• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendampingan iman keluarga kawin campur beda agama dalam menghayati hidup perkawinan kristiani di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pendampingan iman keluarga kawin campur beda agama dalam menghayati hidup perkawinan kristiani di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAMPINGAN IMAN

KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA

DALAM MENGHAYATI HIDUP PERKAWINAN KRISTIANI DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU, SULAWESI TENGAH, MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Bonificia Cynthia Dani NIM: 041124035

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan tulus hati skripsi ini kupersembahkan kepada

Allah,

karena kasih dan penyelenggaraan-Nya, kepada bapak, ibu, kakak, adik, seluruh keluarga, sahabatku tercinta Bernadeta Reni Meidi Wijayanti

dan

kakak Sindgius Yohanes,

(5)

v MOTTO

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENDAMPINGAN IMAN KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA DALAM MENGHAYATI HIDUP PERKAWINAN KRISTIANI DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU, SULAWESI TENGAH, MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Skripsi ini dipilih berdasarkan fakta bahwa penyelenggaraan pendampingan iman pasangan keluarga kawin campur beda agama sesudah pernikahan di Paroki Santo Paulus, Palu belum terlaksana. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan pendampingan iman di Paroki Santo Paulus, Palu hanya diberikan kepada pasangan beda agama sebelum pernikahan.

Skripsi ini memaparkan persoalan pokok yang didasari oleh keprihatinan terhadap kurangnya perhatian secara khusus bagi keluarga kawin campur beda agama sesudah pernikahan dalam hidup perkawinan melalui pendampingan iman di Paroki St. Paulus, Palu. Pendampingan iman di sini bertujuan membantu pasangan beda agama untuk menghayati hidup perkawinan kristiani dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari. Pembahasan masalah dikaji dengan mengumpulkan data-data melalui quesioner terbuka yang diberikan kepada Dewan Paroki, ketua Wilayah/Stasi dan kepada pasangan beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu. Sedangkan studi pustaka dilaksanakan untuk memperoleh masukan-masukan sebagai bahan refleksi.

(9)

ix ABSTRACT

The title of this thesis was THE FAITH ASSISTANCE FOR THE MIXED MARRIAGE FAMILY TO INSPIRE THEIR MARRIAGE LIFE AT ST. PAULUS PARISH, PALU, CENTRAL SULAWESI, THROUGH A RELIGIOUS COMMUNITY CATECHISM BY SHARED CATECHESE PRAXIS MODEL. This thesis was chosen based on the fact that the faith assistance for the mixed marriage couple after the wedding at St. Paulus Parish, Palu has not been held. The fact showed the faith assistance at St. Paulus Parish, Palu only was given to mixed religion couple before the wedding.

This thesis explained the basic problem as the concern because of less special attention given the to mixed marriage family after the wedding in the marriage life through the faith assistance at St. Paulus Parish, Palu. This faith assistance has the purpose to help them to experience christian wedding life in their daily life. The study for this case was conducted by colecting data through the opened questionere that was given to the parish commitee, the chief of territory based on catholic religion and different religion couples at St. Paulus Parish, Palu. Whereas literary study was done to get the inputs for reflection.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN IMAN KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA DALAM MENGHAYATI HIDUP PERKAWINAN KRISTIANI DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU, SULAWESI TENGAH, MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap keluarga pasangan kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu yang kurang mendapat perhatian khusus dari pihak Gereja sesudah pernikahan. Skripsi ini juga ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak dengan caranya sendiri, penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

(11)

masukan-xi

masukan sejak awal sampai terselesainya skripsi ini.

2. Drs. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Penguji II, yang dengan penuh perhatian telah membantu dan mendorong penulis selama proses perkuliahan sampai penulisan skripsi ini selesai.

3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si. selaku Dosen Penguji III, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar di Prodi IPPAK, USD.

5. Ayah, ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga yang memberikan semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

6. Pengurus Dewan Paroki, Tim Pendamping Keluarga dan seluruh pasangan beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, yang telah membantu penulis mengumpulkan data-data untuk penyusunan skripsi ini. 7. Kakak Sindgius Yohanes yang dengan penuh kasih dan kesabarannya telah

memberi motivasi, menyemangati dan mengantar penulis untuk terus maju dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL --- i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING --- ii

HALAMAN PENGESAHAN --- iii

HALAMAN PERSEMBAHAN --- iv

MOTTO --- v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA --- vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI --- vii

ABSTRAK --- viii

ABSTRACT --- ix

KATA PENGANTAR --- x

DAFTAR ISI --- xiii

DAFTAR SINGKATAN --- xvii

BAB I. PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang --- 1

B. Rumusan Permasalahan --- 4

C. Tujuan Penulisan --- 4

D. Manfaat Penulisan --- 5

E. Metode Penulisan --- 6

F. Sistematika Penulisan --- 6

BAB II. GAMBARAN UMUM PENDAMPINGAN IMAN KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU --- 9

A. Gambaran Umum Situasi Keluarga-keluarga Paroki Santo Paulus, Palu --- 10

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santo Paulus, Palu --- 10

2. Letak Geografis dan Keadaan Sosial Ekonomi Pusat Paroki --- 11

3. Jumlah dan Perkembangan Keluarga-keluarga --- 12

4. Kegiatan-kegiatan untuk Keluarga-keluarga --- 12

(14)

xiv

1. Letak dan Situasi Geografis Tempat Tinggal Keluarga-keluarga Kawin Campur Beda Agama ---

16

2. Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Beda Agama --- 17

3. Jumlah Keseluruhan Pasangan Beda Agama --- 17

C. Situasi Pendampingan Iman bagi Pasangan Kawin Campur Beda Agama di Paroki Santo Paulus, Palu --- 18

1. Macam-macam Pendampingan yang ada bagi Pasangan Beda Agama --- 18

a. Pembinaan Khusus Katekumenat --- 19

b. Pembinaan Iman Sebelum Pernikahan --- 19

2. Metode dalam Pendampingan --- 20

3. Sarana dalam Pendampingan --- 20

4. Langkah-langkah dalam Pendampingan --- 21

5. Materi dalam Pendampingan --- 21

6. Proses dalam Pendampingan --- 21

7. Peserta dalam Pendampingan --- 22

8. Manfaat dalam Pendampingan --- 22

9. Harapan Pasangan kawin Campur Beda Agama terhadap Pelaksanaan Pendampingan Iman --- 23

D. Rangkuman Permasalahan dalam Kawin Campur Beda Agama --- 23

1. Metode dalam Pendampingan --- 24

2. Sarana dalam Pendampingan --- 24

3. Langkah-langkah dalam Pendampingan --- 24

4. Peserta dalam Pendampingan --- 25

BAB III PENDAMPINGAN IMAN MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS BAGI KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA --- 26

A. Pendampingan Iman dalam Gereja --- 26

1. Pengertian Pendampingan Iman --- 27

2. Bentuk-bentuk Pendampingan Iman dalam Keluarga --- 28

a. ME (Marriage Encounter) --- 28

(15)

xv

c. Rekoleksi --- 30

d. Ziarah --- 30

e. Katekese --- 31

3. Materi Pendampingan Iman --- 31

4. Tujuan Pendampingan Iman --- 32

5. Proses Pendampingan Iman --- 32

B. Pendampingan Iman dengan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis --- 33 1. Pengertian Katekese Umat --- 34

2. Tujuan Katekese Umat --- 36

3. Isi Katekese Umat --- 38

4. Model Katekese Umat --- 39

a. Model Pengalaman Hidup --- 40

b. Model Biblis --- 42

c. Model Campuran --- 45

5. Sarana Katekese Umat --- 47

6. Peserta Katekese Umat --- 47

7. Pemimpin Katekese Umat --- 49

8. SCP sebagai Salah Satu Model Katekese Umat --- 50

a. Peristilahan dalam SCP --- 51

1) Shared --- 51

2) Christian --- 52

3) Praxis --- 54

b. Langkah-langkah SCP --- 55

C. Keluarga Kawin Campur Beda Agama dalam Gereja --- 65

1. Perkawinan dalam Gereja --- 66

a. Pengertian Perkawinan --- 67

b. Pengertian Perkawinan Kristiani --- 68

c. Ciri Khas Perkawinan Kristiani --- 69

d. Tujuan Perkawinan Kristiani --- 72

(16)

xvi

2. Pasangan Kawin Campur Beda Agama dalam Gereja

Katolik --- 75

a. Pengertian Kawin Campur Beda Agama --- 76

b. Kesulitan-kesulitan Pasangan Kawin Campur Beda Agama --- 76

D. Pendampingan Iman untuk Keluarga Kawin Campur Beda Agama dengan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis --- 79

BAB IV USULAN PROGRAM KATEKESE UMAT DENGAN MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN PENGHAYATAN HIDUP PERKAWINAN BAGI PASANGAN KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA --- 84

