• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN AIR KELAPA DAN EKSTRAK PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN PERKEMBANGAN

TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J.J. Smith SKRIPSI

INAYAH MAHMUDAH

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN AIR KELAPA DAN EKSTRAK PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN PERKEMBANGAN

TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J.J. Smith SKRIPSI

INAYAH MAHMUDAH

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)
(4)
(5)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk digunakan sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Shubhanallah wa ta’alaatas segala limpaan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik.

Naskah skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Air Kelapa dan Ekstrak Pisang Raja Terhadap Perkecambahan dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith” disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S1) Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih belum sempurna, sehingga masih membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan naskah skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi dunia ilmu pengetahuan dan riset di bidang kultur jaringan dan aplikasinya untuk tanaman.

Surabaya, Juli 2016 Penulis

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa pula, shalawat dan salam penulis panjatkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat islam ke jalan kebenaran.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Air Kelapa Dan Ekstrak Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji Dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium Lasianthera J.J. Smith” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana sains, jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu, khususnya :

1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa yang tak terhingga.

2. Adik-adikku tercinta Nurmaulida, Khoirun Nafis, Muhammad Farhan atas doa, dukungan dan hiburan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

3. Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S selaku pembimbing I yang bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, serta selalu sabar dan telaten dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan serta motivasi selama penelitian.

4. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara., Dra., M.Si selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi motivasi dan arahan selama penulisan skripsi ini.

5. Dr. Junairiah selaku penguji III yang telah bersedia memberikan koreksi redaksional, serta kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini. 6. Dr. Alfiah Hayati selaku penguji IV yang telah memberikan koreksi

(8)

7. Drs. H. Saikhu Akhmad Husen, M.Kes selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi,dukungan dan arahan yang membangun selama 4 tahun masa perkuliahan ini.

8. Sahabat terbaik, Mita, Bilqis, Ella yang selalu memberikan keceriaan, hiburan, saran, dan saling memberikan motivasi.

9. Teman-teman satu dosen wali Bilqis, Ella, Joko, Ipung, Mar’atus, Fatin, Purnomo, Dita, Isti, Indri atas kritik dan saran yang telah diberikan

10.Teman satu tim penelitian Mita dan Rere yang saling membantu selama penelitian.

11.Teman-teman dan kakak S2 Maya, Mita, Bilqis, Isti, Indri, Annisa, Mbak Risa, Mbak Tari yang telah memberi masukan, arahan, motivasi, dan bantuan selama masa penelitian sampai sidang skripsi

12.Keluarga Lab 317, Mita, Annisa, Indri, Artifa, Rere, Fatin, Purnomo, Nabila, Fairuz, Lia F, Mbak Risa, Mbak Tari, Mbak Tika, Mbak Ayu, Mbak Vika, Mbak Silfi yang selalu memberi saran dan saling membantu selama penelitian dan dalam proses penulisan skripsi ini.

13.Teman-teman Biologi angkatan 2012 yang selalu membantu dalam suka maupun duka, saling memberi motivasi, dan berbagi kebersamaan selama ini.

14.Seluruh dosen, laboran, dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga atas segala ilmu, bantuan dan masukan yang telah diberikan selama ini.

15.Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan mereka.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.

(9)

Inayah, Mahmudah. 2016. Pengaruh Pemberian Air Kelapa Dan Ekstrak Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji Dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith. Skripsi Ini Dibawah Bimbingan Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S dan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara., M.Si. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Dendrobium lasianthera J.J. Smith merupakan salah satu anggrek alam di Indonesia. Modifikasi komposisi media dalam kultur in vitro diperlukan dalam perbanyakan anggrek untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas bibit anggrek. Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan. Tahap pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi air kelapa (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) terhadap perkecambahan biji anggrek. Tahap kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (0g/L, 25g/L, 50g/L, 75g/L) yang dikombinasikan dengan konsentrasi terbaik air kelapa yang diperoleh pada tahap 1 (20%) terhadap perkembangan tunas embrio anggrek. Variabel yang diamati adalah persentase biji berkecambah, jumlah daun, jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar, dan berat kering total atau berat kering planlet. Analis data pada tahap pertama menggunakan uji anova, dan analis data pada tahap kedua menggunakan uji multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air kelapa dengan konsentrasi 15% merupakan konsentrasi terbaik untuk perkecambahan. Interaksi kombinasi air kelapa 20% dengan ekstrak pisang raja 25g/L, 50 g/L, 75 g/L menunjukkan hasil yang terbaik pada peningkatan jumlah akar, jumlah daun, berat kering tunas, berat kering akar, dan berat kering total. Perlakuan air kelapa 20% dan ekstrak pisang raja 50 g memberikan hasil yang terbaik pada peningkatan panjang daun dan panjang akar. Dari hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian air kelapa dan ekstrak pisang raja mempengaruhi perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

Kata kunci : Dendrobium lasianthera J.J. Smith, ekstrak pisang, air kelapa, perkecambahan biji, perkembangan tunas

(10)

Inayah, Mahmudah. 2016. Effect Of Coconut Water And Banana Extract On Germination Seed And Shoot Embryo Development Of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. This Thesis Is Under Guidance of Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S and Dr. Y. Sri Wulan Manuhara., M.Si. Biology Department, Fakulty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

Dendrobium lasianthera J.J. Smith is one of natural orchid in Indonesia. Modification of medium composition on in vitro culture is required in orchid propagation to enhance the productivity and quality of orchid seeds. This study was conducted in 2 phases. The first phase was aimed to determine the effect of coconut water (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) on orchid seeds germination. The second phase was aimed to determine the effect of banana extracts (0g/L, 25g/L, 50g/L, 75g/L) combined with the best concentration of coconut water from first phase (20%) on shoot embryo development. The variables that included are the presentation of germination, leaf number, root number, leaf length, root length, shoot dry weight, root dry weight, and planlet dry weight. The result showed that 15% coconut water gave the best result on orchid seed germination. Interaction between 20% and 25g/L, 50 g/L, 75 g/L banana extract gave the best result on leaf number, root number, shoot dry weight, root dry weight, and planlet dry weight. The 20% coconut water and 25 g banana extract gave the best result on leaf length and root length. The results presented above have proved that as natural addition, coconut water and banana extract, were affected the germination and shoot embryo development.

