas

Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin yang meliputi: sejarah berdirinya

kongregasi di Indonesia, gambaran komunitas SPC di Indonesia, gambaran

komunitas para suster SPC di komunitas Rumah Sakit Suaka Insan, usaha-usaha

membangun hidup komunitas dalam komunitas Rumah Sakit Suaka Insan, dan

masalah-masalah yang dihadapi para suster SPC dalam hidup komunitas di

komunitas Rumah Sakit Suaka Insan.

Bab III membahas tentang hidup komunitas dalam hidup religius yang

meliputi: pengertian hidup komunitas pada umumnya dalam hidup religius,

landasan hidup komunitas menurut Kitab Suci Perjanjian Baru, landasan hidup

komunitas menurut Dokumen-dokumen Gereja dan Kitab Hukum Kanonik 1983,

bentuk-bentuk hidup komunitas dan unsur-unsur komunitas. Bagian berikutnya

secara khusus membahas tentang hidup komunitas dalam hidup religius menurut

(29)

SPC, pola hidup komunitas SPC, hidup bersama dalam komunitas, hidup

komunitas sebagai kesaksian kerasulan dan peran komunitas dalam penghayatan

ketiga nasehat Injili.

Bab IV membahas usulan program pendampingan yang meliputi:

pengertian, tujuan, isi, unsur-unsur, model-model katekese umat, shared christian praxis sebagai salah satu model katekese, alasan rumusan tema dan tujuan, rumusan tema dan tujuan katekese, penjabaran program kerja, petunjuk

pelaksanaan program dan contoh persiapan SCP.

Bab V merupakan bagian penutup penulisan skripsi yang berisi

kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas dan saran yang diharapkan dapat

membantu para suster anggota komunitas Rumah Sakit Suaka Insan dalam

(30)

BAB II

GAMBARAN HIDUP KOMUNITAS PARA SUSTER SPC

DI KOMUNITAS RUMAH SAKIT SUAKA INSAN

BANJARMASIN

Hidup komunitas merupakan salah satu ciri khas hidup religius. Di dalam

komunitas terjadi perjumpaan antara pribadi-pribadi yang disatukan oleh

panggilan Allah sendiri. Gambaran tentang hidup komunitas yang nyaman dan

sehati sejiwa merupakan harapan setiap anggota komunitas. Sehubungan dengan

hidup komunitas, kami mengadakan wawancara secara langsung mengenai

realitas hidup komunitas para suster SPC di komunitas RSSI yang meliputi:

sejarah berdirinya kongregasi SPC di Indonesia, gambaran umum komunitas SPC

di Indonesia, gambaran komunitas para suster SPC di Komunitas RSSI tahun

2009, usaha-usaha membangun hidup komunitas dalam komunitas RSSI dan

masalah-masalah yang dihadapai para suster dalam membangun hidup komunitas

di komunitas RSSI.

A. SEJARAH BERDIRINYA KONGREGASI DI INDONESIA

Kongregasi SPC merupakan Kongregasi Internasional yang sudah berusia

314 tahun. Sejarah masuknya kongregasi SPC di Indonesia tidak lepas dari

sejarah berdirinya SPC di dunia.

1. Sejarah Berdirinya Kongregasi SPC

Pada tahun 1694, dalam usia 30 tahun Pastor Lois Chauvet diangkat

(31)

km sebelah tenggara kota Chartres, Perancis. Pastor Lois Chauvet ke Levesville

ditemani oleh saudari perempuannya Genevieve, yang membantunya dalam

mengurus masalah rumah tangga (Reuter, 1986: 9).

Levesville-la-Chenard merupakan sebuah desa kecil, terpencil, tidak

dikenal dan berada di pinggiran dataran Beauce yang sulit dijangkau oleh

pengaruh luar. Penduduk desa Levesville kebanyakan buta huruf, percaya pada

takhyul, penuh curiga, rewel, tak beraturan dan suka memberontak. Ekonomi

penduduk rata-rata menengah ke bawah dan sangat miskin, situasi ini semakin

diperburuk dengan sifat penduduk yang sangat malas untuk mengerjakan sesuatu

demi kemajuan. Gereja paroki dalam situasi yang rusak dan tidak terurus,

sekolah satu pun belum ada di desa Levesville-la-Chenard (Reuter, 1986: 9).

Pastor Lois Chauvet tidak tinggal diam melihat situasi umat parokinya

yang sangat memprihatinkan, Ia mulai mendekatkan diri dengan orang-orang

miskin, orang sakit dan anak-anak. Dalam memulai karyanya bagi orang miskin,

Pastor Lois Chauvet menyadari ia tidak dapat melakukannya sendiri, maka ia

mencari orang-orang yang dapat membantunya. Mereka diharapkan dari antara

pemudi yang berjiwa besar, berani dan tidak mementingkan diri sendiri.

Akhirnya ia mendapatkan 3 (tiga) orang sukarelawan yang siap membantu kaum

paling miskin untuk bangkit dari kemiskinannya. Mereka ini adalah: Maria

Michau dari Levesville, yang baru berusia 17 tahun. Baerbe Foucauld dari dukuh

frency-L’Eveque, tinggal tidak jauh dari desa Levesville. Marie Therese du

Tronchay, yang terampil, penuh semangat yang berasal dari istana Beauce tidak

(32)

Pertama-tama yang dilakukan oleh Pastor Lois Chauvet adalah melatih

ketiga gadis muda ini untuk membaca, menulis dan menjahit sehingga mereka

kelak dapat mengajari orang-orang desa serta anak-anak mereka. Marie Anne de

Tilly adalah seorang gadis dari keluarga bangsawan yang bersedia membantu

mendidik ketiga gadis tersebut, bahkan Marie Anne de Tilly memutuskan untuk

tinggal bersama para putri desa itu. Keempat gadis inilah yang menjadi cikal

bakal Suster-suster komunitas SPC. Satu-satunya peraturan yang mereka pegang

adalah menghayati cinta kasih Yesus Kristus dalam diri sesamanya maupun umat

yang mereka layani (Reuter, 1986: 10).