A. Latar Belakang Penyusunan Program --- 84

B. Alasan Pemilihan Tema dan Tujuan --- 86

C. Rumusan Tema dan Tujuan --- 87

D. Penjabaran Program --- 89

E. Petunjuk Pelaksanaan Program --- 92

F. Contoh Persiapan Katekese --- 92

BAB V PENUTUP --- 107

A. Kesimpulan --- 107

B. Saran --- 109

DAFTAR PUSTAKA --- 111 LAMPIRAN ---

Lampiran 1: Pedoman Quesioner Terbuka untuk

Dewan Paroki --- Lampiran 2: Pedoman Quesioner Terbuka untuk

Ketua Stasi/Wilayah --- Lampiran 3: Pedoman Quesioner Terbuka untuk Pasangan

Beda Agama --- Lampiran 4: Rangkuman Hasil Quesioner Terbuka untuk

Dewan Paroki --- Lampiran 5: Rangkuman Hasil Quesioner Terbuka untuk

Ketua Stasi/Wilayah --- Lampiran 6: Rangkuman hasil Quesioner Terbuka untuk Pasangan

Beda Agama ---

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen AgamaRepublik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang peranan keluarga Kristen dalam dunia modern, 22 November 1981.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

C. Singkatan Lain Art : Artikel

(18)

xviii CD : Compact Disk

Dll : dan lain-lain Dsb : dan sebagainya Kab : Kabupaten Kan : Kanon

KBK : Kaum Bapa Katolik KK : Kepala Keluarga

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

MB : Madah Bakti, buku doa dan nyanyian, edisi 2000, Pusat Musik Liturgi Yogyakarta

ME : Marriage Encounter

MSC : Missionaries of the Sacred Heart Mudika : Muda-mudi Katolik

NTT : Nusa Tenggara Timur

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PPA : Putra-putri Altar

SCP : Shared Christian Praxis SD : Sekolah Dasar SMA : Sekolah Menengah Atas SMK : Sekolah Menengah Kejuruan SMP : Sekolah Menengah Pertama St : Santo

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Katolik di Paroki Santo Paulus, Palu adalah keluarga yang tinggal di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama non-Kristiani. Mereka bergaul dan berhubungan secara akrab dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan hidup dan pergaulan tersebut ternyata mempengaruhi terjadinya perkawinan campur beda agama karena banyak anak dari keluarga Katolik yang memilih pasangan hidup dengan teman yang tidak satu iman. Fakta membuktikan bahwa kawin campur beda agama sering terjadi di masyarakat kita, khususnya di Paroki St.Paulus Palu. Pendampingan untuk pasangan beda agama sesudah pernikahan kurang diperhatikan. Latar belakang penulisan skripsi ini didasari oleh keprihatinan penulis terhadap kurangnya perhatian secara khusus bagi pasangan kawin campur beda agama sesudah pernikahan dalam hidup perkawinan mereka sehari-hari di Paroki St. Paulus, Palu.

(20)

2

diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai kristiani dalam keluarga, khususnya nilai perkawinan Katolik agar anak mampu mempersiapkan perkawinan secara Katolik. Pasangan dari keluarga kawin campur beda agama membutuhkan pendampingan di tengah jalan hidup perkawinan mereka. Masalah kawin campur beda agama bukan masalah hukum Gereja saja, melainkan juga masalah pastoral. Gereja lebih mendukung perkawinan seiman tetapi Gereja juga realistis karena tidak selalu mudah mendapat teman hidup seiman. Hak nikah itu termasuk hak asasi manusia, maka Gereja juga membuka pintu untuk perkawinan campur beda agama.

(21)

3

dispensasi atas perkawinan yang akan dilangsungkan. Hal ini mengandaikan betapa sulitnya menjalani sebuah rumah tangga yang berbeda keyakinan sehingga dapat menimbulkan banyak permasalahan dalam keluarga pasangan kawin campur terutama dalam mengurus iman anak mereka. Dalam hal itu Gereja mengharapkan kesediaan dari pihak Katolik untuk mendidik anak secara Katolik. Dalam pasangan keluarga kawin campur itu, masalah pendidikan iman anak merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam keluarga beda agama.

Kawin campur perlu dihadapi sebab selain secara mendasar Gereja Katolik tidak merestui perkawinan semacam itu, tetapi dengan alasan-alasan tertentu Gereja tetap memberikan dispensasi bagi mereka yang melaksanakan kawin campur beda agama ini. Perkawinan seperti itu bisa menghalangi keharmonisan hubungan suami-istri dan mempersulit pendidikan iman bagi anak-anak mereka. Pernikahan pasangan beda agama sampai saat ini belum banyak yang mencapai tujuan perkawinan kristiani, kecuali pada keluarga kawin campur yang secara intensif mendapat pendampingan hidup berkeluarga secara kontinyu.

(22)

4

agama semakin menghayati nilai-nilai perkawinan dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui katekese umat model Shared Christian Praxis.

B. Rumusan Permasalahan

1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan iman bagi keluarga kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu?

2. Manakah peranan pendampingan iman melalui katekese umat terhadap perkawinan campur beda agama dalam Gereja?

3. Katekese model apa yang sesuai dalam mengembangkan penghayatan hidup perkawinan keluarga kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pelaksanaan pendampingan iman bagi keluarga kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu.

2. Mengetahui peranan pendampingan iman melalui katekese umat terhadap perkawinan campur beda agama dalam Gereja.

3. Mengetahui model katekese yang sesuai dengan penghayatan hidup perkawinan pasangan beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu.

(23)

5

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Keluarga Pasangan Kawin Campur Beda Agama, supaya lebih memahami nilai-nilai perkawinan kristiani dengan tujuan untuk meningkatkan keharmonisan dalam hidup rumah tangga mereka, serta mampu mengantisipasi akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga itu, seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, serta mempertahankan pendidikan iman anak-anak mereka.

2. Bagi Paroki Setempat, supaya mempunyai perhatian yang khusus dan mau peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi keluarga kawin campur beda agama itu sendiri. Dengan maksud supaya paroki setempat mengambil bagian dalam mengatasi dan menanggulangi maraknya kasus yang terjadi dalam kehidupan pasangan kawin campur beda agama dan dapat memberi sumbangan bagi para pendamping katekese serta siapa saja yang terlibat dalam karya pelayanan umat akan cara pelaksanaan katekese yang baik.

(24)

6

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif analistis yang memaparkan, menguraikan serta menganalisa keadaan Paroki Santo Paulus, Palu dalam keterkaitan dengan kehidupan keluarga kawin campur beda agama. Data yang dibutuhkan diperoleh dengan menyebarkan quesioner terbuka yang dikirim ke paroki dan disebarkan untuk disi oleh dewan paroki, ketua-ketua Stasi/Wilayah serta pasangan suami-istri beda agama sebagai responden. Data-data yang dikumpulkan dianalisa, dibantu dengan studi pustaka dan akhirnya membuat suatu usulan program.

F. Sistematika Penulisan

Judul dari skripsi ini PENDAMPINGAN IMAN KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA DALAM MENGHAYATI HIDUP PERKAWINAN KRISTIANI DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU, SULAWESI TENGAH, MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS akan diuraikan menjadi 5 (lima) bab sebagai berikut:

(25)

7

Bab II merupakan gambaran umum pelaksanaan pendampingan iman bagi keluarga kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah. Dalam bab ini penulis akan membahas beberapa bagian diantaranya mengenai gambaran umum Paroki Santo Paulus, Palu, yang meliputi latar belakang berdirinya Paroki Santo Paulus, Palu, letak geografis dan keadaan sosial ekonomi pusat paroki, jumlah dan perkembangan keluarga-keluarga serta kegiatan untuk keluarga-keluarga. Situasi keluarga pasangan kawin campur beda agama yang mencakup letak dan situasi geografis tempat tinggal keluarga kawin campur beda agama, kondisi sosial ekonomi keluarga beda agama, serta jumlah keseluruhan pasangan beda agama. Situasi pendampingan iman bagi keluarga kawin campur beda agama serta rangkuman permasalahannya.

(26)

8

meningkatkan penghayatan hidup perkawinan bagi keluarga kawin campur beda agama.

Bab IV ini akan membahas usulan program katekese umat model Shared Christian Praxis sebagai sarana pendampingan bagi pasangan beda agama, diantaranya latar belakang pemilihan program katekese, alasan pemilihan program, rumusan tema dan tujuan, petunjuk pelaksanaan program serta contoh persiapan katekese.

(27)

9

BAB II

GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PENDAMPINGAN IMAN BAGI KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA DI PAROKI SANTO PAULUS, PALU, SULAWESI TENGAH

Paroki Santo Paulus, Palu merupakan bagian dari Keuskupan Manado. Paroki ini berpusat di Teluk Palu yang melingkupi kota Palu, kabupaten Donggala, dan sebagian wilayah kabupaten Poso. Kebanyakan umat di Paroki ini berdatangan dari berbagai etnis, seperti Jawa, Bali, Minahasa, Tionghoa, Toraja dan NTT. Sedangkan etnis Palu, Sumatera, dan Ambon merupakan kelompok minoritas. Keluarga-keluarga tersebar di 18 Stasi dan 18 Wilayah rohani.

