• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

B. Saran

1. Bagi Pemimpin Komunitas RSSI

a) Menjadi pemimpin komunitas berarti menjadi pelayan dan hamba, seperti yang diajarkan oleh Yesus “ jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaknya ia menjadi yang terakhir dan pelayan bagi semua” (mrk 9:35). Maka seorang pemimpin diharapkan selalu hadir di tengah komunitas sebagai seorang yang siap sedia untuk melayani anggota komunitas yang dipercayakan oleh tarekat kepadanya. Karena pemimpin merupakan tanda kekuatan ikatan antara anggota dengan komunitas, tarekat, Kharisma, Gereja dan Kristus sekaligus merupakan tanda kesatuan dalam pelayanan.

b) Seorang pemimpin diharapkan mampu menjadi penyemangat, penyatu, pembina dan pembimbing bagi semua anggota komunitas, seperti seorang gembala yang setia menuntun kawanan dombanya menuju ke padang rumput yang hijau.

c) Seorang pemimpin komunitas diharapkan selalu bersedia menjadi teman dan sahabat yang setia bagi anggota komunitas dalam hal berbagi pengalaman.

d) Seorang pemimpin diharapkan mampu bersikap netral terhadap semua anggota komunitas dan menjadi jembatan pendamai bagi anggota yang sedang bertikai.

2. Bagi anggota Komunitas RSSI

a) Sehubungan dengan kebersamaan dalam komunitas, maka para suster perlu terus menerus berusaha mensyukuri keberadaan sesama yang ada di komunitas, sebagai anugerah Tuhan yang melangkah bersama dalam menanggapi panggilan Allah.

b) Komunitas adalah tempat bagi para suster untuk berkembang dalam iman dan cinta, maka para suster hendaknya terus menerus membangun rasa saling mencintai sesama, menerima kelebihan dan kelemahan sesama serta saling mendukung satu sama lain.

c) Sehubungan dengan usaha yang telah dilakukan dan munculnya masalah-masalah dalam kehidupan bersama berkaitan dengan usaha yang dilakukan, hendaknya para suster komunitas RSSI tetap tekun dan setia, meski pun sering gagal. Selalu percaya bahwa Roh Kudus selalu berkarya di dalam setiap perjuangan hidup para suster.

d) Pedoman Hidup SPC yang mengatur dan mengarahkan para suater dalam hidup bersama hendaknya senantiasa didalami dan direfleksikan agar dari hari ke hari dapat diwujudnyatakan dalam hidup bersama.

e) Program katekese yang sudah dijabarkan dalam enam tema, hendaknya dapat dilaksanakan agar semakin mampu membangun hidup komunitas yang sesuai dengan Pedoman Hidup SPC.

DAFTAR PUSTAKA

Darminta, J. S.J. (1981). Satu Hati dan Satu Jiwa. Yogyakarta: Kanisius.

___________. (1982). Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.

___________. (1983). Religius dan Pembaharuan Rohani. Yogyakarta: Kanisius. Groome, Thomas, H. (1997). Shared Christian Praxis (FX. Heryatno Wono

Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).

Heuken, A. (2005). Ensiklopedi Gereja Jilid IV dan V. Jakarta: Cipta Loka Caraka.

Huber, TH. S.J. (1979). Arah Katekese di Indonesia??? Yogyakarta-Ende: Kanisius-Nusa Indah.

___________. (1981). Katekese Umat: Hasil Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Jacobs, Tom. (1987). Hidup Membiara: Makna dan Tantangannya. Yogyakarta: Kanisius.

Kitab Hukum Kanonik. (2006). (V. Kartosiswoyo, Lic. Iur. Can., dll, Penerjemah). Jakarta: KWI. (Dokumen asli diterbitkan 25 januari 1983). Kongregasi SPC. (1988). Pedoman Hidup dan Tata Hidup. Manuskrip yang

merupakan terjemahan buku Pedoman Hidup para suster SPC yang dikeluarkan di Roma oleh Kongregasi Suci para Religius pada 3 April 1988.

Konsili Vatikan II. (1991). Perfectae Caritatis. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan 28 Oktober 1985).