Pastor Lois Chauvet dengan setia mendampingi keempat pemudi yang

memutuskan untuk menyerahkan diri demi melayani sesama. Keempat suster

pertama menyadari bahwa komunitas mereka dibentuk untuk membawa Kristus

kepada orang yang buta pengetahuan dan kepada umat yang meninggalkan

Gereja. Dengan gembira mereka mengajar murid-murid di sekolah. Dengan

keberanian mereka mengunjungi orang miskin dan orang sakit di rumah dan

dengan semangat cinta akan Kristus dalam pelayanan kepada sesama para suster

SPC telah merubah citra desa Levesville menjadi desa yang lebih maju (Reuter,

1986: 13).

Pada 22 Juni 1710 Pastor Lois Chauvet meninggal dunia, buah-buah

yang terlahir dari ketulusan dan cintanya kepada kaum miskin semakin menyebar

mulai dari Levesville, Chartres, Perancis hingga ke lima benua di seluruh dunia

antara lain Alaska, Kanada, United States, Haiti, Guadeloupe, Martinique,

Colombia, Peru, French Guiana, Brasil, Ireland, England, Ukraine, Switzerland,

(33)

Mongolia, Rusia, Korea, Cina, Hongkong, Laos, Thailand, Indonesia, Vietnam,

Taiwan, Jepan, Philipina, Timor-timur, Australia. Dengan jumlah 4000 suster

(Reuter, 1986: 16). “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah

dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak

buah” (Yoh 12:24).

2. Sejarah Masuknya SPC di Indonesia

Pada 24 September 1967, tujuh orang suster SPC dari Philiphina

mendarat untuk pertama kalinya di Indonesia. Para suster SPC datang ke

Indonesia atas undangan Mgr. Wilhelmus Demarteau, MSF uskup Banjarmasin.

Beliau telah lama mencari suster-suster yang bersedia membantu melayani umat

dalam bidang kesehatan di keuskupannya. Dengan susah payah Mgr. Demarteau,

MSF mencoba mendapatkan suster-suster dari Jawa, Sulawesi, Negeri Belanda,

Jerman bahkan sampai India, tetapi tidak ada satu kongregasi pun yang bersedia

untuk membantu beliau (Reuter, 1986: 83).

Ketika mengikuti Konsili Vatikan II pada November 1962 di Roma, untuk

pertama kalinya beliau bertemu dengan Suster-suster St. Paulus dan atas

bantuan Pastor Merck, MSF Vikaris Jenderal MSF yang sering merayakan misa di

Generalat Suster-suster St. Paulus di Roma, Mgr. Demarteau, MSF dapat bertemu

dengan Sr. Marie Paul, SPC, Pemimpin Jenderal Suster-suster SPC. Pada

pertemuan ini Sr. Marie Paul, SPC berjanji akan minta bantuan dari pemimpin

Provinsial Philipina (Reuter, 1986 : 83).

Awal tahun 1963, suster Provinsial dari Philipina menyatakan kesediaan

(34)

misionaris pertama mendarat di Banjarmasin. Keenam Misionaris pertama ini

diantar oleh Pemimpin Provinsial dari Philipina. Kedatangan para Misionaris

pertama ini disambut baik oleh Mgr. W. Demarteau, MSF, para Imam, Bruder

Suster dan umat Katolik dari Banjarmasin pada waktu itu baru satu Tarekat yang

berkarya di Keuskupan Banjarmasin yaitu para Suster Fransiskanes Dongen.

Untuk beberapa waktu lamanya para Misionaris ini tinggal bersama para Suster

Fransiskanes di Kelayan sambil menunggu pembangunan Komunitas dan RSSI.

Sebagaimana tujuan awal mereka diundang adalah untuk mengelola Rumah Sakit

yang pada waktu itu sedang dibangun, maka setelah mengenal lingkungan dan

situasi sekitar, mereka mulai mempelajari bahasa Indonesia, sambil menjalankan

Poliklinik Suaka Insan di Kelayan. Pada tahun 1972, Rumah Sakit di jalan

Pembangunan selesai dibangun. Para suster mulai melayani masyarakat dalam

bidang kesehatan di Rumah Sakit Suaka Insan. Pada waktu itu tenaga

keperawatan masih sangat terbatas. Para suster merasa perlu untuk mendidik

putra-putri Indonesia yang berkemauan melayani sesama di bidang kesehatan,

maka pada tahun 1972 dibukalah Sekolah Perawat Kesehatan Umum (SPKU)

yang dari tahun ke tahun terus berkembang menjadi AKPER dan STIKES

(Reuter, 1986: 84).

Karya para Suster SPC di Indonesia terus berkembang dari tahun ke

tahun. Beberapa komunitas dibuka antara lain: Tahun 1972 membuka Komunitas

yang menangani Sekolah Misi Katolik di Sampit Kalimantan Tengah. Tahun

1978 membuka rumah Novisiat di Banjarbaru untuk menerima para calon Suster

SPC dari Indonesia. Tahun 1985 membuka dua komunitas yaitu di Kuala Kapuas

(35)

rumah Yuniorat. Tahun 1993, membuka komunitas baru di Suai Timor Timur

yang pada waktu itu masih bergabung dengan Indonesia. Tahun 1997 membuka

komunitas di Kandui Kalimantan Tengah. Tahun 1999 membuka komunitas di

Palangka Raya. Tahun 2009 para suster mulai memasuki Nusa Tenggara Timur

dengan membuka komunitas baru di Ruto.

Pertambahan jumlah karya menuntut juga pertambahan jumlah tenaga oleh

karena itu, pembukaan Novisiat di Banjarbaru Kalimantan Selatan

memungkinkan para pemudi pribumi bergabung dalam konggregasi SPC,

sehingga sampai saat ini Suster-suster SPC tersebar di berbagai daerah di

ndonesia antara lain: Banjarmasin, Banjarbaru, Kuala Kapuas, Palangka Raya,

Sampit, Bangkal, Kandui, Yogyakarta, Jakarta dan Ruto, dengan jumlah 63 orang

suster yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

B. GAMBARAN KOMUNITAS PARA SUSTER SPC DI INDONESIA

Sejak kedatangan suster SPC di Indonesia pada bulan September 1967

sampai saat ini, jumlah para suster berkembang dengan pesat dan tinggal di

beberapa komunitas dalam kepulauan Indonesia. Mereka berasal dari berbagai

daerah, berbagai latar belakang pendidikan, berada di beberapa komunitas, dan

melayani berbagai karya.