(28)

10

A. Gambaran Umum Situasi Keluarga-keluarga Paroki St. Paulus, Palu Keluarga-keluarga di Paroki Santo Paulus, Palu merupakan bagian terpenting yang perlu diperhatikan oleh Gereja. Keluarga dalam perkembangan menjalani hidup berkeluarga membutuhkan pendampingan yang kontinyu. Pada bagian ini penulis akan membahas tentang latar belakang berdirinya Paroki Santo Paulus, Palu, letak geografis, jumlah dan perkembangan keluarga-keluarga serta kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki Santo Paulus, Palu. Pembahasan mengenai gambaran Paroki Santo Paulus, Palu diambil berdasarkan hasil pedoman quesioner terbuka yang dikumpulkan yang diberikan kepada dewan paroki, ketua Stasi/Wilayah dan pasangan beda agama sendiri periode tahun 2007-2008.

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki St. Paulus, Palu

(29)

11

Tahun 1986 dicari lokasi untuk bangunan gereja baru oleh Pastor Rarung, MSC. Perkembangan umat yang semakin banyak berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia sehingga gereja yang sebelumnya tidak memungkinkan untuk jumlah umat saat itu. Tahun 1988-1996 dibangun gereja baru di pinggiran kota Palu dan diresmikan pada tahun 1997 dengan nama gereja Santa Maria. Pastor Paroki selanjutnya ialah Pastor Talibonso, MSC; Pastor Frans Mandagi, MSC; Pastor Alfred M., MSC; Pastor Melky Toreh, MSC. Pada saat ini Pastor kepala Paroki ialah Pastor Beny Pangkey, MSC [Lampiran 4: (4)].

2. Letak Geografis dan Keadaan Sosial Ekonomi Pusat Paroki

Paroki Santo Paulus, Palu berpusat di Teluk Palu. Paroki ini melingkupi kota Palu, kabupaten Donggala, dan sebagian wilayah kabupaten Poso. Perbatasan Paroki Santo Paulus Palu yaitu sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Damsol (Kab. Donggala), jaraknya ± 280 kilo meter dari pusat Paroki. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Lore Tengah (Kab. Poso), jaraknya ± 160 kilo meter. Sebelah Barat berbatasan dengan Stasi Watatu (Kab. Donggala), jaraknya ± 50 kilo meter. Sebelah Selatan berbatasan dengan Stasi Lalundu (Kab. Donggala), jaraknya ± 220 kilo meter [Lampiran 4: (4)].

(30)

12

pendidikan untuk keluarga-keluarga di Paroki Santo Paulus, Palu terdiri dari pendidikan Sarjana (Perguruan Tinggi) 21%, pendidikan SMA/SMK 32%, pendidikan SMP 37% dan pendidikan SD 10% [Lampiran 4: (5)].

3. Jumlah dan Perkembangan Kelurga-keluarga

Berdasarkan hasil pendataan dari paroki, keluarga di Paroki Santo Paulus, Palu tahun 2007 berjumlah ± 814 KK, yang terdiri dari anak-anak, kaum muda dan orang tua. Pertambahan tahun 2008 menjadi 1058 KK. Keluarga Katolik bertambah dari 760 KK menjadi 982 KK. Keluarga Beda Gereja bertambah dari 38 KK menjadi 49 KK. Keluarga Beda Agama bertambah dari 16 KK menjadi 27 KK. Sedangkan Pembagian umat Paroki Santo Paulus, Palu menurut etnis, yaitu Minahasa 264 KK, Jawa 212 KK, Toraja 159 KK, NTT 137 KK, Bali 106 KK, Tionghoa 74 KK, Palu 53 KK, Sumatra 32 KK, dan Ambon 21 KK. [Lampiran 4: (4)-(5)].

4. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Paroki Santo Paulus, Palu

(31)

13

a. Katekese

Kegiatan katekese ini diadakan langsung di masing-masing stasi/wilayah rohani dengan waktu yang sudah ditentukan, yaitu seminggu sekali pada masa Adven, masa prapaskah dan pada bulan Kitab Suci. Ketua stasi/wilayah mengkoordinir semua kegiatan. Pendamping katekese didatangkan tim khusus dari paroki untuk mendampingi proses pelaksanaan katekese dan bisa juga diganti oleh ketua stasi/wilayah yang sudah terlatih untuk mendampingi. Materi katekese disiapkan dari paroki karena belum ada katekese yang dibuat sendiri oleh wilayah. Peserta katekese sebagian besar para orang tua dan sisanya mudika dan anak-anak. Tempat pelaksanaan katekese diadakan di setiap rumah umat secara bergantian sesuai dengan jadual yang ditentukan oleh masing-masing wilayah/stasi [Lampiran 5: (6)-(7)].

b. Liturgi

Kegiatan di bidang liturgi yang diadakan oleh paroki yaitu koor untuk perayaan Ekaristi pada hari Minggu biasa dan hari-hari besar lainnya. Petugas koor sudah ditentukan oleh paroki untuk masing-masing wilayah/stasi secara bergantian. Persiapan koor diatur oleh setiap wilayah/stasi yang bertugas dengan waktu yang sudah ditentukan di tiap wilayah/stasi [Lampiran 5: (7)].

c. Kelompok-kelompok Kategorial

(32)

14

(BIRKat), dan Bina Iman Anak Katolik (BIAK) [Lampiran 5: (7)-(8)]. Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh masing-masing kelompok kategorial ialah sebagai berikut:

1) KBK (Kaum Bapa Katolik)

KBK merupakan organisasi Gereja Kaum Bapa Katolik khusus Keuskupan Manado. Organisasi ini mengikuti pola Gereja Kristen. Kegiatan yang diadakan oleh KBK dilaksanakan seminggu sekali sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Mereka mengadakan doa bersama, sharing pengalaman dan evaluasi program kerja. Anggota organisasi ini berjumlah ± 20 orang yang selalu aktif. Pelaksanaan untuk pertemuan KBK bertempat di gereja dan tidak menutup kemungkinan ada cabang-cabangnya di setiap wilayah [Lampiran 5: (7)].

2) Legio Maria

Kelompok doa Legio Maria ini terdiri dari para ibu dari berbagai wilayah rohani dalam lingkup Paroki. Mereka mengadakan doa rutin tiap minggu dengan waktu yang sudah ditentukan bersama. Pelaksanaan untuk pertemuan Legio Maria ini bertempat di gereja. Kelompok ini Memiliki anggota ± 20 yang aktif [Lampiran 5: (7)].

3) Persekutuan Doa Kharismatik

(33)

15

doa bersama, sharing Kitab Suci tiap minggunya dengan waktu yang sudah disepakati. Mereka mempunyai kegiatan khusus, yaitu doa untuk orang sakit. Pelaksanaan untuk pertemuan kelompok ini bertempat di gereja, kecuali ada permintaan khusus dari anggotanya. Mereka mengadakan ziarah ke Lourdes tiap tahunnya [Lampiran 5: (7)].

4) Mudika (Muda-mudi Katolik)

Mudika memiliki kegiatan rutin doa bersama dan pertemuan yang diadakan tiap minggu sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan bersama. Jumlah anggota mudika yang aktif ± 40 orang, mulai dari siswa SMA kelas 1 sampai dengan mahasiswa dan karyawan. Kegiatannya tidak begitu terkoordinir dengan baik melihat latar belakang dari tiap anggota yang beraneka ragam. Mereka tampil aktif ketika mendapat giliran liturgi seperti koor pada Minggu biasa dan hari-hari besar lainnya [Lampiran 5: (7)-(8)].

5) PPA (Putra-Putri Altar)

Kegiatan PPA tidak rutin tetapi sesuai dengan kebutuhan. Kelompok ini mempunyai para pendamping khusus dari paroki. Anggota PPA yang aktif berjumlah ± 30 orang, mulai dari tingkat SD, SMP dan sebagian SMU dengan syarat sudah menerima komuni pertama [Lampiran 5: (8)].

6) BIRKat (Bina Iman Remaja Katolik)

(34)

16

pembinaan. Tempat pelaksanaan untuk pertemuan kelompok ini di gereja. Jumlah anggota kelompok yang aktif ± 20 orang mulai dari tingkat SD kelas V sampai SMP [Lampiran 5: (8)].

7) BIAK (Bina Iman Anak Katolik)

Kegiatan kelompok BIAK diadakan setiap hari Minggu di gereja setelah selesai perayaan ekaristi. Jumlah anggotanya ± 60 orang mulai dari anak usia Taman Kanak-kanak hingga SD kelas IV. BIAK memiliki pendamping khusus dari paroki dan juga ibu-ibu yang dengan sukarela mau bergabung mendampingi anak-anak tersebut [Lampiran 5: (8)].

