SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Nyoman Srihartati
NIM: 051124006
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Jesus, Maria, Joseph Pelindung Societas JMJ
Yang telah membimbing dan memberikan kekuatan serta semangat kepadaku
Para Suster Jesus, Maria, Joseph, pembimbing rohaniku
Orang tua, kakak, adik, teman-teman, sahabat kenalan
v
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
viii
PARA SUSTER JESUS, MARIA, JOSEPH DEMI MENINGKATKAN KARYA KERASULAN MELALUI KATEKESE” dipilih berdasarkan pengalaman penulis dan fakta yang menunjukkan bahwa religius yang dipanggil dan diutus untuk mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk melaksanakan kerasulan di tengah dunia. Dengan berbagai macam tuntutan kebutuhan karya, religius cenderung menjadi seorang aktivis dalam berkarya, sehingga kurang memperhatikan kehidupan rohani. Dalam hal ini doa kurang mendapat tempat karena perhatian religius sepenuhnya tercurah untuk karya. Akibatnya, waktu untuk berjumpa dengan Tuhan semakin terbatas, bahkan doa terkadang dipandang sebagai suatu hambatan atau beban. Bertitik tolak pada kenyataan ini, maka skripsi ini akan membahas secara kritis dan sistematis pentingnya integrasi doa dan karya. Ini dimaksudkan untuk membantu para Suster JMJ menemukan makna doa dalam kehidupan sebagai seorang religius yang aktif-kontemplatif, dengan menyumbangkan gagasan dan pemikiran tentang pentingnya hidup doa dan karya, sehingga doa sungguh-sungguh berperan dalam kehidupan sebagai religius.
Yang menjadi persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apakah makna doa didalami oleh para Suster JMJ demi meningkatkan karya kerasulan, pergulatan apa yang dialami oleh para Suster dalam hidup doa, serta upaya apa yang bisa ditempuh untuk memajukan hidup doa sehingga sungguh-sungguh menjadi religius yang seimbang. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan adanya kesatuan yang erat dengan Kristus yang mengutus mereka. Dalam Kristuslah orang akan menimba kekuatan untuk melaksanakan kegiatan kerasulan, sehingga kerasulan yang dijalankan sesuai dengan kehendak Tuhan. Kecenderungan aktif dalam berkarya serta kurang mengembangkan kedisiplinan dalam doa mengakibatkan hidup rohani menjadi mundur. Maka perlu meningkatkan kedisiplinan dan kesetiaan dalam doa, sehingga hidup rohani menjadi berkembang. Untuk memajukan hidup doa dapat melalui doa pribadi, doa bersama, perayaan Ekaristi, rekoleksi, dan ret-ret.
Untuk mendalami pentingnya hidup doa dan karya, maka ditawarkan satu program katekese model Shared Christian Praxis. Model Shared Christian Praxis
ix
OF THE JESUS, MARIA, JOSEPH (JMJ) SISTERS, IN ENHANCING THE APOSTOLATE THROUGH CATECHESIS”. This title was chosen on the bases of the author’s experience as well as the facts indicating that a religious is called and sent to participate in the task of the Church to carry out the apostolate in the world. In face with all kinds of demand of work, a religious tends to be an activist at the expense of his or her spiritual life. In this case prayer would hardly get a due portion in her daily life, and the attention of the religious would be predominantly absorbed by works. As a result, there is less time for encountering with God; moreover, prayer is often viewed as a burden or even an obstacle. Based on this facts, this study attempts to discuss in a critical and systematic way the importance of bringing prayer and work into a harmonious integration. This is to help the JMJ sisters in finding out the meaning of prayer in religious life which is active and contemplative at the same time. This study intends to contribute ideas and thoughts on the importance of prayer and works, in such a way that prayer plays a real role in religious life.
The main questions of this study are whether the JMJ sisters really understand the meaning of prayer in enhancing the apostolate, what kind of struggle the sisters have to go through in prayer and what are the efforts a to be taken to promote prayer life in towards a harmonious balance. In order to achiene this goal it is important to live out the intimate union with Christ who sends them. In Him people will draw strength to carry out apostolic activities in a way that accords with the will of God. The drawback of spiritual life is due to the lack of discipline in prayer and the tendency to be absorbed in work. It is therefore necessary to enhance discipline and fidelity in prayer to promote spiritual life. This can be done through personal prayers, common prayers, the Eucharist, recollection and retreat.
For this purpose it is proposed in this study a catechetical model called
x
kepada Tuhan atas berkat dan bimbingan-Nya, teristimewa lewat Societas Jesus,
Maria, Joseph yang telah mempercayakan kepada penulis untuk melaksanakan
tugas perutusan studi di IPPAK-USD. Banyak pengalaman yang penulis alami
baik suka maupun duka, jatuh bangun semua itu semakin membantu penulis
dalam melaksanakan tugas perutusan selanjutnya di manapun di tempatkan.
Skripsi ini berjudul” UPAYA MEMAJUKAN HIDUP DOA BAGI PARA
SUSTER JESUS, MARIA, JOSEPH DEMI MENINGKATKAN KARYA KERASULANMELALUI KATEKESE”.
Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap
perkembangan hidup rohani para Suster Jesus, Maria, Joseph. Oleh karena itu
penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para Suster JMJ dalam
memperkembangkan hidup doa mereka dalam kehidupan karya yang
dilaksanakan. Serta memberikan sumbangan pemikiran bagi para Suster JMJ
untuk lebih menyadari pentingnya memajukan hidup doa di tengah-tengah
kehidupan karya. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata I Pendidikan Kekhususan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak, baik secara
xi
serta penuh perhatian mau membimbing penulis selama penyelesaian skripsi
ini, dan atas masukan-masukan yang berguna dalam penyelesaian skripsi,
sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Drs.L.Bambang Hendarto,Y.M.Hum selaku dosen penguji kedua sekaligus
pembimbing akademik yang dengan penuh perhatian selalu mendukung dan
memberi semangat untuk terus berjuang, sehingga penulis semakin
bersemangat dalam menyelesaikan skripsi.
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen penguji ketiga, yang dengan penuh
keibuan telah membantu penulis, dengan memberikan dukungan dan
masuk-masukan yang berguna bagi penulis, serta semangat sehingga skripsi ini dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
4. Dr. C.B. Putranto, S.J selaku pembimbing rohani, yang dengan penuh cinta,
doa, perhatian, dan dukungan serta semangat telah membantu penulis selama
studi di IPPAK-USD, sehingga penulis semakin berkembang baik dalam
panggilan maupun dalam studi.
5. Rm. Made Markusuma, Pr yang telah membantu penulis dengan memberi
dukungan dan masukan yang berguna bagi penulis dalam penyelesaian skripsi
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
6. Seluruh Staf dosen prodi IPPAK-USD, dan seluruh karyawan-karyawati
xii
maupun dukungan materil dengan menyediakan sarana-sarana yang dapat
membantu memperlancar penulis dalam studi, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini dengan lancar.
8. Sr. Ivonne Pusung, JMJ selaku pimpinan Komunitas Trimargo dan para Suster
JMJ, para Suster OSA yang telah membantu, mendukung dan memberi
perhatian dan doa, serta semangat sehingga penulis tidak merasa sendirian,
namun didukung dan dicintai.
9. Teman-teman angkatan 2005, atas persahabatan, persaudaraan yang terjalin
selama studi bersama di IPPAK-USD, atas dukungan, doa dan perhatian,
sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan penuh semangat.
10. Bapak, ibu, kakak adik, sahabat kenalan yang turut serta terlibat dalam
penyelesaian skripsi ini, lewat doa maupun dukungan yang sungguh sangat
berarti bagi penulis.