Keywords: Dendrobium lasianthera J.J. Smith, coconut water, banana extract, germination, shoot development

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMAKASIH... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Asumsi Penelitian ... 6 1.4 Hipotesis Penelitian ... 7 1.4.1 Hipotesis kerja ... 7 1.4.1 Hipotesis statistik ... 8 1.5 Tujuan Penelitian ... 10 1.6 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Anggrek Dendrobium... 12

2.2 Tinjauan Tentang Dendrobium lasianthera J.J. Smith ... 15

2.3 Tinjauan Umum Kultur Jaringan ... 18

2.4 Tinjauan Umum Medium Vacin And Went ... 22

2.5 Tinjauan Tentang Mikropropagasi Anggrek ... 26

2.5.1 Perkecambahan biji anggrek ... 26

2.5.1 Perkembangan tunas embrio ... 28

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 30

3.2 Bahan Dan Alat Penelitian ... 30

3.2.1 Bahan hayati ... 30

3.2.2 Bahan kimia ... 30

3.2.3 Alat penelitian ... 31

3.3 Metode Penelitian ... 31

(12)

3.3.2 Pembuatan stok zat besi ... 31

3.3.3 Pembuatan stok vitamin ... 32

3.3.4 Pembuatan media VW... 32

3.3.5 Pembuatan ekstrak buah ... 33

3.3.6 Sterilisasi alat ... 34

3.3.7 Sterilisasi bahan ... 34

3.3.8 Sterilisasi ruang kerja ... 34

3.4 Tahapan Penelitian... 35

3.5 Rancangan Penelitian... 37

3.6 Variabel Penelitian... 38

3.7 Pengumpulan Data ... 39

3.8 Analisis Data ... 39

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan ... 42

4.1.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-4 ... 42

4.1.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-8 ... 44

4.1.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 ... 45

4.1.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan konsentrasi air kelapa 20% terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 ... 47

4.1.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan konsentrasi air kelapa 20% terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 ... 48

4.2 Pembahasan ... 50

4.2.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap perkecambahan embrio anggrek Dendrobium lasianthera ... 51

4.2.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap jumlah daun anggrek D. lasianthera ... 55

(13)

4.2.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap jumlah akar anggrek D. lasianthera ... 56 4.2.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang

raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap panjang daun anggrek D. lasianthera ... 58 4.2.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang

raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap panjang akar anggrek D. lasianthera ... 60 4.2.6 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang

raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap berat kering tunas anggrek D. lasianthera ... 61 4.2.7 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang

raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap berat kering akar anggrek D. lasianthera ... 63 4.2.8 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang

raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap berat kering planlet anggrek D. lasianthera ... 65 4.2.9 Morfologi perkecambahan dan perkembangan tunas

embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith

secara in vitro. ... 66 BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Jenis Perlakuan Pada Tahap 1 37

3.2 Jenis Perlakuan Pada Tahap 2 37 4.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap

perkecambahan embrio pada minggu ke-4 setelah kultur 43 4.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap

perkecambahan embrio pada minggu ke-8 setelah kultur 44 4.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi air kelapa terhadap

perkecambahan embrio pada minggu ke-12 setelah kultur 46 4.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang

dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap perkembangan

tunas embrio pada minggu ke-6 47

4.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan air kelapa 20% terhadap perkembangan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Bagian Bunga Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith 14

2.2 Tanaman Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith 16

2.3 Bunga Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith 17

2.4 Buah Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith 18

4.1 Rata – rata persentase biji berkecambah embrio anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-4 52

4.2 Rata – rata persentase biji berkecambah embrio anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-8 53

4.3 Rata – rata persentase biji berkecambah embrio anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12 53

4.4 Rata – rata jumlah daun anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6 dan minggu ke-12 55

4.5 Rata – rata jumlah akar anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 dan minggu ke-12 setelah tanam 56

4.6 Rata – rata panjang daun anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 dan minggu ke-12 setelah tanam 58

4.7 Rata – rata jumlah akar anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 dan minggu ke-12 setelah tanam 60

4.8 Rata – rata berat kering tunas anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 setelah tanam 61

4.9 Rata – rata berat kering tunas anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 setelah tanam 62

4.10 Rata – rata berat kering akar anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 setelah tanam 63

4.11 Rata – rata berat kering akar anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 setelah tanam 64

4.12 Rata – rata berat kering total planlet anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6 setelah tanam 65

4.13 Rata – rata berat kering total planlet anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 setelah tanam 65

4.14 Morfologi perkecambahan biji dan perkembangan embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith, 67

4.15 Morfologi perkembangan tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada berbagai perlakuan pada minggu ke-6 68

4.16 Morfologi perkembangan tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada berbagai perlakuan pada minggu ke-12 69

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara megabiodiversitas di dunia. Dari ujung Sabang sampai dengan Merauke, di daratan dan di perairan. Indonesia memiliki berbagai jenis makhluk hidup yang begitu melimpah dengan berbagai keunikannya terutama tanaman anggrek. Diantara 26.000 jenis anggrek di dunia, 5000 jenis anggrek merupakan plasma nutfah terbesar di Indonesia. Saat ini sekitar 70 jenis anggrek dari jumlah tersebut diduga telah punah pada habitatnya, karena penebangan liar (Wirakusuma, 2006). Dendrobium lasianthera J.J Smith termasuk salah satu jenis tanaman anggrek yang hampir punah yang telah dimasukkan dalam kriteria Appendiks II oleh Convention on Internasional Trade in Endangered Species Wild Fauna and Flora (CITES).

Tanaman anggrek mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan mengingat keanekaragaman anggrek tersebut terancam kelestariannya (Sandra, 2010). Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pertanian menetapkan tanaman anggrek sebagai komoditas hortikultura unggulan

yang memiliki prospek agribisnis untuk dikembangkan (Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2007), oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi untuk menjaga kelestariannya.

Upaya untuk meminimalisir punahnya tanaman anggrek perlu dilakukan budidaya tanaman. Secara umum, budidaya tanaman terbagi menjadi 2 cara yaitu

(17)

Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan bagian dari tanaman tersebut. Teknik perbanyakan vegetatif antara lain cangkok, stek, okulasi dan sebagainya. Kelemahan dari perbanyakan vegetatif secara konvensional adalah sangat lambat menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat, tidak dapat dilakukan untuk tanaman tertentu, sistem perakarannya lebih lemah. Selain perbanyakan vegetatif, budidaya tanaman anggrek dapat juga dilakukan dengan perbanyakan secara seksual atau generatif. Perbanyakan generatif adalah proses perbanyakan dengan menggunakan biji. Perbanyakan generatif bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu in vivo dan in vitro. Kendala utama perbanyakan anggrek generatif secara in vivo adalah biji anggrek tidak memiliki endosperm. Biji ini hanya akan dapat tumbuh apabila bersimbiosis dengan jamur (mikoriza) yang sesuai (Arditti & Ernst, 1993). Di alam, biji-biji yang berkecambah kurang dari 1% (Gunawan, 2003).