B. Situasi Keluarga Pasangan Kawin Campur Beda Agama di Paroki St. Paulus, Palu

Situasi kehidupan sosial ekonomi pasangan kawin campur beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu beraneka ragam, mulai dari petani, wiraswasta, pegawai negeri dan ibu rumah tangga. Penulis pada bagian ini akan menjelaskan situasi keluarga pasangan kawin campur beda agama, yang terdiri dari letak dan situasi geografis, situasi ekonomi dan sosial budaya, jumlah keseluruhan pasangan beda agama, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan untuk pasangan beda agama.

1. Letak dan Situasi Geografis Tempat Tinggal Keluarga-keluarga Kawin Campur Beda Agama

(35)

17

jauh yaitu di sebelah Barat dan Timur dari pusat paroki. Dalam wilayah melingkupi Wilayah II Santa Bernadetha, Wilayah IV Santo Mikhael dan Wilayah XV Santo Fransiskus Asisi. Sedangkan di Stasi melingkupi Stasi Palolo, Stasi Jono Oge, Stasi Kulawi, Stasi Donggala dan Stasi Watatu [Lampiran 6: (10)].

Pasangan beda agama yang bermukim di stasi-stasi mayoritas bekerja sebagai petani sedangkan di wilayah-wilayah dalam pusat Paroki sebagian besar bekerja sebagai pegawai, pengusaha dan wiraswasta [Lampiran 5: (6)].

2. Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Beda Agama

Kehidupan sosial ekonomi keluarga-keluarga beda agama di Stasi atau Wilayah 50% tergolong rendah (bermatapencaharian sebagai petani), 40% tergolong cukup baik (bermatapencaharian sebagai wiraswasta dan sopir) dan sisanya 10% tergolong tinggi (bermatapencaharian sebagai pegawai dan pengusaha) [Lampiran 5: (6)].

Latar belakang pendidikan keluarga-keluarga beda agama di Stasi atau Wilayah terdiri dari pendidikan Sarjana (Perguruan Tinggi) 24% (pegawai, guru dan karyawan), pendidikan SMA/SMK 28% (karyawan dan sopir), pendidikan SMP 34% (buruh dan sopir) dan pendidikan SD 14% (petani) [Lampiran 5: (6)].

3. Jumlah Keseluruhan Pasangan Beda Agama

(36)

18

yaitu Stasi Palolo, Stasi Jono Oge, Stasi Kulawi, Stasi Donggala dan Stasi Watatu dan 3 (tiga) Wilayah dalam pusat paroki, yaitu Wilayah II, Wilayah IV dan Wilayah XV [Lampiran 6: (10)].

C. Situasi Pendampingan Iman bagi Keluarga Kawin Campur Beda Agama di Paroki St. Paulus, Palu

Paroki Santo Paulus, Palu memiliki pasangan beda agama, baik dalam wilayah maupun di stasi-stasi dalam lingkup paroki. Kegiatan pendampingan yang diadakan oleh paroki untuk pasangan beda agama lebih dominan pada kegiatan sebelum pernikahan sedangkan untuk kegiatan sesudah pernikahannya kurang diperhatikan. Kegiatan pendampingan sebelum pernikahan meliputi Pembinaan khusus Katekumen dan Pembinaan Iman sebelum pernikahan.

Penulis pada bagian ini akan menjelaskan situasi pendampingan iman bagi keluarga pasangan kawin campur beda agama, meliputi macam-macam pendampingan yang ada bagi pasangan beda agama, permasalahan dalam pendampingan, metode, sarana, langkah-langkah, materi, proses, peserta, manfaat, dan harapan pasangan beda agama terhadap pelaksanaan pendampingan.

1. Macam-macam Pendampingan bagi Pasangan Beda Agama

(37)

19

a. Pembinaan Khusus Katekumen

Kegiatan pembinaan khusus bagi katekumen ini dilaksanakan oleh Paroki dengan waktu yang sudah terjadual. Pelaksanaan pembinaan ini diadakan per periode dengan 1 (satu) periode terdiri dari 2 (dua) bulan. Pelaksanaannya diadakan setiap minggunya dengan hari yang sudah ditentukan. Pertemuannya dalam seminggu diadakan 2 (dua) kali untuk 1 (satu) materi sehingga dalam 1 (satu) periode diadakan 16 kali pertemuan dengan 8 (delapan) materi. Pembina katekumennya sudah tersedia tim khusus yang dibentuk oleh paroki dengan memiliki keahlian dalam bidangnya. Para pembina kebanyakan para katekis paroki. Peserta yang hadir, selain dari pasangan beda agama sebelum pernikahan (salah satu pasangannya non baptis), ada juga orang dewasa lain (pasangan yang baru menikah, pemuda/i dan sebagian kecil orang tua) yang ingin belajar mengenai iman Katolik [Lampiran 6: (11)].

b. Pembinaan Iman sebelum Pernikahan

(38)

20

pasangan beda agama, pasangan beda gereja juga pasangan Katolik. Peserta pasangan beda agama tiap periodenya terdapat 2 (dua) sampai 3 (tiga) pasang. Materi-materi yang diberikan dalam pembinaan sebelum pernikahan ini antara lain: Hidup Kekal, Sakramen-sakramen Gereja, Keluarga Berencana, Hukum Gereja, Moral Perkawinan, Seksualitas, Ekonomi Rumah Tangga, Doa dan Kitab Suci, Moralitas Seksual. Tujuan diadakan pembinaan ini ialah agar setiap pasangan siap membangun hidup berkeluarga mereka kelak [Lampiran 6: (11)].

2. Metode dalam Pendampingan

Metode-metode yang digunakan pendamping dalam pendampingan ialah metode sharing dan tanya jawab. Menurut peserta pasangan beda agama, metode ini sangatlah membantu mereka dalam meningkatkan pengetahuan akan pangalaman iman mereka [Lampiran 6: (11)]. Pendamping yang sudah berpengalaman membagikan pengalaman iman kepada peserta. Peserta sendiri diberi kesempatan untuk bertanya, sehingga suasana dalam pendampingan begitu akrab antara pendamping dan peserta.

3. Sarana dalam Pendampingan

(39)

21

4. Langkah-langkah dalam Pendampingan

Pelaksanaan pendampingan iman bagi pasangan beda agama sebelum pernikahan dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertemuan diawali dengan doa pembukaan yang dipimpin oleh pendamping, setelah itu masuk dalam materi dan dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta untuk menanggapi materi yang diberikan. Kemudian dikuatkan dengan membaca Kitab Suci, lalu sharing pengalaman berkaitan dengan bacaan Kitab Suci. Akhirnya pendamping memberikan kesimpulan terhadap semua materi yang diberikan dan ditutup dengan doa penutup [Lampiran 6: (11)].

5. Materi dalam Pendampingan

Materi-materi yang diberikan dalam pendampingan bagi pasangan beda agama untuk 1 (satu) periode terdiri dari 8 (delapan) materi. Materi untuk pembinaan khusus katekumen meliputi Saudara Ingin Menjadi Katolik, Mengenal Dasar Kepercayaan Kita, Mengenal Kitab Suci, Mengenal Gereja, Mengenal Doa Orang Kristen, Mengenal Perayaan Ekaristi, Penciptaan, dan Siapakah Manusia. Sedangkan materi-materi untuk pembinaan sebelum pernikahan meliputi Hidup Kekal, Sakramen-sakramen Gereja, Keluarga Berencana, Hukum Gereja, Moral Perkawinan, Seksualitas, Ekonomi Rumah Tangga, serta Doa dan Kitab Suci [Lampiran 6: (11)].

6. Proses dalam Pendampingan

(40)

22

kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan sharing pengalaman di antara mereka. Peserta sendiri merasa senang karena ingin belajar dan mau mengenal tentang ajaran Gereja Katolik [Lampiran 6: (11)].

7. Peserta dalam Pendampingan

Peserta dalam pendampingan bagi pasangan beda agama untuk 1 (satu) tahun terakhir ini berjumlah ± 10 pasang. Peserta cukup aktif dalam proses pendampingan. Banyaknya pertanyaan yang mereka ajukan kepada pendamping sepanjang proses pertemuan berlangsung membuktikan bahwa mereka cukup aktif dalam kegiatan pendampingan iman tersebut. Masalah yang mereka hadapi ketika ingin mengikuti kegiatan tersebut sesuai dengan hasil quesioner terbuka yang penulis peroleh, yaitu masalah waktu, kesempatan dan transportasi. Masalah waktu di mana masing-masing pasangan memiliki kesibukan yang terkadang bertabrakan dengan waktu pelaksanaan pendampingan sehingga sulit membagi waktu. Masalah kesempatan, di mana ada beberapa pasangan yang tidak siap dengan suasana hati kurang mendukung untuk mengikuti pendampingan. Sedangkan masalah trasportasi di mana tempat pelaksanaan pendampingan yang jaraknya cukup jauh, terkadang tidak memungkinkan mereka untuk mengikuti pendampingan [Lampiran 6: (11)-(12)].

