• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Proteksi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val.) Terhadap Peningkatan Kadar Kolesterol Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diberi Diet Kolesterol Tinggi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Uji Efek Proteksi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val.) Terhadap Peningkatan Kadar Kolesterol Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diberi Diet Kolesterol Tinggi."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS JANTAN

GALUR WISTAR YANG DIBERI DIET KOLESTEROL TINGGI

SKRIPSI

Oleh:

FAIK FAUZI

06023036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

(2)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Ahmad Dahlan

Yogyakarta

Oleh :

FAIK FAUZI

06023036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

(3)

ii

RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val.) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL TIKUS PUTIH JANTAN

GALUR WISTAR YANG DIBERI DIET KOLESTEROL TINGGI

Oleh: Faik Fauzi

06023036

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan

pada tanggal 28 September 2011

Mengetahui Dekan Fakutas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan

Dra. Any Guntarti, M.Si., Apt.

Pembimbing I Pembimbing II

Penguji :

2. Vivi Sofia, M.Si., Apt.

3. Laela Hayu Nurani, M.Si., Apt

4. Moch. Saiful Bachri, M.Si., Ph.D. Apt.

Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU.. Apt, Vivi Sofia, M.Si., Apt.

(4)

iii Nama : Faik Fauzi

NIM : 06023036

Program Studi : Farmasi Fakultas : Farmasi

Judul Penelitian : Uji Efek Proteksi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol Rimpang

Kadar Kolesterol Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diberi Diet Kolesterol Tinggi.

Menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain kecuali pada bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan. Apabila terbukti pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 28 September 2011 Yang menyatakan,

Faik Fauzi Temu Giring (Curcuma heyneana Val.) Terhadap Peningkatan

(5)

iv

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

(Qs.Al-„Alaq : 1-5)

Syukuri dan Cintai Dirimu Yang Sempurna Dengan Ketidaksempurnaannya

Do all the goods I can, All the best I can, In all times I can, In all places I can, For all the creatures I can.

Kupersembahkan untuk : Allah azza wa jalla, Terimakasih atas semua anugerah dan cinta kasih sayang-Mu Nabi Muhammad SAW, Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah Kepadamu

Umi’ku, Pahlawan hidupku

, Atas kekuatan cinta, pengorbanan dan do’a tulus membangkitkan sejuta harapan dan citaku

Almarhum Abah,

Atas segalanya yang pernah engkau berikan kepadaku Beribu doa, maaf dan kata cinta serta hormatku. Maafkan anakmu ini tidak sempat membalas semuanya, Semoga Allah memberikan tempat yang terindah untukmu, Semoga kita kembali bertemu di Surga-Nya kelak.

Kakak-kakakku, Abdul Halim Hafid, Bagus Lintang dan Eva Rizkiana

Yang tak pernah jemu menanggapi manjaku

Adikku, Maya Aulia

Yang kebahagiaannya mengukir senyumku selama ini.

Sahabat-Sahabatku

, Yang jujur menerimaku apa adanya dan menghiasi hidupku

Guru-guru

yang menunjukkan peta perjalanan menuju cita-cita

Semua insan yang telah berjasa dalam kehidupanku,

Dan Almamaterku yang kudambakan,

(6)

v

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’ alamin, Segala puji syukur kepada ALLAH SWT atas

anugerah dan cinta kasih sayangMu yang Maha Dasyat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Efek Proteksi Fraksi Etil Asetat

Ekstrak Metanol Rimpang Temu Giring (Curcuma Heyneana Val.) Terhadap Peningkatan Kadar Kolesterol Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diberi Diet Kolesterol Tinggi”. Setetes ilmu di hamparan samudera ilmu-Nya. Sholawat

serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan kita semua mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini atas bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih, kepada :

1. Prof. Dr. Nurfina Aznam, S.U Apt, selaku Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini

2. Vivi Sofia, M.Si., Apt, selaku Pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Laela Hayu Nurani, M.Si., Apt, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi yang membangun kepada penulis.

4. Moch. Saiful Bachri, M.Si., Ph.D. Apt, selaku penguji yang telah memberikan pengarahan dan saran untuk penyusunan skripsi ini.

(7)

vi

bimbingan, pengarahan serta semangat selama masa perkuliahan.

7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

8. Pimpinan dan staf Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan Laboratorium Penelitian.

9. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Kampus 3 UAD atas bantuan, kepercayaaan, dan perhatiannya dalam memberikan pelayanan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Umi’ (Sakinah) dan Almarhum Abah (Muhammad Nagib) yang telah memberikan limpahan kasih sayang yang tiada henti, pengorbanan, doa, bimbingan, nasehat, dukungan dan semangat yang senantiasa mengiringi langkah kehidupanku.

11. Kakak-kakakku (Abdul Halim Hafid, Eva Rizkiana, Bagus Lintang dan adikku (Maya Aulia) terima kasih atas semangat dan motivasi yang telah diberikan.

12. Kawan-kawan seperjuangan skripsi (Edy Budiarto dan Firman Adi K.) dan sekelompok skripsi temu giring (Mahesya Hendra P., Annisa Soraya, Ade Fahrani, M. Fariez, Haryadi, Tofan Pranoto, dan Nurul Akbar) Terima kasih atas kerjasama selama ini hingga skripsi dapat terselesaikan.

13. Sahabat-sahabat pencari ridho Allah, di Al-Amin Yogyakarta yang memberikanku semangat dan nasehat pencerah hati.

14. Sahabat-sahabatku di Yogyakarta, Al Hafidz, Dony Iswandi, Taufik Septianto, Suhatno, Pepen Nur E., Robbi Najini dan Annisa Firdaus. Terima

(8)

vii

UAD 2006). Terima kasih atas atas kebersamaan yang selama ini terjalin, Terima kasih telah membantu penulis selama kegiatan perkuliahan dan praktikum. Salam hangat dari penulis.

16. Kawan-kawan di BEMF Farmasi UAD 2008-2010, terutama Divisi Keilmuan dan Pengembangan Farmasi (Anindyajati Novita K., Edwien Daru A., Al Hafidz, Via Hayati dan Septina Prasastia) yang telah memberi sentuhan dan warna dalam hatiku. Tetaplah berjuang kawan...

17. Kawan-kawan di Kost Putra Bali Green. Terima kasih atas persahabatan yang terjalin selama ini. I know you’re all will be great people.