Kristanto, Yosef, Pr. (2008). Tuhan Ajarilah Kami Berdoa. Manuskrip untuk memperingati 1000 hari meninggalnya ibu Josephine Sri Hardjanti, yang dibuat pada tahun 2008 di Karangpilang, Semarang.

Lalu, Yosef Pr. (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.

Linggar, Alma J. dkk. (2010). Kidung Ekaristi Kotabaru. Manuskrip yang berisi lagu-lagu untuk perayaan Ekaristi di Gereja St. Antonius, yang dikeluarkan oleh Tim Musik Paroki Gereja St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta. (Edisi pertama dicetak Desember 1999).

Mangunhardjana, A. (1986). Pembinaan: Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius.

Mareschaulx, Claude. (1804). Rancangan Pertama Peraturan Hidup Suster-suster Santo Maurisius dari Chartres. Manuskrip yang merupakan terjemahan dari buku peraturan Pertama Para suster SPC yang ditulis pada akhir abad ke XVII di Chartres, Perancis.

Reuter, James B. S.J. (1986). Bunga Rampai Sejarah Suster-suster Santo Paulus dari Chartres. (R.F. Endrotamtomo, Penerjemah). Manuskrip yang merupakan terjemahan buku sejarah Suster-suster St. Paulus dari Chartres dalam rangka pembukaan Novisiat St. Paulus di Banjarbaru pada 25 Juli 1982.

Ridick, Joyce SSC. (1987). Kaul Harta melimpah dalam Bejana Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius.

Riyanto, Theo F.I.C. (2006). Sayur Lodeh FIC. Semarang: Provinsialat FIC. Setyakarjana, J.S. S.J. (1997). Arah Katekese di Indonesia. Yogyakarta: Pusat

Kateketik Yogyakarta

Sumarno Ds, M. S.J. (2009). PPL PAK Paroki. Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Semester VI, Prodi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Suparno, Paul S.J. (2007a). Saat Jubah Bikin Gerah 1. Yogyakarta: Kanisius. ___________. (2007b). Saat Jubah Bikin Gerah 2. Yogyakarta: Kanisius. Wesley, J. Brill. (1976). Tafsiran Injil Yohanes. Bandung: Kalam Hidup.

Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Trandendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. ( Dokumen asli diterbitkan 16 Oktober 1979).

___________. (1996). Vita Consecrata. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan 25 Maret 1996).

___________. (2002). Bertolak Segar dalam Kristus: Komitmen Hidup Bakti yang Dibaharui di Milenium Ketiga. (Mgr. Alexander Djajasiswaja, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan 16 Mei 2002).

(1)

1. Berapa tahun suster telah bergabung dalam kongregasi SPC?

2. Suster berasal dari daerah mana?

3. Apa pendidikan terakhir yang telah suster tempuh, baik sebelum masuk biara

maupun setelah masuk biara hingga saat ini?

4. Bidang karya apa yang menjadi tanggung jawab suster saat ini?

5. Sampai saat ini sudah berapa komunitas yang pernah suster tempati?

6. Apa arti komunitas menurut suster?

7. Mengapa komunitas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam kehidupan

religius?

8. Menurut suster apakah dasar utama bagi seorang religius untuk bisa hidup

bersama dalam sebuah komunitas?

9. Apa arti sesama anggota komunitas bagi suster?

10.Apa kesan suster terhadap komunitas RSSI yang suster tempati?

11.Hal-hal apa saja yang membuat suster merasa bahagia tinggal di komunitas

RSSI?

12.Apakah jumlah para suster yang cukup banyak di komunitas RSSI

mempengaruhi interaksi yang terjalin di dalam komunitas?

13.Apakah jadwal harian di komunitas RSSI, membantu suster untuk semakin

mencintai panggilan suster?

14.Bidang karya apa saja yang ditangani oleh para suster yang ada di komunitas

RSSI?

15.Apakah perbedaan bidang karya yang ditangani oleh para suster di komunitas

RSSI berpengaruh bagi hidup bersama dalam komunitas?