11. Terima kasih kepada siapa saja yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dalam bentuk apapun.
Sebagai manusia yang lemah, penulis menyadari akan segala keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman, sehingga penyusunan skripsi ini tidak jauh dari
sempurna. Memiliki banyak kekurangan baik dari segi isi, bahasa maupun
xiii
Yogyakarta, 8 Juni 2009
Penulis
xiv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii
ABSTRAK...viii
ABSTRACT...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xiv
DAFTAR SINGKATAN...xiii
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi...1
B. Rumusan Permasalahan...5
C. Tujuan Penulisan...5
D. Manfaat Penulisan...6
E. Metode Penulisan...6
F. Sistematika Penulisan...7
BAB II. HIDUP DOA DAN KARYA KERASULAN...8
A. Pengertian ...8
1. Hidup doa...9
a. Doa dalam Kitab suci... 9
b. Doa menurut dokumen Gereja tentang hidup bakti...12
c. Doa menurut konstitusi JMJ...13
2. Fungsi doa...15
xv
d. Doa adalah suatu rahmat...20
4. Bentuk doa...21
a. Dari segi rencana keselamatan sebagai prinsip hidup...22
b. Dari segi perkembangan rencana keselamatan...22
c. Dari segi keselamatan yang berlangsung...25
B. Hidup Kerasulan : Pelayanan, Pengabdian...25
1. Jiwa dan semangat kerasulan...25
2. Karya sebagai sarana kerasulan...30
C. Hubungan Antara Doa Dan Kerasulan...31
1. Kontemplatif...31
2. Kontemplatif-Aktif...32
D. Hubungan Antara Doa Dan Kerasulan JMJ...36
BAB III PENTINGNYA MEMAJUKAN HIDUP DOA BAGI PARA SUSTER JMJ DEMI MENINGKATKAN KARYA KERASULAN...40
A. Peranan Hidup Doa bagi Suster JMJ...40
1.Hidup doa merupakan integrasi...40
2.Meningkatkan Hubungan dengan Allah dengan segala peristiwa...44
3.Doa sebagai pengolahan hidup...47
B. Kesukaran-Kesukaran Dalam Hidup Doa...49
1.Kesukaran dari segi hakekat doa...49
. a. Dari segi pribadi Allah...49
b. Dari Segi Pribadi Manusia...50
c. Hambatan Rohani Doa...51
2.Kesukaran-kesukaran dari segi praktek doa...52
a. Doa Dengan Seluruh Pribadi...52
b. Tuntutan Khas Berdoa...53
xvi
F. Keseimbangan Doa Dan Kerasulan Berdasarkan Contoh Doa Dan PelayananYesus...68
1. Yesus Berdoa Di Tengah Kesibukan Dalam Tugas Pelayanan...68
2. Doa Dan Pelayanan Yesus Menjadi Contoh Bagi Kehidupan Para Suster JMJ Yang Aktif-Kontemplatif...69
BAB IV KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU SARANA UNTUK MEMAJUKAN HIDUP DOA BAGI SUSTER JMJ DEMI MENINGKATKAN KARYA KERASULAN...73
A. Gambaran Umum Katekese Umat...73
Pengertian katekese...74
2. Tujuan Katekese...75
3. Isi katekese...77
4. Tugas Dan peranan katekese...78
5. Kedudukan katekese...79
6. Unsur-unsur katekese...80
a. Pengalaman hidup peserta...80
b. Komunikasi Iman...80
xvii
C. Usulan Program Katekese...91
1. Pengertian program...91
2. Latar Belakang Penyusunan Program...91
3. Tujuan Program... 92
4. Isi Program...92
5. Usulan Tema-Tema Katekese...93
6. Matriks Program...96
7. Contoh Persiapan Katekese...99
BAB V PENUTUP...113
A. Kesimpulan ...113
B. Saran Dan Usul...117
DAFTAR PUSTAKA...119
LAMPIRAN ...122
Kumpulan lagu-lagu...(1)
A. Mars JMJ ...(1)
B. Kristus Perintis jalan...(1)
xviii A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen
Agama Katolik Republik Indonesia rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus,
1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja.
CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II Kepada Para Uskup, Klerus Dan Segenap Umat Beriman Tentang
Katekese Masa Kini 16 Oktober 1979.
DCG: Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Kateketik Umum yang dikeluarkan oleh Konggregasi suci para Klerus, 11 april 1971
KHK: Kitab Hukum Kanonik ( Codex Iuris Canonici ) Diundangkan Oleh Paus Yohanes Paulus II 25 Januari 2006.
PC: Perfectae Caritatis (Dekrit tentang pembaharuan dan penyesuaian hidup Religius).
VC: Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Palus II Tentang Hidup Bakti Bagi Para Religius Dikeluarkan Pada Hari Raya Santa
xix
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
JMJ : Jesus, Maria, Joseph
Kan : Kanon
Kapt. Um : Kapitel Umum
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KBP : Karya Bakti Paroki
Konst : Konstitusi
KWI : Konfrensi Wali Gereja Indonesia
Prodi : Program Studi
SCP : Shared Christian Praxis
SI : Strata Satu
SJ : Serikat Jesus
1 A. LATAR BELAKANG
Ketika manusia menyadari diri sebagai mahluk ciptaan, tentu ia menyadari
pula dari mana ia berasal. Dalam dirinya ada dorongan untuk mengarahkan diri
pada sumber hidup yakni pada Allah. Doa adalah salah satu cara yang dapat
ditempuhnya dalam usaha mengarahkan diri pada Allah. Dalam kehidupan
sehari-hari, doa itu merupakan unsur terpenting bagi orang beriman termasuk, secara
khusus, bagi kaum religius. Kaum religius itu adalah orang-orang yang menjalani
hidup religius. Hidup religius adalah hidup yang dibaktikan kepada Allah dengan
pengikraran ketiga nasehat injili, yang atas dorongan Roh kudus mengikuti Yesus
Kristus secara lebih dekat dan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah
yang dicintai (Kan.573 art.1). Bagi orang beriman, termasuk kaum religius, doa
dapat menjadi sarana perjumpaan dengan Allah sebagai pribadi yang sempurna.
Sesungguhnya, Yesus sendiri telah memberi contoh yang amat baik
sehubungan dengan doa ini. Dalam injil banyak ditemukan kisah-kisah tentang
Yesus yang berdoa. Sebagai contoh, Injil Matius 14:23 berkisah tentang Yesus
yang pergi ke atas bukit untuk berdoa. Injil Markus 1:35 pun bercerita tentang
Yesus yang pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa. Dalam kisah pemilihan
kedua belas rasul (Luk 6:12-16), dikisahkan bagaimana sebelum memilih
menjadi hal yang penting bagi Yesus. Doa mendasari seluruh kegiatan-Nya dan
menjadi saat perjumpaan-Nya dengan Bapa. Setiap saat, sebelum dan sesudah
berkarya, Ia selalu berdoa. Ia membicarakan segala sesuatu sehubungan dengan
karya perutusan-Nya dengan Bapa. Berdasarkan contoh yang telah ditunjukkan
oleh Yesus itu, seharusnya doa mendapat tempat yang utama bagi orang beriman
sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Berdoa sebagaimana diajarkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya (Mat
6:5-13) tetap dipelihara dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Hal ini dapat
dilihat dari cara hidup jemaat pertama di mana mereka berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa (Kis 2:41-47). Tampaknya doa juga menjadi hal
yang penting bagi para murid Yesus sehingga kebiasaan itu tetap mereka pelihara
dan lanjutkan.
Doa dialami oleh orang beriman dalam kehidupan sehari-hari sampai saat
ini. Sebagaimana telah disinggung di atas, doa adalah salah satu cara yang dapat
ditempuh manusia untuk mengarahkan dirinya kepada Allah. Kemampuan untuk
mengarahkan diri kepada Allah itu tentu karena rahmat Allah. Bahkan, pada
dasarnya manusia diciptakan oleh Allah sebagai manusia pendoa. Dalam doa,
Allah sendiri bersedia menjawab kerinduan-kerinduan manusia. Dalam doa dan
jawaban Allah itulah orang beriman dapat mengalami gerak rohani hidupnya.
Dengan demikian doa dapat dilihat sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh
manusia, yang menunjukkan bahwa dalam dirinya ada kemampuan dan
kemungkinan untuk mengarahkan diri pada Allah karena rahmat Allah pula.
Dalam tata hidup kegiatan ini biasa disebut kegiatan menyapa orang lain, bergaul
dan bertemu dengan orang lain, berdialog dan membangun hubungan dengan
orang lain.
Sebagai bagian dari orang beriman kristiani, kaum religius pun
mengalami doa dalam kehidupan sehari-hari. Kaum religius mengalami
pergulatannya sendiri sehubungan dengan kehidupan doanya. Kadang, kehidupan
doa yang baik yang diharapkan sejak awal sebagai orang yang terpanggil tidak
selalu berhasil. Setelah melewati masa pembinaan Postulat dan Novisiat hingga
masuk pada masa Yuniorat dan akhirnya mulai terjun dalam dunia karya,
kehidupan rohani melalui doa biasanya mulai kurang diperhatikan lagi.
Tenggelam dalam kesibukan karya biasanya menjadi penyebab utama. Ketika
kehidupan rohani seorang religius mengalami kekeringan, maka sikap-sikap
seperti mudah marah, tertutup, terbebani oleh tugas-tugas, mudah tersinggung
akan mudah muncul dari dirinya. Penghayatan hidup bakti menjadi kurang
bermutu. Tanpa disadari persoalan ini sangat menggangu baik dalam kehidupan
bersama di komunitas maupun di tempat karya.
Pergulatan dalam menghayati kehidupan doa seperti terungkap di atas
juga dialami oleh Suster-suster JMJ. Beberapa orang merasa sibuk dengan karya
sehingga merasa sulit untuk berdoa. Duduk di Kapel hanya sebagai
kewajiban/rutinitas saja, merasa tidak tenang, pikiran sepenuhnya terarah pada
pekerjaan sehingga kurang peduli pada Allah yang hadir dan berbicara padanya.
Tak jarang, tanpa disadari, doa dihayati sebagai rutinitas belaka sehingga dapat
penghayatan hidup sehari-hari. Hidup menjadi kering, tugas yang dikerjakan
tidak selesai dengan baik, menjadi malas dan selalu mencari-cari alasan.
Kiranya, kekeringan rohani yang terjadi di atas disebabkan oleh
kekurang-sadaran orang-orang yang bersangkutan akan makna dan tujuan hidupnya sebagai
seorang religius. Hidup doa yang mestinya menjadi kekuatan dalam panggilan
malah sering diabaikan. Oleh karena itu, para Suster JMJ perlu memperhatikan hal
itu dengan upaya memajukan hidup doa terus-menerus agar semakin hari semakin
bertumbuh menjadi pribadi yang sungguh-sungguh dekat dengan Allah, bahkan
menjadi pribadi yang seimbang antara doa dan karya, karena keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Konstitusi JMJ juga menekankan betapa pentingnya memajukan hidup doa
bagi setiap suster dalam hubungan dengan tugas pelayanan sehingga hidup rohani
menjadi seimbang. Memajukan hidup doa dapat melalui doa pribadi, doa bersama,
penerimaan sakramen-sakramen, perayaan Ekaristi, doa batin, renungan, mawas
diri, rekoleksi, dan ret-ret. Semua ini untuk menunjukkan kesadaran bahwa kita
milik Tuhan dan bekerja dalam dunia-Nya dan tetap hidup. Bila kita secara teratur
mengadakan pertemuan dengan-Nya dan berbicara dengan-Nya maka hidup
rohani kita menjadi berkembang. Janganlah doa menduduki tempat yang terpisah
dari tugas sehari-hari. Hendaknya seluruh hidup kita senantiasa diwarnai oleh doa
yang memberikan kegairahan dalam hidup lewat karya kerasulan.
