• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. HIDUP DOA DAN KARYA KERASULAN

A. Pengertian

1. Hidup doa

a. Doa di dalam Kitab Suci

Ada berbagai macam defenisi tentang doa. Beberapa di antaranya diperoleh berdasarkan pendasaran pada kitab suci. Defenisi-defenisi tersebut akan dipaparkan di bawah ini. Sebagai catatan, kiranya defenisi-defenisi tersebut mampu membuat orang semakin memahami apa itu doa dan mengajak orang mulai mengarahkan hati untuk berdoa. Harus diingat pula bahwa doa itu tetap berkembang sesuai dengan pengalaman seseorang karena doa adalah perjumpaan yang dinamis dan bersifat eksklusif antara Allah dan manusia.

Doa adalah napas hidup. Napas merupakan kebutuhan dan tanda bahwa seseorang memiliki hidup. Bila orang berdoa berarti orang memiliki napas hidup. Dalam napas terdapat kehidupan yang mengalir dari pihak Allah kepada manusia dan dari pihak manusia kepada Allah. Napas dan doa adalah sama-sama kebutuhan. Hal itu diungkapkan oleh Haring (2004:17) sbb:

”Saya berdoa karena saya hidup……manusia dipanggil untuk berdoa agar mendapat kepenuhan hidupnya. Barang siapa tidak berdoa, ia belum hidup dalam kedalaman dan keindahan, karena hidup kita yang diciptakan menurut gambar Allah, dibangun di atas hubungan secara sadar”.

Doa juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk ungkapan iman kepercayaan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang selalu hadir, mengasihi dan menyelamatkan umat manusia dalam diri Yesus Kristus. Doa sebagai suatu

misteri menuntut adanya iman dari pihak manusia. Dalam doa, inisiatif pertama-tama tidak datang dari manusia, melainkan dari Allah. ”Sebab kita tidak tahu bagaimana harus berdoa: tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan” (Rm 8:26).

Allah berkarya merasuki manusia, dan dalam Roh Ia bersabda. Namun tindakan dan sabda-Nya tak mungkin menyentuh jika pihak manusia tidak menanggapi. Doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang (Yak 5:15). Doa adalah ungkapan kehidupan iman dan tidak dapat dilepaskan dari ungkapan perwujudan iman yang lain. “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa”(Rm 12:12). Karena doa merupakan salah satu unsur kehidupan orang beriman, maka doa mempunyai tempat yang sentral yang mengungkapkan apa yang hidup dalam hati orang beriman (KWI, 1996:194-195).

Doa adalah suatu perjumpaan. Perjumpaan hanya mungkin terjadi jika ada inisiatif dari dua pribadi yang mau berkomunikasi. Doa sebagai komunikasi pribadi dimungkinkan hanya bila manusia yang berdoa mengalami Allah sebagai pribadi dan ia juga bersikap sebagai pribadi. Dalam doa manusia berjumpa dengan Tuhan yang memberi diri sehabis-habisnya. Dalam iman, harapan dan cinta manusia menyerahkan diri pada penebusan-Nya, dan menjadi sadar bagaimana ia dapat membangun Kerajaan Allah dalam semangatnya. Dengan demikian manusia sampai pada pengalaman damai, sebab Tuhan bersamanya dan ada dalam dirinya.

Dalam Kitab Suci, doa juga dialami oleh Musa dan bahkan diajarkan oleh Yesus. Hal itu membuka sebuah kenyataan bahwa doa sesungguhnya pengalaman alkitabiah. Doa bukan untuk mencari kenyamanan, melainkan untuk memenangkan perjuangan bahkan peperangan Allah untuk memenangkan masa depan manusia melawan berbagai hambatan. Doa Musa berkaitan erat dengan perjalanan ke tanah terjanji. Doa Musa ini merupakan perjuangan untuk menaklukkan kelelahan-kelelahan diri (Kel 17:8-13), merupakan pergulatan untuk keluar sebagai pemenang (Kej 32:22-32).

Manusia diundang untuk menghayati doa sebagaimana diwujudkan dalam kitab suci, yaitu doa untuk memenangkan kualitas hidup kekal dan hidup ilahi. Menghadapi zaman baru, manusia bergulat dalam dunia materi dan insani. Maka, kualitas doa akan ditentukan bukan pertama-tama oleh pengalaman hiburan atau ketenangan, tetapi oleh segelas air yang diberikan kepada yang haus dan sesuap nasi yang dibagikan kepada yang kelaparan (Mat 25:35-36). Bila tujuan hidup yang diperjuangkan melalui doa adalah bersatu dengan Tuhan maka orang dihadapkan pada ungkapan mistik ”Itu kau lakukan untuk Aku”. Doa seperti itulah yang ditegaskan oleh Yesus dalam Injil (Darminta, 2006:27-28).

Bagi Yesus doa adalah suatu komunikasi yang sangat personal antara manusia sebagai pribadi dengan Allah. Komunikasi berjalan dengan baik dalam suasana kesunyian tanpa ada orang lain. Yesus mengatakan, ”Jikalau engkau berdoa, masuklah kedalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdolah kepada Bapa yang ada di tempat yang tersembunyi (Mat 6:6). Di samping itu, doa juga merupakan komunikasi pribadi dengan Allah sebagai Bapa. Allah sebagai Bapa

memperlihatkan kedekatan relasi antara orang beriman dengan Allah. Relasi personal dengan Allah sebagai Bapa memungkinkan pengenalan akan pribadi Allah sebagai Bapa sekaligus mendorong manusia untuk berkomunikasi dengan-Nya. Pengenalan bermula dari membuka diri, menerima dan mencintai (Djono Moi, O.Carm, 2008 : 43).

b. Doa menurut dokumen Konsili Vatikan II.