16.Apakah perbedaan usia, asal, pendidikan, mentalitas dan budaya para suster

yang tinggal di komuntas RSSI mempengaruhi kehidupan berkomunitas? 17.Apa arti segala perbedaan di atas bagi suster ( soal no 13 & 14 )?

18.Sebagai anggota komunitas, apa yang bisa suster sumbangkan supaya hidup

komunitas dapat berjalan dengan baik?

19.Kesulitan apa yang suster hadapi dalam usaha membangun komunitas seperti

yang diharapkan, baik dari diri sendiri maupun dari komunitas yang suster tempati?

20. Usaha apa yang suster lakukan dalam mengatasi kesulitan tersebut?

21.Keprihatinan apa saja yang suster temukan dalam komunitas RSSI secara

khusus dalam hal hidup berkomunitas?

22.Bagaimana usaha komunitas dalam menghadapi keprihatinan tersebut?

23.Hal-hal apa saja yang perlu diperbaharui di komunitas RSSI?

24.Usaha apa saja yang telah dilakukan oleh komunitas RSSI untuk meningkatkan

persaudaraan dalam komunitas, dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini?

25.Apa makna waktu-waktu bersama (makan, rekreasi dll) bagi suster?

26.Menurut suster apa yang menjadi ciri khas komunitas SPC?

27.Dalam Pedoman Hidup art 35 dikatakan “hukum cinta merupakan piagam

komunitas yang hidup dalam semangat persaudaraan yang menemukan azas dan dasarnya dalam pribadi Kristus “ apa makna art 35 ini bagi suster?

(2) komunitas hendaknya sederhana, terbuka dan jujur. Para suster harus ingat bahwa saling percaya dirong-rong oleh semangat mengecam dan mengadu-adu” apa tanggapan suster mengenai hal ini?

29.Apakah aturan hidup bersama yang terdapat dalam Pendoman Hidup sudah

sungguh dihayati oleh para suster SPC?

(3) bagian sekretariat Distrik.

A. Pelaksanaan Wawancara

1. Waktu Wawancara : Tanggal 07-08 Juni 2010

2. Pihak yang diwawancara : 1 suster bagian Sekretariat Distrik

3. Tempat Wawancara : Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

Banjarmasin

B. Hasil Wawancara

1. Berapa jumlah Komunitas SPC yang ada di Indonesia?

Jawaban:

Sampai saat ini komunitas SPC di Indonesia berjumlah 10 Komunitas yaitu:

o Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan (RSSI) Banjarmasin dengan 17

(tujuh belas) suster.

o Komunitas Novisiat Banjarbaru dengan 11 (sebelas) suster.

o Komunitas Jakarta dengan 6 (enam) suster.

o Komunitas Yogyakarta dengan 5 (lima) suster.

o Komunitas Sampit dengan 4 (empat) suster.

o Komunitas Kapuas dengan 4 (empat) suster.

o Komunitas Palangkaraya dengan 3 (tiga) suster.

o Komunitas Kandui dengan 4 (empat) suster.

o Komunitas Bangkal dengan 2 (dua) suster.

o Komunitas Ruto 3 (tiga) suster (Flores).

2. Dari mana saja para suster SPC berasal? Jawaban:

Para suster berasal dari beberapa daerah di Indonesia yaitu:

o Jawa ada 13 (tiga belas) suster.

o Sumatera ada 2 (dua) suster, Toraja ada 8 (delapan) suster.

o Flores ada 26 (dua puluh enam) suster.

o Kalimantan ada 6 (enam) suster.

o Timur ada 2 (dua) suster, Philifina ada 5 (lima) suster.

o Jakarta ada 1 (satu) suster.

3. Apa pendidkan formal para suster SPC?

Jawaban:

Para suster SPC berpendidikan:

o S2 ada 8 (delapan) suster.

o S1 ada 13 (tiga belas) suster.

o Diploma ada 14 (empat belas) suster.

o Sedang kuliah untuk meraih gelar S1 ada 15 suster.