Oleh karena itu berdasarkan persoalan yang ada dalam kehidupan para
mengambil judul ”UPAYA MEMAJUKAN HIDUP DOA BAGI PARA SUSTER JESUS, MARIA, JOSEPH DEMI MENINGKATKAN KARYA KERASULAN MELALUI KATEKESE.”
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
1. Apakah makna doa didalami para Suster JMJ dalam hidup sehari-hari demi
meningkatkan karya kerasulan/pelayanan ?
2. Pergulatan apa yang dialami para Suster JMJ dalam hidup doa?
3. Upaya apa yang sudah ditempuh oleh Societas JMJ untuk memajukan
hidup doa demi meningkatkan karya kerasulan/pelayanan para Suster JMJ?
C. TUJUAN PENULISAN.
1. Membantu para Suster JMJ semakin mengerti dan memahami pentingnya
hidup doa demi meningkatkan karya kerasulan.
2. Membantu para Suster JMJ mengenali sejauh mana penghayatan hidup
doa bagi perkembangan karya kerasulan sebagai Suster JMJ
3. Untuk membantu para Suster JMJ menemukan upaya yang perlu
ditempuh untuk memajukan hidup doa demi meningkatkan karya
kerasulan sehingga menjadi religius yang seimbang.
4. Bagi penulis sendiri, sebagai bahan refleksi bahwa pentingnya memajukan
5. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Agama Katolik Fakultas Ilmu Pendidikan Dan
Keguruan Universitas Sanata Dharma.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan ini diharapkan dapat:
1. Memberi masukan kepada para Suster JMJ tentang perlunya memajukan
hidup doa demi perkembangan hidup bakti yang seimbang.
2. Menambah inspirasi baik berupa pengetahuan maupun dalam
pengembangan hidup doa
3. Membantu mahasiswa sebagai calon katekis untuk senantiasa
mengembangkan hidup doa sebagai sumber kekuatan di dalam pewartaan.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma sebagai sumber bacaan di perpustakaan.
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah metode
deskriftif analitis yakni berusaha untuk memaparkan hidup doa dalam semangat
Societas Jesus, Maria, Joseph, sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang penulisan, rumusan masalah,
tujuan penulisan dan manfaat penulisan.
BAB II. Bab ini menguraikan tentang hidup doa di dalam dokumen Gereja
maupun dalam konstitusi JMJ. Dalam bab ini penulis menjelaskan
bagaimana pengertian hidup doa dan karya kerasulan
BAB III. Bab ini menguraikan tentang pentingnya memajukan hidup doa bagi
Suster JMJ demi meningkatkan karya kerasulan. Dalam bab ini
pertama-tama diuraikan mengenai peranan hidup doa bagi
perkembangan hidup bakti Suster JMJ, kesukaran-kesukaran yang
dihadapi, hambatan dalam hidup doa, disiplin doa dan praktek doa.
Meningkatkan keseimbangan doa dan kerasulan berdasarkan contoh
doa dan pelayanan Yesus
BAB IV. Bab ini berbicara tentang katekese sebagai salah satu sarana untuk
memajukan hidup doa bagi para Suster JMJ, yang tidak melulu pada
teori saja, tetapi dilihat dari pendekatan katekese model apa yang
cocok. Dari model tersebut kemudian disusun rencana program
pengembangan dan pembinaan iman bagi para Suster sehingga
menjadi seimbang antara doa dan karya.
BAB V. Bab ini menguraikan dua pokok dari bagian penutup, yakni kesimpulan
dan saran. Diambil berdasarkan konsep yang dirumuskan oleh penulis.
Kiranya saran/usul tersebut perlu diperhatikan bagi Suster JMJ dalam
memajukan hidup doa sehingga menjadi pribadi yang seimbang antara
8 A. Pengertian Hidup Doa
Pada bab II ini penulis mau memaparkan tentang hidup doa dan kerasulan.
Berdasarkan kenyataan yang dihadapi dalam dunia zaman sekarang ini, kehidupan
doa kurang mendapat tempat baik dalam kehidupan sebagai religius maupun
sebagai awam. Doa yang dihayati selama ini pelan-pelan menjadi kabur akibat
perkembangan dunia yang semakin moderen dengan berbagai macam tuntutannya.
Orang dengan mudah mengikuti arus dunia. Orang tidak lagi memperhatikan
kehidupan rohaninya sendiri, melainkan lebih mementingkan keinginan diri
sendiri yang tidak berkaitan dengan hidup rohani. Di samping itu, bila berhadapan
dengan berbagai macam karya, keinginan untuk berjumpa dengan Tuhan menjadi
kurang. Karena karya yang dilaksanakan sudah menyatu dengan diri sendiri, maka
doa menjadi nomor dua. Doa yang sebenarnya adalah kekuatan dalam hidup
dengan sendirinya hilang.
Di sini mau dikatakan bahwa orang tidak lagi memperhatikan kehidupan
rohaninya karena kurang memahami apa itu doa dan bagaimana doa itu berperan
dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan tersebut, penulis
mencoba memaparkan pengertian hidup doa baik dalam kitab suci, dokumen
Gereja maupun dalam konstitusi, sehingga doa sungguh-sungguh dihayati sebagai
mengajak orang untuk semakin memahami ”apa itu doa” dan orang mulai tergerak
hati untuk berjumpa dengan Tuhan.
1. Hidup doa
a. Doa di dalam Kitab Suci
Ada berbagai macam defenisi tentang doa. Beberapa di antaranya
diperoleh berdasarkan pendasaran pada kitab suci. Defenisi-defenisi tersebut akan
dipaparkan di bawah ini. Sebagai catatan, kiranya defenisi-defenisi tersebut
mampu membuat orang semakin memahami apa itu doa dan mengajak orang
mulai mengarahkan hati untuk berdoa. Harus diingat pula bahwa doa itu tetap
berkembang sesuai dengan pengalaman seseorang karena doa adalah perjumpaan
yang dinamis dan bersifat eksklusif antara Allah dan manusia.
Doa adalah napas hidup. Napas merupakan kebutuhan dan tanda bahwa
seseorang memiliki hidup. Bila orang berdoa berarti orang memiliki napas hidup.
Dalam napas terdapat kehidupan yang mengalir dari pihak Allah kepada manusia
dan dari pihak manusia kepada Allah. Napas dan doa adalah sama-sama
kebutuhan. Hal itu diungkapkan oleh Haring (2004:17) sbb:
”Saya berdoa karena saya hidup……manusia dipanggil untuk berdoa agar mendapat kepenuhan hidupnya. Barang siapa tidak berdoa, ia belum hidup dalam kedalaman dan keindahan, karena hidup kita yang diciptakan menurut gambar Allah, dibangun di atas hubungan secara sadar”.
Doa juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk ungkapan iman
kepercayaan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang selalu hadir, mengasihi
misteri menuntut adanya iman dari pihak manusia. Dalam doa, inisiatif
pertama-tama tidak datang dari manusia, melainkan dari Allah. ”Sebab kita tidak tahu
bagaimana harus berdoa: tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah
dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan” (Rm 8:26).
Allah berkarya merasuki manusia, dan dalam Roh Ia bersabda. Namun
tindakan dan sabda-Nya tak mungkin menyentuh jika pihak manusia tidak
menanggapi. Doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang (Yak 5:15).
Doa adalah ungkapan kehidupan iman dan tidak dapat dilepaskan dari ungkapan
perwujudan iman yang lain. “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam
kesesakan dan bertekunlah dalam doa”(Rm 12:12). Karena doa merupakan salah
satu unsur kehidupan orang beriman, maka doa mempunyai tempat yang sentral
yang mengungkapkan apa yang hidup dalam hati orang beriman (KWI,
1996:194-195).
Doa adalah suatu perjumpaan. Perjumpaan hanya mungkin terjadi jika ada
inisiatif dari dua pribadi yang mau berkomunikasi. Doa sebagai komunikasi
pribadi dimungkinkan hanya bila manusia yang berdoa mengalami Allah sebagai
pribadi dan ia juga bersikap sebagai pribadi. Dalam doa manusia berjumpa dengan
Tuhan yang memberi diri sehabis-habisnya. Dalam iman, harapan dan cinta
manusia menyerahkan diri pada penebusan-Nya, dan menjadi sadar bagaimana ia
dapat membangun Kerajaan Allah dalam semangatnya. Dengan demikian manusia
Dalam Kitab Suci, doa juga dialami oleh Musa dan bahkan diajarkan oleh
Yesus. Hal itu membuka sebuah kenyataan bahwa doa sesungguhnya pengalaman
alkitabiah. Doa bukan untuk mencari kenyamanan, melainkan untuk
memenangkan perjuangan bahkan peperangan Allah untuk memenangkan masa
depan manusia melawan berbagai hambatan. Doa Musa berkaitan erat dengan
perjalanan ke tanah terjanji. Doa Musa ini merupakan perjuangan untuk
menaklukkan kelelahan-kelelahan diri (Kel 17:8-13), merupakan pergulatan untuk
keluar sebagai pemenang (Kej 32:22-32).
