• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. HIDUP DOA DAN KARYA KERASULAN

B. Hidup Kerasulan : Pelayanan, Pengabdian

1. Jiwa dan semangat kerasulan

Kerasulan adalah ikut serta dalam Gereja. Kerasulan merupakan bidang lingkup penghayatan hidup religius yang mengungkapkan dimensi apostolis. Kerasulan ini adalah ungkapan persekutuan dan kerjasama dalam cinta persaudaraan dari umat Allah. Merasul dalam kebersamaan dan persekutuan tidak

berarti bahwa setiap tarekat melakukan kerasulan yang sama, melainkan merasul menurut sumbangannya yang khas. Dalam Kanon 675 dikatakan:

”Dalam tarekat religius yang diperuntukkan bagi karya-karya kerasulan, kegiatan kerasulan termasuk dalam hakekat tarekat sendiri. Karena itu, seluruh hidup para anggota diresapi dengan semangat kerasulan, dan seluruh kegiatan kerasulan mereka diilhami oleh semangat religius (art.1), kegiatan kerasulan hendaknya selalu mengalir dari persatuan yang mesra dengan Allah dan memperteguh serta menunjang persatuan itu (art.2).”

Panggilan khusus religius apostolis mengikatkan diri pada Gereja serta tugas perutusan. Mereka dipanggil untuk berada di tengah-tengah dunia tempat mereka diutus berdasarkan kharisma yang diterima. Cara yang digunakan sesuai dengan tuntutan khusus Tuhan kepada tarekat masing-masing, di mana orang dituntut harus memberikan perhatian penuh pada kebutuhannya, kepada permasalahan serta usaha untuk menemukan jalan. Memberikan kesaksian di tengah-tengah mereka, melalui doa dan perbuatan cinta, keadilan dan perdamaian, dengan memberikan kesaksian khusus mengenai kenabian dari tugas perutusan.

Tugas kerasulan harus ditandai dengan kharisma yang dijiwai oleh Roh Yesus Kristus. Kharisma merupakan karunia Roh dalam lubuk hati seseorang yang mempertajam kepekaan terhadap salah satu segi dari misteri Allah dalam Kristus. Kepekaan tersebut diwujudkan dalam bentuk kehidupan serta pengabdian yang nyata. Dengan demikian peranan Roh Yesus terjelma dalam pribadi dan kehidupan setiap tarekat. Kharisma juga merupakan sumber kesatuan daya hidup serta kesuburan bagi kehidupan tarekat. Dorongan Roh kudus membangkitkan kreativitas pendiri dan pengikutnya untuk masuk dalam arus kehidupan Gereja.

Oleh karena itu mereka diutus bersama Kristus untuk mewujudkan kharisma menurut cara tertentu, sehingga mereka merasa dekat satu dengan yang lain.

Segi persekutuan sebagai seorang religius apostolis tergantung pada kemampuan setiap orang untuk menghayati kebersamaan serta menciptakan keakraban dengan saudara sepanggilan dan kepada siapa saja, serta ambil bagian dalam tugas perutusan Kristus. Konsili Vatikan II menekankan: ”Tarekat religius adalah keluarga yang dipersatukan atas nama Kristus dan menikmati kehadira-Nya. Kesatuan setiap anggota menampakkan kedatangan Kristus sehingga mengalirlah daya kerasulan yang besar ”(PC art. 5).

Societas Jesus, Maria, Joseph adalah salah satu tarekat apostolis menempatkan kerasulan sebagai semangat khas dalam tarekat berhadapan dengan masyarakat dan dunia yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, dengan kebutuhan dan tempat yang berbeda-beda. Setiap religius aktif dipanggil dan diutus untuk melaksanakan karya pelayanan bagi kebutuhan sesama, menjadi saksi iman di tengah dunia. P. Mathias Wolff, SJ mewariskan semangat yang harus dilaksanakan oleh para anggota dalam meneruskan karya perutusan yakni ”Kesiapsediaan Apostolis”. Kesiapsediaan apostolis adalah salah satu nilai dasar dalam tarekat religius Jesus, Maria, Joseph. Kesiapsediaan ini dapat diartikan sebagai kesanggupan, kerelaan untuk melaksanakan tugas perutusan sebagai rasul Kristus.