1. Jumlah Komunitas SPC yang Ada di Indonesia

Komunitas SPC telah menyebar ke berbagai kepulauan yang ada di

Indonesia. Sampai tahun 2009 komunitas SPC telah berjumlah 10 (sepuluh)

(36)

Nusa Tenggara Timur. Di Kalimantan Selatan terdapat 2 (dua) komunitas yaitu

komunitas RSSI di Banjaramasin dengan 17 (tujuh belas) suster dan Komunitas

Novisiat di Banjarbaru dengan 11 (sebelas) suster. Kalimantan Tengah terdapat

5 (lima) komunitas yaitu di Kuala Kapuas dengan 4 (empat) suster, Komunitas

Kandui dengan 4 (empat) suster, komunitas Palangka Raya dengan 3 (tiga)

suster, komunitas Sampit dengan 4 (empat) suster dan Komunitas Bangkal

dengan 2 (dua) suster. Di Jawa ada 2 (dua) komunitas yang terdapat

di Komunitas Rumah Studi Bunda Maria dari Chartres Yogyakarta dengan 5

(lima) suster dan komunitas Jakarta dengan 6 (enam) suster. Di Nusa Tenggara

Timur terdapat 1 (satu) komunitas yang terdapat di Ruto dengan 3 (tiga) suster

[Lampiran 2: (3)].

2. Asal Para Suster SPC

Para suster SPC berasal dari berbagai daerah di kepulauan Indonesia yaitu

dari Flores, Timor, Jawa, Kalimantan, Toraja dan Sumatera. Selain itu ada

beberapa suster misionaris Philipina yang masih tinggal di Indonesia. Para suster

yang berasal dari Flores berjumlah 26 (dua puluh enam) suster, dari Timor

berjumlah 2 (dua) suster, dari Kalimantan berjumlah 6 (enam) suster, dari Toraja

berjumlah 8 (delapan) suster, dari Sumatera berjumlah 2 (dua) suster, dari Jawa

berjumlah 14 (empat belas) suster dan misionaris dari Philipina berjumlah 5

(lima) suster [Lampiran 2: (3)].

3. Pendidikan Para Suster SPC

Salah satu syarat untuk masuk menjadi anggota suster SPC adalah

(37)

anggota SPC, pendidikan para suster ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan

bidang karya pelayanan. Sampai tahun 2009 pendidikan para suster SPC adalah

S2, S1, Diploma dan SMA. Para suster yang bependidikan S2 berjumlah 8

(delapan) suster, berpendidikan S1 berjumlah 13 (tiga belas) suster, berpendidikan

Diploma berjumlah 14 (empat belas) suster, sedang kuliah untuk meraih gelar S1

berjumlah 16 (enam belas) suster dan SMA berjumlah 13 (tiga belas) suster

[Lampiran 2: (3)].

4. Karya-karya yang Ditangani Para suster SPC

Para suster SPC berkarya dalam bidang pendidikan, kesehatan dan

pastoral. Dalam bidang pendidikan para suster telah mendirikan TK, SD, SMP,

AKPER dan STIKES. Dalam bidang kesehatan para suster SPC mendirikan

Rumah Sakit dan Poliklinik. Sedangkan dalam bidang pastoral para suster SPC

melayani pastoral secara khusus bagi umat di pedalaman Kalimantan. Sampai

tahun 2009 di bidang pendidikan telah didirikan 3 (tiga) TK yang berada di

Jakarta, Kuala Kapuas dan Ruto. Untuk SD dan SMP masing- masing ada 2

(dua) yang berada di Jakarta dan Kuala Kapuas. Sedangkan pendidikan dalam

bidang kesehatan ada 1 (satu) AKPER dan 1 (satu) STIKES yang berada di

Banjarmasin. Di bidang kesehatan sampai tahun 2009 telah didirikan 1 (satu)

Rumah Sakit yang berada di Banjarmasin dan 3 (tiga) poliklinik yang berada di

Kuala Kapuas, Sampit dan Kandui. Untuk bidang pastoral para suster melayani 3

(38)

C. GAMBARAN KOMUNITAS PARA SUSTER SPC DI KOMUNITAS

RUMAH SAKIT SUAKA INSAN

Komunitas RSSI merupakan komunitas pertama yang ditempati oleh para

suster misionaris Philipina yang datang pada tahun 1967. Di komunitas RSSI

inilah para suster memulai tugas pelayanan mereka dalam melayani umat yang

ada di sekitar sungguh memberi yang mayoritas beragama Islam. Dari komunitas

RSSI para suster menyebar ke seluruh Indonesia. Komunitas RSSI terdiri dari

beberapa generasi, pendidikan, asal, dan macam-macam bidang karya yang

dilayani.

1. Jumlah Suster Senior, Medior dan Yunior

Para suster yang tinggal di komunitas RSSI pada tahun 2009 berjumlah 17

(tujuh belas) suster. Para suster tersebut terdiri dari suster senior, medior dan

yunior. Suster senior adalah suster yang telah berkaul kekal lebih dari 15 (lima

belas) tahun. Suster medior adalah suster yang mengikralkan kaul kekal kurang

dari 15 (lima belas) tahun. Sedangkan Suster Yunior adalah para suster muda

yang telah mengikralkan kaul pertama 1 (satu) sampai 5 (lima) atau 7 (tujuh)

tahun. Suster senior berjumlah 5 (lima) suster. Suster medior berjumlah 7 (tujuh)

suster dan suster yunior berjumlah 5 (lima) suster [Lampiran 3: (5)].