Manusia diundang untuk menghayati doa sebagaimana diwujudkan dalam
kitab suci, yaitu doa untuk memenangkan kualitas hidup kekal dan hidup ilahi.
Menghadapi zaman baru, manusia bergulat dalam dunia materi dan insani. Maka,
kualitas doa akan ditentukan bukan pertama-tama oleh pengalaman hiburan atau
ketenangan, tetapi oleh segelas air yang diberikan kepada yang haus dan sesuap
nasi yang dibagikan kepada yang kelaparan (Mat 25:35-36). Bila tujuan hidup
yang diperjuangkan melalui doa adalah bersatu dengan Tuhan maka orang
dihadapkan pada ungkapan mistik ”Itu kau lakukan untuk Aku”. Doa seperti
itulah yang ditegaskan oleh Yesus dalam Injil (Darminta, 2006:27-28).
Bagi Yesus doa adalah suatu komunikasi yang sangat personal antara
manusia sebagai pribadi dengan Allah. Komunikasi berjalan dengan baik dalam
suasana kesunyian tanpa ada orang lain. Yesus mengatakan, ”Jikalau engkau
berdoa, masuklah kedalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdolah kepada Bapa
yang ada di tempat yang tersembunyi (Mat 6:6). Di samping itu, doa juga
memperlihatkan kedekatan relasi antara orang beriman dengan Allah. Relasi
personal dengan Allah sebagai Bapa memungkinkan pengenalan akan pribadi
Allah sebagai Bapa sekaligus mendorong manusia untuk berkomunikasi
dengan-Nya. Pengenalan bermula dari membuka diri, menerima dan mencintai (Djono
Moi, O.Carm, 2008 : 43).
b. Doa menurut dokumen Konsili Vatikan II.
Salah satu tugas pokok seorang biarawati adalah memberi kesaksian
tentang Allah yang tampak dalam Kristus. Karena kekhasannya dalam mengikuti
Kristus, maka cita-citanya ialah semakin bersatu dengan Kristus secara sempurna.
”Memelihara dengan tekun semangat doa dan doa itu sendiri, sambil menimba
dari sumber-sumber spiritualitas kristen yang sejati...”(PC. art. 6).
Di sini mau dikatakan bahwa dalam doa seorang religius membawa
situasi yang utuh kepada Tuhan yakni membuka diri pada cinta-Nya. Dengan doa
yang tekun orang tidak mengalami kekosongan ataupun bosan sebab semangat
dan kekuatan Kristus yang diperoleh dalam doa memberi kekuatan tersendiri. Doa
sebagai kontak dengan Tuhan meneguhkan panggilan. Doa mutlak perlu dan tak
dapat diabaikan oleh seorang religius. Doa sendiri membuat hidup menjadi berarti
dan berisi, karena Kristus sendiri yang memberi arti dan isi dalam setiap gerak
hidup.
Sebagai religius, setiap biarawati dipanggil untuk menjadi saksi cinta
kasih Allah. Memberikan cita rasa pengetahuan yang benar dan mesra pada
maupun nilai hidup membiara jika tidak menghidupi doa. Dengan demikian,
setiap biarawati hendaknya semakin sadar akan pentingnya doa yang memberikan
napas hidup dalam kehidupan sehari-hari.
c. Doa Dalam Konstitusi JMJ.
Hidup religius merupakan hidup yang secara khusus dibaktikan kepada
Allah. Dimensi kontemplatif dari hidup itu secara konkret dihayati dalam hidup
doa. Doa merupakan gerak hati yang mencari Allah. Di dalam doa manusia
berjumpa dengan Tuhan yang memberikan diri-Nya sehabis-habisnya demi
Kerajaan Allah, serta mengalami Allah secara pribadi (Konst. art.34). Dalam doa manusia menyerahkan diri dan mempercayakan diri secara penuh kepada Allah.
Berdoa berarti membiarkan diri digerakkan dan dibawa masuk ke dalam daya
kekuatan Allah. Daya kekuatan itulah yang mampu menumbuhkan dan mengubah
hidup serta memurnikan diri dari segala cinta diri dan membebaskan diri dari rasa
lekat yang tidak teratur.
Dalam doa orang dapat menimba kekuatan agar dapat melaksanakan tugas
kerasulan yang penuh cinta kasih. ”Orang hanya dapat bekerja untuk dunia bila
secara teratur mengadakan pertemuan dengan Allah dan berbicara tentang
dunia-Nya” (Konst. art.35). Rohlah yang menggerakkan manusia untuk selalu siap sedia sekaligus tanggap menanggapi kebutuhan zaman sesuai dengan visi dan misi
tarekat. Semangat doa membantu kita menemukan wajah Tuhan dalam diri setiap
pribadi dan menemukan bentuk ungkapan cinta kasih dalam setiap peristiwa hidup
memurnikan motivasi serta memperkokoh hubungan dengan sesama terlebih
mengembangkan jiwa dalam karya kerasulan.
Kesadaran diri bahwa kita adalah milik Tuhan dan bekerja untuk
dunia-Nya dapat tetap hidup bila orang terus menerus berkomunikasi dengan Dia
tentang dunia-Nya. ”Kesatuan dengan Tuhan dalam doa memberi kekuatan untuk
mencari dan menemukan kehendak-Nya dalam hidup dan karya yang
dilaksanakan” (Konst.art.35). Doa tidak dapat dipisahkan dari kenyataan sehari-hari. Doa harus mewarnai seluruh sikap, tutur kata, dan tindakan dalam karya
kerasulan. Doa juga harus diwarnai oleh kerasulan cinta kasih. Dengan demikian,
doa dan kerasulan saling meresapi satu sama lain; di satu pihak, doa semakin
meresapi kerasulan dan di lain pihak kerasulan semakin menjadi doa (Konst. art.35).
Dalam doa dituntut sikap keterbukaan hati yang sungguh-sungguh yakni
mengakui diri sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang tak berdaya di hadapan-Nya,
agar daya kekuatan ilahi yang dicurahkan oleh Roh kudus dapat mengembangkan
kehidupan pribadi maupun bersama dalam satu komunitas (Konst.art.38). Sikap cinta akan kebenaran dapat memberikan kesaksian tentang kebenaran, apapun
resikonya. Dalam doa terjalin relasi timbal balik yang akrab dan mendalam yang
pada akhirnya membentuk kesatuan. Kesatuan dengan Allah mendorong setiap
orang yang setia kepada-Nya untuk melaksanakan kehendak-Nya dalam hidup dan
Doa membantu orang menyadari status hidupnya, menepati panggilan dan
menghayati nasehat injili. Penghayatan injili dimungkinkan jika orang bersatu
dengan Kristus. Doa juga dapat mempersatukan anggota komunitas. Tiap pribadi
dalam komunitas memiliki iman dan cinta kasih. Doa dapat membantu
mengembangkan iman dan cinta kasih akan Kristus. Hubungan dengan Kristus
mendasari hubungan dengan anggota komunitas. ”Hendaknya kamu saling
mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu...”(Yoh 13:34). Semua yang
telah menjadi milik Kristus, memiliki Roh Kristus dan dipersatukan satu sama
lain. Ikatan kesatuan dengan Kristus diwujudkan dalam doa pribadi maupun
bersama.
2. Fungsi doa
Doa dalam tata keselamatan dapat diarahkan kepada Allah sebagai prinsip
keselamatan dan dapat diarahkan kepada Allah yang sedang mengaktualisasikan
keselamatan. Selain itu, doa adalah juga ungkapan penghayatan kehadiran
keselamatan. Secara obyektif doa merupakan sarana untuk ikut ambil bagian
dalam Tritunggal dengan pengantaraan Yesus dalam Gereja. Bentuk, kegiatan dan
metode doa ada bermacam-macam. Semua itu menuju kepada realisasi rencana
keselamatan Allah. Realisasi keselamatan Allah disebut Kerajaan Allah yang
memberikan dasar kesatuan obyektif doa kristen. Doa kristen merupakan
ungkapan cinta lekat kepada rencana keselamatan Allah. Doa mempunyai fungsi
pengubahan rohani (transformasi) hidup dan diri manusia beriman. Doa berfungsi
untuk menumbuhkan dan mengembangkan rohani. Dengan demikian doa juga
terdalam, yaitu manusia dalam hubungan dengan Allah. Dalam hal ini doa
berhubungan erat dengan gerak dan dinamika hubungan manusia dengan Allah
yang biasa disebut fungsi subyektif (Darminta,1983:61-62).
Doa juga berfungsi obyektif yakni mengaktualisasikan hubungan manusia
dengan Allah. Doa mengarahkan hidup manusia kepada Allah, membantu untuk
semakin mengenal Allah, semakin berpaut pada Allah dan semakin merindukan
kesatuan dengan Allah. Kesatuan dengan Allah mengandaikan terjadinya
perubahan dan perkembangan rohani. Di sini doa berfungsi untuk mencari Allah
dan memupuk kesatuan dengan Allah. Karena pengalaman akan Allah
menyangkut seluruh hidup manusia, maka doa berperanan bagi pembentukan
pribadi manusia yang utuh, dinamis menuju kepada yang lain. Ini berfungsi untuk
pengaturan dan penataan pribadi dan hidup manusia baik internal maupun
eksternal, baik sikap maupun tindakan. Di samping itu doa juga mengatur tata
hidup manusia dalam hubungan dengan Allah dan sesama. Dengan demikian doa
berfungsi ganda yakni fungsi personal: pembentukan pribadi rohani dan fungsi
sosial: manusia hidup dalam komunio (Darminta, 1983:62-63).