Menerima perutusan yang diberikan oleh tarekat berarti kesediaan untuk mewartakan nilai Kerajaan Allah dan semuanya itu dilaksanakan demi kemuliaan

Allah serta keselamatan semua orang. Maka setiap Suster JMJ melaksanakan kerasulan, hal itu sungguh-sungguh keluar dari dalam hati. Kesiapsediaan menjadi sikap lahir dan batin yang harus dimiliki dan tidak dapat digoyahkan oleh situasi apapun. Kesiapsediaan ini lahir dari dalam hati manusia dan digerakkan oleh Tuhan. Dengan demikian hati harus senantiasa bersatu dengan Kristus serta dinyalakan oleh Roh Kudus, dan terbuka oleh rahmat Tuhan.

Dalam Konstitusi JMJ (art.3) juga diuraikan bahwa setiap anggota Societas Jesus, Maria, Joseph dipanggil untuk membangun dunia yang lebih baik dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Berusaha membangun hidup berarti mampu merangkul orang yang mengalami ketidakbahagiaan, ketidak sejahteraan, yang diliputi dukacita. Kehadiran setiap anggota tarekat dalam karya terutama lebih menghadirkan dan mewartakan cinta kasih lewat pelayanan pada sesama sebagai tugas perutusan yang diterima dari Gereja. Karena berhadapan dengan dunia dengan segala kemajuannya, maka sarana yang dipilih adalah tidak lebih demi kelancaran karya kerasulan.

Maka kehadiran anggota tarekat dalam melaksanakan tugas kerasulan harus mampu membawa kebahagiaan, menjadi terang dan sukacita (Mat 5:6). Karya yang dilaksanakan oleh tarekat, apapun bentuknya, bertujuan untuk membebaskan orang dari ketidakberdayaan dan memampukan orang untuk hidup secara layak. Artinya, sungguh hidup mengikuti suara hati berdasarkan suara yang berasal dari Allah. Hidup mengikuti Yesus di sini berarti lebih mengarahkan diri pada hidup bersama Yesus dan berjuang bersama Yesus mengubah orang menjadi anak terang dalam hidup setiap hari.

Kehadiran setiap anggota dalam karya lebih pada pewartaan sebagai tanda kehadiran Allah yang sungguh memberikan kelegaan bagi setiap orang. Dengan demikian, agar dapat menjadi tanda kehadiran Allah dalam tugas pelayanan maka sangatlah penting bagi setiap anggota untuk membina kesatuan yang erat dengan Allah dalam hidup setiap hari lewat doa. Kesatuan inilah yang merupakan dasar dari semua kegiatan kerasulan yang dilaksanakan dan memampukan orang untuk berani melawan arus yang dapat mengaburkan nilai dari kerasulan yang dilaksanakan.

Dalam Statut Umum art. 3.1 dikatakan bahwa:

”Kerasulan tidak dapat dipisahkan dari kedudukan sebagai umat Kristen. Dalam lingkup Gereja yang mendapat perutusan dari Kristus yang diutus oleh Bapa, setiap orang kristen ikut ambil bagian dalam perutusan. Semangat merasul meresapi seluruh hidup religius dan semangat religius menjiwai seluruh kerasulan. Kerasulan menjadi inti hidup, serta menandai hidup dan prilaku. Kita sungguh nyata melaksanakan kerasulan, dengan menyatakan kebaikan dan cinta Tuhan pada manusia melalui kehidupan dan perbuatan. Persatuan erat dengan Dia merupakan sumber di mana kita dapat menimba kekuatan untuk kegiatan kerasulan.”

Di sini mau dikatakan bahwa semangat kerasulan harus menjiwai hidup seorang religius yang aktif-kontemplatif, sehingga orang sungguh-sungguh terlibat untuk membangun dunia lewat kesaksian hidupnya. Semangat doa menjadi kekuatan bagi seorang religius di dalam melaksanakan tugas perutusan yang dijalaninya.

Dokumen terkait