2. Pendidikan Para Suster

Pendidikan Para suster yang tinggal di komunitas RSSI adalah S2, S1,

Diploma dan SMA. Para suster menempuh pendidikan baik di dalam negeri

(39)

suster, dari ketujuh suster tersebut ada 3 (tiga) Lulusan sekolah Perawat, 1 (satu)

suster lulusan Farmasi, 1 (satu) suster lulusan sekolah Gizi, 1 (satu) suster lulusan

sekolah Akuntansi dan 1 (satu) suster lulusan sekolah Analis. Para suster yang

berpendidikan S1 berjumlah 3 (tiga) suster, dari ketiga suster tersebut 1 (satu)

suster sekolah Farmasi, 1 (satu) suster lulusan sekolah arsitek dan 1 (satu) suster

lulusan sekolah ilmu Sejarah. Para suster yang berpendidikan Diploma berjumlah

5 (lima) suster, dari kelima suster tersebut 1 (satu) suster lulusan sekolah Gizi, 1

(satu) suster lulusan sekolah Akademi Perawat, 1 (satu) suster sekolah pertanian,

1 (satu) suster bidang spritualitas dan 1 (satu) suster sekolah Analis. Selain itu ada

2 (dua) suster lulusan SMA yang sedang menempuh pendidikan 1 (satu) suster

Akademi Perawan dan 1 (satu) S1 Akuntansi [Lampiran 3: (5)].

3. Asal Para Suster

Para suster yang tinggal di komunitas RSSI berasal dari berbagai daerah di

Indonesia yaitu dari Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Jawa, sumatera dan

Toraja. Selain itu ada beberapa suster misionaris dari Filiphina. Para suster

berjumlah 17 (tujuh belas) suster, dari ketujuh belas suster tersebut ada 5 (lima)

suster berasal dari Nusa Tenggara Timur, 4 (empat) suster berasal dari Jawa, 1

(satu) suster dari Kalimantan, 1 (satu) suster dari Sumatera, 1 (satu) suster dari

Toraja dan 5 (lima) suster misionaris dari Filiphina [Lampiran 3: (5)].

4. Macam-macam Karya yang Ditangani Para Suster di Komunitas Rumah

Sakit Suaka Insan

Dari semua komunitas yang ada di Indonesia, komunitas RSSI merupakan

(40)

pendidikan dan kesehatan. Di bidang Pendidikan ada 3 (tiga) suster yang

menangani Akademi Perawat (AKPER) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

(STIKES), dari ketiga suster tersebut 2 (dua) suster bertugas sebagai Dosen dan 1

(satu) suster bertanggung jawab di bagian Administrasi Sekolah. Dalam bidang

Kesehatan ada 9 (Sembilan) suster melayani di RSSI, dari kesembilan suster

tersebut 2 (dua) suster bertanggung jawab di bagian Apotik RSSI, 1 (satu) suster

melayani di bagian Laboratorium RSSI, 1 (satu) suster dipercaya sebagai

Administrator RSSI, 1 orang suster bertanggung jawab di bagian Gizi RSSI, 1

orang suster menangani persediaan barang-barang RSSI, 1 (satu) suster

mengelola di bagian Tata Usaha RSSI, 1 (satu) suster melayani Pastoral RSSI,

dan 1 (satu) suster bertugas di bagian mesin RSSI. Selain para suster yang sudah

berkarya di komunitas RSSI juga terdapat 3 (tiga) suster yang masih kuliah, 1

(satu) suster kuliah di Akademi Perawat, 1 (satu) suster kuliah S1 Akuntansi dan 1

(satu) suster kursus bahasa Perancis di Paris. Di komunitas RSSI suster

Pemimpin Distrik dan Sekretariat Distrik tinggal dan melaksanakan seluruh

urusan Distrik Indonesia [Lampiran 3: (5)-(6)].

5. Acara Harian Para Suster

Acara harian para suster di komunitas RSSI sudah terjadual dengan baik

yang membantu para suster untuk melaksanakan tugas karya, hidup doa serta

hidup berkomunitas.

(41)

Waktu Hari Biasa Hari Minggu Hari Libur

06.30 Sarapan Meditasi Sarapan

07.00 Sarapan

07.30 Karya

10.00 Minum Minum Minum

10.30 Karya Examen (Pemeriksaan Batin)

17.00 Bacaan Rohani Bacaan Rohani (Pribadi) Bacaan Rohani

(Pribadi)

17.30 Rosario Rosario (Pribadi) Rosario (Pribadi) 18.00 Visit Visit dan Ibadat Sore

(Pribadi)

Visit dan Ibadat Sore (Pribadi) 18.30 Doa Sore Makan Malam Makan Malam 19.00 Makan malam

20.00 Ibadat Malam Ibadat Malam (Pribadi) Ibadat Malam (Pribadi)

22.00 Istirahat Istirahat Istirahat

Selain jadual harian yang dilaksanakan secara rutin ada kegiatan lain yang

berkaitan dengan hidup doa dan hidup komunitas yaitu: Adorasi kepada

Sakramen Maha Kudus dilaksanakan setiap hari Rabu malam setelah makan

malam dan Jumat pertama. Rekoleksi bulanan dilaksanakan minggu pertama.

Sharing komunitas dilaksanakan setelah rekoleksi. Rekreasi bersama dilaksanakan

(42)

dua bulan sekali. Dalam acara organized joy para suster diberi kesempatan untuk saling menghibur dan menampilkan talentanya masing-masing dalam bentuk

nyanyian, permainan dan lain-lain [Lampiran 7: (13)].

D. USAHA-USAHA MEMBANGUN HIDUP KOMUNITAS DALAM

KOMUNITAS RUMAH SAKIT SUAKA INSAN

Dalam rangka membangun hidup komunita, setiap suster diharapkan

terlibat dan mengusahakannya secara sungguh-sungguh, meskipun disadari bahwa

Allah bekerja pada orang-orang yang dipanggil-Nya. Akan tetapi setiap suster

tetap memiliki kelemahan dan tak luput dari berbagai tantangan serta godaan

yang melemahkan. Oleh karena itu setiap waktu para suster berusaha membangun

hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC baik secara bersama maupun pribadi.