3. Sifat doa
a. Doa merupakan perjumpaan
Doa merupakan perjumpaan dengan Allah yang dinamis. Dalam hal ini
Allah sendiri yang berinisiatif dan manusia menanggapi tawaran Allah. Manusia
membiarkan Allah bertindak atas kehendak-Nya dan menyerahkan diri seutuhnya
Dalam perjumpaan, orang mengungkapkan segala pengalaman yang
dialami dalam hidup. Pengalaman hidup itu bermacam-macam: kegembiraaan,
kegelisahan, ketenangan, pengalaman menjadi orang yang lemah, gagal, kuat,
sehat maupun sakit dan lain sebagainya. Semua pengalaman tersebut membuat
orang makin mampu untuk berdoa. Pemahaman dan penghayatan doa berkembang
sejalan dengan situasi yang dialami dalam hidup sehari-hari. Sebagaimana
pengalaman itu menempa kepribadian demikian juga pengalaman hidup rohani.
Dengan demikian doa bergerak secara dinamis (Darminta, 1983: 39).
Relasi perjumpaan dengan Tuhan memberikan kekuatan, kemampuan serta
pandangan yang selalu baru di dalam memaknai hidup setiap waktu. Relasi
dengan Tuhan hanya terjadi jika orang memiliki di dalam dirinya sendiri suatu
semangat untuk berdoa atau berjumpa dengan Tuhan secara terus-menerus.
Dengan demikian kita percaya bahwa doa seperti obat yang mampu memberikan
tubuh suatu kesegaran dan kesembuhan, kegembiraan, kedamaian, kekuatan dan
kemampuan yang baru. Kebutuhan jiwa kita tidak lain adalah relasi atau
hubungan dengan Tuhan setiap waktu (Djono Moi, 2008:83).
b. Doa sebagai suatu misteri
Doa dikatakan sebagai suatu misteri karena di dalamnya kita berjumpa
dengan Tuhan yang sulit dipahami dan dimengerti secara penuh rencana dan
tindakan-Nya. Sulit untuk diungkapkan arti yang paling tepat. Ia memperkenalkan
diri-Nya dengan kebesaran. Setiap kali manusia berusaha untuk mengenal-Nya,
pernah habis. Allah terlalu ajaib, tak tergapai oleh manusia yang hanya ciptaan
saja (Mzm 139:1-6). Pengenalan akan Allah tak pernah habis, sebab Allah itu
sendiri misteri. Dan setiap kali manusia sadar akan perjumpaan dengan Allah, ia
selalu berhadapan dengan misteri yang tak kunjung habis untuk dipahami
(Jacobs,2004:59).
Jacobs, (2004:59-61) menekankan bahwa ”misteri di sini berarti rencana
dan tindakan Tuhan, rahasia Allah (1Kor 4:1). Pada dasarnya rahasia adalah
misteri Kristus (Ef 3:4).” Dengan demikian, misteri merupakan karya keselamatan
Allah yang dilaksanakan dalam Kristus dan diwartakan dalam injil. Doa adalah
karya keselamatan Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus yang ditanggapi
manusia. Dengan doa manusia menempatkan diri dalam arus rahmat yang
menghubungkan dirinya dengan Allah. Dengan doa manusia menggabungkan diri
dengan sejarah keselamatan yang meliputi umat manusia. Dalam hal ini doa
berarti ambil bagian dalam gerakan yang menghubungkan dunia dengan surga.
c. Doa bersifat eksklusif
Doa disebut eksklusif karena dalam doa terjadi perjumpaan manusia secara
pribadi dan mesra dengan Allah. Perjumpaan pribadi itu selalu berarti Allah yang
lebih dahulu menjumpai manusia. Dalam perjumpaan tersebut ada saling
menyapa. Dalam perjumpaan yang pribadi itu orang memiliki cara yang berbeda
dalam menanggapi tawaran pengenalan akan Allah. Hubungan ini terjadi hanya
tersebut orang bisa mengungkapkan pengalaman hidupnya dengan hati yang bebas
dan terbuka (Martini,1987:12).
Lebih ditegaskan lagi oleh Djono Moi, O.Carm (2008 : 43-44) bahwa doa
bermula dari relasi yang personal antara manusia dengan Allah sebagai Bapa.
Relasi ini yang memungkinkan pengenalan akan pribadi Allah sebagai Bapa,
sehingga mendorong manusia untuk berkomunikasi dengan-Nya. Tanpa
pengenalan akan Allah manusia tidak mungkin mampu mengadakan doa kepada
Allah. Ini diawali dengan membuka diri, menerima dan mencintai. Dengan
demikian doa merupakan komunikasi yang sangat pribadi dengan Allah.
Komunikasi ini bisa berjalan dengan baik bila didukung oleh suasana hati yang
tenang dan berada dalam kesunyian. Manusia berkomunikasi secara pribadi
dengan Tuhan baik melalui kata-kata maupun tanpa kata-kata. Dengan kata-kata
ia mengungkapkan isi hati dan keinginannya kepada Tuhan. Dengan tanpa
kata-kata ia membiarkan diri di hadapan Tuhan dalam keheningan.
Hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari Tuhan. Tuhan yang
menciptakan manusia dan berusaha untuk berkomunikasi dengannya. Setiap orang
diminta untuk terus-menerus berelasi dengan Dia melalui doa. Dalam doa,
manusia dan Tuhan saling bertemu, menyapa dan mendengarkan. Kita menyapa
Tuhan dan menyampaikan segala kebutuhan dan Tuhan sendiri siap
mendengarkan. Komunikasi dengan Tuhan terjadi bila kita sungguh percaya,
terbuka, mencintai dan membiarkan diri disemangati oleh cinta Tuhan. Doa
merupakan ayunan hati pribadi pada Tuhan, ungkapan hati pribadi pada Tuhan,
d. Doa sebagai suatu rahmat
Doa merupakan suatu rahmat yakni berawal dari inisiatif dari Allah sendiri
yang menyapa manusia. Inisiatif Allah bersifat cuma-cuma dan tertuju hanya demi
kebaikan manusia. Inisiatif Allah ini disebut rahmat. Dilihat dari segi isinya,
inisiatif Allah merupakan pemberian diri dan hidup Allah yang disertai dengan
segala berkat dan rahmat yang menunjang manusia agar mampu menerima.
Dilihat dari segi tujuan konkretnya, inisiatif Allah dimaksudkan untuk mencipta
dan menyelamatkan manusia. Dari segi tujuan akhirnya, inisiatif Allah menuju
kesatuan dan persatuan hidup dengan Allah. Dari segi realisasinya, inisiatif Allah
menyampaikan sabda baik eksternal maupun internal, agar manusia mendengar,
mentaati dan menghayati (Darminta,1983: 34).
Rahmat adalah Tuhan yang mendekati manusia dan ingin bersatu hidup
dengannya. Sikap kasih Allah itulah rahmat. Allah menyelamatkan manusia bukan
karena perbuatan baik yang telah dilakukannya, tetapi karena rahmat-Nya. Dalam
permandian, manusia dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Roh Kudus membuat
pertemuan manusia dengan Allah menjadi kesatuan yang sungguh-sungguh. Roh
Kudus bersaksi bersama dengan roh manusia bahwa manusia adalah anak-anak
Allah. Rahmat Allah berarti Roh Kudus yang tinggal dalam diri manusia. Rahmat
sendiri memampukan orang untuk menanggapi pemberian rahmat-Nya. Dalam
pertemuan dengan Allah, manusia diangkat supaya dapat menanggapi pemberian
Dalam Perjanjian Lama ditekankan bahwa Allah itu selalu mengambil
inisiatif yang keluar dari diri-Nya. Atas inisiatif Allah, Abraham dipanggil dan
berjanji. Orang Israel pun diselamatkan atas inisiatif Allah. Pengalaman para nabi
juga menunjukkan bahwa mereka mengalami Allah yang berinisiatif dalam hidup
mereka. Peritiwa Yesus juga dilihat dari inisiatif Allah (Darminta, 1983:34).
Inisiatif disebabkan karena Allah berkenan dan menaruh hati kepada
manusia. Dasar dari inisiatif Allah tidak lain adalah cinta dan kesetiaan dan
persekutuan hidup dengan manusia. Dia selalu berinisiatif untuk merealisasikan
agar perjanjian menjadi kenyataan dalam hidup manusia. Allah selalu mencari bila
manusia tersesat. Allah berinisiatif memperbaharui perjanjian-Nya bila
perjanjianNya diingkari dan dikhianati manusia (Darminta,1983: 34-35).
Tanpa adanya rahmat manusia tidak dapat mengenal Allah. Tanpa rahmat
dan anugerah Roh Kudus, manusia tidak mampu untuk berdoa. Rohlah yang
mengajar bagaimana manusia harus berdoa (Rm 8: 26).
4. Bentuk doa
Doa merupakan ungkapan sekaligus cinta lekat pada rencana keselamatan
Allah. Dapat dikatakan bahwa doa itu sendiri adalah komunikasi dengan Allah.