Kemampuan biji anggrek untuk berkecambah secara alami sangat rendah, oleh karena itu diperlukan teknik kultur jaringan (in vitro) untuk membantu perkecambahan pada anggrek. Perbanyakan melalui kultur in vitro diharapkan dapat memperbanyak tanaman anggrek dalam jumlah besar, homogen dan bermutu, sehingga masyarakat dapat menikmati nilai estetika yang tinggi dari masing-masing anggrek. Kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat syarat yang diperlukan terpenuhi. Ada lima syarat yang harus dipenuhi dalam teknik kultur jaringan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, seta faktor lingkungan dimana kultur di tempatkan (Zulkarnaen, 2009)

(18)

Mikropropagasi adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Teknik mikropropagasi dimulai dari bagian tanaman yang terorganisasi, seringkali berupa suatu mata tunas, selanjutnya proses kultur dengan memelihara organisasi jaringan ini sambil mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan, selanjutnya penggandaan dan regenerasi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009).

Mikropropagasi anggrek dengan kultur biji memerlukan 3 tahapan yaitu (1). Penaburan biji yang bertujuan untuk mengecambahkan biji membentuk tunas embrio, (2). Subkultur I yang dilakukan untuk menginduksi terbentuknya akar pada tunas embrio membentuk planlet, (3). Subkultur II untuk memacu pertumbuhan optimal pada planlet dengan sistem perakaran yang kuat dan siap diaklimatisasi. Di dalam penelitian ini, penulis hanya mengamati perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio.

Medium yang paling sering digunakan untuk kultur embrio anggrek adalah medium Vacin and Went atau yang biasa disebut dengan media VW (Damayanti, 2006) yang megandung unsur makro, unsur mikro, zat pengatur tumbuh (ZPT), dan vitamin. Penambahan zat-zat organik di dalam media kultur jaringan memberikan pengaruh terhadap perkecambahan biji anggrek (Arditti, 1979). Beberapa jenis bahan organik yang bisa ditambahkan dalam media tumbuh antara lain ekstrak yeast, air kelapa, tomat, pisang, jeruk, tauge, alpukat, dan lain-lain (Masyarah, 2012).

Penelitian ini menggunakan modifikasi media untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perbanyakan anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith

(19)

dengan penambahan air kelapa (untuk tahap perkecambahan biji) dan ekstrak buah pisang raja (untuk tahap perkembangan tunas embrio).

Air kelapa yang baik untuk media kultur jaringan adalah buah kelapa yang masih muda karena mengandung bermacam-macam senyawa penting seperti hormon sitokinin, karbohidrat, asam amino, asam nukleat, dan vitamin (George, 1993), hormon auksin, sukrosa, dan asam lemak (Arditti, 1993) . Menurut Salisbury dan Ross (1995), sitokinin berfungsi memacu pembelahan sel dan pembentukan organ, menunda penuaan, memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil, memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil. Sitokinin merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sistensis protein. Sitokinin yang bekerja sama dengan auksin berperan penting dalam morfogenesis tumbuhan dengan memacu pembentukan akar dan tunas (Werner. T et al, 2001). Hasil penelitian Arditti dan Ernts (1992) menunjukkan bahwa buah pisang mengandung hormon tumbuh seperti auksin dan giberelin serta nutrisi penting lainnya. Ekstrak pisang raja mengandung nutrien penting bagi pertumbuhan

planlet, secara khusus mengandung thiamin yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Ekstrak pisang raja juga mengandung unsur kalsium (Ca). Menurut Salisbury dan Ross (1995) unsur kalsium (Ca) berperan dalam pembentukan bulu-bulu akar dan pemanjangan akar.

Penelitian Maryoni (2005), menyatakan pemberian konsentrasi air kelapa meningkatkan pertumbuhan panjang tunas dan bobot kering tunas pada setek tanaman panili. Penelitian Sari (2007), menyatakan konsentrasi air kelapa sebagai faktor tunggal berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman panili pada

(20)

variabel jumlah akar, panjang akar, bobot basah akar, bobot kering akar dan bobot kering tunas. Berdasarkan penelitian Geranita (2012), menyatakan bahwa pemberian air kelapa dengan konsentrasi 20% mampu meningkatkan jumlah perkecambahan biji anggrek. Penelitian Sandoval Prando, et al (2014) menunjukkan bahwa penambahan 20% air kelapa meningkatkan pembentukan tunas per eksplan dan penambahan 2 mg/L BAP, 0,01 mg/L IAA dan 0,5 mg/L GA3 mempengaruhi pemanjangan tunas pada tanaman Corylus avellana L. (hazelnut). Penelitian Santi Tresia dkk (2012) menunjukkan bahwa komposisi media VW dengan penambahan ekstrak pisang raja konsentrasi 50g/L memberikan hasil terbaik pada pertambahan berat tanaman, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas berat basah dan berat kering anggrek Dendrobium Candy Stripe lasianthera. Penelitian Kasutjianingti dan Rudi Irawan (2013) menunjukkan bahwa penambahan 2 mg/L BAP, air kelapa 150 mL/L, dan ekstrak pisang 50 g/L memberi pengaruh pada penambahan jumlah tunas anggrek Phalaenopsis amabilis.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh pemberian air kelapa dan ekstrak pisang raja terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith ”

1.2 Rumusan Masalah

(21)

1. Apakah pemberian air kelapa pada media VW dengan konsentrasi yang berbeda (mL/L) memberikan pengaruh pada persentase biji berkecambah anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith?

2. Berapa konsentrasi air kelapa (mL/L) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal persentase biji berkecambah anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith?

3. Apakah pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda pada media VW yang mengandung air kelapa 20% memberikan pengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith? 4. Berapa konsentrasi ekstrak pisang raja yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

optimal dari perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera

J.J Smith?

1.3 Asumsi Penelitian

Air kelapa muda merupakan bahan organik yang umum ditambahkan dalam medium pertumbuhan. Keuntungan menggunakan bahan organik karena terkandung zat-zat kimia yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh, seperti vitamin, zat pengatur tumbuh dan sumber gula (Raharja, 2009).

Ekstrak pisang raja mengandung nutrien penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, posfor, thiamin, dll. Selain itu ekstrak pisang raja juga mengandung hormon giberelin dan auksin yaitu zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan

(22)

terutama dalam pembesaran, pemanjangan dan pembelahan sel (Tresia dkk, 2012).

Sehingga dapat diasumsikan bahwa pemberian air kelapa dan pisang raja pada media VW dapat mempengaruhi perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith.

1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1 Hipotesis kerja

1. Jika pemberian air kelapa pada media VW berpengaruh terhadap perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada perlakuan media yang diberi air kelapa dengan media yang tidak diberi air kelapa.

2. Jika pemberian air kelapa pada media VW mempengaruhi perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada berbagai konsentrasi air kelapa yang diberikan.

3. Jika pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% berpengaruh terhadap perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas embrio pada perlakuan media yang diberi ekstrak pisang raja dengan media yang tidak diberi ekstrak pisang raja.

4. Jika pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% berpengaruh terhadap perkembangan tunas

(23)

embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas embrio pada berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang diberikan.