18. Google Inc. Terima kasih atas mesin pencarimu yang menjadi pintu segala sumber ilmu di dunia ini bagiku.

19. Kepada semua insan yang tidak bisa penulis sebut satu persatu atas bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Semoga segala bantuan serta bimbingan yang telah diberikan pada penulis menjadi amal sholeh serta mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan maupun dari segi penulisan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 28 September 2011

(9)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv ABSTRACT ... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 3 C. Batasan Masalah ... 4 D. Rumusan Masalah ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 4 F. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 6

1. Obat Tradisional ... 6

2. Tanaman Temu Giring (Curcuma Heyneana, Val.) ... 7

3. Teknik Penyarian... 17

4. Lemak ... 21

(10)

ix

B. Penelitian yang Relevan ... 50

C. Kerangka Berpikir ... 51

D. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 53

B. Variabel Penelitian ... 53

C. Bahan dan Alat ... 53

1. Bahan ... 54

2. Alat ... 54

D. Cara Kerja ... 55

1. Persiapan Sediaan Uji... 55

2. Perlakuan Terhadap Hewan Uji ... 59

3. Penetapan Kadar Kolesterol ... 61

E. Analisa Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Serbuk Rimpang Temu Giring ... 64

B. Pembuatan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol Temu Giring ... 65

C. Pembuatan Pakan Diet Lemak Tinggi ... 66

D. Induksi Hiperkolesterolemia ... 67

E. Pengambilan Sampel Darah Hewan Uji ... 71

F. Penetapan Kadar Kolesterol Darah ... 72

G. Analisis Kadar Kolesterol ... 77

(11)

x

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN ... 89

(12)

xi

Gambar 2. Struktur kurkumin ... 15

Gambar 3. Struktur kimia steroid ... 31

Gambar 4. Struktur kimia kolesterol ... 32

Gambar 5. Biosintesis kolesterol ... 34

Gambar 6. Struktur simvastatin ... 50

Gambar 7. Diagram alur jalannya penelitian ... 61

Gambar 8. Skema preparasi sampel dan penetapan kadar kolesterol ... 62

Gambar 9. Grafik berat badan tikus tiap kelompok pada tiap minggu ... 69

Gambar 10. Mekanisme reaksi penetapan kadar kolesterol ... 74

(13)

xii

Tabel I. Jenis lipoprotein, ukuran, komposisi, dan asalnya ... 26 Tabel II. Klasifikasi hiperlipoproteinemia primer Frederickson ... 37 Tabel III. Komposisi bahan pakan hewan uji ... 54 Tabel IV. Komposisi bahan reagen kit dari Diagnostic System

International (Diasys) ... 55 Tabel V. Komposisi larutan sampel, standard dan reagen ... 62 Tabel VI. Purata berat badan tikus tiap kelompok pada tiap minggu ... 68 Tabel VII. Purata kadar kolesterol (mg/dl) setiap kelompok perlakuan

pada periode I dan II ... 75 Tabel VIII. Hasil Uji t Tukey selisih kadar kolesterol antar kelompok

perlakuan pada periode 1 dan periode 2 ... 78 Tabel IX. Purata persen proteksi terhadap kenaikan kadar kolesterol

kelompok perlakuan dihitung terhadap kelompok II ... 80 Tabel X. Hasil uji t Tukey terhadap persen proteksi antar kelompok

(14)

xiii

Lampiran 2. Data Absorbansi Serum Darah, kadar kolesterol serta selisihnya pada periode 1 dan 2 (sebelum dilakukan penolakan data) ... 91 Lampiran 3. Data Absorbansi Serum Darah, kadar kolesterol serta

selisihnya pada periode 1 dan 2 (setelah dilakukan penolakan data) ... 93 Lampiran 4. Data berat badan tikus tiap kelompok perlakuan tiap hari

selama 2 minggu perlakuan ... 95 Lampiran 5. Uji Statistik Selisih Berat Badan Periode 1 dan Periode 2 ... 99 Lampiran 6. Uji Statistik Selisih Kadar Kolesterol Periode 1 dan Periode 2 103 Lampiran 7. Perhitungan Persen Proteksi ... 108 Lampiran 8. Uji Statistik Terhadap Persen Proteksi ... 109 Lampiran 9. Gambar-gambar ... 112

(15)

xiv

ekstrak metanol temu giring terhadap kadar kolesterol tikus putih jantan galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi.

Dalam penelitian ini menggunakan 42 ekor tikus jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram yang terbagi ke dalam 7 kelompok perlakuan dengan 6 ekor tikus pada masing-masing kelompok. Kelompok 1 diberi pakan standar dan kelompok 2 diberi diet kolesterol tinggi serta pakan standar. Kelompok 3 diberi pakan standar, diet kolesterol tinggi dan larutan CMC Na 1%. Kelompok 4 diberi pakan standar, diet kolesterol tinggi dan simvastatin dengan dosis 0,9 mg/Kg BB. Sedangkan kelompok 5, 6 dan 7 diberi pakan standar, diet kolesterol tinggi serta fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring dengan dosis masing-masing 25 mg/Kg BB, 50 mg/Kg BB serta 75 mg/Kg BB. Keadaan hiperkolesterolemia dipicu dengan menggunakan emulsi lemak sapi dengan dosis 10 ml/Kg BB. Untuk menentukan kadar kolesterol darah digunakan metode enzymatic photometric test CHOD-PAP (Cholesterol Oxidase Phenol Antipyrin). Kadar kolesterol darah ditentukan pada periode 1 dan periode 2. Selisih kadar kolesterol darah pada periode 1 dan periode 2 dianalisis dengan menggunakan uji anova satu jalur yang dilanjutkan uji t Tukey dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring dapat memberikan efek proteksi terhadap peningkatan kadar kolesterol darah tikus putih jantan galur wistar yang diberi diet kolesterol tinggi. Fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring dengan dosis 25 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 75 mg/kg BB dapat memberikan persen proteksi berturut-turut sebesar 25,54 %, 86,23 % dan 185,81 %. Berdasarkan uji statistik masing-masing dosis memberikan persen proteksi yang berbeda bermakna dengan yang lainnya. Kemampuan efek proteksi fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring terhadap kenaikan kadar kolesterol darah diduga karena kandungan kurkumin dan tanin. Kata kunci: temu giring, kolesterol, efek proteksi, tanin, kurkumin

(16)

xv

out to determine protective effects of the ethyl asetate fraction of methanolic extract curcuma heyneana rhizome on serum cholesterol male Wistar rats fed a high cholesterol diet.

In this study using 42 male Wistar rats aged 2-3 months weighing 150-200 grams are divided into 7 treatment groups with 6 rats in each group. Group 1 was given a standard diet and group 2 was given a high cholesterol diet and standard diet. Group 3 was given a standard diet, high cholesterol diet and 1% CMC Na. Group 4 was given a standard diet, high cholesterol diet and simvastatin at a dose of 0.9 mg / kg BW. While groups of 5, 6 and 7 were given a standard diet, high cholesterol diet and the ethyl asetate fraction of methanolic extract curcuma heyneana with each dose of 15 mg/kg BW, 30 mg/kg BW and 60 mg/kg BW. Hypercholesterolemic state was triggered by using beef fat emulsion with a dose of 10 ml/kg BB. To determine the blood cholesterol level photometric enzymatic method CHOD-PAP test. Blood cholesterol levels are determined in period 1 and period 2. Difference in blood cholesterol levels in period 1 and period 2 in analsis using anova followed a path that followed Tukey test with confidence level 95%.

The result showed that the ethyl asetate fraction of methanolic extract curcuma heyneana rhizome can provide a protective effect against elevated levels of blood cholesterol Wistar strain male rat that induced a high cholesterol diet. The ethyl asetate fraction of methanolic extract curcuma heyneana rhizome peroral everyday along 2 week with dose 15 mg/kg BW, 30 mg/kg BW and 60 mg/kg BW give an row 25,54 %, 86,23 % and 185,81 %. Based on the statistical test of each dose provides percent protection is significantly different from each other. The ability of the protective effect of the ethyl asetate fraction of methanolic extract of the blood cholesterol levels rise because the content of curcumin and tannins that are in curcuma heyneana.