Doa dilakukan demi terbentuknya kesatuan dengan Allah. Berhadapan dengan
realita keselamatan, orang dapat mengambil sikap bermacam-macam. Sikap
a. Dari segi rencana keselamatan sebagai prinsip hidup
Pertama, doa pujian. Doa ini memandang Allah dalam diri-Nya sebagai pribadi yang tak terjangkau, kekal dan sumber segala sesuatu. Pujian merupakan
doa yang mengangkat hati kepada Allah. Kedua, doa kebaktian. Doa ini memandang Allah sebagai pencipta dan Tuhan. Doa kebaktian didasari oleh
kesadaran bahwa manusia adalah ciptaan (Darminta,1983 : 25).
b. Dari segi perkembangan rencana keselamatan
Bila dipandang dari segi perkembangan dan gerak dinamika rencana
keselamatan, doa mengambil bentuk sebagai berikut: pertama, doa syukur yang mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas tindakan-tindakan Allah yang
dialami manusia. Doa merupakan pengangkatan jiwa dan hati kepada Allah yang
selalu memberikan anugerah dan kurnia. Syukur dan terima kasih merupakan
reaksi manusia yang mengakui bahwa Allah menganugerahkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk hidup terlebih cinta Allah yang dialami (Darminta,
1983:25).
Hidup dirasa memiliki kekuatan bila merasakan bahwa Tuhan yang
mencintai sungguh hadir dan dekat dalam diri. Rasa dekat dengan diri dan dengan
Tuhan memberikan kekuatan untuk menghadapi berbagai pegangan serta konflik
dalam hidup. Rasa dekat membuat seseorang selalu bersyukur kepada Tuhan atas
segala peristiwa dan pengalaman hidup. Syukur itu terungkap karena seseorang
mampu melihat Allah yang tetap menyertai, menerima kenyataan iman sekaligus
Kedua, doa permohonan. Doa permohonan pada dasarnya minta kepada Allah agar rencana-Nya dapat terlaksana. Dalam doa Bapa kami manusia dididik
memahami makna memohon kepada Allah Bapa. Pokoknya ialah memohon agar
rencana keselamatan Allah terlaksana. Doa permohonan menghantar seseorang ke
hubungan pribadi dengan Allah. Dapat juga doa permohonan dilakukan demi
kepentingan orang lain, seperti yang dilakukan oleh Yesus, untuk memperdalam
rasa kesatuan. Dalam hal ini doa permohonan merupakan ungkapan kerinduan
manusia untuk mengalami cinta ilahi agar mampu mencintai secara ilahi pula.
Semakin tumbuh hidup rohani semakin tumbuh pula hidup bagi sesama
(Darminta,1983:25-26).
Doa permohonan mengajarkan ketergantungan pada Allah dan percaya
pada-Nya. Percaya berarti memberitahukan permohonan-permohonan kepada
Allah. Kita membiarkan segala-galanya ada di tangan Tuhan dengan keyakinan
bahwa ia akan melakukan yang paling baik. Allah senantiasa berkarya dalam
hidup kita. Ia bukan Allah yang jauh yang tidak dapat kita hubungi atau alami
dalam kehidupan praktis setiap hari. Dengan mengajukan terus menerus doa
permohonan dan mengalami buah-buahnya dalam kehidupan, kita semakin
menyadari ketergantungan pada Allah dan kebutuhan akan Allah.
Permohonan juga bisa dilihat sebagai ungkapan kepercayaan akan
kebaikan Tuhan. Dalam doa permohonan yang paling penting bukanlah apakah
permohonan dikabulkan atau tidak, tetapi bagaimana hubungan iman yakni
hubungan dengan Allah itu tetap terjaga. Ketika apa yang diinginkan menjadi
saja. Orang tidak bisa mengontrol Tuhan. Hubungan dengan Tuhan adalah
hubungan kepercayaan. Jika apa yang diharapkan tidak datang maka orang tidak
mengubah sikapnya pada Tuhan. Arti doa permohonan tidak tergantung dari hasil
permohonan. Permohonan tidak sama dengan permintaan kepada manusia. Jika
orang memohon sesuatu pada teman maka jelas kapan ia menyetujui dan kapan
menolaknya. Hubungan manusia dengan Tuhan adalah hubungan iman sebagai
tanggapan atas wahyu-Nya (Jacobs Tom, 2004:37-39).
Ketiga, doa tobat. Doa tobat adalah doa memohon ampun pada Allah untuk mengatasi dosa. Berhubungan dengan silih, doa tobat ini merupakan aspek
batiniah yakni penyesalan (Darminta, 1983:26). Dengan semangat tobat, hati
menjadi bersih dan menjadi ”Bait Allah” di dalam diri. Tuhan bersemayam di
dalam diri sehingga orang mampu berkomunikasi dengan-Nya. Hidup menjadi
damai, gembira, bermakna dalam semangat cinta dari Tuhan sendiri. Tuhanlah
yang menyertai, menyemangati, dan mengarahkan hidup manusia kepada-Nya
sehingga manusia dapat berkata-kata dengan Tuhan, mencintai dengan cinta-Nya,
bekerja dalam bimbingan-Nya, berdoa dengan curahan-Nya. Di sinilah kekuatan
doa bagi kehidupan manusia. Hidup menjadi damai dan senantiasa dalam
kebersamaan dengan Tuhan.
Dalam berdoa orang sungguh membutuhkan daya kekuatan yakni energi
iman, pertobatan diri sendiri, serta cinta. Kekuatan cinta dan pertobatan
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam komunikasi dengan Tuhan (Djono
c. Dari segi keselamatan yang sedang berlangsung
Jika orang berdoa berdasarkan keinginan membangun kelekatan cinta
dengan Allah maka doa itu berbentuk kontemplasi yakni usaha melekatkan hati
dan budi pada Allah, menjawab kerinduan manusia untuk bersatu dengan Allah.
Kontemplasi harus berdasarkan pada kenyataan bahwa Kerajaan Allah sudah
hadir dalam diri manusia dan dunia, dalam Gereja dan dalam Kitab Suci.
Kontemplasi inilah yang menjawab kerinduan manusia bersatu dengan Allah
(Darminta, 1983:26).
Hubungan komunikasi manusia dengan Allah disertai pemberian diri.
Rahmat dari pihak Allah memungkinkan manusia menjawab inisiatif Allah.
Dalam kerangka keperluan manusia sebagai mahluk religius, doa bukanlah
sesuatu yang luar biasa tetapi sungguh merupakan ungkapan hidup manusia
sebagai mahluk religius. Tanpa doa, rasa religius akan memudar dan membuat
manusia tidak lagi menjadi manusia seperti rencana penciptaan dan keselamatan
Allah
B. Hidup Kerasulan : Pelayanan, Pengabdian
1. Jiwa dan semangat kerasulan
Kerasulan adalah ikut serta dalam Gereja. Kerasulan merupakan bidang
lingkup penghayatan hidup religius yang mengungkapkan dimensi apostolis.
Kerasulan ini adalah ungkapan persekutuan dan kerjasama dalam cinta
berarti bahwa setiap tarekat melakukan kerasulan yang sama, melainkan merasul
menurut sumbangannya yang khas. Dalam Kanon 675 dikatakan:
”Dalam tarekat religius yang diperuntukkan bagi karya-karya kerasulan, kegiatan kerasulan termasuk dalam hakekat tarekat sendiri. Karena itu, seluruh hidup para anggota diresapi dengan semangat kerasulan, dan seluruh kegiatan kerasulan mereka diilhami oleh semangat religius (art.1), kegiatan kerasulan hendaknya selalu mengalir dari persatuan yang mesra dengan Allah dan memperteguh serta menunjang persatuan itu (art.2).”
Panggilan khusus religius apostolis mengikatkan diri pada Gereja serta
tugas perutusan. Mereka dipanggil untuk berada di tengah-tengah dunia tempat
mereka diutus berdasarkan kharisma yang diterima. Cara yang digunakan sesuai
dengan tuntutan khusus Tuhan kepada tarekat masing-masing, di mana orang
dituntut harus memberikan perhatian penuh pada kebutuhannya, kepada
permasalahan serta usaha untuk menemukan jalan. Memberikan kesaksian di
tengah-tengah mereka, melalui doa dan perbuatan cinta, keadilan dan perdamaian,
dengan memberikan kesaksian khusus mengenai kenabian dari tugas perutusan.
Tugas kerasulan harus ditandai dengan kharisma yang dijiwai oleh Roh
Yesus Kristus. Kharisma merupakan karunia Roh dalam lubuk hati seseorang
yang mempertajam kepekaan terhadap salah satu segi dari misteri Allah dalam
Kristus. Kepekaan tersebut diwujudkan dalam bentuk kehidupan serta pengabdian
yang nyata. Dengan demikian peranan Roh Yesus terjelma dalam pribadi dan
kehidupan setiap tarekat. Kharisma juga merupakan sumber kesatuan daya hidup
serta kesuburan bagi kehidupan tarekat. Dorongan Roh kudus membangkitkan
Oleh karena itu mereka diutus bersama Kristus untuk mewujudkan kharisma
menurut cara tertentu, sehingga mereka merasa dekat satu dengan yang lain.
Segi persekutuan sebagai seorang religius apostolis tergantung pada
kemampuan setiap orang untuk menghayati kebersamaan serta menciptakan
keakraban dengan saudara sepanggilan dan kepada siapa saja, serta ambil bagian
dalam tugas perutusan Kristus. Konsili Vatikan II menekankan: ”Tarekat religius
adalah keluarga yang dipersatukan atas nama Kristus dan menikmati
kehadira-Nya. Kesatuan setiap anggota menampakkan kedatangan Kristus sehingga
mengalirlah daya kerasulan yang besar ”(PC art. 5).