1.4.2 Hipotesis statistik

1. H0 : Pemberian air kelapa pada media VW tidak mempengaruhi persentase biji berkecambah anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

Ha : Pemberian air kelapa pada media VW mempengaruhi persentase biji berkecambah anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

2. H0 : Tidak ada perbedaan persentase biji berkecambah anggrek

Dendrobium lasianthera J.J. Smithpada berbagai konsentrasi air kelapa yang diberikan pada media VW.

Ha : Ada perbedaan persentase biji berkecambah anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada berbagai konsentrasi air kelapa yang diberikan pada media VW.

3. H0 : Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% tidak mempengaruhi pertambahan jumlah daun pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

Ha : Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% mempengaruhi pertambahan jumlah daun pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

4. H0 : Tidak ada perbedaan panjang daun pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

(24)

Ha : Ada perbedaan panjang daun pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

5. H0 : Tidak ada perbedaan pertambahan jumlah akar pada tunas embrio

Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%. Ha : Ada perbedaan pertambahan jumlah akar pada tunas embrio

Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%. 6. H0 : Tidak ada perbedaan panjang akar pada tunas embrio Dendrobium

lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

Ha : Ada perbedaan panjang akar pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smithdengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

7. H0 : Tidak ada perbedaan berat kering tunas pada tunas embrio

Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%. Ha : Ada perbedaan berat kering tunas pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

(25)

8. H0 : Tidak ada perbedaan berat kering akar pada tunas embrio

Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%. Ha : Ada perbedaan berat kering akar pada tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

9. H0 : Tidak ada perbedaan berat kering planlet tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

Ha : Ada perbedaan berat kering planlet tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20%.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pengaruh pemberian air kelapa pada media VW terhadap perkecambahan biji

Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

2. Konsentrasi air kelapa yang sesuai untuk perkecambahan biji Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

3. Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% terhadap perkembangan tunas embrio

(26)

4. Konsentrasi ekstrak pisang raja yang sesuai untuk perkembangan tunas embrio Dendrobium lasianthera J.J. Smith.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smithdengan berbagai konsentrasi air kelapa dan ekstrak pisang raja yang ditambahkan dalam media VW.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Anggrek Dendrobium

Anggrek Dendrobium termasuk famili Orchidaceae. Tanaman berbunga indah ini, tersebar luas di pelosok dunia, termasuk di Indonesia. Kontribusi anggrek Indonesia dalam khasanah anggrek dunia cukup besar. Dan 20.000 spesies anggrek yang terbesar di seluruh dunia, 6.000 diantaranya berada di hutan Indonesia.

Anggrek Dendrobium termasuk anggrek epifit. Anggrek epifit mempunyai akar yang menempel pada batang atau dahan tanaman lain. Akar yang menempel umumnya berbentuk agak mendatar mengikuti bentuk permukaan batang, sedangkan rambut akarnya pendek-pendek. Akar ini mempunyai filamen yang memudahkan akar menyerap air hujan yang jatuh pada kulit pohon inang. Velamen juga berfungsi sebagai alat pernapasan. Velamen terdiri dari jaringan bunga karang dengan selubung luar berupa selaput bewarna putih dan keadaan biasa sel-selnya hanya berisi udara (Widhiastuti, dkk,2007).

Anggrek Dendrobium berbatang ganda yang tumbuh ke samping dari rhizome yang menjalar ke medium tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome atau pangkal batang terdapat tunas tidur yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru dan batangnya di sebut “bulb” atau pseudobulb (Ginting, 1990).

(28)

Anggrek Dendrobium berbunga saat batang semunya telah dewasa dan dengan cadangan makanan yang memadai sehingga pembungaannya terpacu. Begitu selesai mengalami proses pembungaan, segera tumbuh tunas vegetatif baru yang akan berubah menjadi bunga setelah tunas serabut dewasa. Proses pembungaan dapat terpacu lebih cepat jika jumlah batang semu dan daun

Dendrobium dewasa sudah cukup banyak (Sandra, 2001).

Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunnya bervariasi. Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda sesuai dengan jenisnya (Ashari, 1995).

Buah anggrek berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety, 2003).

Dendrobium memiliki sepal (kelopak) bunga berbentuk segitiga. Bagian dasar bunga bersatu membentuk taji. Petal (mahkota) bunga biasanya lebi tipis dari kelopaknya dan bibirnya terbelah. Dendrobium memiliki kuntum bunga berjumlah banyak dalam satu tangkai. Warna bunganya menarik dan beraneka ragam (Agromedia, 2007).

(29)

Gambar 2.1. Bagian-bagian bunga anggrek Dendrobium (Subhan, 2010). Secara umum dapat dikatakan bahwa anggrek Dendrobium

memerlukan sinar sebanyak 50-60 %; ini berarti bahwa jenis anggrek tersebut menyukai tipe sinar yang agak teduh. Anggrek Dendrobium merupakan jenis anggrek epifit, sehingga keteduhan yang diperlukannya diperoleh dengan selalu berada di bawah dedaunan pohon yang ditumpanginya tersebut (Gunadi, 1985).

Suhu maksimum untuk anggrek ialah 400 C dan minimum 100 C. Suhu berhubungan erat dengan intensitas cahaya dan mempengaruhi proses asimilasi. Intensitas cahaya yang tinggi akan lebih cepat meningkatkan suhu. Proses asimilasi pada anggrek akan meningkat melampaui titik optimumnya. Pembungaan jenis anggrek tertentu dipengaruhi oleh suhu malam hari kira-kira 210 C.

Tanaman anggrek pada umumnya membutuhkan kelembaban cukup tinggi yang disertai dengan kelancaran sirkulasi udara. Kelembaban nisbi (RH) yang dibutuhkan tanaman anggrek berkisar antara 60-80 %. Fungsi

(30)

kelembaban yang tinggi ini antara lain untuk menghindari proses respirasi atau penguapan yang berlebihan (Iswanto, 2002).

2.2. Tinjauan Tentang Dendrobium lasianthera J.J. Smith

Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia dan Pasifik, tepatnya di Papua (Gilbert, 1953). Taksonomi anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith adalah :

Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Order : Asparagales Family : Orchidaceae Genus : Dendrobium

Species : Dendrobium lasianthera J.J. Smith (Simpson, 2006 dan Anonim, 2008)

Akar anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith bebentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar tampak berwarna putih keperakan dan hanya bagian ujung akar berwarna hijau atau tampak keunguan. Akar mempunyai filamen, yaitu lapisan luar terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Destri dan Jodi, 2006). Filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta

(31)

membantu akar melekat pada benda yang ditumpanginya. Air atau hara yang langsung mengenai akar akan diabsorbsi (diserap) oleh filamen dan ujung akar (Darmono, 2008).

Batang anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smithberbentuk ramping memanjang dan tingginya hampir mancapai tiga meter (Gilbert, 1953). Anggrek Dendrobium lasiantera J.J. Smith termasuk dalam anggrek tipe simpodial karena memiliki batang utama dan pertumbuhan batangnya tidak terbatas.