1. Usaha Komunitas

Usaha-usaha yang dilakukan secara bersama oleh para suster komunitas

RSSI untuk membangun hidup komunitas dalam kurun waktu ini meliputi: Devosi

kepada Hati Yesus dan Bunda Maria, pertemuan komunitas, rekreasi bersama,

doa untuk komunitas-komunitas yang ada di Indonesia.

a. Devosi Kepada Hati Yesus dan Bunda Maria

Suster-suster di komunitas RSSI dan di komunitas lainnya mempunyai

(43)

melakukan adorasi atau yang dalam kongregasi SPC disebut dengan Jam Suci.

Dalam Adorasi ini para suster menimba inspirasi dari Kitab Suci. Adorasi atau

Jam Suci diprioritaskan oleh para suster SPC karena dalam Adorasi tersebut para

suster dapat mengenang kembali penebusan cinta yang dilakukan oleh Kristus.

Para suster menimba semangat cinta dalam Adorasi sehingga mampu mencinta

sesama seperti Yesus mencintai. Melalui Adorasi para suster mempunyai

kesempatan berdoa bagi panggilan setiap suster yang ada di komunitas [Lampiran

4: (7); bdk. Lampiran 5: (9)].

Selain devosi kepada Hati Kudus Yesus para suster juga berdevosi kepada

Bunda Maria yang menjadi teladan bagi para suster SPC. Devosi dilakukan setiap

hari dengan melakukan rosario bersama. Pada bulan Mei berdasarkan kesepakatan

di dalam komunitas para suster menyediakan waktu untuk mengadakan ziarah ke

Gua Maria. Bunda Maria juga memberi teladan kesetian dan ketaatan kepada

kehendak Allah. Bunda Maria mengundang kepada kesiagaan batin yang

mempersiapkan para suster untuk menjawab kehendak Allah dalam kebersamaan

di komunitas. Bunda Maria juga mengajak untuk percaya, terbuka dan

menyerahkan diri secara total kepada kebaikan hati Bapa. Bersama Bunda Maria

para suster memohon rahmat agar mampu hidup rukun dan damai seperti dalam

Keluaga Nazareth [Lampiran 4: (7); bdk. Lampiran 5: (9)]. Devosi kepada Hati

Yesus dan Bunda Maria sudah menjadi jadual tetap para suster di komunitas

RSSI. Usaha ini cukup membantu para suster dalam membangun sikap batin yang

terbuka pada kehendak Allah dan juga terbuka untuk mengasihi di dalam

(44)

b. Pertemuan Komunitas

Sebulan sekali di komunitas RSSI diadakan pertemuan komunitas.

Pertemuan diadakan setelah rekoleksi hari Sabtu dan Minggu pertama dalam

bulan. Dalam pertemuan komunitas para suster mempunyai kesempatan untuk

mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan di komunitas, memberi masukan

bila ada yang perlu diperbaiki dan membuat kesepakatan bersama. Pertemuan ini

sangat membantu para suster untuk mengungkapkan apa yang menjadi ganjalan

di hati setiap suster, membantu menyatukan pandangan antara generasi tua dan

generasi muda, dan menghindari tindakan membicarakan kesalahan dan

kelemahan sesama suster di “belakang’ suster yang dibicarakan. Pertemuan

komunitas yang dilakukan secara rutin membuat para suster semakin merasa

disatukan di dalam komunitas [Lampiran 4: (8); bdk. Lampiran 5: (9)].

c. Rekreasi Bersama

Komunitas RSSI merupakan komunitas yang mempunyai banyak anggota

di antara komunitas lain di Indonesia. Jumlah anggota yang cukup banyak

membuat waktu bersama kadang sulit dilakukan, namun para suster menyadari

betapa penting kebersaman di dalam komunitas, untuk mengatasai kesulitan

dalam mencari waktu bersama, para suster membuat kesepakatan mengadakan

rekreasi bersama dua kali seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat setelah makan

malam. Acara yang dilakukan dalam rekreasi bersama adalah bermain kartu

bersama, menyanyi bersama, menari bersama dan berbagai kegiatan yang

(45)

tahun 2008, membantu para suster semakin akrab satu sama lain [Lampiran 4: (8);

bdk. Lampiran 5: (9)].

d. Doa untuk Komunitas-komunitas yang ada di Indonesia

Setiap hari dalam ibadat bersama para suster mendoakan komunitas yang

ada di Indonesia secara bergiliran. Dalam doa para suster semakin diteguhkan

untuk bersatu dengan Kristus dan juga bersatu dengan sesama yang ada di

komunitas. Isi doa yang dipanjatkan antara lain mohon rahmat bagi para suster

agar mampu melaksanakan tugas karya yang dipercayakan kepada mereka,

rahmat untuk mampu menghadapi kesulitan dan tantangan dalam karya dan

rahmat untuk mampu hidup damai dan saling mendukung dalam komunitas. Doa

untuk komunitas-komunitas yang ada di Indonesia mulai dilaksanakan sejak tahun

2009 dan ini membantu menyatukan para suster dalam doa dan kebersamaan

[Lampiran 5: (9)].

2. Usaha Pribadi

Usaha-usaha pribadi yang dilakukan para suster komunitas RSSI dalam

rangka meningkatkan hidup komunitas meliputi: merenungkan dan merefleksikan

Pedoman Hidup kongregasi, menerima diri apa adanya, membangun relasi tanpa membedakan latar belakang, membaca, melaksanakan tugas komunitas dengan

tekun dan setia, meningkatkan hidup doa, membatasi dan mengendalikan diri

dalam menggunakan alat-alat komunikasi, setia pada jadual komunitas,

(46)

orang lain, rendah hati untuk mengampuni dan diampuni, terbuka, sederhana,

saling mendukung dan saling memperhatikan dalam hidup bersama.

a. Membaca, Merenungkan dan Merefleksikan Pedoman Hidup Kongregasi

Setiap hari para suster menyediakan waktu untuk membaca, merenungkan

dan merefleksikan Pedoman Hidup khususnya yang berkaitan dengan hidup dalam semangat persaudaraan secara pribadi. Dengan membaca Pedoman Hidup setiap suster akan semakin hafal, mengerti dan memahami makna hidup bersama.