(4) Jawaban:

Karya-karya yang ditangani oleh para suster SPC adalah:

o TK ada 3 (tiga) di Jakarta, Kuala kapuas dan Ruto.

o SD ada 2 (dua) di Jakarta dan Kuala Kapuas.

o SMP ada 2 (dua) di Jakarta dan Kuala Kapuas.

o Akademi Perawat (AKPER) ada 1 (satu) di Banjarmasin.

o Sekolah Tinggi Keperawatan ada 1 (satu) di Banjarmasin.

o Poliklinik ada 3 (tiga) di Kandui, Kuala Kapuas dan Sampit.

o Rumah sakit ada 1 (satu) di Banjarmasin.

(5) Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

A. Pelaksanaan Wawancara

1. Waktu Wawancara : Tanggal 20-21 Juni 2010

2. Pihak yang diwawancara : 1 Suster Senior yang berkaul ≥ 15 tahun

3. Tempat Wawancara : Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

Banjarmasin

B. Hasil Wawancara

1. Berapa jumlah suster senior, medior dan yunior yang ada di komunitas RSSI? Jawaban:

o Suster Senior berjumlah 5 (lima) suster.

o Suster medior berjumlah 7(tujuh) suster.

o Suster Yunior berjumlah 5 (lima) suster.

2. Apa pendidikan formal Suster-suster yang ada di komunitas RSSI? Jawaban:

o 7 (tujuh) S2: 3 (tiga) Perawat, 1 (satu) Apoteker, 1 (satu) Gizi, 1 (satu)

Akuntansi, 1 (satu) Laboratorium.

o 3 (tiga) suster S1: 1 (satu) Apoteker, 1 (satu) Arsitek, 1 (satu) ilmu sejarah

Indonesia.

o 5 (enam) suster Diploma: 1 (satu) Gizi, 1 (satu) Perawat, 1 (satu) Pertanian, 1

(satu) Laboratorium, 1 (satu) Spiritualitas.

o 1 (satu) suster sedang kuliah untuk meraih gelar S1 akuntansi

o 1 (satu) suster sedang kuliah untuk meraih gelar D3 Keperawatan

3. Para suster komunitas RSSI berasal dari daerah mana? Jawaban: o NTT (5 Suster) o Philipina (5 Suster) o Jawa (4 Suster) o Kalimantan (1 Suster) o Sumatera (1 suster) o Toraja (1 suster)

4. Bidang karya apa saja yang ditangani oleh para suster yang ada di komunitas RSSI?

Jawaban:

o 9 (sembilan) suster berkarya di Rumah Sakit Suaka Insan yaitu: 2 (dua) suster

di bagian Apotek, 1 (satu) suster di bagian Laboratorium, 1 (satu) suster sebagai Administrator RSSI, 1 (satu) suster di bagian Gizi, 1 (satu) suster di bagian barang persediaan RSSI, 1 (satu) suster di bagian Tata Usaha, 1 (satu) suster bagian Pastoral RSSI, 1 (satu) suster di bagian mesin.

(6) Akademi Perawat: 2 (dua) suster sebagai Dosen dan 1 (satu) suster di bagian Administrasi.

o 2 (dua) suster yang bertugas kuliah yaitu jurusan Keperawatan dan Akuntansi.

o 1 (satu) suster kursus bahasa Perancis di Paris

(7) Medior di komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

A. Pelaksanaan Wawancara

1. Waktu Wawancara : 08 – 21 Juni 2010

2. Pihak yang diwawancara : 2 suster senior dan 8 suster medior

3. Tempat Wawancara : Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

B. Hasil Wawancara

1. Masalah-masalah apa yang suster hadapi dalam hidup berkomunitas di

komunitas Rumah Sakit Suaka Insan? Jawaban:

o Kurangnya komunikasi yang terbuka dan dewasa di antara para suster. Hal ini

membuat hubungan para suster menjadi dangkal dan kurang mendalam. Kurangnya keterbukaan ini berkaitan pula dalam hal memberi penilaian atau kritik terhadap anggota komunitas yang melakukan kesalahan. Karena tidak berani terbuka pada yang bersangkutan, kesalahan teman sekomunitas justru dibicarakan di “belakang” suster tersebut sehingga membuat anggota komunitas yang salah tidak menyadari kesalahannya atau menjadi tersudut tanpa bisa membela diri.