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini masyarakat dunia, khususnya dunia barat mulai memusatkan perhatiannya ke alam, yang terkenal dengan semboyannya back to

nature, mengikuti Asia termasuk Indonesia yang sejak zaman dahulu

memanfaatkan obat-obat dari alam dalam upaya-upaya pelayanan kesehatan di samping obat-obat farmasetik. Kembalinya perhatian dunia barat ke obat-obat alam ini tidak lain adalah karena kembali tumbuhnya kepercayaan masyarakat bahwa obat-obat tradisional dapat memberikan peranannya dalam upaya pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan kesehatan serta pengobatan penyakit. Di samping itu diyakini pula bahwa obat-obat tradisional kurang memberikan efek samping jika dibandingkan dengan obat-obat farmasetik (Hargono, 1996).

Perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat modern serta rendahnya aktivitas tubuh dan konsumsi serat menyebabkan pembentukan kolesterol yang berlebihan didalam tubuh. Konsentrasi kolesterol tinggi dalam darah atau hiperkolesterolemia merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner. Menurut Murray (1997), kolesterol adalah produk khas hasil metabolisme hewan seperti kuning telur, daging, hati dan otak. Semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Kolesterol merupakan prekursor semua steroid seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu dan vitamin D (Dalimartha, 2001). Kolesterol di dalam tubuh diproduksi dalam jumlah yang diperlukan. Hiperkolesterolemia terjadi jika kadar kolesterol melebihi batas

(18)

normal dan dapat berkembang menjadi aterosklerosis pada pembuluh arteri, berupa penyempitan pembuluh darah terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada otak, aterosklerosis menyebabkan stroke, sedangkan pada jantung menyebabkan penyakit jantung koroner. Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena bobot badan, usia, kurang olah raga, stress emosional, gangguan metabolisme, kelainan genetik, serta diet tinggi kolesterol dan asam lemak jenuh (Setiati 2009). Selain itu juga dapat terjadi pada wanita yang kekurangan hormon estrogen (Ganong, 1995).

Dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit yang disebabkan hiperkolesterolemia dari tahun ke tahun maka diperlukan upaya yang serius untuk mengatasinya dan perlu diperhatikan segala potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasinya. Potensi yang kita miliki berupa obat sintetis dan obat tradisional. Dengan mengikuti perkembangan zaman yang lebih menyukai obat tradisional dan semakin tingginya harga obat sintetis sehingga tidak dapat dijangkau oleh kalangan menengah ke bawah, maka kita harus memanfaatkan sumber daya alam sebagai obat tradisional dimana alam Indonesia sangat kaya akan tanaman obat. Salah satu tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai obat hiperkolesterolemia adalah temu giring. Temu giring mengandung flavonoid antioksidan dan tanin yang diduga memiliki aktivitas hiperkolesterolemia (Sudarsono dkk, 1996).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Kuswinarti, 2006, dapat disimpulkan bahwa ekstrak air rimpang temu giring yang diberikan secara oral dengan dosis 2 g/kg. BB selama 14 hari mampu menurunkan kadar kolesterol total secara

(19)

bermakna dengan P<0,02 pada tikus yang diinduksi peningkatan kolesterolnya secara eksogen dan endogen dengan diet kolesterol dan propil tiourasil.

Berdasarkan penelitian diatas maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pelarut yang berbeda sifat kepolarannya dalam hal ini etil asetat yang bersifat semi polar mengingat kandungan kimia di dalam temu giring terdapat senyawa yang bersifat semipolar seperti kurkumin dan tanin yang diduga dapat berkhasiat sebagai antihiperkolesterolemia. Dengan adanya peneltian ini harapannya dapat menambah data ilmiah mengenai rimpang temu giring yang sudah ada dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut.

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah fraksi etil asetat ekstrak metanol rimpang temu giring (Curcuma

heyneana Val.) mempunyai efek proteksi terhadap kenaikan kadar kolesterol

dalam darah pada tikus jantan galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi? 2. Bagaimana pengaruh fraksi etil asetat ekstrak metanol rimpang temu giring

(Curcuma heyneana Val.) dengan pemberian dosis yang berbeda terhadap kenaikan kadar kolesterol dalam darah pada tikus jantan galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi.

3. Bagaimana efek proteksi fraksi etil asetat ekstrak metanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.) dalam darah pada tikus jantan galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi jika dibandingkan dengan simvastatin.

(20)

C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan apakah fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) mempunyai efek proteksi terhadap kenaikan kadar kolestrol darah tikus galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi serta mengetahui berapa besar efek proteksi yang dihasilkan.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) mempunyai efek proteksi terhadap kenaikan kadar kolestrol darah darah tikus galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi?

2. Berapa dosis fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma

heyneana Val.) yang mempunyai efek proteksi terhadap kenaikan kadar

kolestrol darah darah tikus galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi? 3. Bagaimana efek proteksi fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring

(Curcuma heyneana Val.) jika dibandingkan dengan Simvastatin dalam aktivitas proteksi terhadap kenaikan kadar kolestrol darah terhadap hewan uji yang diberi diet kolesterol tinggi?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan aktivitas fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) terhadap kenaikan kadar kolestrol darah tikus puith jantan galur Wistar.

(21)

2. Untuk mengetahui dosis dosis fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) yang dapat memproteksi kenaikan kadar kolestrol darah darah tikus galur Wistar yang diberi diet kolesterol tinggi.

3. Untuk mengetahui efek proteksi fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) jika dibandingkan dengan simvastatin.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat mengembangkan dan memajukan sumber daya alam di Indonesia yang terkenal tanaman obat tradisionalnya. Selain itu, melalui penelitian ini juga dapat memberikan informasi dan data ilmiah tentang aktivitas fraksi etil asetat ekstrak metanol temu giring (Curcuma heyneana Val.) dalam mencegah hiperkolesterolemia sehingga dapat dikembangkan menjadi suatu sediaan obat tradisional yang berasal dari bahan alam khususnya temu giring sehingga dapat dihasilkan obat antihiperkolesterolemia yang potensial dan terjangkau oleh masyarakat.

(22)

6

A. Kajian Teoritik

1. Obat Tradisional

Obat bahan alam yang semula banyak dimanfaatkan secara terbatas di negara-negara Asia dan Afrika, sekarang sudah meluas sampai ke negara-negara maju di Benua Eropa dan Amerika. Awalnya obat bahan alam digunakan sebagai tradisi turun temurun dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya teknologi baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik dilakukan untuk memperoleh bukti tentang khasiat obat bahan alam.

Berdasarkan cara pembuatan, penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam indonesia dikelompokkan menjadi:

a. Obat Tradisional (Jamu)

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan sarian atau galenik atau dari campuran bahan tersebut yang telah secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

b. Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

(23)

c. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik. Bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi (Handayani, 2008).

2. Tanaman Temu Giring (Curcuma Heyneana, Val)

Temu giring banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil atau peladangan dekat rumah penduduk, terutama di kawasan Jawa Timur. Kini, temu giring sudah banyak diusahakan oleh masyarakat sebagai tanaman apotik hidup, terutama di pulau Jawa. Penduduk Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat sudah mengusahakannya sebagai bahan jamu atau obat tradisional yang relatif menguntungkan (Muhlisah, 1999).

a. Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma heyneana Val.