Dengan merenungkan, mendorong setiap suster untuk melakukan refleksi

sehubungan dengan tindakannya dalam hidup bersama, dan dari hasil refleksi

membawa suster kepada kesadaran dan niat baru untuk memperbaiki apa yang

masih kurang dalam membangun hidup bersama seperti yang dicita-citakan

[Lampiran 5: (10)]. Membaca, merenungkan dan merefleksikan Pedoman Hidup

telah dilaksanakan dan menjadi jadual tetap komunitas namun karena

dilaksanakan secara pribadi, para suster memahami hidup bersama menurut daya

tangkap masing-masing sehingga kadang tidak sesuai dengan para suster lain di

komunitas, maka dibutuhkan suatu kegiatan yang dapat menyatukan pemikiran

dan pemahaman para suster terhadap nilai-nilai hidup bersama yang termuat

dalam Pedoman Hidup.

b. Menerima Diri Apa Adanya

Usaha yang dilakukan para suster dalam menerima diri apa adanya adalah

dengan cara bersyukur atas segala anugerah yang diberikan Tuhan seperti bakat,

kemampuan, kesempurnaan fisik(tidak cacat) dan rahmat panggilan. Selain itu

(47)

kelemahan masing-masing. Sikap penerimaan kepada diri sendiri membantu para

suster untuk mampu menerima sesama anggota komunitas yang lain [Lampiran 4:

(8); bdk. Lampiran 5: (9)].

c. Melaksanakan Tugas Komunitas dengan Tekun dan Setia serta rela

berkorban untuk komunitas

Beberapa suster berusaha melaksanakan tugas dengan tekun dan setia serta

rela berkorban untuk melaksanakannya. Wujud konkrit yang dilakukan para suster

adalah belajar mencintai pekerjaannya walau sekecil apapun, melaksanakannya

dengan penuh tanggung jawab, berani dan rendah hati bertanya kepada suster

yang lebih tahu bila mengalami kesulitan, berusaha sekuat tenaga untuk mengerti

dan memahami pekerjaannya, memberikan waktu, tenaga dan perhatian kepada

kebutuhan sesama suster. Kerelaan para suster untuk melaksanakan tugas

komunitas dengan tekun dan setia serta rela berkorban untuk komunitas

membantu para suster semakin mencintai komunitas dan membangun sikap sense of belonging[Lampiran 4: (8); bdk. Lampiran 5: (11)].

d. Meningkatkan Hidup Doa

Para suster secara pribadi meningkatkan hidup doa. Cara-cara yang

ditempuh untuk meningkatkan hidup doa adalah: tekun dan setia mengikuti

Ekaristi, ibadat bersama, kunjungan Sakramen Maha Kudus, Examen, Adorasi

dan Rosario bersama. Setiap mengalami peristiwa yang kurang menyenangkan

dengan sesama suster di komunitas, peristiwa tersebut dibawa dalam doa

(48)

dapat mengampuni dan menerima sesama para suster menyadari hidup doa

adalah hal paling pokok dan mendasar yang membantu memulihkan kekuatan,

semangat dan peneguhan, sehingga dapat mengolah pengalaman harian bersama

Allah [Lampiran 4: (8); bdk. Lampiran 5: (10)].

e. Membatasi dan Mengendalikan Diri dalam Menggunakan Alat-alat

Komunikasi

Setiap suster berusaha bertindak bijaksana dalam menggunakan alat-alat

komunikasi seperti televisi, internet dan handphone. Para suster membatasi dan mengendalikan diri dalam menggunakan alat-alat komunikasi dengan cara:

menonton televisi pada hari dan jam yang telah disepakati, menggunakan internet

seperlunya sesuai tuntutan karya, tidak menggunakan handphone pada waktu-waktu bersama dan selalu ingat bahwa alat-alat tersebut merupakan benda mati

yang tidak bisa menggantikan sesama suster yang ada di komunitas. Kesadaran

para suster menggunakan sarana komunikasi dengan bijaksana membantu para

suster untuk memberi perhatian pada kebersamaan di dalam komunitas [Lampiran

5: (10)].

f. Setia pada Jadual Komunitas

Para suster membuat jadwal harian secara bersama-sama dan berusaha

setia pada jadwal komunitas yang telah disepakati bersama tersebut. Kesetiaan

pada jadwal komunitas diungkapkan dengan hadir tepat waktu pada

kegiatan-kegiatan bersama di komunitas seperti waktu doa, waktu rekreasi bersama,

(49)

suster mulai melalaikan jadwal harian komunitas dengan sengaja, suster yang lain

punya kewajiban untuk mengingatkan dengan penuh cinta kasih. Setia pada

jadwal komunitas mendorong para suster semakin terikat satu sama lain sehingga

relasi para suster semakin mendalam [Lampiran 4: (8); bdk. Lampiran 5: (10)].

g. Berpandangan Positif terhadap Sesama dan Tidak Mudah

Membicarakan Kelemahan Orang Lain

Usaha yang dilakukan para suster dalam membangun pandangan positif

terhadap sesama antara lain: membangun kesadaran bahwa setiap suster

mempunyai kelemahan dan kelebihan sehingga bisa menerima sesama apa

adanya, membangun kesadaran bahwa sesama adalah anugerah Allah bagi

komunitas. Usaha yang dilakukan agar tidak mudah membicarakan kelemahan

orang lain adalah berani terus terang dan mengungkapkan secara terbuka bila ada

suster yang berbuat salah, selalu ingat bahwa setiap suster tidak punya hak untuk

menghakimi dan menilai jelek sesama susternya. Segala usaha yang dilakukan

para suster dalam membangun pandangan positif terhadap sesama dan tidak

mudah membicarakan kelemahan orang lain membantu menciptakan suasana

yang nyaman dalam komunitas [Lampiran 4: (8)].