o Ketidaksetiaan pada jadual komunitas, lebih-lebih dalam hidup doa dan acara

bersama yang disepakati oleh komunitas. Ada beberapa suster lebih mencari kesibukan yang sebenarnya tidak perlu serta adanya pengaruh dari media komunikasi secara khusus Televisi.

o Ada pribadi-pribadi yang begitu cuek dan tidak peduli pada situasi

komunitasnya. Kepentingan pribadi sangat dinomorsatukan, kadang membawa pribadi tersebut pada sikap “elu elu, gue gue”, yang menjelma dengan membiarkan orang lain ‘jungkir balik”, asal tidak mengganggu hidup pribadiku.

o Banyaknya anggota yang ada di komunitas Rumah Sakit Suaka Insan kadang

membuat pribadi-pribadi tertentu mudah untuk melepas tanggung jawab dan berkelit dari kesalahan. Selain itu kadang membuat perselisihan yang terjadi di antara dua suster tidak nampak karena mereka bisa saling menghindar di antara anggota komunitas yang lain.

2. Usaha apa yang dilakukan para suster untuk membangun hidup komunitas

seperti yang diharapkan, di komunitas? dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini?

Jawaban:

o Mengadakan jam suci atau adorasi seminggu sekali kepada Sakramen Maha

Kudus. Dalam jam suci para suster saling mendoakan sesama susternya.

o Mengadakan rekoleksi bulanan yang temanya berkaitan dengan hidup

(8) kebersamaan para suster.

o Mengadakan rapat dan evaluasi bersama yang memungkinkan para suster

untuk saling terbuka satu sama lain serta memberi usul bagi kebaikan komunitas.

o Rosario bersama setiap hari, mohon rahmat dari Bunda Maria agar para suster

dapat hidup rukun dan damai seperti yang diteladankan oleh Bunda Maria di keluarga Nazareth.

o Adanya ajakan bersama untuk bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas

baik tugas karya maupun tugas komunitas dan setia pada jadwal harian yang telah disepakati bersama.

o Membaca Pedoman Hidup dan regula bersama.

3. Usaha apa yang dilakukan para suster untuk membangun hidup komunitas seperti yang diharapkan, secara pribadi?

Jawaban:

o Setia pada jadual komunitas.

o Tekun dalam doa pribadi dan bersama karena itulah yang menjadi sumber

kekuatan bagi suster dalam menjalin kasih persaudaraan di komunitas.

o Kesatuaan dengan Yesus secara pribadi.

o Menerima sesama apa adanya baik kelebihan maupun kekurangannya.

o Berani terbuka terhadap komunitas baik dalam hal kebutuhan sehari-hari

maupun hubungan dengan sesama anggota komuntas. Selain itu bersikat sederhana, saling mendukung dan memperhatikan kepentingan sesama.

o Adanya kerelaan untuk melayani dan berkorban bagi sesama.

o Berkaitan dengan kecenderungan untuk membicarakan kesalahan orang lain

maka dari diri pribadi perlu sadar bahwa kita semua adalah mahluk yang lemah dengan banyak kekurangan. Apabila kita merasa sakit bila kita dibicarakan di “belakang” oleh orang lain maka jangan lakukan hal itu kepada sesama kita. Kesadaran ini hendaknya membuat kita lebih hati-hati untuk menyebarkan kesalahan sesama kita di depan orang lain.kita harus sesalu ingat bahwa tindakan kita yang suka menyebarkan kejelekan sesama bisa menghancurkan orang lain, bahkan bisa membunuh pribadi orang tersebut. Belajar untuk diam meski tahu kejelekan orang.

o Berani untuk mengakui kesalahan yang kita lakukan supaya orang lain tidak

menjadi korban karena kesalahan kita.

o Ada semangat untuk mengampuni dan diampuni.

o Bersikap netral pada sesama anggota komunitas dan menghindari berteman

hanya dengan sesama yang sedaerah dengan kita.

o Tidak menunda-nunda untuk berdamai dengan sesama bila terjadi konflik,

bukan menghindari dan lari dari konflik serta bersembunyi di antara anggota komunitas yang lain.

o Menerima diri kita apa adanya.

