• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. HIDUP DOA DAN KARYA KERASULAN

C. Hubungan Antara Doa Dan Kerasulan

1. Kontemplatif

Tradisi monastik lebih menekankan dimensi kontemplatif. Mereka mempunyai ciri khas yakni memuji Allah. Unsur yang ditekankan ialah memuji Allah secara bersama, karena Allah merupakan pencipta. Kontemplasi bagi mereka berarti membaca dan mendengarkan sabda Allah, dan mengulangi sabda itu sepanjang hari. Dari situ muncul cara berdoa lectio divina. Aktivitas utama adalah mengunyah sabda Allah agar menjadi bagian hidup manusia. Hidup kontemplatif berarti hidup yang berpusat pada Allah sebagai pencipta dan sumber hidup. Tarekat yang secara penuh hidup kontemplatif ini melakukan doa terus-menerus, laku tapa batin secara sukarela, dan mengarahkan diri seutuhnya kepada Allah sepanjang waktu.

Dalam kenyataannya, setiap tarekat religius memupuk dimensi kontemplatif. Dimensi kontemplatif, yaitu pengalaman akan Allah, membuat mereka masuk ke dalam hidup manusia lain. Manusia hanya mampu masuk ke dalam hidup manusia lain bila dia mampu menyelami dunia sesamanya. Dimensi hidup religius kontemplatif tidak identik dengan bentuk hidup kontemplatif. Dimensi kontemplatif pada dasarnya suatu realita rahmat yang dialami setiap orang beriman sebagai anugerah. Dalam iman, harapan dan cinta manusia membuka diri kepada Allah. Kontemplasi merupakan kegiatan manusia; pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang menjadi pelaku dalam hidupnya, yang membuatnya memusatkan hati dan budi pada Tuhan. Kontemplasi membuat manusia terlibat dalam hidup sesama seperti Allah terlibat dalam hidup manusia.

Dimensi kontemplatif ini diungkapkan dengan adanya keinginan akan Allah, mencari kehendak-Nya dalam keseluruhan hidup dengan partisipasi yang sadar akan karya keselamatan-Nya. Manusia mendengarkan sabda Allah dan masuk dalam hidup ilahi lewat sakramen dan Ekaristi. Hasil dari kontemplasi adalah sikap bakti terus menerus, rendah hati terhadap misteri kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa, selalu membawa damai kepada sesama dan dalam lingkup kerasulan (Darminta, 1983:32-33).

2. Kontemplatif-aktif.

Berdasarkan pengalaman mistik St. Ignatius, baik hidup kontemplatif maupun hidup aktif ditujukan untuk keselamatan jiwa baik jiwa sendiri maupun jiwa orang lain. Doa-doa yang ditujukan semuanya untuk keselamatan jiwa. Pada

hakekatnya Allah bersabda demi keselamatan manusia. Doa dan wawancara dengan Tuhan membuahkan tidak lain dan tidak bukan hanyalah keselamatan. Bagi St Ignatius, Yesus merupakan pusat hidup manusia, dan atas bimbingan Roh manusia menuju ke hidup Kristus. Dengan demikian doa merupakan proses untuk mencari dan menemukan kehendak Tuhan sekaligus mengambil keputusan untuk melaksanakannya. Untuk itu diperlukan pengaturan hidup terus-menerus dan pemurnian jiwa menjadi manusia dalam Kristus berarti mengikuti Yesus yang tersalib (Darminta,1981:29).

Kerasulan di sini berarti meneruskan karya keselamatan Allah. Sebagai seorang religius yang secara khusus mau mewujudkan pelayanan untuk karya keselamatan berdasarkan nasehat-nasehat injili, maka karya kerasulan yang dilakukan oleh seorang bairawati hanya menjadi subur bila bersatu dengan Kristus. Sebelum melakukan karya, Yesus terlebih dahulu berbicara dengan Bapa-Nya, Ia mengadakan kontak dengan Bapa-Nya. Tujuanya hanya satu yakni agar melalui karya keselamatan yang dibawa-Nya nama Allah dimuliakan dan manusia diselamatkan. Roh kuduslah yang memungkinkan untuk berkontak berbicara dan berjumpa dengan Bapa. Itulah persatuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Persatuan dengan Kristus mewajibkan semua orang Kristen berbuat bersama dengan Kristus.

Dalam hal ini doa dan karya merupakan satu kesatuan dalam hidup Yesus. Yesus dengan tiada henti berada di rumah Bapa untuk merenungkan karya keselamatan Allah yang disampaikan kepada manusia (Luk 4:49). Ia selalu berdoa selama karya-Nya berlangsung (Mrk 6:41). Kesatuan-Nya dengan Bapa

memampukan Dia untuk menyelami karya perutusan yang dilaksanakan. Keakraban ini yang mendukung Dia setia sampai akhir hidup-Nya. Doa senantiasa menjadi kekuatan bila Ia mengalami godaan dan tantangan.