h. Rendah Hati untuk Mengampuni dan Diampuni

Para suster berusaha bersikap rendah hati untuk mengampuni dan

diampuni. Usaha yang dapat dilakukan adalah berani mengakui kesalahan yang

dilakukan dan minta maaf kepada suster yang telah disakiti dan dari pihak suster

(50)

telah menyakitinya. Kerendahan hati untuk mengampuni dan diampuni ini

membantu membuat suasana komunitas menjadi nyaman tanpa ada yang merasa

tersakiti [Lampiran 4: (8)].

j. Terbuka, Sederhana, Saling Mendukung dan Saling Memperhatikan

dalam Hidup Bersama

Dalam hidup berkomunitas setiap suster berusaha menghidupkan dan

mengembangkan sikap saling terbuka, sederhana, saling mendukung dan saling

memperhatikan. Bentuk konkrit dari usaha ini antara lain: berani terbuka kepada

sesama suster baik dalam suka dan duka, terbuka menerima kritik dan masukan

yang membangun. Usaha dalam hal kesederhanaan, menggunakan atau menerima

pakaian, makanan dan sarana yang ada. Dalam hal saling mendukung, berusaha

saling mendukung dalam panggilan, bila ada suster lain yang kelihatan goyah

dalam panggilannya, sebagai saudari sekomunitas tidak segan-segan mengajaknya

berbicara dan membantunya menemukan jalan keluar dari masalah yang

dihadapinya tidak menghakimi dan semakin menyudutkan. Sedangkan dalam hal

saling memperhatikan, setiap suster berusaha memberi perhatian seorang

terhadap yang lain. Apabila dalam acara bersama ada seorang suster yang tidak

hadir, maka sebagai saudari mencari tahu keberadaan suster tersebut. Dasar dari

semua usaha yang dilakukan tersebut adalah kejujuran, sikap saling percaya dan

kasih yang mempersatukan semuanya. Sikap terbuka, sederhana, saling

mendukung dan saling memperhatikan dalam hidup komunitas membuat

komunitas menjadi tempat yang semakin menyuburkan panggilan para suster

(51)

E. MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI PARA SUSTER SPC

DALAM MEMBANGUN HIDUP KOMUNITAS DI KOMUNITAS

RUMAH SAKIT SUAKA INSAN

Setiap anggota komunitas berusaha menciptakan komunitas yang damai,

saling mendukung, saling menghargai, saling membantu dalam pengabdian,

saling mengingatkan, saling mempercayai, saling menasehati, saling

memperhatikan dan saling menguatkan dalam panggilan satu sama lain. Kendati

demikian masih ditemukan masalah-masalah sehubungan dengan mewujudkan

komunitas sehati sejiwa. Masalah-masalah yang dimaksud meliputi: masalah

kurangnya komunikasi yang terbuka dan mendalam di antara para suster,

kurangnya kesetiaan pada jadwal komunitas, menghindar dari tanggung jawab,

kesalahan dan konflik antar sesama di balik anggota komunitas yang banyak,

membicarakan kesalahan dan kekurangan sesama, kurangnya keteladanan dalam

hidup.

1. Kurangnya Komunikasi yang Terbuka dan Mendalam antar Suster

Komunikasi yang terjadi di antara para suster dirasakan kurang nyaman

sehingga relasi yang terjadi kurang mendalam. Hal ini diungkapkan dari beberapa

suster yang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi karena dibayangi oleh

perasaan tidak nyaman, tidak percaya dan takut apa yang diungkapkan akan

dilaporkan kepada pemimpin. Perasaan ini muncul pada 2 (dua) suster yunior

yang pernah sharing kepada suster medior tentang kesulitan, kemarahan dan

(52)

melaporkan apa yang diungkapkan kepada suster lain dan kepada pemimpin.

Pengalaman ini membuat suster yang bersangkutan menjadi takut untuk terbuka

dan menjadi tidak percaya kepada sesama susternya. Ketidakterbukaan ini juga

berkaitan dalam hal memberi kritik terhadap anggota komunitas yang melakukan

kesalahan [Lampiran 4: (7); bdk. Lampiran 5: (9)].

2. Kurangnya Kesetiaan pada Jadwal Komunitas

Beberapa suster mengungkapkan di komunitas RSSI ada suster yang

kurang setia pada jadwal komunitas yang telah disepakati bersama.

Ketidaksetiaan ini terlihat dari tindakan yang tidak mau bergabung dengan suster

lain pada waktu rekreasi bersama di komunitas, suster tersebut lebih memilih

menonton televisi atau melakukan pekerjaan lain yang tidak penting.

Ketidaksetiaan pada jadwal komunitas juga nampak dari beberapa suster yang

seringkali terlambat masuk ke kapel pada waktu doa bersama [Lampiran 4: (7);

bdk. Lampiran 5: (9)].

3. Menghindar dari Tanggung Jawab, Kesalahan dan Konflik antar Sesama

di balik Anggota Komunitas yang Banyak

Beberapa suster mengungkapkan ada suster yang memanfaatkan

banyaknya anggota di komunitas untuk menghindar dari tanggung jawab, hal ini

nampak dari sikap yang mudah melepas tanggung jawab dalam melaksanakan

tugas-tugas komunitas karena beranggapan ada suster lain yang bisa

(53)

bukan pada tempatnya yang membuat suster lain terganggu, suster yang

melakukan hal itu tidak mau mengakui kesalahannya dan karena banyaknya

anggota sulit bagi suster lain untuk mengetahui siapa yang meninggalkan barang

tersebut. Selain itu waktu terjadi konflik di antar dua suster, konflik tersebut tidak

cepat teratasi karena kedua suster yang sedang konflik memilih saling menghindar

di antara anggota komunitas yang lain [Lampiran 4: (7); bdk. Lampiran 5: (9)].

4. Membicarakan Kesalahan dan Kekurangan Sesama

Beberapa suster mengungkapkan ada suster yang mudah membicarakan

kekurangan sesamanya di komunitas dan pada suster lain yang bukan anggota

komunitas RSSI. Selain membicarakan kesalahan dan kekurangan sesama di

komunitas, ada pula suster yang dengan mudah mengungkapkan masalah atau

rahasia komunitas kepada orang lain di luar komunitas. Kebiasaan ini membuat

suster yang dibicarakan menjadi tidak percaya dan menjadi tertutup pada

komunitas [Lampiran 5: (9)].