(24)

b. Nama Umum dan Nama Daerah

Nama Umum : Temu Giring

Nama Daerah : Temu Giring (Jawa)

(Anonim, 2001).

c. Deskripsi Tanaman

Habitus : Sernak, semusim, tegak, tinggi ± 1 m. Akar : Akar serabut, kuning kotor.

Batang : Semu, terdiri dari pelepah daun, tegak, permukaan licin, membentuk rimpang, hijau muda.

Daun : Tunggal, permukaan licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 40-50 cm, lebar 15-18 cm, pertulangan menyirip, pelepah 25-35 cm, hijau muda.

Bunga : Majemuk, berambut halus, panjang 15-40 cm, kelopak hijau muda, pangkal meruncing, ujung membulat, mahkota kuning muda, hijau muda.

(Anonim, 2001).

d. Morfologi

Habitus herba, semusim, tinggi + 1 m. Batang semu, terdiri dari pelepah daun, tegak, permukaan licin, hijau muda. Daun tunggal, jumlah 3-8, permukaan licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 40-50 cm, lebar 15-18 cm, pertulangan menyirip, tangkai daun 25-35 cm, hijau muda. Bunga tersusun majemuk bulir, berambut halus, panjang ibu tangkai bunga 15-40 cm, kelopak hijau muda, pangkal meruncing, yang membulat; mahkota putih atau putih di tepi

(25)

merah muda. Akar serabut, rimpang keputih-putihan sampai kuning muda, kadang-kadang berwarna kuning di bagian tengah rimpang (Backer dan Van Den Brink, 1968).

Rimpang temu giring tumbuh menyebar di sebelah kiri dan kanan batang secara memanjang sehingga terlihat kurus atau membengkok ke bawah. Secara kesuluruhan, rimpang temu giring umumnya tumbuh mengarah ke bawah dengan percabangan berbentuk persegi. Apabila rimpang dibelah, akan terlihat daging rimpang berwarna kuning, berbau khas temu giring. Rimpang bagian samping umumnya memiliki rasa lebih pahit (Muhlisah, 1999).

Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga ketinggian 750 m di atas permukaan laut. Temu giring dijumpai sebagai tanaman liar di hutan jati atau di halaman rumah, terutama di tempat yang teduh. Perbanyakan dilakukan dengan stek rimpang induk atau rimpang cabang yang bertunas. (Mursito, 2003)

e. Efek Farmakologi dan Kegunaan

Rimpang temu giring berkhasiat sebagai obat cacing pada anak-anak, di samping itu untuk bahan kosmetika. Untuk obat cacing pada anak-anak dipakai ± 20 gram rimpang segar temu giring, dicuci lalu diparut, ditarnbah 1/2 gelas air matang dan 1/2 gram garam, diaduk kemudian disaring. Hasil saringan didiamkan selama 1 jam, diminum pada waktu pagi sebelum makan.

Akar rimpangnya memberikan warna kuning segar serta merupakan bahan utama dari lulur pada perawatan kulit tradisional Jawa dan sering diberikan untuk calon pengantin . Akar rimpang yang pahit diberikan bersama dengan tanaman obat lainnya yang digunakan untuk pengobatan, untuk degenerasi lemak dan juga

(26)

digunakan sebagai obat rakyat untuk menjaga stamina. Tanaman ini juga digunakan di salon kecantikan modern. Akar rimpangnya dianggap sebagai pendingin dan sabun pembersih, berguna untuk mengatasi penyakit kulit, luka tergores ringan dan luka. Patinya dapat dibuat menjadi bubur (Aliadi dkk, 1996).

f. Kandungan Kimia

Kandungan kimia rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan komponen utama 8(17),12-labdadiene-15,16-dial, tanin dan kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksi-kurkumin dan bis-desmetoksi-kurkumin (Ditjen POM, 1989), pati, saponin, dan flavonoid (Anonim, 2001).

1) Minyak Atsiri

Pada mulanya istilah minyak atsiri adalah istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan penyulingan uap. Definisi ini dimaksudkan untuk membedakan minyak/lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya (Guenther, 1987).

Minyak atsiri yang bersifat mudah menguap ini terdiri dari campuran zat menguap, dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang bisa menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap ini sangat mudah untuk persenyawaan yang memiliki titik didih yang sangat tinggi. Selanjutnya intensitas suatu bau (harum yang dihasilkan dengan beberapa pengecualian pada kondisi tertentu) merupakan manifestasi dari sifat mudah menguap yang menghasilkan bau harum tersebut (Guenther, 1987)

(27)

Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat di dalam kelenjar minyak khusus di dalam kantung minyak atau di dalam ruang antar sel dalam jaringan tanaman. Minyak atsiri tersebut harus dibebaskan sebelum disuling yaitu dengan merajang/memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin, sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan (Guenther, 1987).

Minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab harum, wangi dan bau yang khas pada banyak tumbuhan (Harborne, 1996).

Kegunaan minyak atsiri sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haemolitik, atau sebagai entienzimatik, sedatif dan stimulan untuk sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang dan memuakkan. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai obat cacing dan sebagai fungisida maupun bakterisida (Guenther, 1987).

2) Tanin

Tanin (Gambar 1) merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin terhidrolisiskan (hydrolysable

(28)

Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Oleh karena itu, semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang (Hagerman, 2002).

Gambar 1. Struktur kimia tanin

Senyawa tanin terdapat luas di dalam tumbuhan berpembuluh. Senyawa ini merupakan penghambat enzim yang kuat bila terikat dengan protein. Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut di dalam air. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan sitoplasma tetapi apabila jaringan rusak, misalnya jaringan yang dimakan oleh hewan maka bisa terjadi reaksi penyamakan. Tanin merupakan senyawa bakteriostatik terhadap gram positif dan gram negatif (Pramono, 1989)

Secara kimia tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.

(29)

a) Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins).

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat.

Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air.

Tanin jenis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Deteksi pendahuluan dalam jaringan lain dengan mengidentifikasi asam galat atau asam elagat dalam fraksi eter atau etil asetat yang dipekatkan dengan sinar UV akan tampak bercak ungu yang menjadi gelap bila diuapi NH3 selain itu juga bisa

dengan menggunakan KCKT (Harborne, 1996) b) Tanin terkondensasi (condensed tannins).

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol dan telah dibahas pada bab yang lain. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan dengan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin.

(30)

Tanin jenis ini terdapat di dalam paku-pakuan dan gimnospermae serta angiospermae terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi dapat dideteksi langsung dalam jaringan dengan mencelupkannya ke dalam HCl 2M mendidih selama 30 menit. Bila terdapat warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol maka ini merupakan bukti adanya tanin. Selain itu tanin jenis ini juga dapat dideteksi dengan kromatografi kertas dua arah memakai fase atas pengembang butanol-asam asetat (14:1:5) diikuti dengan asam asetat 6%. Selain itu dapat pula dideteksi dengan UV dan KCKT (Harborne, 1996). 3) Kurkumin

Kurkumin (Gambar 2) adalah senyawa aktif yang ditemukan pada kunir, berupa polifenol dengan rumus kimia C21H20O6. Kurkumin merupakan salah satu

produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman kunyit dan temulawak. Senyawa ini merupakan golongan karatenoid yaitu pigmen (zat warna) yang larut dalam lemak berwarna kuning sampai merah. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia 1,7-bis (4’hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien 3,5-dion. Kurkumin dapat memiliki dua tautomer yaitu keton dan enol. Sturktur keton lebih dominan dalam bentuk padat sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Pada struktur kurkumin terdapat ikatan rangkap terkonjugasi dan pasangan elektron bebas sehingga berpotensi sebagai ligan. Kurkumin juga termasuk senyawa β-ketoenolat yang dapat membentuk kompleks khelat cincin enam yang sangat stabil (Herlinawati, 1984) Kurkumin mempunyai sifat sebagai antioksidan (Sudarsono dkk, 1996)

(31)

Gambar 2. Struktur kimia kurkumin

4) Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mempunyai struktur C6-C3-C6. tiap bagian C6 merupakan

cincin benzen yang terdistribusi dan dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan

rantai alifatik Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi glikosida (Harbone, 1987).

Aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin

benzena) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak

(32)

sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995).

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. Analisa flavonoid lebih baik dengan memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang ada dalam ekstrak asal (Harbone, 1987).

Kegunaan senyawa flavonoid menunjukan aktivitas biologi yang beragam diantaranya adalah sebagai antivirus, antihistamin, diuretik, antiinflamasi, antimikroba dan antioksidan (Dewick, 2002).

(33)

3. Teknik Penyarian

Berbagai macam metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan zat dari bahan yang akan disari dan untuk analisis fitokimia idealnya digunakan jaringan yang masih segar. Cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum ekstraksi. Bahan harus dikeringkan secepatnya, lebih baik dengan aliran udara sampai betul-betul kering untuk mencegah perubahan kimia yang terlalu banyak (Harborne, 1996).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat diatur dosis atau konsentrasinya. Ekstrak adalah sediaan yang dapat kering, kental, dan cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai yaitu maserasi, perkolasi dan penyeduhan dengan air mendidih. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol, atau campuran etanol air. Penyarian dilakukan diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Anief, 2000)

Metode Penyarian yang sering digunakan adalah infundasi, maserasi, perkolasi dan alat Soxhlet.

a. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan air pada suhu 90º C selama 15 menit. Infundasi umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan altif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.

(34)

Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan selama 24 jam.

Infundasi umumnya dilakukan dengan mencampur simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat kehalusan yang ditetapkan dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit, dhitung mulai suhu didalam panci mencapai 90º C, sambil sesekali diaduk. Infus diserkai sewaktu panas melalui kain flanel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air melalui ampasnya (Anonim, 1986)

b. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan zat aktif yang berada diluar sel, maka larutan yang konsentrasinya pekat di dalam sel akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel. Maserasi dapat dibantu dengan pengadukan yang kontinu (maserasi kinetik).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol dan lain-lain. Bila penyari yang digunakan maka untuk mencegah tumbuhnya kapang dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian.

(35)

Keuntungan penyarian dengan maserasi adalah peralatan yang sederhana, murah dan pengerjaannya. Kerugian cara maserasi ini adalah membutuhkan waktu yang lama dan penyarian kurang sempurna.

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan derajat halus dimasukkan ke dalam bejana, kemudian ditambah dengan air 75 bagian cairan penyari, ditutup, dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil diaduk sesekali secara berulang-ulang. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Kemudian ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan (Anonim, 1986).

c. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan mengalirkan zat aktif dalam sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan maserasi karena :

1) Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan lautan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi

(36)

2) Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Kecilnya saluran kapiler tersebut menyebabkan kecepatan pelarutan cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut menstruum atau cairan penyari, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986).

d. Penyarian dengan Alat Soxhlet

Sistem penyarian dengan alat soxhlet disebut juga penyarian berkesinambungan. Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan ke dalam tabung. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik ke atas melalui pipa samping kemudian diembunkan kembali oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat-zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali dan berulang seperti proses di atas.

Keuntungan penyarian dengan alat soxhlet:

1) Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang pekat

2) Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak

3) Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume cairan penyari

(37)

4) Kerugian penyarian dengan alat soxhlet

5) Cairan penyari dipanaskan terus menerus sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kuang cocok

6) Cairan penyari dididihkan terus menerus sehingga cairan penyari yang baik harus murni atau campuran azeotrof (Anonim, 1986).

4. Lemak

Lemak merupakan substansi yang tampak seperti lilin dan tidak larut dalam air. Lemak yang terdapat dalam zat makanan kita umumnya terdiri dari gabungan tiga gugus asam lemak dan gliserol serta dikenal sebagai trigliserida. Lemak dalam bahan makanan dapat dbagi menjadi tiga golongan yaitu lemak jenuh (saturated fat), lemak tidak jenuh tunggal (mono-unsaturated fat) dan lemak tidak jenuh majemuk (poli-unsaturated fat). Penggolongan menjadi tiga jenis tersebut penting artinya dalam hubungannya dengan kesehatan jantung dan pembuluh darah dimana lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh majemuk merupakan lemak yang baik bagi tubuh untuk memproduksi zat-zat essensial lainnya bagi tubuh seperti esterogen, progesteron, testosteron dan sebagainya sedangkan lemak jenuh adalah lemak yang tidak baik untuk dikonsumsi, yang apabila tidak dimetabolisme oleh hati akan menyebabkan lemak terakumulasi dalam jaringan perifer dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah sehingga terjadi penyakit jantung koroner (Soeharto, 2000).

(38)

a. Lemak Jenuh

Lemak jenuh pada temperatur kamar berbentuk padat. Sumber lemak jenuh adalah lemak yang berasal dari binatang. Lemak jenis ini juga terdapat dalam usus, keju, mentega, es krim, dan minyak yang berasal dari tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak palem, dan lain-lain. Semua makan yang digoreng dengan dengan minyak tersebut berarti bercampur dengan lemak jenuh berkadar tinggi. Kita tidak dapat menghindari sama sekali lemak jenuh dari diet kita, karena banyak makanan yang rendah lemak tetapi mengandung lemak jenuh karena dimasak dengan lemak yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi (Soeharto, 2000)

b. Lemak Tidak Jenuh

Lemak tidak jenuh dibagi menjadi dua yaitu lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh majemuk. Lemak tidak jenuh tunggal adalah lemak yang sebagian asam lemaknya mono-unsaturated, seperti olive dan anola. Minyak-minyak tersebut berbentuk cair pada temperatur kamar sedangkan di dalam lemak tidak jenuh majemuk yang dominan adalah asam lemak poly-unsaturated. Contohnya minyak bunga matahari, minyak jagung, minyak kedelai, dan lain-lain. Dari sudut kimia, asam lemak jenuh ini tidak memiliki ikatan diantara atom-atom karbon di dalam molekulnya, sedangkan asam lemak tidak jenuh tunggal terdapat satu ikatan rangkap dan asam lemak tidak jenuh majemuk terdapat dua ikatan rangkap atau lebih (Soeharto, 2000).

Sebagian besar lipid plasmanya tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas. Asam-asam lemak bebas sering disebut FFA (Free Fatty Acids), UFA (Unesterified Fatty Acids), NEFA (Nonesterified Fatty Acids) terikat pada

(39)

albumin, sementara kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditransport dalam bentuk kompleks lipoprotein. Lipoprotein berfungsi mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat penggunaannya. Digambarkan bahwa partikel lipopretein pada intinya terdapat ester kolestrol dan trigliserida, dikelilingi oleh fosfolipid, kolestrol non ester, dan apoliprotrein. Zat-zat tersebut beredar dalam darah sebagai lipopretein larut plasma.

Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara:

1) Mengurangi pembentukan liprotein dan mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk ke dalam darah

2) Meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari dalam darah.

Lipid plasma diangkut dengan dua cara yaitu jalur eksogen dan endogen: 1) Jalur Eksogen

Trigleserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein yang disebut kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam darah. Kemudian trigliserida dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron rennant. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron rennant akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Kilomikron rennant adalah kilomikron yang telah dihilangkan sebagian besar tigliseridanya sehingga ukurannya mengecil tetapi jumlah kolesterolnya tetap (Ganiswara, 1995)

(40)

Sebagian kolestrol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan sebagian lagi dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (yang lemaknya telah diambil), dibuang dari aliran darah melalui hati (Ganiswara, 1995)

Kolesterol juga dapat diproduksi oleh jaringan hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG koenzim-A reduktase, Kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah. Asupan kolesterol dari darah juga diatur oleh jumlah reseptor LDL yang terdapat pada permukaan sel hati (Ganiswara, 1995).

2) Jalur Endogen

Trigliserida dan kolesterol disintesis oleh hati, diangkut secara endogen dalam bentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL) kaya trigliserida dan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). LDL mengalami katabolisme melalui reseptor dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol endogen. Penderita hiperkolesterolemia familial heterozigot mempunyai kira-kira 50% reseptor LDL yang fungsional. Pada pasien ini, katabolisme LDL oleh hati dan jaringan perifer berkurang sehingga kadar kolesterol plasma meningkat. Peningkatan kadar kolesterol sebagian disalurkan ke dalam makrofag yang akan membentuk sel busa (foam cells) yang berperan dalam

(41)

terjadinya aterosklerosis premature. Bentuk homozigot lebih jarang dan lebih berbahaya sehingga pada usia anak dapat terjadi serangan infark jantung. HDL berasal dari hati dan usus sewaktu terjadi hidrolisis kilomikron di bawah pengaruh enzim lechitin cholesterolacyltransferase (LCAT). Ester kolesterol ini akan mengalami perpindahan dari HDL kepada IDL sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah transport kolesterol dari perifer menuju hati untuk dikatabolisasi. Aktivitas ini mungkin berperan sebagai antiaterogenik (Ganiswara, 1995).

Lipid utama dalam lipoprotein adalah kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Trigliserida dan bentuk teresterifikasi dari kolesterol adalah lipid non polar yang tidak larut dalam lingkungan berair dan mengisi pusat dari lipoprotein. Fosfolipid dan sejumlah kecil dari kolesterol bebas yang solubel dalam kedua lingkungan lipid dan air, melingkupi permukaan partikel dimana berfungsi sebagai permukaan antara komponen plasma dan inti lipoprotein. Famili dari protein, apoliprotein, juga berada di permukaan lipoprotein untuk memertahankan struktur lipoprotein yang spesifik dan nenyediakan permukaan antara lipid dan lingkungan berair. Protein-protein ini mempunyai peranan-peranan penting pada regulasi transport lipid dan metabolisme lipoprotein. Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki kelainan lipoprotein, bukan hanya menurunkan kadar total kolesterol dan trigliserida plasma saja (Tjay dan Raharja, 2007).

(42)

Tabel I. Jenis lipoprotein, ukuran, komposisi dan asalnya (Tjay dan Raharja, 2007)

Lipoprotein plasma darah digolongkan berdasarkan densitasnya (gram/ml) yang juga merupakan gambaran kandungan lipida dari molekul yang bersangkutan. Semakin besar kandungan lipida molekul ini, semakin rendah densitasnya dan semakin besar kecenderungan molekul untuk bergerak ke atas atau mengapung, jika plasma darah disentrifuge pada kecepatan tinggi (Leichner, 1997)

Ada enam keluarga lipoprotein (Tabel I), yang dikelompokkan menurut besar dan kandungan lipidnya (densitas):

a) Kilomikron

Merupakan lipoprotein terbesar terbentuk di mukosa usus selama absorbsi produk-produk pencernaan lemak. Sekitar satu jam setelah makan makanan yang mengandung banyak lemak. Konsentrasi kilomikron dalam plasma dapat meningkat satu sampai dua persen, dan karena ukuran kilomikron besar, plasma terlihat keruh dan terkadang kuning, tampak seperti susu (lipemia). Kilomikron Macam Lipoprotein Ukuran (nm) Komposisi Asal Protein Kolesterol Ester

Kolesterol Trigiserida Fosfolipid

Kilomikron 75-1000 2 2 3 90 3 Usus Sisa Kilomikron 30-80 - - - Kapiler VLDL 30-80 8 4 16 55 17 Hati & usus IDL 25-40 10 5 25 40 20 VLDL LDL 20 20 7 46 6 21 IDL HDL 7,5-10 50 4 16 5 25 Hati & Usus

(43)

dibersihkan dari sirkulasi oleh kegiatan lipoprotein lipase, yang terletak dipermukaan endotel pembuluh kapiler. Enzim mengkatalisis pemecahan trigliserida didalam kilomikron tersebut menjadi FFA dan gliserol, yang masuk sel-sel adipose dan direesterifikasi. Kalau tidak, FFA (Free Fatty Acid) tetap berada di dalam sirkulasi terikat pada albumin. Kilomikron yang kehabisan trigliseridanya tetap berada dalam sirkulasi sebagai lipoprotein kaya kolesterol yang disebut sisa kilomikron. Sisa-sisa ini dibawa ke hati, yang mengikat sisa-sisa ini dengan reseptor LDL. Kilomikron dan sisa-sisanya merupakan suatu system transport untuk lipid eksogen yang dimakan. Juga ada system endogen yang terdiri dari VLDL, IDL, LDL, dan HDL yang mengangkut trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh (Ganong, 1998). Kadar kilomikron meningkat setelah makan, memerlukan 12-16 jam untuk membersihkan semua kilomikron dari serum. Kilomikronemia pasca makan mereda 8-10 jam sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa dianggap abnormal. Kilomikron membentuk lapisan krim di atas plasma yang didinginkan (Ganiswara, 1995). b) VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Lipoprotein yang terdiri dari 60% trigliserida (endogen) dan 10-15% kolesterol dan fosfolipid. Jika plasma pasien didinginkan semalam (40C) maka peningkatan kadar VLDL tampak sebagai kekeruhan di bawah lapisan atas. Apabila lapisan atas berupa krim maka kadar kilomikron juga meningkat (Ganiswara, 1995). VLDL terbentuk di hati dan mengangkut trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati ke jaringan ekstrahepatis. Setelah trigliseridanya sebagian dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL

(44)

ini menjadi IDL (Ganong, 1998). Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintetis dari karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL (Ganiswara, 1995).

c) IDL (Intermediate Density Lipoprotein)