Dari doa itu Dia memperkembangkan cinta-Nya kepada Bapa dan kepentingan-Nya dan belajar mencintai manusia. Doa Yesus menunjukkan bahwa Ia sedemikian mendalam hidup dalam kemanusiaan-Nya, sedemikian mendalam ingin melaksanakan kehendak Bapa yang menyelamatkan. Yesus berdoa bagi karya keselamatan yang harus dipikul dan ditanggung-Nya (Darminta,1981:25-26).

Doa menjadi kekuatan untuk melaksanakan karya-Nya. Doa dalam hidup Yesus merupakan sarana untuk menyelamatkan jiwa. Doa sebagai bagian yang sentral merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan rencana keselamatan Allah. Dengan demikian doa ditetapkan oleh Allah sendiri sebagai salah satu sarana penting pada karya keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus dan para pengikut-Nya.

Hal yang khas dan penting bagi seorang religius yang aktif adalah kehadiran penuh dalam doa melalui setiap macam kegiatan. Sungguh penting baginya untuk menemukan, berada bersama, serta mengabdi Tuhan dalam setiap kegiatan. Doa dan kerasulan tidak diartikan sebagai ”pekerjaanku adalah doaku”. Doa meliputi dua gerakan yang berpengaruh timbal balik dan terintegrasikan. Gerakan pertama: kontemplasi teratur yang lambat laun meresapi apa saja yang diperbuat, dikatakan, dihayati serta menjadinya doa. Kedua : kegiatan yang membangkitkan keinginan

untuk berkontemplasi dalam keheningan serta kadang menyediakan waktu untuk itu (Louisie, 1989: 24-25).

Dalam hal ini hakekat terdalam panggilan religius apostolik adalah karya penciptaan Allah yang tetap mencurahkan bentuk cinta ilahi ke dalam hati manusia, yang diwujudkan menjadi milik Kristus. Hubungan dengan Kristus ini menyangkut semua kepribadian dan semua segi kehidupan. Berkat Roh Kudus hubungan menjadi mesra, mendalam, serta selaras dan sejalan dengan kehendak-Nya di tengah-tengah perjuangan dan suka duka dalam melaksanakan tugas perutusan. Religius apostolik menyertai Kristus yang menjalankan perutusan. Artinya, mereka dipanggil dan diutus demi orang lain dengan melibatkan diri dalam salah satu kegiatan.

Dalam doa, seorang religius terbuka serta peka terhadap karya Tuhan, semakin menyerupai Kristus, semakin melihat dengan mata Kristus, serta bersama dengan-Nya mencari kemuliaan Bapa sehingga layak melaksanakan karya-Nya. Tidak ada pemisahan antara doa dan karya. Keduanya diluluhkan dalam gerakan kesatuan dengan Kristus. Integrasi doa dan kegiatan dalam hidup religius apostolik merupakan kematangan hidup doa yang sesuai dengan bentuk kehidupan ini. Ia berkembang secara bertahap dan perkembangannya sering kali disertai dengan kesulitan. Namun betapa pun sulitnya, bila ia dihayati sebagai jawaban atas panggilan Tuhan dan pembinaan dari Tuhan maka dengan sendirinya akan membuahkan sikap hidup seperti Kristus. Hati terbuka terhadap Bapa, sanggup diutus untuk melaksanakan tugas perutusan yang menghidupkan, mampu melihat

dunia dengan mata Kristus, serta dibimbing oleh Roh Kudus untuk melanjutkan karya penyelamatan Kristus (Louisie, 1989:61-62).

Kesatuan doa dan karya tidak berarti mencari tempat untuk doa dalam dunia kerja atau meleburkan doa dalam kerja. Kesatuan doa dan kerja berarti bahwa kerja digerakkan oleh semangat iman yang dikembangkan dalam doa dan sebaliknya doa bukan pelarian dari kenyataan hidup, melainkan memampukan orang untuk menunaikan tugas sehari-hari. Titik pangkal bukan kerja dan bukan doa tetapi iman sebagai perjumpaan dengan Tuhan. Perjumpaan dengan Tuhan tidak membuat kegiatan profan menjadi doa. Kesatuan dengan Tuhan dihayati dalam hidup konkret. Kesatuan dengan Tuhan bukan perasaan saleh melainkan kerelaan melakukan kehendak Allah. Doa selalu terbuka untuk kenyataan hidup sebagaimana adanya (Jacobs Tom, 2004:93-94).

Dokumen terkait