Gambar 2.2. Tanaman anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith (David, 2010)

Daun anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smithberbentuk bulat telur memanjang, daun tebal agak berdaging dan kaku. Bagian tepi tidak bergerigi, tidak bertangkai, dan sepenuhnya duduk pada batang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun berakhir di ujung daun. Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua (Latif, 1960).

Bunga anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith tersusun dalam karangan bunga dan pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith memiliki lima bagian

(32)

utama bunga seperti bunga anggrek Dendrobium lainnya yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal berjumlah tiga buah, sepal bagian atas disebut

sepaldorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Petal berjumlah tiga buah, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal, dan petal

ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum (Latif, 1960).

Gambar 2.3. Bunga anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith, PD = petal dorsal, L = Labellum, SD = sepal dorsal, SL = sepal lateral (Anonim, 2012)

Pada anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smithmodifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya

sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya. Column (tungu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung column (tungu) terdapat anther atau kepala sari yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak dibawah rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan terletak di bawah column, sepal dan petal (Latif, 1960).

SD SL SL

L

PD PD

(33)

Menurut Sumartono (1981), buah anggrek mengandung ribuan sampai jutaan biji yang sangat halus, berwarna kuning sampai coklat. Pembiakan dengan biji lebih sukar dibandingkan dengan cara lainnya, karena biji anggrek tidak mengandung endosperma atau cadangan makanan. Pembiakan dengan biji yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan varietas baru.

Gambar 2.4. Buah anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith (Dokumentasi pribadi)

2.3. Tinjauan Umum Kultur Jaringan

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode yang untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan, atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril, dan dalam kondisi yang aseptik dan lingkungan yang terkontrol, sehingga bagian – bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Perbanyakan anggrek secara kultur jaringan dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase transformasi meristem ke dalam bentuk Protocorm Like Boddies (PLBs), memisahkan PLBs

(34)

kebagian-bagian kecil dan menumbuhkan PLBs untuk menjadi tanaman sempurna (Pierik, 1987).

Kultur jaringan tumbuhan didasarkan pada teori totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan, bahwa setiap sel memiliki seluruh informasi genetik yang sama dengan induknya dan mampu membentuk individu baru apabila dipelihara dalam lingkungan yang sesuai. Menurut Mantell dan Smith (1983) teknik kultur jaringan menjadi alternatif yang paling mungkin dikembangkan untuk memproduksi tanaman secara besar-besaran.

Arditti (1977) dan Pierik (1998), melaporkan keuntungan penggunaan teknik kultur jaringan sebagai berikut: (i) dapat memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan cepat; (ii) dapat diperoleh bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat; (iii) dapat dilakukan setiap waktu, tidak tergantung musim dan iklim; (iv) planlet hasil kultur dapat disimpan dan dipelihara dalam ruang kultur tidak terlalu luas; (v) kondisi lingkungan yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang dapat dijaga dan diatur; (vi) memungkinkan dilakukannya rekayasa genetik, isolasi sel, isolasi protoplas dan fusi protoplas untuk berbagai keperluan pemuliaan tanaman. Dengan teknik kultur jaringan diharapkan perbanyakan tanaman anggrek dapat berlangsung cepat, dan diperoleh bibit bermutu dalam jumlah banyak.

Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan

(35)

sebagai bahan awal kultur. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).

Hampir dapat dipastikan bahwa kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan sangat ditentukan dan tergantung oleh pilihan media yang digunakan. Harus diingat bahwa teknik kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila media yang dipilih mempertimbangkan apa-apa yang diperlukan oleh tanaman. Kebutuhan tiap tanaman berbeda pada hal komposisi dan jumlah yang diperlukan (Santoso dan Nursadi, 2001). Kesamaannya adalah tanaman memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin, karbohidrat (gula), asam amino dan zat organik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan-bahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik, ataupun arang aktif (Zihan, 2011).

Kondisi yang menentukan keberasilan kultur jaringan meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer. Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses foto morfogenetik tertentu. Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas, dan kualitasnya. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi jaringan. Energi radiasi dekat spektrum ultra violet dan biru merupakan kualitas cahaya yang paling efektif

(36)

untuk merangsang pembentukan tunas, sedangkan pembentukan akar dirangsang oleh cahaya merah dan sedikit cahaya biru. Untuk itu, pada tahap multiplikasi tunas digunakan untuk pencahayaan dengan lampu fluoroscent (TL). Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 1-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000-10000 lux, tahap pengakaran sebesar 1000-10000-30000 lux, dan aklimatisasi sebesar 30000 lux (Yusnita, 2003).

Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan. Suhu umum yang digunakan adalah 26-200 C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari 200 C) dapat mengambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 320 C) menyebabkan tanaman mati (Yusnita, 2003).

Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperatikan kepantingan fiiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor kelarutan dari garam-garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain, dan efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar 5,5 – 5,8 (Gamborg dan Shyluk, 1981).

(37)

2.4. Tinjauan Umum Medium Vacin And Went

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase daya kecambah biji anggrek tersebut adalah dengan cara in vitro, dengan menggunakan medium tumbuh. Medium tumbuh yang biasa digunakan untuk perkecambahan biji anggrek adalah medium Vacin and Went (VW). Selain medium, hormon juga memegang peranan penting dalam perkecambahan dan pertumbuhan (Yusnida et al, 2006)

Medium yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik medium akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik medium ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam medium serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan Pada umumnya komposisi utama medium tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila medium tersebut ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat medium (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, akuades, dan bahan organik tambahan ( Luri, 2009). Penambahan zat-zat organik di dalam media kultur jaringan memberikan pengaruh terhadap perkecambahan biji anggrek (Arditti, 1979). Pada penelitian ini, bahan organik yang ditambahkan antara lain :

(38)

a. Air kelapa

Air kelapa merupakan salah satu diantara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang sering digunakan dalam kultur jaringan untuk perbanyakan mikro anggrek. Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu cara untuk menggantikan penggunaan bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur, seperti kinetin. Hal ini disebabkan karena, buah kelapa yang mudah diperoleh dan harganya terjangkau lebih murah dibandingkan bahan sintetis yang sulit didapatkan dan harganya yang relatif lebih mahal. Selain itu, keunggulan air kelapa juga sepadan dengan bahan sintetis yang mengandung sitokinin atau merupakan hormon pengganti sitokinin (Tuhuteru dkk, 2012).

Penggunaan air kelapa dalam media kultur anggrek telah banyak dilakukan (Ang et al, 2005). Air kelapa yang baik untuk media kultur jaringan adalah buah kelapa yang masih muda karena mengandung bermacam-macam senyawa penting seperti hormon sitokinin non purin, karbohidrat, asam amino, asam nukleat, dan vitamin (George, 1993). Morel (1974) mengatakan bahwa air kelapa menstimulir pembelahan epidermis dan mengarah pada pembentukan protocorm jaringan supaya beregenerasi lebih lanjut dan lebih cepat.

