• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU SARANA

A. Gambaran Umum Katekese Umat

6. Unsur-unsur katekese

Berdasarkan pengertian serta arah dan tujuan katekese jelaslah bahwa melalui katekese iman umat diteguhkan, dan semakin mencintai dan mengikuti Yesus Kristus, karena jantung katekese adalah Yesus sendiri. Oleh karena itu dalam berkatekese ada beberapa unsur yang terkandung di dalamnya yakni:

a) Pengalaman hidup peserta.

Dalam katekese umat selalu berbicara dalam hidup nyata dan dalam terang injil. Ini berarti bahwa dengan katekese model SCP peserta disadarkan secara konkret dan aktual bahwa Allah hadir dan berkarya dalam hidup mereka. Dalam hal ini peserta bisa mensharingkan pengalaman hidup yang dialami secara konkret. Dalam mensharingkan pengalaman, peserta tidak saling menggurui, tetapi dengan hati terbuka mendengarkan satu sama lain dan pada akhirnya masing-masing bisa diperkaya (Sumarno, 2007:10).

b) Komunikasi Iman.

Dalam berkatekese selalu terjadi komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antar jemaat/kelompok melalui kesaksian para peserta. Katekese umat senantiasa mengandalkan bahwa dalam berkatekese umat aktif berkomunikasi. Berkomunikasi tentang hidup nyata dalam terang iman. Yang pada akhirnya terjadi komunikasi iman. Semakin umat berkomunikasi iman, maka umat semakin

menjadi communio (Lalu Yosef, Pr,2005:79). Peserta saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta sendiri yang berdialog dalam suasana terbuka, yang ditandai oleh sikap saling menghargai, menghormati dan saling mendengarkan.

Selama dalam pelaksanaan katekese, peserta harus senantiasa memupuk semangat persaudaraan, saling meneguhkan serta membantu pribadi menjadi dewasa dalam sikap maupun tindakan, serta dapat mengolah pengalamannya baik suka maupun duka dalam terang injil.

c) Komunikasi dengan Tradisi Kristiani

Selama proses katekese, umat mengkomunikasikan pengalaman hidup konkret mereka dengan tradisi kristiani, sehingga pengalaman umat yang dikomunikasikan menjadi bermakna. Dalam komunikasi bukan sekedar pengalaman biasa tetapi sungguh-sungguh pengalaman iman yang dialami dalam hidup mereka. Dalam hal ini peserta dengan sendirinya dapat mengkomunikasikan pengalamannya dengan pengalaman sabda Allah, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati makin sempurna.

7. Pemilihan Model Yang Cocok Untuk Meningkatkan Hidup Doa Dan Kerasulan.

Dalam katekese ada bermacam-macam model katekese yang digunakan oleh para pendamping, semua itu sangat baik untuk membantu perkembangan iman umat. Namun dari berbagai macam model katekese yang ada, penulis mengambil salah satu model katekese yang sangat cocok untuk membantu para Suster Jesus Maria Joseph dalam mengolah kehidupan doa dalam hubungannya

dengan karya kerasulan yang dilaksanakan, yakni dengan model Shared Christian Praxis (SCP).

Berdasarkan pengalaman penulis dalam memberikan pendalaman iman di lingkungan maupun dalam pengalaman KBP, model SCP ini sangat cocok untuk membantu keterlibatan aktif peserta dalam proses katekese. Di sini peserta dianggap sebagai subyek dalam proses katekese, sehingga semuanya dapat terlibat aktif. Dengan mengambil model Shared Christian Praxis (SCP) dalam karya tulis ini, penulis hendak membantu peserta agar dengan mudah bisa mensharingkan pengalamannya dalam hidup sehari-hari yang dialami secara konkret. Mengapa? Karena model ini mempunyai keprihatinan pada keterlibatan peserta untuk ikut serta aktif dalam proses katekese (Sumarno, 2009:14-22).

Model Shared Christian Praxis (SCP) mau mengangkat kenyataan konkret yang dialami oleh peserta, dengan demikian usaha ini sungguh mengena pada kehidupan para suster. Tujuannya adalah agar mereka semakin tergerak hati untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada masing-masing.

Model Shared Christian Praxis (SCP) ini membantu para suster satu sama lain untuk saling membagi pengalaman, sehingga masing-masing diteguhkan dan diperkaya. Pada akhirnya mereka menjadi pribadi yang berkembang dan matang dalam hidup rohani. Berdasarkan sumber dari diktat Sumarno, (2009:14-22) model Shared Christian Praxis (SCP) yang penulis gunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Model Shared Christian Praxis (SCP)

Model Shared Christian Praxis menekankan proses katekese yang bersifat dialogis-partisipatif yang mendorong peserta berdasarkan komunikasi antar tradisi dan visi hidup peserta, dengan tradisi dan visi kristiani sehingga baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia.

Model Shared Christian Praxis (SCP) ini bermula dari pengalaman peserta yang direfleksikan secara kritis supaya menemukan maknanya, kemudian dikonfrontasikan dengan pengalaman hidup iman dan visi kristiani, sehingga muncul pemahaman, sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan.