8. Manfaat dalam Pendampingan

(41)

23

senang karena banyak pengetahuan yang diperoleh mengenai iman Katolik dan menambah pengalaman iman. Mereka merasa dirangkul dengan adanya rasa kebersamaan menjadi satu keluarga [Lampiran 6: (12)].

9. Harapan Pasangan Kawin Campur Beda Agama terhadap Pelaksanaan Pendampingan Iman

Berdasarkan hasil pengisian quesioner oleh pasangan beda agama, kebanyakan dari mereka mengharapkan agar kegiatan-kegiatan pendampingan dari Gereja, seperti pembinaan iman perlu ditingkatkan. Dalam artian bahwa pembinaan diadakan tidak hanya sebelum pernikahan, melainkan sesudah pernikahan pembinaan tersebut terus dilanjutkan. Dengan pembinaan yang berkelanjutan dapat membantu masing-masing pasangan untuk lebih menghayati hidup perkawinan kristiani dalam membangun hidup berkeluarga mereka sehari-hari [Lampiran 6: (13)].

D. Rangkuman Permasalahan dalam Keluarga kawin Campur Beda Agama di Paroki St. Paulus, Palu

(42)

24

1. Metode dalam Pendampingan

Metode yang digunakan pendamping dalam proses pendampingan iman bagi pasangan beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu ialah dengan menggunakan metode sharing dan tanya jawab [Lampiran 6: (11)]. Melihat banyak metode yang terdapat dan digunakan dalam katekese, tetapi metode yang pendamping gunakan di Paroki Santo Paulus, Palu kurang bervariasi. Pendamping diharapkan kreatif menggunakan metode-metode yang ada, sehingga suasana katekese lebih hidup.

2. Sarana dalam Pendampingan

Sarana yang digunakan pendamping dalam proses pendampingan iman bagi pasangan beda agama di Paroki Santo Paulus, Palu ialah berupa buku panduan, Kitab Suci dan buku Doa Harian. Pendamping sendiri belum menggunakan sarana katekese yang lain seperti cerita bergambar, TV, CD, tape. Akan lebih baik jika pendamping lebih kreatif menggunakan sarana yang ada sehingga akan lebih membantu peserta untuk terlibat aktif dalam proses pendampingan tersebut [Lampiran 6: (11)-(12)].

3. Langkah-langkah dalam Pendampingan

(43)

25

4. Peserta dalam Pendampingan

(44)

26

BAB III

PENDAMPINGAN IMAN MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

BAGI KELUARGA KAWIN CAMPUR BEDA AGAMA

Keluarga kawin campur beda agama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari karya pastoral Gereja. Keluarga kawin campur beda agama dalam perjalanan waktu mengalami banyak persoalan hidup sehubungan dengan membina hidup berkeluarga beda iman. Keluarga kawin campur beda agama perlu mendapat perhatian yang serius dari Gereja, maka perlu selalu diusahakan pendampingan bagi setiap pasangan tersebut.

A. Pendampingan Iman Keluarga dalam Gereja

Keluarga kawin campur beda agama dalam perkembangan sesudah pernikahan menghadapi banyak persoalan. Pendampingan ingin membantu pasangan beda agama menghadapi persoalan hidup mereka. Pendampingan iman merupakan salah satu usaha yang ditempuh untuk pendampingan bagi pasangan beda agama dalam pelayanan bagi perkembangan iman agar masing-masing pasangan dapat mencapai kedewasaan dalam menghayati hidup perkawinan.

(45)

27

1. Pengertian Pendampingan Iman

Milton Mayeroff (1993: 15-16) mengartikan pendampingan sebagai suatu proses menolong orang lain untuk bertumbuh dan mengaktualisasikan diri seturut cara situasi khas mereka. Proses tersebut mengarah pada perkembangan hubungan antara seseorang dengan orang lain. Pola yang diterapkan dalam proses pendampingan tersebut adalah membantu “sang lain” bertumbuh, baik manusia atau sesuatu yang lain.

Mangunhardjana (1986: 22) dalam buku Pendampingan Kaum Muda mengemukakan bahwa pendampingan sebagai suatu usaha untuk membantu kaum muda dalam menyongsong masa depannya melalui tujuan, materi, bentuk, metode dan teknik pendampingan tertentu.

Pendampingan merupakan suatu usaha seseorang menemani orang lain sehingga dapat bertumbuh dan mengaktualisasikan diri untuk menyongsong masa depannya melalui tujuan, materi, bentuk, metode, dan teknik yang sesuai dengan subyek yang didampingi. Pendampingan mengandalkan hubungan yang dekat antara dua subyek, yaitu pendamping dan orang atau kelompok yang didampingi, keterbukaan, kepercayaan, dan saling menghormati dari masing-masing pihak. Hal ini dapat membebaskan orang untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya dan mampu menyatakan keberadaan dirinya secara penuh dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungan.

(46)

28

2. Bentuk-bentuk Pendampingan Iman dalam Keluarga

Mangunhardjana (1986: 47-52) dalam buku Pendampingan Kaum Muda mengemukakan bahwa bentuk pendampingan merupakan wujud atau sosok dari usaha pendampingan. Berkat bentuk pendampingan, arah tujuan pendampingan diciptakan dan usaha pendampingan menjadi konkret. Ada dua jenis bentuk pendampingan yaitu pendampingan pribadi dan pendampingan kelompok. Pendampingan iman melalui katekese merupakan bentuk pendampingan kelompok. Pendampingan kelompok kecil terdiri dari 10-20 orang, kelompok cukupan terdiri dari 20-40 orang, sedangkan kelompok besar meliputi 40-100 orang, dan pendampingan kelompok massa jumlahnya tidak terbatas (Mangunhardjana, 1986: 49).

Pendampingan iman keluarga meliputi ME (Marriage Encounter), retret, rekoleksi, ziarah dan katekese.

a. ME (Marriage Encounter)

ME adalah suatu panggilan untuk menjadi sakramen, artinya: menjadi tanda cinta kasih suami-istri untuk seumur hidup dan setiap hari. Weekend ME adalah awal permulaan penyadaran bahwa suami-istri dipanggil menjadi pasangan sakramental. ME membantu pasangan untuk tetap menyadari siapa kita, siapa saya melalui sarana dialog. ME dirancang bukan untuk mengubah para peserta, tetapi mengundang mereka untuk berubah demi relasi dengan pasangan dan relasi mereka sebagai suami- istri dengan Tuhan (Janssen, 1983: 4).

(47)

29

yang sudah baik dapat menjadi lebih baik lagi. Karena kita peduli, maka kita hendak melakukan sesuatu agar para suami istri dapat berkomunikasi lebih baik dengan satu, dan secara berdua berelasi lebih baik dengan Tuhan (Janssen, 1983: 4).

b. Retret

Kata “retret” berasal dari bahasa Inggris, retreat yang berarti “tempat pengasingan diri; mundur”. Kita mengadakan retret berarti kita mundur dari kesibukan sehari-hari dan pergi ke tempat sunyi untuk mengasingkan diri (Sumantri, 2002: 11). Kata retret dari bahasa Perancis la retraite yang berarti pengunduran diri, menyendiri dari keramaian atau menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari (Mangunhardjana, 1985: 7). Retret berarti mundur dari keheningan untuk mengetahui kehendak Tuhan agar selanjutnya melangkahkan hidup sesuai dengan kehendak-Nya (Sumantri, 2002: 11).

Retret mempunyai tujuan yaitu untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup sehari-hari sehingga kehidupan itu dapat dipahami maknanya, yakni makna hidup yang umumnya sulit ditemukan dalam kesibukan hidup sehari-hari (Sumantri, 2002: 12).

(48)

30

c. Rekoleksi

Kata “rekoleksi” dalam bahasa Inggris recollect, yang berarti “kembali”. Waktu pelaksanaan rekoleksi biasanya lebih singkat, dari 2-3 jam sampai sehari semalam misalnya pada week-end (Tangdilintin, 1984: 4). Bahan rekoleksi diolah dan diambil dari pengalaman hidup yang sudah dijalani sebelumnya atau pengalaman rekoleksi terakhir sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani. Mengingat waktu yang tersedia untuk rekoleksi sangat singkat, maka dalam rekoleksi bahannya dibatasi, sisanya dilakukan dengan menentukan tema sehingga perhatian peserta dipusatkan dan diarahkan pada satu hal saja, yaitu salah satu unsur atau segi karya Allah. Jumlah peserta rekoleksi idealnya 40-50 orang peserta (Mangunhardjana, 1985: 18-20, 23). Rekoleksi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu beberapa jam sampai satu hari penuh. Tempat rekoleksi dapat berupa gedung Gereja, gedung paroki, aula sekolah, ruang kelas, rumah biasa atau bisa juga di alam terbuka, baik di lapangan atau sekedar tempat dianggap mencukupi (Mangunhardjana, 1985: 33-34).

d. Ziarah

(49)

permasalahan-31

permasalahan yang sedang dihadapi dan merasa dikuatkan melalui doa-doa kepada Bunda Maria. Doa menjadi salah satu kunci utama bagi masing-masing pasangan, khususnya yang Katolik sehingga mampu bersikap bijak dalam menjalani hidup berkeluarga beda agama, baik mengenai penghayatan iman hidup perkawinan maupun pendidikan iman anak.

e. Katekese

Katekese merupakan usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati serta mewujudkan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam katekese terdapat beberapa unsur yaitu pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 5).