Air kelapa mengandung glukosa, lipid, asam amino, senyawa nitrogen, asam organik dan enzim(Tulecke et al, 1961). Kandungan zat gizi ini tergantung kepada umur buah. Disamping zat gizi tersebut, air kelapa juga mengandung berbagai asam amino bebas. Air kelapa mengandung komposisi kimia dan nutrisi yang lengkap (hormon, unsur hara makro, dan

(39)

unsur hara mikro), sehingga apabila diaplikasikan pada tanaman akan berpengaruh positif pada tanaman (Permana, 2010). Air kelapa merupakan endosperm cair yang mengandung difenil urea sehingga dapat memacu pembelahan sel (Hendaryono dan Wijayati, 1994).

Menurut Yusnida (2006), air kelapa adalah salah satu bahan alami, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Sitokinin merupakan salah satu fitohormon yang berperan dalam pembelahan sel, pembentukan aktivitas meristem tunas, perkecambahan biji, dan pertumbuhan akar (Haberer dan Kieber, 2002)

Selain adanya sitokinin, pertumbuhan yang baik akibat pemberian air kelapa diduga pula karena kandungan auksin. Menurut Saidah (2005), auksin diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda dan buah). Auksin juga berperan dalam embriogenesis, organogenesis, dan pembentukan jaringan vaskular (Yong et al, 2009). b. Buah pisang raja

Selain air kelapa, salah satu bahan organik lain yang sering ditambahkan pada media kultur adalah ekstrak pisang (Molnár et al, 2011). Ekstrak pisang raja mengandung nutrien yang penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu antara lain air, protein, lemak, karbohidrat, kalium, fosfor, magnesium, zat besi, dan vitamin ((Kardarron, 2009). Pisang merupakan sumber Kalium, Magnesium, Cu, Mn, dan vitamin (Wall, 2006) dengan

(40)

adanya hormon tumbuh antara lain IAA, GA7, GAx, Zeatin (Van Staden, 1975). Data PKBT (2007) menunjukkan bahwa vitamin yang terkandung dalam pisang adalah vitamin A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), piridoksin (vitamin B6) dan asam askorbat (vitamin C). Sedangkan gula dalam pisang terdiri atas senyawa 4.6% dextrosa, dan 2% sukrosa.

Selain itu, pada ekstrak pisang juga ditemukan adanya sitokinin, auksin, dan giberellin (Khalifah, 1966). Sitokinin alami yang terdapat pada buah pisang mengambat inisiasi kultur, tetapi mampu mendorong terbentuknya diferensiasi tunas (Whithner, 1974).

Pertumbuhan akar tergantung pada peran unsur fosfor, kalsium, mangan, zat besi, dan boron. Unsur fosfor yang diberikan dalam jumlah yang tinggi berpengaruh terhadap pertambahan jumlah akar melebihi tunas (Salisbury dan Ross, 1995). Kandungan dalam pisang raja memberikan pengaruh yang positif terhadap proses metabolisme. Dengan meningkatnya proses metabolisme maka pertumbuhan planlet juga dapat meningkat (Santi Tresia, dkk 2012).

Menurut Arditti dan Ernst (1993) bahwa dalam buah pisang terdapat hormon auksin dan sitokinin. Watimena et al. (1992) juga menyatakan bahwa setiap buah yang masak terdapat hormon auksin di dalamnya. Auksin dalam kultur jaringan, selain berfungsi untuk merangsang pemanjangan sel juga pembentukan kalus, klorofil, morfogenesis akar dan tunas, serta embriogenesis.

(41)

2.5. Tinjauan Tentang Mikropropagasi Anggrek 2.5.1. Perkecambahan biji anggrek

Biji anggrek merupakan organ tumbuhan yang siap untuk tumbuh menjadi tanaman lengkap. Biji anggrek perlu ditanam dalam botol karena tidak mempunyai cadangan makanan (endosperm) yang dapat digunakan pada awal perkecambahannya. Oleh karena itu, anggrek perlu diberi makanan yang bisa diambil dari media kultur. Media kultur biasanya ditambah dengan bahan organik seperti kelapa, tomat, kentang atau pisang (Sandra, 2003).

Penaburan biji pada medium padat merupakan cara perbanyakan tanaman yang paling sering dilakukan. Hal ini karena laju pertumbuhan biji menjadi calon plantlet, hingga menjadi plantlet lebih cepat daripada melalui perbanyakan pada media cair. Biji anggrek yang akan ditabur harus diambil dari buah anggrek yang tepat masak. Anggrek yang akan dihasilkan nanti diharapkan memiliki sifat yang lebih baik seperti tahan terhadap penyakit dan tekanan lingkungan (Sriyanti, 2007).

Perkecambahan adalah munculnya individu baru dari suatu biji tanaman. Peristiwa ini merupakan salah satu tahapan pada siklus hidup tumbuhan. Tidak hanya secara in vivo, perkecambahan juga dapat dilakukan secara in vitro

melalui teknik kultur jaringan dimana prosesnya lebih sering disebut sebagai kultur organ (biji).

Menurut Johnson dan Kane (2007) perkecambahan dan perkembangan protocorm anggrek melalui beberapa tahapan yang berbeda, tergantung dari spesiesnya. Pada anggrek Dendrobium, tahapan tersebut meliputi: Tahap 0,

(42)

embrio dilindungi oleh testa; Tahap 1, embrio membengkak dan ukuran bertambah besar; Tahap 2 testa pecah, embrio muncul dari testa (berkecambah); Tahap 3, embrio lepas dari testa; Tahap 4, embrio dengan

Shoot Apical Meristem (SAM); Tahap 5, tunas dengan daun pertama.

Perkecambahan dan pertumbuhan anggrek dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks dan spesies yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan anggrek antara lain (Pierik, 1987):

a. Temperatur. Pada umumnya biji anggrek berkecambah pada temperatur 20–250 C.

b. Penyinaran. Penyinaran yang dibutuhkan 12-16 jam/hari dengan intensitas rendah 2.5 –10 W.m2. Namun pada Paphiopedilum dan

Cypripedium, biji hanya dapat tumbuh apabila pada fase awal perkecambahan tidak diberikan perlakuan penyinaran.

c. Agar. Disarankan agar ditambahkan dengan konsentrasi 0.6 –0.8%. d. Mineral. Pada umumnya perkecambahan biji anggrek tidak

membutuhkan mineral dalam konsentrasi tinggi, bahkan pada

Paphiopedilum dapat berkecambah dengan baik pada medium yang tidak mengandung kalsium.

e. Gula. Dibutuhkan untuk sumber energi. Gula ditambahkan pada medium dengan konsentrasi 1-3%.

f. pH. Rentang pH medium yang biasanya digunakan pada perkecambahan biji anggrek adalah 4.8 –5.8.