5. Kurangnya Keteladanan dalam Hidup Bersama

Para suster khususnya suster yunior mengungkapkan kesulitan untuk

menemukan teladan hidup religius dari para seniornya. Dalam hal penghayatan

kaul kemiskinan para suster yunior menemukan ada suster senior dan medior

yang mempunyai uang pribadi pemberiaan dari keluarga, menikmati hiburan

yang berlebihan dengan menonton film terus menerus sampai mengabaikan

(54)

ada beberapa suster senior dan medior yang sulit untuk taat kepada pemimpin

bahkan kadang berani membantah atau menolak tugas karya yang dipercayakan

kepadanya dengan alasan karya itu bukan bidangnya. Dalam hidup bersama

dengan yang lain ada beberapa suster senior yang bersikap acuh tak acuh pada

(55)

BAB III

HIDUP KOMUNITAS MENURUT PEDOMAN HIDUP

PARA SUSTER SPC

Komunitas hidup religius selalu menempatkan Kerajaan Allah di atas

segala-galanya, karena karya perutusan para religius adalah memaklumkan

Kerajaan Allah dan mencarinya melebihi segala sesuatu (Mat 6:33). Hidup

religius selalu dihayati di dalam komunitas, di mana para religius bersama-sama

menantikan kedatangan Tuhan dalam kepenuhan keadilan-Nya, agar Allah

menjadi semua di dalam semua (1 Kor 15:28). Di dalam komunitas para religius

bertumbuh dan berkembang dalam iman, pengharapan, dan cinta kasih, serta

mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kerajaan Allah dan menjawab panggilan

Allah. Dalam komunitas SPC, para suster SPC menghayati kebersamaan hidup

sebagai saudara dalam Yesus Kristus. Melalui Dia para suster SPC menemukan

rahmat panggilan dalam hati dan hidup masing-masing. Hidup komunitas akan

dipaparkan lebih lanjut dalam dua bagian besar yaitu hidup komunitas dalam

hidup religius dan hidup komunitas dalam hidup religius menurut Pedoman Hidup para suster SPC.

A. HIDUP KOMUNITAS DALAM HIDUP RELIGIUS

Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan orang lain. Manusia

hanya dapat berkembang secara utuh sebagai manusia, bila ia tinggal di dalam

komunitas manusia dan berinteraksi dengan sesama karena dalam interaksi yang

(56)

memperkembangkan hidup para religius sebagai mahluk sosial. Hidup komunitas

tergantung dari pemahaman para religius tentang pengertian hidup komunitas

pada umumnya dalam hidup religius, landasan hidup komunitas menurut Kitab

Suci Perjanjian Baru, Landasan hidup komunitas menurut Dokumen-dokumen

Gereja dan Kitab Hukum Kanonik 1983, bentuk-bentuk hidup komunitas, dan

unsur-unsur komunitas.

1. Pengertian Hidup Komunitas pada Umumnya dalam Hidup Religius

Banyak para ahli menjelaskan pengertian hidup komunitas dalam hidup

religius antara lain:

Heuken (2005: 20) dalam Eksiklopedi Gereja Jilid V menjelaskan bahwa “komunitas adalah sekelompok biarawan atau biarawati yang hidup

bersama (= Communis; Lat) di satu rumah/biara, hidup menurut aturan-aturan dan semangat rohani ordo atau kongregasi yang bersangkutan”.

Tom Jacobs (1987: 134) dalam Hidup Membiara: Makna dan Tantangannya mengartikan komunitas bukan sebagai “rumah“ atau “pimpinan” atau “suster-suster tua” tetapi komunitas adalah teman secita-cita”. Di dalam

komunitas itu para biarawan/biarawati hidup bersama dengan mempunyai

cita-cita yang sama mengikuti Kristus secara khusus. Persekutuan dibangun dilandasi

iman dan kepercayaan yang besar kepada Yesus. Atas dasar iman kepercayaan

tersebut para religius mempersembahkan seluruh hidup mereka kepada Yesus

serta terbuka pada karya Roh Kudus dalam hidup sehari-hari.

(57)

tidaknya penghayatan hidup religius sangat tergantung dari berhasil atau tidaknya

membangun hidup bersama dalam suatu komunitas. Hidup komunitas merupakan

tempat para religius menjawab panggilan Tuhan. Komunitas merupakan

ungkapan penghayatan hidup bersama. Hidup bersama dalam suatu komunitas

merupakan tuntutan mutlak bagi seorang religius. Maka salah satu syarat

seseorang diterima dalam suatu tarekat religius ialah tidak ada hambatan yang

berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama, dengan kata lain

seseorang dapat diterima dalam suatu tarekat religius dituntut adanya kemampuan

untuk mudah hidup bersama.

Dalam hidup bersama di suatu komunitas religius, terjadilah pertemuan

dalam iman, di mana setiap pribadi menghayati spiritualitas dan kharisma Tarekat

yang sama, mengikuti Kristus, merasul, berdoa, berbagi rasa dalam hidup dan

pengalaman, berbagi milik dan harta, berbagi kesediaan dan kemauan untuk

mengabdi Kristus (Kis 2:41-47). Secara singkat, hidup bersama merupakan hidup

dalam persekutuan, di mana orang sanggup dan rela untuk saling membantu,

menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi.

Dasar dari persekutuan adalah cinta, sebab setiap manusia dipanggil untuk

hidup dalam cinta (Darminta, 1982: 7).

2. Landasan Hidup Komunitas menurut Kitab Suci Perjanjian Baru

Yesus Kristus selama hidup-Nya tidak pernah bermaksud membentuk

hidup religius. Ia memanggil beberapa orang untuk menjadi murid-Nya, supaya

mereka mengalami keselamatan. Maksud Yesus membentuk komunitas para

Referensi

Dokumen terkait