Katekese merupakan pewartaan tentang Yesus Kristus yang hidup, maka pribadi Kristuslah yang menjadi pusat dan tujuan dalam katekese. Katekse merupakan komunikasi iman yang bertujuan membantu umat untuk saling bertukar pengalaman iman sehingga mereka dapat saling menolong untuk mencapai kedewasaan imannya baik secara pribadi maupun kelompok sehingga semakin mampu mempertanggungjawabkan imannya dengan bersaksi di tengah masyarakat.

3. Materi Pendampingan Iman

(50)

32

mengemukakan bahwa materi atau bahan pendampingan disebut juga sebagai isi pendampingan. Materi pendampingan meliputi penyampaian segala ilmu pengetahuan; kegiatan dan latihan untuk mendapatkan kecakapan; bantuan dan usaha untuk menanamkan sikap perbuatan serta perilaku hidup.

4. Tujuan Pendampingan Iman

Tujuan pendampingan iman menurut A.M. Mangunhardjana (1986: 27-28) meliputi tiga unsur, yaitu: membantu peserta mencapai pertumbuhan yang utuh dan seimbang (integral) lahir-batin, pribadi-bersama, mandiri-kerjasama, dunia-akhirat yang nampak dalam segala daya dan segi kehidupannya meliputi budi, hati, kehendak, sikap, kecakapan, perbuatan, perilaku dan hidup; membantu peserta dalam mengembangkan dan mengolah lebih lanjut pengetahuan yang telah diterima; serta membantu peserta agar terbuka dengan lingkungan yang lebih luas dan turut berperan dalam masyarakat.

Melalui ketiga unsur di atas, peserta melewati proses pengolahan diri yang terintegrasi dalam tiga bidang, yaitu kognitif, konatif dan afektif. Bidang kognitif meliputi mengetahui, mengerti, memahami dan menilai. Bidang konatif meliputi kegiatan untuk menginginkan, menghendaki, berkemauan dan bermotivasi. Bidang afektif meliputi kegiatan untuk merasakan, memasukkan dalam hati, dan merasukkan dalam batin.

5. Proses Pendampingan Iman

(51)

33

Mangunhardjana (1986: 57) dalam buku Pendampingan Kaum Muda mengemukakan bahwa proses pendampingan dilakukan dengan:

1. memperkenalkan pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan dan perilaku baru yang lebih segar dan produktif.

2. mempertahankan dan memperkuat pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan, dan perilaku lama yang sudah baik,

3. meniadakan pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan dan perilaku lama yang tidak sesuai dan tidak produktif.

Maksud dari ketiga proses pendampingan di atas secara berkesinambungan ialah bahwa para peserta dibantu agar bersedia dan siap membantu untuk meninjau kembali pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan, perilaku hidup mereka dan mengusahakan perubahan yang perlu. Mereka dibantu supaya mengenal kekuatan-kekuatan yang mendukung terjadinya perubahan dan dapat mengambil langkah yang sesuai sehingga dapat merumuskan perubahan-perubahan yang diinginkan di bidang pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan dan perilaku hidup. Peserta merasa terbantu agar dapat mempraktekkan pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan, dan perilaku baru selama pendampingan dan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat meresapi dan mengintegrasikan pengetahuan, kecakapan, sikap, perbuatan dan perilaku baru dalam keseluruhan pengembangan dirim (Mangunhardjana, 1986: 56-57).

B. Pendampingan Iman dengan Katekese Umat Model Shared Christian Praxis

(52)

34

komunikasi iman dan tukar pengalaman antar masing-masing pasangan dengan menggunakan bentuk dialog. Sebagai usaha pengembangan iman serta membangun Gereja, katekese mengandaikan kelompok orang beriman, umat Allah, yang berhimpun dalam iman akan Yesus Kristus untuk saling mengkomunikasikan iman, saling meneguhkan dan saling mengarahkan. Oleh karena itu, bagian ini akan menguraikan pengertian, tujuan, isi katekese, model, sarana, peserta, pemimpin, serta kekhasan dari katekese.

Shared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu bentuk alternatif dari katekese model pengalaman hidup. Groome (1997: 1) menyatakan bahwa katekese model SCP berawal dari suatu kebutuhan untuk menemukan suatu pendekatan dalam berkatekese yang handal dan efektif, artinya suatu model yang sungguh mempunyai dasar teologis yang mendalam yang mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan yang progresif dan mempunyai keprihatinan pastoral yang jelas.

Model SCP menekankan segi proses katekese yang bersifat dialogis partisipatif yang bertujuan mendorong peserta mengkomunikasikan antara tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi hidup kristiani, sehingga mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan baik secara pribadi maupun bersama demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup manusia.

1. Pengertian Katekese Umat

(53)

35

atau menyuarakan ke luar. Kata ini mengandung dua pengertian. Pertama, katechein berarti pewartaan yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua, katechein berarti ajaran dari para pemimpin (Papo, 1987: 11).

Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae menegaskan bahwa “Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen” (CT, art. 18).

Maksud penegasan di atas mau menjelaskan bahwa katekese merupakan usaha pewartaan yang dilakukan oleh pihak Gereja untuk menolong dan memperdalam iman umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan nyata. Gereja bertanggung jawab membantu dalam memelihara iman umat agar semakin berkembang. Melalui katekese, Gereja menyampaikan ajaran-ajarannya sehingga nilai-nilai ajaran kristiani semakin mengakar dalam diri umat dan dapat dihayati dalam hidup sehari-hari. Melalui pewartaan sabda, iman umat diharapkan semakin berkembang dan matang. Katekese sebagai pewarta sabda kabar gembira dan keselamatan Allah yang dibawa oleh Yesus Kristus. Katekese diberikan kepada semua umat beriman kristiani untuk semakin beriman pada Kristus dan semakin mampu untuk mengungkapkan imannya dalam tindakan dan sikap hidup nyata.

(54)

36

dikomunukasikan adalah pengalaman iman yang dihayati dalam hidup sehari-hari sehingga memungkinkan iman para peserta dikuatkan dan diteguhkan. Komunikasi yang ditekankan di sini terlebih komunikasi antarpeserta sendiri. Dengan mengatakan “Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan”, rumusan ini membatasi pengertian katekese umat. Katekese umat merupakan salah satu bidang pembinaan iman secara teratur dan terencana (Huber, 1981: 15-18).

Katekese umat adalah usaha kelompok secara terencana untuk saling menolong mengartikan hidup nyata dalam terang Yesus Kristus sebagaimana telah dihayati dalam tradisi Gereja, agar kelompok makin mampu mengungkapkan dan mewujudkan imannya dalam hidup nyata (Siauwarjaya, 1987: 38-39). Katekese merupakan pewartaan diri Kristus, artinya katekese di sini bertugas menghadirkan sabda Allah agar manusia bertemu secara pribadi dengan Kristus. Katekese haruslah bersifat kristosentris, dalam artian bahwa Yesus Kristus dalam kepenuhan pribadi-Nya. Katekese mencari kemungkinan agar jawaban manusia terhadap tawaran Allah dapat terjawab. Katekese umat dimengerti sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antaranggota jemaat, yang artinya bahwa katekese dari umat dan untuk umat, katekese yang menjemaat, yang berdasarkan situasi konkret menurut pola hidup Yesus (Telaumbanua, 1999: 9-11).

2. Tujuan Katekese Umat

(55)

37

mematangkan dan mendewasakan iman. Oleh karena itu katekese bertujuan untuk membuat iman umat menjadi hidup, sadar dan aktif (CT, art. 14).

Catechesi Tradendae artikel 20 menguraikan bahwa tujuan khas katekese adalah “mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristen umat beriman, muda maupun tua” (CT, art. 20). Maksud dari tujuan khas katekese tersebut mau mengungkapkan bahwa pengertian tentang misteri Yesus Kristus yang diterangi oleh cahaya sabda Allah sebagai seluruh pribadi umat yang imannya baru tumbuh dan semakin berkembang karena diresapi oleh sabda tersebut. Maka katekese mempunyai arah yang hendak dicapai yaitu mengembangkan iman umat yang baru mulai tumbuh agar umat sampai pada kepenuhannya. Dengan diadakannya katekese diharapkan iman masing-masing peserta semakin berkembang berkat Firman Allah yang diresapi. Katekese membantu dan mengajak peserta dalam menghayati imannya.