(43)

g. Vitamin.

h. Zat Pengatur Tumbuh. Pada perkecambahan biji anggrek biasanya tidak perlu ditambahkan Zat Pengatur Tumbuh, karena memberikan efek yang tidak diinginkan (misalnya pembentukan kalus atau tunas adventif).

i. Senyawa kompleks. Senyawa kompleks yang biasa digunakan antara lain air kelapa, juice pisang, peptone, juice nenas, casein hydrolisate. j. Arang aktif. Pada spesies anggrek tertentu dibutuhkan penambahan

arang aktif ke dalam medium. Arang aktif merupakan arang yang telah dipanaskan selama beberapa jam dengan menggunakan uap air atau udara panas (George dan Sherrington, 1984).

2.5.2. Perkembangan tunas embrio

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Menurut Harjadi (1993), pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter dan luas bagian tanaman. Perkembangan adalah penjumlahan seluruh perubahan secara progresif merincikan tubuh organisme.

Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedanya meristem, hasil asimilasi, hormon, dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al, 1991)

(44)

Menurut Heddy dkk (1994), secara umum tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman meliputi perkecambahan, pertumbuhan bibit, fase muda (Vegetatif), fase masak, dan fase senesensi. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun, batang,. Fase ini berhubungan dengan 3 proses penting yaitu: (1). Pembelahan sel, (2). Pemanjangan sel, (3). Tahap awal dari diferensiasi sel (Harjadi, 1993).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain umur, keadaan tanaman, faktor hereditas, dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya temperatur, kelembaban, nutrisi atau garam-garam mineral, oksigen (Gardner et al., 1991; Harjadi, 1993).

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga, selama 7 bulan, mulai bulan Oktober 2015 hingga April 2016.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan hayati

Bahan hayati yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah anggrek

Dendrobium lasianthera J.J. Smith yang berusia 4 bulan setelah polinasi yang diperoleh dari “DD Orchid” Batu, Malang. Bahan hayati lain yang digunakan adalah air kelapa muda dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% (v/v) dan ekstrak buah pisang raja yang telah masak dengan berbagai konsentrasi (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L).

3.2.2. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bahan – bahan penyusun media VW (Vacin dan Went) (lampiran 1), alkohol 70%, aquades, dan spiritus.

3.2.3. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, gelas ukur, labu erlenmeyer, spatula, pinset, timbangan analitik, scalpel, blade,

(46)

cawan petri, pengaduk, gelas beaker, aluminium foil, LAF (laminar air flow),

autoclave, oven, stirer, kompor listrik, plastic wrap, kertas label, korek api, kertas pH, kamera digital, micropipet, korek api, masker, sarung tangan, kertas coklat, kain lap, bunsen.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pembuatan stok mikronutrien 100 mL (100 kali konsentrsi)

Mikronutrien diperlukan dalam jumlah sangat sedikit, oleh karena itu stok mikronutrien dibuat dalam satu erlenmeyer sebagai stok campuran. Untuk membuat larutan stok mikronutrien langkah yang harus dilakukan adalah menimbang bahan kimia mikronutrien dengan timbangan analitik. Setelah itu bahan kimia yang sudah ditimbang dimasukkan satu persatu kedalam erlenmeyer 250 mL yang telah berisi akuades kurang lebih 80 ml. Setiap kali memasukkan bahan kimia harus segera dilarutkan dengan menggunakan magnetic stirer untuk menghindari terjadinya presipitat. Setelah semua bahan larut dengan sempurna, ditambahkan akuades steril sampai volume menjadi 100 mL dan diaduk hingga semua larutan bercampur dengan sempurna. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol khusus, ditutup dengn aluminium foil, dan diberi label “MIKRO 100X

1mL/L”. Larutan disimpan dalam lemari es. 3.3.2. Pembuatan stok zat besi

Untuk membuat stok laruran zat besi, hal yang harus dilakukan adalah menimbang Na2EDTA dan Fe2SO4.7H2O. Kedua bahan tersebut dilarutkan

(47)

dalam 75 akuades secara terpisah. Larutan Fe2SO4.7H2O dipanaskan sampai mendidih, kemudian larutan Na2EDTA dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer hingga larutan menjadi bening dan berwarna kuning. Larutan dibiarkan dingin kemudian ditambahkan akuades sampai volume 200 ml. Selanjutnya botol ditutup dengan aluminium foil dan diberi label “ZAT BESI VW 40X 5 mL/L. Larutan stok zat besi disimpan dalam lemari es.

3.3.3. Pembuatan stok vitamin

Pembuatan larutan stok vitamin dilakukan dengan cara menimbang bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan vitamin dengan timbangan analitik. Satu persatu bahan yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi akuades steril kurang lebih 150 ml. Setelah semua bahan larut, tambahkan akuades sampai volume 200 ml. Setelah itu botol ditutup rapat dengan menggunakan aluminium foil dan diberi label “VITAMIN VW 50X 4mL/L”. Kemudian stok vitamin disimpan di dalam lemari es.

3.3.4. Pembuatan media VW

Pembuatan media VW dilakukan dengan cara menimbang senyawa makronutrien satu persatu dengan timbangan analitik kemudian melarutkannya dalam 250 mL akuades, kecuali bahan kimia kalsium phosphate (Ca3(PO4)2) harus dilarutkan terlebih dahulu dengan HCl karena (Ca3(PO4)2) sukar larut dalam air. Semua bahan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya ditambahkan stok

(48)

mikronutrien, stok zat besi, dan stok vitamin sambil diaduk menggunakan

magnetic stirrer. Setelah itu ditambahkan Mio-Inositol dan sukrosa. Apabila semua bahan telah terlarut maka ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1 liter. Larutan 1 liter tersebut dibagi ke dalam 5 erlenmeyer volume 250 mL. Selanjutnya pH diukur dengan menggunakan kertas pH. Ukuran pH media adalah 5,6-5,8, bila terlalu asam maka ditambahkan beberapa tetes NaOH 1N dan apabila terlalu basa maka ditambahkan HCl 1N dengan menggunakan pipet sampai diperoleh pH yang sesuai. Setelah itu, agar-agar ditimbang dan dimasukkan ke dalam media. Kemudian ditambahkan air kelapa sesuai perlakuan (5%, 10%, 15%, 20%). Untuk perlakuan P0, tidak diberi air kelapa. Selanjutnya, larutan media diaduk dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan yang sudah jadi dituang ke dalam botol kultur. Dalam keadaan masih cair, media dibagi dalam botol kultur ±20 mL/botol. Kemudian, botol kultur yang telah berisi larutan media ditutup dengan aluminium foil dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Setelah itu, media disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian disimpan dalam ruang inkubasi. 3.3.5. Pembuatan ekstrak buah

Ekstrak dari buah pisang didapatkan dengan cara menghancurkan buah pisang raja dengan mortar kemidian dibagi sesuai perlakuan sebanyak 25 mg/l, 50 mg/L, dan 75 mg/L.