Katekese dengan model Shared Christian Praxis menggarisbawahi peran keberadaan peserta sebagai subjek yang bebas dan bertanggungjawab. Ini berdasarkan pada refleksi kritis terhadap pengalaman hidup dalam kaitannya dengan situasi konkret dan komunikasi dengan visi Gereja, kesadaran diri sebagai subjek yang secara aktif kreatif menghayati iman serta dapat diwujudkan. Dialog antar subjek yang ditekankan adalah tidak hanya antara para peserta dengan pendamping tetapi juga antar peserta sendiri. Terjadi dialog peserta dengan teks dan dengan keadaan konkret peserta, bersifat multi arah (Heryatno,1997:1-2). Dalam hal ini, perlu digarisbawahi bahwa peserta adalah subyek yang bebas dan

bertanggung jawab. Ada tiga komponen pokok di dalam proses katekese ini, yakni:

1. Praxis

Praxis adalah suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai perbuatan atau tindakan yang meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia yang mempunyai tujuan tertentu.

Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori yaitu kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis (mengarah pada keterlibatan baru). Hal praksis ini mempunyai tiga komponen yang saling terkait yaitu:

a. Aktivitas yang meliputi: kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang merupakan medan untuk perwujudan diri manusia sebagai subyek.

b. Refleksi: yang ditekankan adalah refleksi kritis terhadap tindakan historis personal dan sosial, terhadap praksis pribadi dan kehidupan masyarakat, terhadap tradisi dan visi iman kristiani.

c. Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi, yang menekankan dinamika praksis di masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Sumarno, 2009: 15).

2. Kristiani

Katekese model Shared Christian Praxis (SCP) mengusahakan supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visi dekat dan relevan dengan dunia zaman sekarang, maka melalui proses tersebut diharapkan kekayaan iman Gereja berkembang menjadi pengalaman iman peserta pada zaman sekarang ini. Kekayaan iman yang ditekankan yakni:

a. Tradisi

Tradisi berarti seluruh pengalaman iman umat dalam bentuk apapun yang sudah terungkap dan yang sudah dibakukan oleh Gereja dalam rangka menanggapi pewahyuan Allah di dunia ini. Setiap manusia mempunyai pengalaman dan sejarah masing-masing, mempunyai tradisi sendiri-sendiri dalam menghayati dan menjalani hidupnya di dunia atas dasar keyakinan imannya. Dalam hidup beriman manusia menciptakan tradisi sendiri yang dapat dilihat dalam kerangka pengalaman hidupnya di dunia dan dalam sejarah sebagai orang beriman yang ada dalam peristiwa dan sejarah dunia dan manusia. Tradisi menunjuk pada pengalaman hidup peserta konkret sehari-hari.

b. Visi

Menggarisbawahi tuntutan dan janji yang terkandung di dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Visi dalam hal ini adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia.

3. Sharing-dialog

Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain. Dalam hal ini menunjuk pada pengertian komunikasi timbal balik, sikap partisipasi aktif dan kritis dari peserta, sikap terbuka baik kedalaman pribadi, kehadiran sesama maupun rahmat Tuhan.

Dalam proses katekese ini perlu digaribawahi dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing peserta terbuka siap mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Dalam sharing terkandung hubungan dialektis antar pengalaman faktual dengan tradisi dan visi kristiani. Dialog dimulai dari diri sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam suasana penuh persaudaraan dan cinta kasih.

b. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP).

Dalam buku Thomas H. Groom yang disadur oleh Sumarno, ada lima langkah yang harus dilalui dalam melaksanakan katekese yakni:

1). Langkah awal (0) : PEMUSATAN AKTIVITAS

Pada langkah ini pendamping mendorong peserta untuk menemukan topik pertemuan yang bersumber dari kehidupan konkret peserta yang pada akhirnya menjadi tema dasar dalam pertemuan. Tema ini harus sungguh-sungguh bertolak dari kebutuhan peserta, keprihatinan atau permasalahan yang dihadapi secara konkret oleh peserta, sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta. Oleh karena itu, langkah awal ini harus benar-benar mengajak peserta untuk memusatkan aktivitas tentang apa yang hendak dibicarakan dalam katekese.

Untuk membantu proses pelaksanaan langkah awal ini, pendamping menggunakan bermacam-macam sarana seperti: cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara film, atau sarana yang lain yang sungguh bisa menunjang peserta dalam menemukan salah satu aspek yang menjadi tema dasar untuk pertemuan tersebut (Sumarno, 2009:18).

2). Langkah pertama: PENGUNGKAPAN PENGALAMAN HIDUP FAKTUAL (Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta)

Dalam langkah pertama ini peserta diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya dan keterlibatan peserta dalam hidup menggereja maupun bermasyarakat, baik dalam bentuk ceritera, tarian, puisi, drama, cergam dan sebagainya yang betul-betul mengungkapkan pengalaman hidup faktual. Dalam proses ini peserta menggunakan perasaan mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara ini peserta semakin sadar dan kritis akan pengalaman hidupnya. Pada langkah pertama mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi.