Katekese umat merupakan komunikasi iman antar peserta. Dalam PKKI II, Huber (1981: 16) menegaskan kembali tujuan komunikasi iman, yaitu sebagai berikut:

a. supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari,

b. dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Mnya dalam kenyataan hidp sehari-hari,

c. dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita, d. pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas

mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta, e. sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup

(56)

38

Kelima rumusan di atas mau menyoroti tujuan katekese umat dari sudut yang berbeda-beda. Ketiga sorotan pertama lebih-lebih memperhatikan peserta sendiri, sedangkan yang lainnya menegaskan tujuan sebagai Gereja dan semuanya berpuncak pada hidup kita di tengah masyarakat. Katekese yang dilaksanakan mempunyai arah dan tujuan yang akan dicapai yaitu membantu umat memperkembangkan imannya secara utuh dan dewasa, sehingga mendorong umat untuk mau dan mampu terlibat dalam dinamika hidup menggereja dengan segala kegembiraan dan keprihatinannya. Katekese yang dilaksanakan mempunyai arah dan tujuan yang akan dicapai yaitu dengan membantu umat/peserta katekese demi memperkembangkan imannya secara utuh dan dewasa, sehingga mendorong umat untuk mau dan mampu terlibat dalam dinamika hidup menggereja.

3. Isi Katekese Umat

Isi katekese lebih menunjukkan pada materi dan apa yang diolah bersama dalam proses katekese, dapat berupa pengalaman konkret jemaat. Dalam Catechesi Tradendae artikel 26 diungkapkan bahwa katekese merupakan suatu momen atau aspek pewartaan Injil. Isi katekese yaitu pewartaan injil sebagai kabar gembira keselamatan Allah yang telah didengar dan yang telah diterima dengan tulus hati. Kabar gembira perlu ditanggapi dengan keterbukaan iman, perlu direfleksikan kembali setiap saat, didalami sesuai dengan pertumbuhan hidup beriman yang telah diterima dan didengar yang kemudian diharapkan dapat diwujudkan oleh jemaat dalam kehidupan konkret.

(57)

39

hidup nyata manusia, sejarah keselamatan baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru serta ajaran pokok pewartaan kristen dan sakramen-sakramen (Papo, 1987: 53). Pada hakekatnya yang menjadi isi pokok katekese adalah pribadi Yesus Kristus yang menderita sengsara, wafat dan bangkit dengan mulia demi umat yang dikasihi-Nya (CT, art. 5).

Huber (1981: 10) mengemukakan isi katekese umat yaitu:

Dalam katekese itu kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Injil, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang tradisi-Nya.

Dalam katekese, Yesus Kristus menjadi pola dan penentu katekese umat. Melalui Kristus umat berjumpa dengan Allah dan melalui Kristus pula Allah mendatangi kita. Katekese umat berpedoman dan dinilai oleh Kitab Suci tetapi hal ini tidak berarti bahwa Kitab Suci menjadi bahan yang satu-satunya untuk katekese umat (Huber, 1981: 19).

4. Model Katekese Umat

(58)

40

pengalaman hidup konkret, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkret pada hidup peserta katekese (Sumarno Ds, 2006: 11).

Pada umumnya katekese memiliki tiga model, yaitu model pengalaman hidup, model biblis, dan model campuran.

a. Model Pengalaman Hidup

Model ini lebih bertolak pada pengalaman hidup konkrit sehari-hari (Sumarno Ds, 2006: 11-12). Model ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1) Introduksi

Introduksi berisikan lagu dan doa pembukaan yang sesuai dengan tema yang diambil dalam katekese dan menghubungkan dengan tema-tema yang sudah dibahas dalam kesempatan katekese sebelumnya.

2) Penyajian Suatu Pengalaman Hidup

Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan pengalamannya yang diambil dari suatu peristiwa konkrit sesuai dengan tema dan situasi peserta. Pengalaman ini bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang relevan bagi peserta.

3) Pendalaman Pengalaman Hidup

(59)

41

4) Rangkuman Pendalaman Pengalaman Hidup

Gambaran umum dari sikap-sikap yang dapat diambil oleh peserta berhubung dengan tema dalam penyajian pengalaman hidup dan dengan teks Kitab suci atau Tradisi yang hendak dipakai dalam langkah berikutnya.

5) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja

Peserta hendaknya mempunyai teks (fotocopy) beserta daftar pertanyaan pendalaman di sekitar tema dalam hal-hal yang mengesan dan pesan inti dari teks tersebut. Teks dibaca oleh seorang peserta, kemudian hening sejenak untuk merefleksikan teks tersebut dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pendalaman.

6) Pendalaman Teks Kitab Suci dan Tradisi

Peserta mencoba menjawab bersama pertanyaan-pertanyaan yang telah direnungkan secara pribadi setelah pembacaan teks. Akan lebih baik apabila teks dibaca sekali lagi oleh pendamping. Di sini pendamping katekese membantu peserta untuk mencari dan mengungkapkan pesan inti menurut mereka sendiri sehubungan dengan tema dan menciptakan suasana terbuka sehingga peserta tidak takut mengungkapkan tafsiran mereka sehubungan dengan tema yang dapat dipetik dan digali dari pembacaan teks Kitab Suci.

7) Rangkuman Pendalaman Teks Kitab Suci atau Tradisi

(60)

42

(masukan) dari apa yang sudah dipersiapkannya dengan bantuan buku-buku tafsir atau komentar atau buku-buku yang bersangkutan dengan teks. Tafsiran katekis diharapkan membatasi pada pesan pokok yang dapat dimengerti oleh peserta sehubungan dengan tema dan tujuan pertemuan.

8) Penerapan dalam Hidup Konkrit

Peserta diajak untuk mengambil beberapa kesimpulan praktis sekitar tema untuk hidup sehari-hari dalam situasi nyata mereka dalam masyarakat, dalam Gereja, lingkungan, wilayah, paroki, keluarga, dsb. Saat hening sejenak peserta diajak merenungkan serta mengumpulkan buah-buah pribadi dari katekese ini untuk hidup sehari-hari, yang dapat berupa niat atau tindakan apa yang akan diambil untuk selanjutnya.

9) Penutup

Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan doa-doa spontan hasil buah katekese dan bisa pula doa-doa umat lainnya secara bebas. Bila perlu pendamping mengakhiri katekese dengan doa penutup yang merangkum keseluruhan tema dan tujuan katekese. Kemudian diakhiri dengan satu doa bersama dan atau nyanyian yang sesuai dengan tema.

b. Model Biblis

(61)

43

1) Doa Pembukaan dan atau Nyanyian Pembukaan

Pendamping hendaknya membuat atau memilih doa atau nyanyian pembukaan sesuai dengan tema Kitab Suci atau Tradisi yang ditentukan untuk pertemuan katekese pada saat ini serta mencoba menghubungkan tema katekese ini dengan tema-tema katekese sebelumnya, apabila mungkin.

2) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi

Pembacaan Kitab Suci dibaca oleh salah seorang peserta langsung dari Kitab Suci atau Tradisi tersebut, bila ada. Bila mungkin, teks tersebut juga diperbanyak untuk para peserta. Pembacaan diikuti saat hening untuk merefleksikan pertanyaan-pertanyaan pendalaman, misalnya: kata atau kalimat mana yang penting (kunci) menurut peserta? Apakah pesan inti dari teks tersebut? Apakah arti pesan tersebut bagi hidup konkrit peserta?

3) Pendalaman Teks Kitab Suci atau Tradisi

(62)

44

lebih menjadi salah satu nara sumber yang mampu menampilkan isi atau pesan inti kitab suci yang relevan dan mudah ditangkap oleh peserta.

4) Pendalaman Pengalaman hidup

Peserta diajak untuk menghubungkan pesan inti teks kitab suci atau tradisi dengan pengalaman hidup yang sesuai dengan tema (entah masa lalu atau masa sekarang) dalam hidup bermasyarakat, menggereja, berkeluarga, bekerja, belajar, dll.

5) Penerapan dalam Hidup Peserta

Pendamping mengajak peserta untuk merefleksikan dan mengambil kesimpulan apa yang sebaiknya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata dalam situasi dan kondisi setempat. Semangat, jiwa serta kekuatan mana bisa diambil dari pesan inti teks tersebut untuk dapat diwujudkan dalam praktek hidup sehari-hari dalam menghadapi permasalahan atau keprihatinan, baik berupa peristiwa atau kejadian maupun situasi hidup pribadi, berkeluarga, bermasyarakat dan menggereja.