(49)

3.3.6. Sterilisasi alat

Alat – alat yang digunakan (pinset, scalpel, petri dish, spatula) dicuci bersih dengan sabun dan dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan. Setelah itu alat dibungkus dengan kertas payung (kertas coklat). Semua alat dimasukkan ke dalam autoclave untuk dilakukan sterilisasi dengan suhu 1210C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Setelah disterilkan semua alat disimpan di dalam oven sebelum digunakan untuk penanaman eksplan. 3.3.7. Sterilisasi bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji anggrek yang masih terbungkus oleh kulit buah, oleh karena itu metode sterilisasi yang digunakan adalah metode secara mekanis. Prasterilisasi yang perlu dilakukan adalah buah anggrek direndam dalam air sabun selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir hingga bersih. Setelah itu buah anggrek direndam dalam larutan clorox 20% selama 5-10 menit kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Langkah selanjutnya adalah sterilisasi buah anggrek. Buah anggrek dicelup atau disemprot dengan alkohol 70% kemudian dilewatkan di atas api bunsen dan diulangi 3 kali. 3.3.8. Sterilisasi ruang kerja

Ruang kerja yang digunakan untuk menanam biji adalah Laminar Air Flow (LAF). Untuk sterilisasi Laminar Air Flow (LAF) langkah yang perlu dilakukan adalah menyiapkan kain lap dan alkohol 70%. Dinding dalam Laminar Air Flow (LAF) dibersihkan dengan kain lap yang telah dibasahi dengan alkohol 70% sampai merata. Setelah itu lampu UV yang

(50)

terdapat pada Laminar Air Flow (LAF) dinyalakan selama 15 menit. Setelah itu, matikan lampu UV dan diganti dengan lampu neon. Laminar Air Flow

(LAF) siap digunakan.

3.4. Tahap penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan yaitu : 1. Tahapan perkecambahan biji

Perkecambahan biji pada penelitian ini bertujuan untuk mengecambahkan biji anggrek. Tahap ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF). Semua alat, media, dan bahan yang digunakan harus dimasukkan ke dalam LAF. Api bunsen dinyalakan dan semua alat yang terbungkus kertas coklat dibuka. Petri dish, scalpel, spatula, dan pinset

disterilkan dengan melewatkannya di atas api bunsen. Buah anggrek yang sudah disterilisasi diletakkan diatas petri dish steril dan dipotong membujur dan melintang dengan menggunakan blade yang sudah terpasang scalpel, kemudian biji dilepaskan dari buah menggunakan spatula (Parthibhan et al.,

2012).

Biji Dendrobium lasianthera J.J. Smith. ditabur ke dalam botol kultur yang telah berisi media VW yang telah disiapkan dengan menggunakan

spatula. Kemudian botol kultur ditutup kembali dengan menggunakan

aluminium foil dan seal plastic. Kultur dikeluarkan dari LAF dan diberi label yang berisi tanggal penanaman. Kultur disimpan dalam ruang inkubasi

(51)

dengan suhu ±250C. Pengamatan terhadap biji berkecambah dilakukan pada minggu ke 4, 8, 12 setelah kultur

2. Tahapan perkembangan tunas embrio

Tahap perkembangan tunas embrio atau overplanting dilakukan setelah tahap perkecambahan biji. Tahap overplanting ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tunas embrio. Setelah biji anggrek tumbuh dengan baik, maka perlu dilakukan penjarangan atau overplanting untuk memacu pertumbuhan maksimal dari tunas embrio dan terbentuknya akar. Langkah-langkah melakukan penjarangan (overplanting) yaitu mensterilkan botol yang berisi media dan botol yang berisi plantet dengan cara membasuh dengan alkohol 70%, kemudian memasukkannya ke dalam LAF (Laminar air Flow). Setelah semua alat dan bahan dimasukkan ke dalam LAF (Laminar air Flow), perlu dilakukan sterilisasi dengan menggunakan sinar UV selama 15-20 menit. Langkah selanjutnya adalah melakukan penanaman dengan cara membuka tutup botol yang berisi eksplan dan membakar mulut botol di atas lampu spiritus kemudian mengambil eksplan dengan pinset dan menaruhnya di petridish. Setelah itu membuka tutup botol yang berisi media baru, kemudian membakar mulut botol di atas lampu spirtus. Eksplan yang terdapat pada petridish diambil dengan pinset dan ditanam pada media baru. Pada saat penanaman, diusahakan agar mulut botol tidak tersentuh oleh tangan dan ujung pinset tidak boleh tersentuh oleh benda-benda di sekitarnya. Apabila ujung pinset tersentuh dengan benda lain di sekitarnya, maka masukan ujung pinset ke

(52)

dalam kotak yang berisi tablet formalin agar tetap steril. Setelah selesai penanaman, mulut botol dilap/dibasuh dengan alkohol 70% agar sisa-sisa media yang ikut terbawa pada saat penanaman yang menempel pada mulut botol jadi bersih dan steril.

Setelah proses overplanting selesai, botol yang berisi eksplan hasil

overplanting dikeluarkan dari LAF dan disimpan pada rak khusus. Hal yang perlu diamati pada tahap ini adalah jumlah dan panjang daun, jumlah dan panjang akar, berat kering akar, berat kering daun, berat kering total. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 6 dan 12 setelah overplanting.

Untuk mengetahui berat kering akar, tunas, dan berat kering planlet

dilakukan dengan cara mengeringkan planlet di dalam oven selama 7 hari dengan suhu 60°C. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan satuan mg. Untuk pengukuran panjang daun dan panjang akar dilakukan dengan cara mengukur panjang masing-masing daun ataupun akar menggunakan penggaris dengan satuan cm.

3.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Jenis perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.1. Bagian-bagian bunga anggrek Dendrobium (Subhan, 2010).
Gambar 2.2. Tanaman anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith  (David, 2010)
Gambar 2.3. Bunga anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith, PD =  petal dorsal, L = Labellum, SD = sepal dorsal, SL = sepal  lateral (Anonim, 2012)
Gambar 2.4. Buah anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith (Dokumentasi  pribadi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi diatas, indikasikan tingkat resiko kecurangan yang Bapak / Ibu / Saudara miliki atas klien dengan memberikan tanda (√) pada salah satu alternatif jawaban

Based on the research result, it showed that herringbone technique was effective for teaching reading recount text at the eight grade students in one of Junior

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan. indikator dari variabel

This research was designed to investigate the students’ perceptions toward teacher’s written feedback on their writing at the Eighth Grade of SMP Muhammadiyah Ajibarang

The use of clue words game in English language learning especially in teaching writing skill has special contribution in making the students active and the class more

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. 4.5 Menyajikan

Dari hasil pengamatan pada pelaksanaan tindakan siklus II, pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan diantaranya peneliti sudah menyampaikan tujuan pembelajaran,

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara manajemen waktu dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang bekerja part time. Pengukuran