Societas Jesus, Maria, Joseph adalah salah satu tarekat apostolis
menempatkan kerasulan sebagai semangat khas dalam tarekat berhadapan dengan
masyarakat dan dunia yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, dengan
kebutuhan dan tempat yang berbeda-beda. Setiap religius aktif dipanggil dan
diutus untuk melaksanakan karya pelayanan bagi kebutuhan sesama, menjadi
saksi iman di tengah dunia. P. Mathias Wolff, SJ mewariskan semangat yang
harus dilaksanakan oleh para anggota dalam meneruskan karya perutusan yakni
”Kesiapsediaan Apostolis”. Kesiapsediaan apostolis adalah salah satu nilai dasar
dalam tarekat religius Jesus, Maria, Joseph. Kesiapsediaan ini dapat diartikan
sebagai kesanggupan, kerelaan untuk melaksanakan tugas perutusan sebagai rasul
Kristus.
Menerima perutusan yang diberikan oleh tarekat berarti kesediaan untuk
Allah serta keselamatan semua orang. Maka setiap Suster JMJ melaksanakan
kerasulan, hal itu sungguh-sungguh keluar dari dalam hati. Kesiapsediaan menjadi
sikap lahir dan batin yang harus dimiliki dan tidak dapat digoyahkan oleh situasi
apapun. Kesiapsediaan ini lahir dari dalam hati manusia dan digerakkan oleh
Tuhan. Dengan demikian hati harus senantiasa bersatu dengan Kristus serta
dinyalakan oleh Roh Kudus, dan terbuka oleh rahmat Tuhan.
Dalam Konstitusi JMJ (art.3) juga diuraikan bahwa setiap anggota
Societas Jesus, Maria, Joseph dipanggil untuk membangun dunia yang lebih baik
dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Berusaha membangun hidup
berarti mampu merangkul orang yang mengalami ketidakbahagiaan, ketidak
sejahteraan, yang diliputi dukacita. Kehadiran setiap anggota tarekat dalam karya
terutama lebih menghadirkan dan mewartakan cinta kasih lewat pelayanan pada
sesama sebagai tugas perutusan yang diterima dari Gereja. Karena berhadapan
dengan dunia dengan segala kemajuannya, maka sarana yang dipilih adalah tidak
lebih demi kelancaran karya kerasulan.
Maka kehadiran anggota tarekat dalam melaksanakan tugas kerasulan
harus mampu membawa kebahagiaan, menjadi terang dan sukacita (Mat 5:6).
Karya yang dilaksanakan oleh tarekat, apapun bentuknya, bertujuan untuk
membebaskan orang dari ketidakberdayaan dan memampukan orang untuk hidup
secara layak. Artinya, sungguh hidup mengikuti suara hati berdasarkan suara yang
berasal dari Allah. Hidup mengikuti Yesus di sini berarti lebih mengarahkan diri
pada hidup bersama Yesus dan berjuang bersama Yesus mengubah orang menjadi
Kehadiran setiap anggota dalam karya lebih pada pewartaan sebagai tanda
kehadiran Allah yang sungguh memberikan kelegaan bagi setiap orang. Dengan
demikian, agar dapat menjadi tanda kehadiran Allah dalam tugas pelayanan maka
sangatlah penting bagi setiap anggota untuk membina kesatuan yang erat dengan
Allah dalam hidup setiap hari lewat doa. Kesatuan inilah yang merupakan dasar
dari semua kegiatan kerasulan yang dilaksanakan dan memampukan orang untuk
berani melawan arus yang dapat mengaburkan nilai dari kerasulan yang
dilaksanakan.
Dalam Statut Umum art. 3.1 dikatakan bahwa:
”Kerasulan tidak dapat dipisahkan dari kedudukan sebagai umat Kristen. Dalam lingkup Gereja yang mendapat perutusan dari Kristus yang diutus oleh Bapa, setiap orang kristen ikut ambil bagian dalam perutusan. Semangat merasul meresapi seluruh hidup religius dan semangat religius menjiwai seluruh kerasulan. Kerasulan menjadi inti hidup, serta menandai hidup dan prilaku. Kita sungguh nyata melaksanakan kerasulan, dengan menyatakan kebaikan dan cinta Tuhan pada manusia melalui kehidupan dan perbuatan. Persatuan erat dengan Dia merupakan sumber di mana kita dapat menimba kekuatan untuk kegiatan kerasulan.”
Di sini mau dikatakan bahwa semangat kerasulan harus menjiwai hidup
seorang religius yang aktif-kontemplatif, sehingga orang sungguh-sungguh
terlibat untuk membangun dunia lewat kesaksian hidupnya. Semangat doa
menjadi kekuatan bagi seorang religius di dalam melaksanakan tugas perutusan
2. Karya sebagai sarana kerasulan
Kaum religius mempunyai kewajiban untuk melayani kebutuhan manusia
karena mereka dipanggil untuk diutus. Pelayanan kaum religius merupakan
kebutuhan dunia dan manusia, sekurang-kurangnya menurut maksud Allah yang
memanggil. Pelayanan religius secara konkret terjadi dalam lingkup hidup
manusia sehari-hari dengan segala macam masalahnya. Praktek pelayanannya
bertalian erat dengan gerak dinamika kemanusiaan.
Para religius melaksanakan kegiatan apostolis karena mereka dipanggil
dan dikuduskan serta diutus oleh Tuhan. Mereka melaksanakannya sebagai
pelayanan suci karya amal yang diserahkan Gereja kepada mereka (PC.art. 8), juga sebagai ungkapan pemberian diri dalam cinta yang diwujudkan baik dalam
pengabdian kepada sesama maupun dalam penghayatan nasehat-nasehat injili.
Seluruh kegiatan kerasulan mereka harus dipenuhi semangat kebiaraan (PC. art. 8), saling meresapi, terpadu, dan tidak terpisahkan. Kekhususan religius apostolis terletak pada pembaktian kepada Tuhan dan pengabdian-Nya dihayati dalam
kesatuan dengan Kristus. Yesus adalah teladan serta sumber kehidupan.
Darminta, (1983:44) mengatakan: ”Motivasi pelayanan kaum religius
terdapat dalam rencana penciptaan dan keselamatan Allah. Hidup manusia yang
konkret dengan segala segi dan masalahnya merupakan bahan untuk mendirikan
Kerajaan Allah.” Motivasi keterlibatan kaum religius ialah mereka secara nyata
dan jelas berpihak kepada kemutlakan Allah, radikali injil dan nilai transendental
kepada sesama. Ini erat hubungannya dengan kebenaran hidup manusia sesuai
dengan rencana Allah. Pelayanan ini berpusat pada pengalaman iman, sama sekali
tidak asing dari kondisi hidup manusia. Berjuang membentuk hidup manusia dari
segala segi menurut visi Allah dalam diri Yesus.
Peranan keutamaan Kristus berpadu dengan hidup religius yakni
pengosongan diri berhadapan dengan kuasa, kemiskinan berhadapan dengan
kekayaan, ketaatan berhadapan dengan kebebasan, kesatuan dan persahabatan.
Pelayanan kaum religius tidak diukur hanya dengan keberhasilan tetapi diukur
dengan kesaksian dan perutusan yang diterima dari Tuhan melalui Gereja
(Darminta, 1983 : 44-45).
C. Hubungan Antara Doa Dan Kerasulan
1. Kontemplatif
Tradisi monastik lebih menekankan dimensi kontemplatif. Mereka
mempunyai ciri khas yakni memuji Allah. Unsur yang ditekankan ialah memuji
Allah secara bersama, karena Allah merupakan pencipta. Kontemplasi bagi
mereka berarti membaca dan mendengarkan sabda Allah, dan mengulangi sabda
itu sepanjang hari. Dari situ muncul cara berdoa lectio divina. Aktivitas utama adalah mengunyah sabda Allah agar menjadi bagian hidup manusia. Hidup
kontemplatif berarti hidup yang berpusat pada Allah sebagai pencipta dan sumber
hidup. Tarekat yang secara penuh hidup kontemplatif ini melakukan doa
terus-menerus, laku tapa batin secara sukarela, dan mengarahkan diri seutuhnya kepada
Dalam kenyataannya, setiap tarekat religius memupuk dimensi
kontemplatif. Dimensi kontemplatif, yaitu pengalaman akan Allah, membuat
mereka masuk ke dalam hidup manusia lain. Manusia hanya mampu masuk ke
dalam hidup manusia lain bila dia mampu menyelami dunia sesamanya. Dimensi
hidup religius kontemplatif tidak identik dengan bentuk hidup kontemplatif.
Dimensi kontemplatif pada dasarnya suatu realita rahmat yang dialami setiap
orang beriman sebagai anugerah. Dalam iman, harapan dan cinta manusia
membuka diri kepada Allah. Kontemplasi merupakan kegiatan manusia;
pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang menjadi pelaku dalam hidupnya,
yang membuatnya memusatkan hati dan budi pada Tuhan. Kontemplasi membuat
manusia terlibat dalam hidup sesama seperti Allah terlibat dalam hidup manusia.