Lipoprotein yang sangat rendah densitasnya, yang sebagian besar trigliseridanya sudah dikeluarkan sehingga konsentrasi kolesterol dan fosfolipid meningkat (Guyton and Hall, 1997). IDL menyerahkan fosfolipid dan kolesterol melalui kerja enzim plasma lechitin cholesterol asyltransferase (LCAT), mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol di HDL. Beberapa IDL diambil oleh hati, IDL sisanya kemudian melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein, kemudian di sinusoid-sinusoid hati menjadi LDL (Ganong, 1998). Bila terdapat dalam jumlah banyak IDL akan terlihat sebagai kekeruhan pada plasma yang didinginkan meskipun ultrasentifugasi perlu dilakukan untuk memastikan adanya IDL (Ganiswara, 1995).

d) LDL (Low Density Lipoprotein)

Merupakan IDL dimana hampir semua trigliserida telah dikeluarkan, meninggalkan terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi dan konsentrasi sedang fosfolipid. LDL menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah merupakan unsur pokok essensial di membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk membentuk hormon steroid. Di dalam hati dan kebanyakan jaringan ekstrahepatik, LDL diambil dengan endositosis dengan mediator reseptor. Dalam proses endositosis berperantara reseptor, situasi ini mencetuskan pelepasan reseptor LDL yang berdaur ulang ke membran sel sehingga kolesterol terbentuk

(45)

dari ester-ester kolesteril oleh lipase asam di dalam lisosom menjadi siap untuk memenuhi kebutuhan sel tersebut. Kolesterol di dalam sel juga menghambat sintesis kolesterol intraseluler dengan menghambat HMG-CoA reduktase, merangsang esterifikasi kelebihan kolesterol yang dilepaskan. Semua reaksi ini menjadi kendali umpan balik bagi banyaknya kolesterol di dalam sel tersebut. LDL juga diambil oleh sistem yang berafinitas lebih rendah di dalam makrofag dan beberapa sel lain. Kalau terlalu terbebani oleh kadar LDL plasma yang tinggi, makrofag menjadi penuh dengan ester kolesterol dan membentuk sel-sel busa yang tampak pada awal lesi aterosklerotikdan memainkan suatu bagian pada pembentukan lesi ini (Ganong, 1998). Kadar LDL serum yang tinggi umumnya dianggap sangat memperbesar kemungkinan aterosklerosis (Speicher and Smith, 1983). LDL adalah komponen normal plasma pada keadaan puasa. Plasma yang mengandung LDL kadar tinggi tetap jernih setelah proses pendinginan karena LDL berukuran relative kecil (Ganiswara, 1995).

e) HDL (High Density Lipoprotein)

Mengandung konsentrasi protein tinggi, kira-kira 50% protein tetapi konsentrasi kolesterol dan fosfolipid yang lebih kecil (Guyton, 1997). HDL penting untuk membersihkan kolesterol dan trigliserida dan untuk transport serta metabolisme ester kolesterol dalam plasma. HDL secara normal terdapat dalam plasma puasa, tetapi plasma yang didinginkan tetap jernih, walaupun HDL terdapat dalam jumlah besar karena HDL lebih kecil daripada LDL (Ganiswara, 1995). HDL disintesis di dalam hati dan usus (Ganong, 1998). HDL berfungsi mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga

(46)

penimbunan kolesterol di perifer berkurang. Kadar HDL yang normal atau tinggi penting dalam menurunkan resiko aterosklerosis baik dengan mencegah pengendapan tipe-tipe kolesterol lain maupun dengan menghilangkan kolesterol dari dinding arteri (Speicher and Smith, 1983).

Jadi LDL yang terutama terdiri dari kolesterol (70%) sepertiganya dikeluarkan oleh hati dan duapertiga sisanya diserap dan dirombak oleh jaringan-jaringan perifer dimana sel-sel perifer tidak mampu merombak kolesterol, maka zat ini harus dikembalikan ke hati dan transportnya dilakukan oleh HDL. Selain itu HDL berdaya, dengan bantuan enzim LCAT, untuk melarutkan kolesterol yang karena sesuatu sebab telah diendapkan LDL pada dinding pembuluh yang menjadi aktif jika terdapat kekurangan kolesterol endogen. Asupan kolesterol dari darah juga diatur oleh jumlah reseptor LDL yang terdapat pada permukaan sel hati.

5. Kolesterol

Kolesterol (bahasa Yunani: chole = empedu, stereos = padat) adalah zat alamiah dengan sifat-sifat berupa lemak dan steroid. Kolesterol merupakan bahan bangun essensial untuk sintesa zat-zat penting seperti hormon kelamin dan anak ginjal, glikosida-glikosida jantung dan vitamin D. Kolesterol terdapat dalam semua sel hidup, misalnya sebagai bahan isolasi sekitar serat-serat saraf dan disalut-salut sel begitu pula dalam lemak-lemak hewani dan sebagai komponen utama dari batu-batu empedu. Resorpsinya dari usus hanya terjadi bila terdapat cukup asam empedu (asam kolat) untuk mengemulsi jumlah kolesterol yang diresorpsinya berbeda-beda secara individual dan antara lain tergantung dari

(47)

susunan makanan (adanya serat-serat) dan lamanya perjalanan di usus, batasnya terletak antara 200 mg dan 800 mg sehari. Sebagai pedoman dianjurkan 250-300 sehari (Tjay dan Rahardja, 2007).

Proses yang meningkatkan kadar kolesterol adalah 1) Pengambilan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor LDL. 2) Pengambilan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh lintasan yang tidak diperantai reseptor. 3) Pengambilan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya akan kolesterol itu oleh membran sel. 4) Sintesis kolesterol. 5) Hidrolis ester kolesterol oleh enzim ester kolesterol hidrolase (Mayes dkk, 1997).

Pada manusia kadar kolesterol total dalam plasma 5,2 mmol/l dan kadar ini meningkat bersamaan dengan penambahan umur, sekalipun diantara berbagai individu terdapat variasi yang luas (Mayes dkk, 1997). Kolesterol merupakan senyawa sterol yaitu bentuk alkohol steroid yang mempunyai ikatan rangkap. Senyawa steroid yang memiliki struktur yang sama yaitu terdiri dari sistem gabungan cincin yang disebut siklopentana perhidrofenatrena. Struktur kimia steroid dapat dilihat pada Gambar 3.

(48)

Sterol merupakan steroid yang mengalami modifikasi, karena kehadiran 1 rantai hidrokarbon yang mengandung 8 sampai 10 atom karbon pada posisi 17 dan kehadiran hidroksil pada posisi 3 pada cincin. Kolesterol (Gambar 4) mengandung 8 atom karbon, dan mengandung ikatan rangkap pada posisi C5-C6 cincin

siklopentana perhidrofentatre.

Gambar 4. Struktur kimia kolesterol (Poedjiadi, 1994)

Kolesterol merupakan zat yang berguna untuk menjalankan fungsi tubuh. Kolesterol berasal dari lemak yang menghasilkan 9 kalori. Sementara itu, karbohidrat dari tepung dan gula hanya menghasilkan 4 kalori. Selain berguna untuk proses metabolisme, kolesterol untuk membungkus jaringan saraf, meliputi sel dan sebagai pelarut vitamin. Pada anak-anak, kolesterol dibutuhkan untuk mengembangkan jaringan otak (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2003).