Salah satu tugas pokok seorang biarawati adalah memberi kesaksian tentang Allah yang tampak dalam Kristus. Karena kekhasannya dalam mengikuti Kristus, maka cita-citanya ialah semakin bersatu dengan Kristus secara sempurna. ”Memelihara dengan tekun semangat doa dan doa itu sendiri, sambil menimba dari sumber-sumber spiritualitas kristen yang sejati...”(PC. art. 6).

Di sini mau dikatakan bahwa dalam doa seorang religius membawa situasi yang utuh kepada Tuhan yakni membuka diri pada cinta-Nya. Dengan doa yang tekun orang tidak mengalami kekosongan ataupun bosan sebab semangat dan kekuatan Kristus yang diperoleh dalam doa memberi kekuatan tersendiri. Doa sebagai kontak dengan Tuhan meneguhkan panggilan. Doa mutlak perlu dan tak dapat diabaikan oleh seorang religius. Doa sendiri membuat hidup menjadi berarti dan berisi, karena Kristus sendiri yang memberi arti dan isi dalam setiap gerak hidup.

Sebagai religius, setiap biarawati dipanggil untuk menjadi saksi cinta kasih Allah. Memberikan cita rasa pengetahuan yang benar dan mesra pada Tuhan. Karena itu, orang tidak akan berhasil baik dalam memahami nilai kristiani

maupun nilai hidup membiara jika tidak menghidupi doa. Dengan demikian, setiap biarawati hendaknya semakin sadar akan pentingnya doa yang memberikan napas hidup dalam kehidupan sehari-hari.

c. Doa Dalam Konstitusi JMJ.

Hidup religius merupakan hidup yang secara khusus dibaktikan kepada Allah. Dimensi kontemplatif dari hidup itu secara konkret dihayati dalam hidup doa. Doa merupakan gerak hati yang mencari Allah. Di dalam doa manusia berjumpa dengan Tuhan yang memberikan diri-Nya sehabis-habisnya demi Kerajaan Allah, serta mengalami Allah secara pribadi (Konst. art.34). Dalam doa manusia menyerahkan diri dan mempercayakan diri secara penuh kepada Allah. Berdoa berarti membiarkan diri digerakkan dan dibawa masuk ke dalam daya kekuatan Allah. Daya kekuatan itulah yang mampu menumbuhkan dan mengubah hidup serta memurnikan diri dari segala cinta diri dan membebaskan diri dari rasa lekat yang tidak teratur.

Dalam doa orang dapat menimba kekuatan agar dapat melaksanakan tugas kerasulan yang penuh cinta kasih. ”Orang hanya dapat bekerja untuk dunia bila secara teratur mengadakan pertemuan dengan Allah dan berbicara tentang dunia-Nya” (Konst. art.35). Rohlah yang menggerakkan manusia untuk selalu siap sedia sekaligus tanggap menanggapi kebutuhan zaman sesuai dengan visi dan misi tarekat. Semangat doa membantu kita menemukan wajah Tuhan dalam diri setiap pribadi dan menemukan bentuk ungkapan cinta kasih dalam setiap peristiwa hidup yang dialami setiap hari. Pengalaman akan Allah dalam hidup doa semakin

memurnikan motivasi serta memperkokoh hubungan dengan sesama terlebih mengembangkan jiwa dalam karya kerasulan.

Kesadaran diri bahwa kita adalah milik Tuhan dan bekerja untuk dunia-Nya dapat tetap hidup bila orang terus menerus berkomunikasi dengan Dia tentang dunia-Nya. ”Kesatuan dengan Tuhan dalam doa memberi kekuatan untuk mencari dan menemukan kehendak-Nya dalam hidup dan karya yang dilaksanakan” (Konst.art.35). Doa tidak dapat dipisahkan dari kenyataan sehari-hari. Doa harus mewarnai seluruh sikap, tutur kata, dan tindakan dalam karya kerasulan. Doa juga harus diwarnai oleh kerasulan cinta kasih. Dengan demikian, doa dan kerasulan saling meresapi satu sama lain; di satu pihak, doa semakin meresapi kerasulan dan di lain pihak kerasulan semakin menjadi doa (Konst. art.35).

Dalam doa dituntut sikap keterbukaan hati yang sungguh-sungguh yakni mengakui diri sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang tak berdaya di hadapan-Nya, agar daya kekuatan ilahi yang dicurahkan oleh Roh kudus dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun bersama dalam satu komunitas (Konst.art.38). Sikap cinta akan kebenaran dapat memberikan kesaksian tentang kebenaran, apapun resikonya. Dalam doa terjalin relasi timbal balik yang akrab dan mendalam yang pada akhirnya membentuk kesatuan. Kesatuan dengan Allah mendorong setiap orang yang setia kepada-Nya untuk melaksanakan kehendak-Nya dalam hidup dan karya setiap hari.

Doa membantu orang menyadari status hidupnya, menepati panggilan dan menghayati nasehat injili. Penghayatan injili dimungkinkan jika orang bersatu dengan Kristus. Doa juga dapat mempersatukan anggota komunitas. Tiap pribadi dalam komunitas memiliki iman dan cinta kasih. Doa dapat membantu mengembangkan iman dan cinta kasih akan Kristus. Hubungan dengan Kristus mendasari hubungan dengan anggota komunitas. ”Hendaknya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu...”(Yoh 13:34). Semua yang telah menjadi milik Kristus, memiliki Roh Kristus dan dipersatukan satu sama lain. Ikatan kesatuan dengan Kristus diwujudkan dalam doa pribadi maupun bersama.

Dokumen terkait