6) Doa Penutup

(63)

45

untuk doa-doa spontan dari peserta. Akhirnya pendamping masih bisa menutup katekese dengan Doa Penutup yang merangkum keseluruhan proses dengan tema dan tujuan serta Doa bersama dan atau nyanyian bersama yang sesuai dengan tema Kitab Suci atau Tradisi yang diambil.

c. Model Campuran (Pengalaman Hidup dan Biblis)

Model ini merupakan gabungan dari model biblis dan model pengalaman hidup. Langkah-langkahnya sebagai berikut (Sumarno Ds, 2006: 12-13):

1) Doa Pembukaan

Pengungkapan pokok-pokok tema dari katekese dan menghubungkannya dengan tema-tema katekese-katekese sebelumnya, bilamana ada. Lagu pembukaan hendaknya disesuaikan dengan tema dan tujuan yang diharapkan dalam katekese ini.

2) Pembacaan Teks Kitab Suci atau Tradisi

Peserta membaca secara langsung Kitab Suci atau buku dokumen yang memuat Tradisi. Bila dirasa perlu, pendamping bisa mengulangi pembacaan tersebut secara pelan-pelan. Akan lebih baik setelah pembacaan ini, peserta diberi kesempatan saat hening sejenak untuk merenungkan bacaan tersebut.

3) Penyajian Pengalaman Hidup

(64)

46

dipersiapkan oleh pendamping, bila mungkin dengan sarana audio-visual, atau dengan sarana-sarana lain yang dapat membangkitkan semangat peserta untuk menanggapinya.

4) Pendalaman Pengalaman Hidup dan Teks Biblis atau Tradisi

Peserta diajak untuk merefleksikan dan menganalisa pesan dari pengalaman hidup dan dikonfrontasikan dengan pesan dari teks Kitab Suci atau tradisi yang dibacakan.

5) Penerapan Meditatif

Pendamping membuat pertanyaan-pertanyaan refleksif yang menghubungkan pengalaman-pengalaman konkret dalam hidup dan situasi peserta, refleksi-pemikiran yang muncul selama pendalaman pengalaman hidup dalam konfrontasi dengan teks Kitab Suci atau Tradisi. Peserta dibantu untuk menarik pelajaran-pelajaran nyata dalam hidup pribadi dalam keluarga, dalam hidup memasyarakat dan menggereja.

6) Evaluasi Singkat

Evaluasi berupa jalannya katekese, isi, tema dan langkah-langakh katekese serta proses komunikasi iman yang berlangsung, bilamana memungkinkan.

7) Doa Penutup

(65)

47

merangkum keseluruhan isi yang telah tercapai dalam katekese ini. Nyanyian penutup bisa dipilih untuk mengakhiri katekese ini dengan lagu yang sesuai dengan tema.

5. Sarana Katekese Umat

Sarana dalam katekese adalah segala sesuatu yang dapat dipakai demi menunjang lancarnya proses dan tercapainya tujuan katekese. Sarana sifatnya menunjang maka sarana perlu menarik minat dan perhatian dari peserta. Sarana katekese antara lain berupa kutipan berita dari surat kabar, bahasa foto dan sebagainya. Mewartakan Injil merupakan rahmat panggilan yang khas bagi gereja. Media televisi, radio, media cetak, piringan hitam, rekaman tape dan seluruh deretan media audio-visual menjadi sarana yang membantu gereja dalam berkatekese (CT, art. 45). Katekese sendiri mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan jaman, maka perkembangan teknologi di bidang media perlu dimanfaatkan dalam pewartaan kabar gembira sebab gereja sendiri terbuka bagi perkembangan jaman.

6. Peserta Katekese Umat

Rumusan PKKI II dalam katekese umat yang diungkapkan oleh Huber (1981: 10), mengemukakan isi katekese umat sebagai berikut:

(66)

48

katekese. Pada dasarnya penekanan aspek umat pada katekese ini sesuai dengan penekanan aspek umat pada gereja itu sendiri.

Katekese ditujukan untuk semua orang beriman yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus-menerus. Katekese merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat dan saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka dengan sikap saling menghargai dan mendengarkan.

Katekese merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Dapat juga dikatakan katekese umat adalah komunikasi iman umat, dari umat, oleh umat dan untuk umat. Maksudnya bahwa dalam katekese umat semua peserta ikut aktif berpikir, aktif berbicara dan aktif mengambil keputusan. Umat menjadi subyek dalam berkatekese. Katekese umat menjadikan peserta kreatif, kritis, dan otonom serta menumbuhkan rasa percaya diri (Lalu, 2007: 103).

(67)

49

atau sarana atau target dari kegiatan katekese, melainkan peserta juga bertindak sebagai subyek pelaksana katekese itu sendiri.

7. Pemimpin Katekese Umat

Lalu (2007: 94) mengungkapkan pemimpin katekese yang dalam PKKI II yaitu:

Dalam katekese yang menjemaat ini pemimpin katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah pelayan yang menciptakan suasana yang komunikatif. Ia membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Katekese umat menerima banyak jalur komunikasi dalam berkatekese.

(68)

50

8. Shared Christian Praxis sebagai Salah Satu Model Katekese Umat

Shared Christian Praxis (SCP) merupakan suatu model pendekatan berkatekese yang menekankan keterlibatan peserta. Model ini menekankan proses katekese yang menekankan peserta untuk mengkomunikasikan pengalaman hidup mereka sebagai suatu pengalaman iman secara pribadi atau bersama, sehingga mampu mengambil keputusan demi makin terwujudnya Kerajaan Allah dalam hidup manusia. Model ini berawal dari refleksi kritis pengalaman hidup peserta yang dikonfrontasikan dengan pengalaman hidup iman dan visi kristiani, supaya muncul kesadaran dan keterlibatan baru. Dalam model ini dialog tidak hanya terjadi antara peserta dengan pendamping saja, tetapi juga antara peserta (Groome, 1997: 1).

Salah satu model katekese yang sering dipakai oleh para pemandu katekese ialah Shared Christian Praxis. Model ini menekankan pada proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan “Tradisi” dan “Visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia di dunia. Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup peserta, yang refleksi secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru (Sumarno Ds, 2006: 14-15).

(69)

51

lainnya. Metode ini penulis rasa sangat cocok bagi peserta sebab para pasangan saling berbagi pengalaman iman mereka sehingga iman masing-masing peserta diteguhkan dan dihayati secara sempurna (Papo, 1987: 74).

a. Peristilahan dalam Shared Christian Praxis

Groome (1997: 1) berpendapat bahwa katekese model Shared Christian Praxis merupakan suatu model yang lebih menekankan proses yang bersifat dialogis dan partisipatif. SCP terdiri dari istilah-istilah antara lain shared, christian, dan praxis.

1) Shared

Kata shared berarti komunikasi yang timbal balik, sikap partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, terbuka baik untuk kedalaman pribadi, kehadiran sesama, maupun untuk rahmat Tuhan dengan menekankan aspek dialog, kebersamaan, keterlibatam dan solidaritas. Kata shared berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain. Dialog dimulai dari diri sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam suasana penuh persaudaraan dan cinta kasih. Istilah ini menunjuk pengertian komunikasi yang timbal balik, sikap partisipatif aktif dan kritis dari semua peserta terbuka untuk kedalaman diri sendiri, kehadiran sesama dan rahmat Tuhan (Groome, 1997: 4).

(70)

52

seluruh peserta aktif untuk berdialog, sharing, sebagai mitra yang sejajar (Tabita Kartika Christiani, 2008: 23).

Dalam dialog ada dua unsur penting yaitu membicarakan dan mendengarkan. Membicarakan tidak sama dengan berbicara saja atau omong-omong terus menerus tanpa memberi kesempatan pada orang lain untuk berbicara. Membicarakan berarti menyampaikan apa yang menjadi kebenaran dan pengalaman sendiri. Sedangkan mendengarkan tidak sama dengan mendengar. Mendengar berarti mendengar dengan hati dan rasa tentang apa yang dikomunikasikan oleh orang lain. Mendengarkan melibatkan seluruh diri sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang dikomunikasikan oleh orang lain (Sumarno Ds, 2006: 17).

Syarat-syarat sharing ialah peserta diharapkan secara terbuka untuk siap mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Peserta dihormati dan diakui eksistensinya sebagai subyek yang unik, otonom dan bertanggungjawab, dengan kesadaran kritis-reflektif. Dalam suasana dialogis peserta didorong membuat penegasan dan penilaian serta mengambil keputusan pada keterlibatan baru. Peserta menkonfrontasikan pengalaman pribadi dengan tradisi dan visi hidup kristiani dan peserta meneguhkan pokok-pokok nilai kristiani yang mendasar untuk menemukan nilai-nilai baru yang cocok dengan konteks hidup untuk diwujudkan (Groome, 1997: 4-5).

2) Christian

(71)

53

mereka untuk mengambil maknanya bagi kehidupan mereka (Tabita Kartika Christiani, 2008: 1). Katekese model SCP mengusahakan supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan peserta pada jamannya.

Tradisi (dengan huruf T besar) dalam Gereja berarti seluruh pengalaman iman umat dalam bentu

Referensi

Dokumen terkait