Resorpsi kolesterol dari usus hanya terjadi bila ada cukup asam empedu yang berasal dari embedu untuk mengemulsikannya. Tergantung dari susunan makanannya antara lain jumlah kolesterol, lemak hewani dan serat nabati setiap hari dapat diserap sebanyak 200-600mg kolesterol. Di samping itu, tubuh

(49)

terutama hati membentuk 700-1000 mg kolesterol sehari untuk memenuhi kebutuhannya (Tjay dan Rahardja 2007).

Biosintesis kolesterol dibagi menjadi lima tahap yaitu: 1) Asam Mevalonat, yang merupakan senyawa enam karbon disintesis dari asetil-KoA. 2) Isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO2. 3) Enam unit

isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk senyawa-antara skualena. 4) Skualena mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk yaitu lanosterol. 5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol melewati beberapa tahap selanjutnya termasuk pelepasan tiga gugus metil (Mayes dkk, 1997)

Pengaturan sintesis kolesterol dilakukan di dekat awal lintasan yakni pada tahap HMG-KoA reduktase. Dalam hati terdapat mekanisme dimana HMG-KoA dihambat oleh mevalonat. Karena penghambatan langsung enzim tersebut oleh kolesterol tidak dapat diperagakan, kolesterol (atau metabolitnya, misal sterol teroksigenasi) dapat berkerja melalui represi sintesis enzim reduktase yang baru atau dengan memicu sintesis enzim yang menguraikan enzim reduktase yang ada. Sintesis kolesterol juga dihambat oleh LDL-kolesterol reduktase yang ada. Sintesis juga bisa dihambat oleh LDL-kolesterol yang diambil melalui reseptor LDL (reseptor E, apo B-100). Variasi diurnal terdapat sejumlah efek pada aktivitas reduktase yang terjadi lebih cepat daripada yang dapat dijelaskan hanya oleh perubahan pada kecepatam sintesis protein. Pemberian hormon insulin dan hormaon tiroid meningkatkan aktivitas HMG-KoA reduktase, sedangkan hormon glukagon atau glukokortiroid menurunkannya. Enzim tersebut terdapat dalam bentuk aktif maupun inaktif secara reversibel dapat dimodifikasi oleh mekanisme

(50)

fosforilasi-defosforilasi, dimana sebagian diantaranya mungkin bergantung pada cAMP dan dengan demikian bereaksi segera terhadap hormon glukagon (Mayes dkk, 1997). Mekanisme biosintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 5.

(51)

Biosintesis kolesterol dari asetat diringkas dari Gambar 5, enam asam mevalonat berkondensi untuk membentuk skualen yang kemudian dihidrolis dan diubah ke kolesterol. Panah putus-putus menunjukkan inhibisi umpan balik oleh kolesterol menghambat sintetisnya sendiri dengan menghambat HMG-koA reduktase, enzim yang mengubah β-hidroksi-βmetil glutaril koA ke asam mevalonat sehingga bila dimasukkan kolesterol diet tinggi maka sintesis hati menurun serta sebaliknya (Ganong, 1995).

6. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol dan atau trigliserida. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai serum kolesterol minimal 200mg/dl atau serum trigliserida minimal 150 mg/dl (Mihardja, 1999). Hiperlipidemia (lebih tepat hiperlipoproteinemia) adalah keadaan dimana kadar lipoprotein meningkat. Dapat dibedakan dua jenis, yakni:

a. Hiperkolesterolemia dengan peningkatan kadar LDL (dan kolesterol total) b. Hipertrigliseridemia dimana kadar trigliserida meningkat (Tjay dan Rahardja,

2007)

c. Hiperlipidemia, kelebihan lipid dalam plasma ini sinonim dengan hiperlipoproteinemia, istilah yang lebih memberikan gambaran mengenai abnormalitas metabolik yang sesungguhnya karena lipid plasma sebenarnya ada dalam bentuk kompleks lipoprotein. hiperlipoproteinemia ini mungkin primer atau sekunder, akibat diet, penyakit, atau pemberian obat. Bentuk-bentuk hiperlipoprotein tertentu dihubungkan dengan naiknya kejadian

(52)

aterosklerosis, proses patologis yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan penyakit-penyakit serius lainnya (Montgomery dkk, 1983).

Mekanisme terjadinya hiperlipidemia ada bermacam-macam yaitu a) Akibat lemak yang umumnya tinggi kolesterol, lemak jenuh dan kalori berlebihan. b) Pengaruh lingkungan, gaya hidup dan alkohol. c) Karena faktor genetik seperti pada hiperlipidemia primer (Setiati, 2009).

Dalam kebanyakan hal hiperlipidemia bersifat familiar dengan faktor keturunan dan jarang sudah terdapat sejak lahir. Gejala-gejala yang timbul sangat khas yaitu xhantomata yaitu bercak-bercak kuning (Yunani xantos) di atas kulit khususnya pada kelopak mata. Juga keluhan-keluhan perut, pankreatis dan aterosklerosis (Tjay dan Rahardja, 2007).

Pengobatan hiperproteinemia didasarkan karena adanya hubungan hiperlipidemia dengan aterosklerosis (koroner dan perifer), pankreatis akut (dengan hipergliseridemia) dan tendonitis serta xanthom (kosmetik). Pengobatan hiperkolesterolemia terutama ditujukan pada pasien dengan riwayat aterosklerosis premature dalam keluarga dan dengan adanya faktor resiko lainnya seperti diabetes mellitus, hipertensi dan merokok. Pengobatan ini meliputi penyelusuran jenis kelamin, lipid pasien, lalu pemberian obat sesuai dengan keadaan patofisiologis penyakit (Ganiswara, 1995).

Ada berbagai macam klasifikasi dislipidemia (tingginya kadar kolesterol dan trigliserida), diantaranya klasifikasi fenotipik dan klasifikasi patogenik.

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia tanin
Gambar 2. Struktur kimia kurkumin
Tabel I. Jenis lipoprotein, ukuran, komposisi dan asalnya (Tjay dan Raharja, 2007)
Gambar 3.  Struktur kimia steroid (Lehninger, 1982)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menanggapi perkembangan teknologi internet yang sangat maju seperti sekarang, penulis ingin membantu petani tanaman hias dalam mempromosikan dan menjual produknya kepada

[r]

Ajax sebagai metode baru dengan eksplorasi yang lebih luas mengenai cara pengguna berinteraksi dengan aplikasi web. Penulisan ini membantu pemahaman pembaca mengenai bagaimana

Kecil Layanan Inspeksi Teknis atau Layanan Jasa Enjiniring Terpadu 5 Konsultan Pengawas Paket Pekerjaan. Bidang ke-PU-an

Paket Pengadaan ini ter buka untuk penyedia barang/ jasa yang ter daftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektr onik (LPSE) dan memenuhi per syaratan.. Pengadaan ini

Syarat pendaftaran (1) Apabila yang mendaftar adalah orang yang ditugaskan oleh direktur utama/pimpinan perusahaan/kepala cabang, pendaftar melampirkan surat tugas dari

Syarat pendaftaran (1) Apabila yang mendaftar adalah orang yang ditugaskan oleh direktur utama/pimpinan perusahaan/kepala cabang, pendaftar melampirkan surat tugas dari

Syarat pendaftaran (1) Apabila yang mendaftar adalah orang yang ditugaskan oleh direktur utama/pimpinan perusahaan/kepala cabang, pendaftar melampirkan surat tugas dari