Dengan kata lain, cara yang dipakai pada langkah pertama adalah sharing. Peserta membagikan (to share) pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog peserta boleh diam, karena diam merupakan salah satu cara berdialog. Diam tidak sama dengan tidak terlibat. Dalam hal ini tanggung jawab pendamping menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat serta mendukung peserta untuk membagikan praksis hidupnya yang berkaitan dengan tema dasar (Sumarno, 2009:19).

3). Langkah kedua : REFLEKSI KRITIS ATAS SHARING PENGALAMAN FAKTUAL (Mendalami Pengalaman Hidup Peserta)

Langkah kedua mendorong peserta untuk aktif, kritis dan kreatif dalam memahami dan mengolah keterlibatan peserta. Dalam refleksi kritis ini peserta diajak menggunakan sarana baik analisis sosial maupun analisa kultural. Tujuan dari langkah kedua adalah memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan mereka, akan asumsi dan alasan (pemahaman), motivasi, sumber historis (pengenangan) kepentingan dan konsekuensi yang disadari dan diwujudkan.

Dalam langkah ke dua ini pendamping bertanggung jawab menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang saran peserta. Mengundang refleksi kritis setiap peserta, mendorong supaya peserta mengadakan dialog yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, dan imajinasi peserta. Mengajak peserta berbicara namun tidak memaksa, menggunakan menggali peserta, serta kepekaan pendamping untuk menyadari kondisi peserta terutama mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya (Sumarno,2009: 20).

4) Langkah ketiga : MENGUSAHAKAN SUPAYA TRADISI DAN VISI KRISTIANI LEBIH TERJANGKAU (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)

Pada langkah ketiga, kita mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani menjadi terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Dalam hal ini peserta mengkonfrontasikan atau mendialogkan tradisi dan visi peserta dengan tradisi Gereja dan visinya. Dialog tradisi dan visi dipermudah oleh

peran pendamping yang secara kritis, berdasar kehidupan konkret peserta. Dengan kata lain peranan pendamping mendapat tempat (Sumarno, 2009:20).

5). Langkah keempat : INTERPRETASI DIALEKTIS ANTARA TRADISI DAN VISI KRISTIANI DENGAN TRADISI DAN VISI PESERTA (Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta Konkret).

Langkah keempat mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok penting yang ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Pokok penting tersebut dikonfrontasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi kristiani dari langkah ketiga. Dalam proses diharapkan peserta dapat secara aktif menemukan kesadaran atau sikap baru yang hendak diwujudkan.

Pada langkah keempat ini pendamping berperan menghormati kebebasan dan hasil penegasan, termasuk yang menolak tafsiran pembimbing, meyakinkan peserta bahwa mereka juga mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan visi kristiani, serta mendorong mengubah sikap dari pendengar yang pasif menjadi aktif. Menyadari bahwa tafsiran yang diberikan bukan kata mati, serta mampu mendengarkan tanggapan dan pemikiran peserta (Sumarno, 2009: 21).

6) Langkah kelima: KETERLIBATAN BARU DEMI MAKIN TERWUJUDNYA KERAJAAN ALLAH DI DUNIA (Mengusahakan Suatu Aksi Konkret)

Pada langkah terakhir bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret, bagaimana menghidupi iman kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksikan secara kristis, dinilai secara

kreatif dan bertanggungjawab. Dengan kata lain langkah ini mendorong peserta supaya sampai pada pemahaman, kesadaran, niat-niat, dan tindakan baru yang membantu perkembangan hidup peserta dan dunianya (Sumarno,2009:22).

B. Katekese Hidup Doa Dan Kerasulan

Katekese merupakan salah satu bentuk karya pewartaan Gereja yang mengambil bagian dalam karya kenabian. Katekese menjadi tugas dan tanggung jawab Gereja. Dengan demikian katekese merupakan kesaksian hidup manusia. Dalam katekese, hidup doa dan kerasulan adalah sebagai sarana untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Dengan memupuk semangat doa terus-menerus maka tugas kerasulan yang dilaksanakan bisa berkembang.

Berdasarkan tujuan katekese yakni membantu mengembangkan iman peserta, maka melalui katekese orang diajak untuk melihat, mengerti dan menghayati kenyataan hidupnya dalam terang injil dan menyadari konsekuensinya akan Kristus, sehingga orang tumbuh berkembang dalam penyerahan diri kepada Allah. Huber, (1979:96) menegaskan ”Katekese membantu menumbuhkan hidup rohani, contoh: lewat bimbingan dalam hal berdoa, yakni belajar berdoa dan menyapa Allah dalam seluruh hidup, yang pada akhirnya mendorong orang untuk maju dan berubah. Katekese membimbing umat kristiani untuk merenungkan sabda Allah serta rajin melaksanakan doa pribadi ( DCG:1971:16). Dalam hal ini Hidup doa dan kerasulan adalah merupakan bagian dari katekese. Katekese hidup doa dan kerasulan bisa dijalankan dalam bentuk rekoleksi atau melalui SCP sebagai bentuk pendalaman

C. Usulan Program.

Dokumen terkait