(9) komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

A. Pelaksanaan Wawancara

1. Waktu Wawancara : 20 – 30 Juni 2010

2. Pihak yang diwawancara : 5 suster Yunior yaitu yang berkaul pertama

3. Tempat Wawancara : Komunitas Rumah Sakit Suaka Insan

Banjarmasin B. Hasil Wawancara

1. Masalah-masalah apa yang suster hadapi dalam hidup berkomunitas di

komunitas Rumah Sakit Suaka Insan? Jawaban:

o Kurangnya keteladanan hidup bersama yang baik dari beberapa suster senior.

o Sikap acuh tak acuh pada kegiatan yang ada di komunitas karena sibuk dengan

urusan dan kepentingan sendiri.

o Kurang adanya keterbukaan di antara para suster.

o Tidak taat dan setia pada jadual komunitas.

o Ada pribadi-pribadi tertentu yang suka mencari dan membicarakan kesalahan

sesamanya tanpa ada usaha untuk membantu sesama itu bangkit dari kesalahannya.

o Anggota komunitas yang lumayan banyak kadang membuat pribadi tertentu

berkelit dari tanggung jawab dan kesalahan.selain itu konflik yang terjadi tidak terselesaikan secara tuntas karena suster yang terlibat konflik bisa saling menghindar di antara para suster yang lain.

o Media komunikasi kadang lebih menjadi prioritas dan menarik dari pada

jadwal kebersamaan yang ada di komunitas.

2. Usaha apa yang dilakukan para suster untuk membangun hidup komunitas

seperti yang diharapkan di komunitas RSSI dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini?

Jawaban:

o Setiap minggu mengadakan jam suci/adorasi yaitu penghormatan kepada

Sakramen Maha Kudus.

o Mengadakan sharing/evaluasi sebulan sekalin.

o Seminggu dua kali diadakan rekreasi bersama di komunitas.

o Mendoakan secara rutin kehidupan di setiap komunitas para suster.

o Doa Rosario setiap hari.

3. Usaha apa yang dilakukan setiap suster untuk membangun hidup komunitas

seperti yang diharapkan di komunitas RSSI dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini?

Jawaban:

o Menerima diri kita apa adanya sebagai dasar bagi kita untuk menerima sesama

kita.

(10)

o Mempererat kesatuan yang mesra dengan Yesus.

o Setia pada jadual komunitas yang telah disepakati bersama

o Mengembangkan kepekaan dan kepedulian kepada kebutuhan komunitas.

o Tahu bagaimana menggunakan dan mengendalikan diri terhadap alat-alat

komunikasi.

o Menyadari barang-barang yang ada di komunitas adalah milik bersama, maka

secara pribadi berusaha untuk bertanggung jawab terhadap barang-barang itu.

o Membaca kembali Pedoman Hidup SPC tentang hidup bersama.

o Mau bekerjasama dengan semua anggota komunitas tanpa memandang

(11) Seorang anak terlahir normal, tampa cacat sedikit pun. Proses kelahirnya berlangsung normal, tanpa operasi Caesar. Tetapi proses panjang selama Sembilan bulan sebelum melahirkan itulah yang tidak normal. Bahkan, jika bukan karena kuasa Allah, takkan pernah terjadi sebuah kelahiran yang menakjubkan ini. Selain factor Allah, tentu saja ada sang bunda yang teramat luar biasa.