Dimensi kontemplatif ini diungkapkan dengan adanya keinginan akan
Allah, mencari kehendak-Nya dalam keseluruhan hidup dengan partisipasi yang
sadar akan karya keselamatan-Nya. Manusia mendengarkan sabda Allah dan
masuk dalam hidup ilahi lewat sakramen dan Ekaristi. Hasil dari kontemplasi
adalah sikap bakti terus menerus, rendah hati terhadap misteri kehadiran-Nya
dalam peristiwa-peristiwa, selalu membawa damai kepada sesama dan dalam
lingkup kerasulan (Darminta, 1983:32-33).
2. Kontemplatif-aktif.
Berdasarkan pengalaman mistik St. Ignatius, baik hidup kontemplatif
maupun hidup aktif ditujukan untuk keselamatan jiwa baik jiwa sendiri maupun
hakekatnya Allah bersabda demi keselamatan manusia. Doa dan wawancara
dengan Tuhan membuahkan tidak lain dan tidak bukan hanyalah keselamatan.
Bagi St Ignatius, Yesus merupakan pusat hidup manusia, dan atas bimbingan Roh
manusia menuju ke hidup Kristus. Dengan demikian doa merupakan proses untuk
mencari dan menemukan kehendak Tuhan sekaligus mengambil keputusan untuk
melaksanakannya. Untuk itu diperlukan pengaturan hidup terus-menerus dan
pemurnian jiwa menjadi manusia dalam Kristus berarti mengikuti Yesus yang
tersalib (Darminta,1981:29).
Kerasulan di sini berarti meneruskan karya keselamatan Allah. Sebagai
seorang religius yang secara khusus mau mewujudkan pelayanan untuk karya
keselamatan berdasarkan nasehat-nasehat injili, maka karya kerasulan yang
dilakukan oleh seorang bairawati hanya menjadi subur bila bersatu dengan
Kristus. Sebelum melakukan karya, Yesus terlebih dahulu berbicara dengan
Bapa-Nya, Ia mengadakan kontak dengan Bapa-Nya. Tujuanya hanya satu yakni agar
melalui karya keselamatan yang dibawa-Nya nama Allah dimuliakan dan manusia
diselamatkan. Roh kuduslah yang memungkinkan untuk berkontak berbicara dan
berjumpa dengan Bapa. Itulah persatuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Persatuan dengan Kristus mewajibkan semua orang Kristen berbuat bersama
dengan Kristus.
Dalam hal ini doa dan karya merupakan satu kesatuan dalam hidup Yesus.
Yesus dengan tiada henti berada di rumah Bapa untuk merenungkan karya
keselamatan Allah yang disampaikan kepada manusia (Luk 4:49). Ia selalu berdoa
memampukan Dia untuk menyelami karya perutusan yang dilaksanakan.
Keakraban ini yang mendukung Dia setia sampai akhir hidup-Nya. Doa senantiasa
menjadi kekuatan bila Ia mengalami godaan dan tantangan.
Dari doa itu Dia memperkembangkan cinta-Nya kepada Bapa dan
kepentingan-Nya dan belajar mencintai manusia. Doa Yesus menunjukkan bahwa
Ia sedemikian mendalam hidup dalam kemanusiaan-Nya, sedemikian mendalam
ingin melaksanakan kehendak Bapa yang menyelamatkan. Yesus berdoa bagi
karya keselamatan yang harus dipikul dan ditanggung-Nya
(Darminta,1981:25-26).
Doa menjadi kekuatan untuk melaksanakan karya-Nya. Doa dalam hidup
Yesus merupakan sarana untuk menyelamatkan jiwa. Doa sebagai bagian yang
sentral merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan rencana keselamatan Allah.
Dengan demikian doa ditetapkan oleh Allah sendiri sebagai salah satu sarana
penting pada karya keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus dan para
pengikut-Nya.
Hal yang khas dan penting bagi seorang religius yang aktif adalah kehadiran
penuh dalam doa melalui setiap macam kegiatan. Sungguh penting baginya untuk
menemukan, berada bersama, serta mengabdi Tuhan dalam setiap kegiatan. Doa
dan kerasulan tidak diartikan sebagai ”pekerjaanku adalah doaku”. Doa meliputi
dua gerakan yang berpengaruh timbal balik dan terintegrasikan. Gerakan pertama:
kontemplasi teratur yang lambat laun meresapi apa saja yang diperbuat, dikatakan,
untuk berkontemplasi dalam keheningan serta kadang menyediakan waktu untuk
itu (Louisie, 1989: 24-25).
Dalam hal ini hakekat terdalam panggilan religius apostolik adalah karya
penciptaan Allah yang tetap mencurahkan bentuk cinta ilahi ke dalam hati
manusia, yang diwujudkan menjadi milik Kristus. Hubungan dengan Kristus ini
menyangkut semua kepribadian dan semua segi kehidupan. Berkat Roh Kudus
hubungan menjadi mesra, mendalam, serta selaras dan sejalan dengan
kehendak-Nya di tengah-tengah perjuangan dan suka duka dalam melaksanakan tugas
perutusan. Religius apostolik menyertai Kristus yang menjalankan perutusan.
Artinya, mereka dipanggil dan diutus demi orang lain dengan melibatkan diri
dalam salah satu kegiatan.
Dalam doa, seorang religius terbuka serta peka terhadap karya Tuhan,
semakin menyerupai Kristus, semakin melihat dengan mata Kristus, serta bersama
dengan-Nya mencari kemuliaan Bapa sehingga layak melaksanakan karya-Nya.
Tidak ada pemisahan antara doa dan karya. Keduanya diluluhkan dalam gerakan
kesatuan dengan Kristus. Integrasi doa dan kegiatan dalam hidup religius
apostolik merupakan kematangan hidup doa yang sesuai dengan bentuk kehidupan
ini. Ia berkembang secara bertahap dan perkembangannya sering kali disertai
dengan kesulitan. Namun betapa pun sulitnya, bila ia dihayati sebagai jawaban
atas panggilan Tuhan dan pembinaan dari Tuhan maka dengan sendirinya akan
membuahkan sikap hidup seperti Kristus. Hati terbuka terhadap Bapa, sanggup
dunia dengan mata Kristus, serta dibimbing oleh Roh Kudus untuk melanjutkan
karya penyelamatan Kristus (Louisie, 1989:61-62).
Kesatuan doa dan karya tidak berarti mencari tempat untuk doa dalam
dunia kerja atau meleburkan doa dalam kerja. Kesatuan doa dan kerja berarti
bahwa kerja digerakkan oleh semangat iman yang dikembangkan dalam doa dan
sebaliknya doa bukan pelarian dari kenyataan hidup, melainkan memampukan
orang untuk menunaikan tugas sehari-hari. Titik pangkal bukan kerja dan bukan
doa tetapi iman sebagai perjumpaan dengan Tuhan. Perjumpaan dengan Tuhan
tidak membuat kegiatan profan menjadi doa. Kesatuan dengan Tuhan dihayati
dalam hidup konkret. Kesatuan dengan Tuhan bukan perasaan saleh melainkan
kerelaan melakukan kehendak Allah. Doa selalu terbuka untuk kenyataan hidup
sebagaimana adanya (Jacobs Tom, 2004:93-94).
D. Hubungan Antara Doa Dan Kerasulan JMJ
Societas JMJ sebagai keseluruhan dipanggil oleh Gereja untuk mengabdikan
diri pada kepentingan umat manusia lewat karya kerasulan dan cinta kasih (Konst. art. 21). Tugas perutusan kita ada di dalam dan bersama seluruh Gereja (Konst. art. 16). Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi dan berkembang dalam Gereja, terutama sehubungan dengan hidup rohani, adalah kemajuan bagi seluruh
Gereja. Kita dipanggil untuk mengabdikan diri dalam karya kerasulan dan cinta
Dalam hal ini societas JMJ melibatkan diri dalam karya pelayanan Gereja
setempat melalui kehadiran komunitas yang bermodal daya hidup ilahi yang
dipancarkan melalui cinta, sukacita dan pelayanan (KaptProv.1998:art.7 Konst.art.18). Sebagai mitra kerja, komunitas JMJ berusaha bekerjasama dengan Gereja setempat untuk membangun dunia baru yang berwajah ilahi. Kehadiran
komunitas JMJ dalam Gereja sebagai mitra kerja menuntut suatu kepekaan untuk
membaca tanda-tanda zaman dengan memberikan kesaksian tentang kepercayaan
akan langit baru dan bumi baru yang datang dari Roh yang memberi hidup dalam
Kristus (Konst. art.1).
Karya perutusan JMJ merupakan kelanjutan perutusan Kristus yang
terwujud melalui karya perutusan seluruh Gereja. Perutusan Kristus menyangkut
karya penyelamatan umat manusia. Karya penyelamatan itu tampak dalam karya
Bapa yang membaharui segala sesuatu dalam Kristus (Ef 1:4-5).
Pendiri Societas Jesus, Maria, Joseph yakni Pater. Mathias Wolff, SJ
mewariskan ciri khas kepada anggotanya, yang sudah diungkapkan di atas yakni
kesiapsediaan apostolis yang selalu dapat menyesuaikan diri. Di sini dikatakan
bahwa kelincahan dalam gerak harus tetap dipertahankan sepanjang zaman. Kita
hadir di tempat di mana kepentingan Gereja mendesak demi keselamatan umat
manusia. Sikap ini mengandaikan kebebasan batiniah untuk memilih bentuk
konkret, cara hidup, cara merasul, serta cara hidup demi kerasulan (S.U. art. 3.2)
Kesadaran bahwa kita milik Tuhan dan bekerja untuk dunia-Nya hanya