Pekan pertama setelah mengetahui bahwa dirinya positif hamil, sinta mengaku kaget bercampur haru. Perasaan yang luar biasa menghinggapi seluruh hidupnya, sepanjang hari-harinya setelah itu. Betapa tidak, sekian tahun lamanya ia menunggu kehamilan, ia sangat merindukan kehadiran buah hati penyejuk jiwa di rumah tangganya. Dan kenyataannya, Allah menanamkan sebentuk amanah dalam rahimnya. Sinta pun tersenyum gembira. Namun kebahagiaan Sinta hanya berlangsung sesaat, tak lebih dari dua pekan ia menikmati hari-hari indahknya, ia jatuh sakit. Dokter yang merawatnya tak bisa mendiagnosa sakit yang diderita Sinta. Makin lama, sakitnya bertambah parah, sementara janin yang berada dalam kandungannya pun ikut berpengaruh. Satu bulan kemudian, Sinta tak kunjung sembuh, bahkan kondisisnya bertambah parah. Dokter mengatakan, pasiennya belum kuat untuk hamil sehingga ada kemungkinan untuk kesembuhan dengan cara menggugurkan kandungannya.

Sinta yang mendengar rencana dokter, langsung berkata “tidak”. Ia rela melakukan apa pun untuk kelahiran bayinya, meski pun harus mati. Suami dan dokter pun sepakat menyerah dengan keputusan Sinta. Walau mereka membujuknya dengan kalimat, “kalau kamu sehat, kamu bisa hamil lagi nanti dan melahirkan anak sebanyak kamu mau”. Namun Sinta tak bergeming janin itu pun tetap bersemayam di rahimnya.

Waktu terus berjalan, memasuki bulan ketiga, Sinta mengalami penurunan stamina. Keluarga sudah menangis melihat kondisinya, tak sanggup melihat penderitaan Sinta. Tak lama kemudian, dokter menyatakan Sinta dalam keadaan kritis. Tidak ada jalan lain, janin yang sudah berusia hampir empat bulan pun harus segera dikeluarkan demi menyelamatkan nyawa sang bunda. Dalam keadaan kritis, rupanya Sinta tahu rencana dokter dan keluarganya. Ia pun bersikeras mempertahankan bayinya. “ia berhak hidup, biar saya saja yang mati untuknya”. Santi pun memohon kepada suaminya untuk mengabulkan keinginannya ini. “mungkin saja ini permintaan terakhir saya mas, biarkan saya meninggal dengan tenang setelah melahirkan bayi nanti. Yang penting saya bisa melihatnya terlahir ke dunia,” luluhlah sang suami, pengguguran kandungan pun batal.

Bulan berikutnya, kesehatan Sinta tak berangsur pulih. Di bulan ke enam kehamilannya, ia drop dan dinyatakan koma. Satu rumah dan dua mobil sudah habis terjual untuk biaya rumah sakit Sinta selama sekian bulan. Dokter dan pihak rumah sakit sudah menyodorkan surat untuk ditandatangani suami Sinta, berupa surat izin untuk menggugurkan kandungan. Seluruh keluarga sudah setuju, bahkan mereka sudah iklas jika Allah berkehendak terbaik untuk Sinta dan bayinya. Seorang yang punya cinta memang luar biasa. Tidak ada yang mampu menandingi cinta Sinta pada bayinya yang tetap membuatnya bertahan selama enam bulan

(12) sang suami menandatangani surat izin pengguguran, Santi mengigau dalam komanya. “Jangan, jangan gugurkan bayi saya. Ia akan hidup, begitu juga saya” kemudian ia tertidur lagi dalam komanya.

Air mata meleleh dari pelupuk mata sang suami. Ia sangat menyayangi istri dan calon anaknya. Surat pun urung ditandatanganinya, karena jauh di lubuk hatinya ia pun sangat mencintai calon anaknya dan memimpikan bisa segera menggendongnya. Kekuatan cinta suami dan istri ini kepada calon bayinya membuat Allah tersenyum. Allah Maha Kuasa. Ia berkehendak tetap membuat hidup bayi dalam kandungan Sinta meski sang bunda dalam keadaan koma. Bahkan, setelah tiga bulan, Sinta tersadar dari komanya. Hanya beberapa hari menjelang waktu melahirkan yang dijadwalkan, ada kekuatan cinta yang bermain dalam episode cinta seorang Sinta. Kekuatan Allah dan kekuatan cinta sang Bunda. Bayi itu pun lahir dengan selamat dan normal, tanpa cacat, tanpa operasi