• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intoksikasi Organofosfat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Intoksikasi Organofosfat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Intoksikasi Organofosfat

Intoksikasi Organofosfat

DYNASTIANI DYNASTIANI 102008143 102008143

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: dynasti_meiling@yahoo.co.id Email: dynasti_meiling@yahoo.co.id

Kasus : Kasus : Seorang laki

Seorang laki –  –  laki 25 tahun dibawa ke UGD dalam keadaan tidak sadarkan diri. Keluarga laki 25 tahun dibawa ke UGD dalam keadaan tidak sadarkan diri. Keluarga  pasien

 pasien mengatakan 1 mengatakan 1 jam jam yang lalu yang lalu pasien pasien ditemukan ditemukan tidak tidak sadarkan sadarkan diri diri di di kamarnya kamarnya dandan ditemukan ada obat nyamuk cair disebelah pasien. Dari mulut pasien tercium bau obat ditemukan ada obat nyamuk cair disebelah pasien. Dari mulut pasien tercium bau obat nyamuk cair. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, tekanan darah nyamuk cair. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, tekanan darah 105/70mmHg, denyut nadi 66x/menit, frekuensi napas 32x/menit, cor: murmur (-), pulmo: 105/70mmHg, denyut nadi 66x/menit, frekuensi napas 32x/menit, cor: murmur (-), pulmo: ronki (-)

ronki (-)

Pendahuluan

Pendahuluan

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada

manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.yang menggunakannya.

Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh , susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh , susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah darah oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah saraf. Meskipun demikian, susunan saraf rentan terhadap berbagai jenis toksikan. Lebih saraf. Meskipun demikian, susunan saraf rentan terhadap berbagai jenis toksikan. Lebih rentannya sebagian dapat dikaitkan dengan fakta bahwa neuron mempunyai suatu laju rentannya sebagian dapat dikaitkan dengan fakta bahwa neuron mempunyai suatu laju metabolisme yang tinggi, dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme anaerobik. Selain itu, metabolisme yang tinggi, dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme anaerobik. Selain itu, karena dapat dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas karena dapat dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas membran sel. Panjangnya akson merupakan alasan lain mengapa susunan saraf terutama membran sel. Panjangnya akson merupakan alasan lain mengapa susunan saraf terutama rentan terhadap efek toksik, karena badan sel harus memasok aksonnya secara struktural rentan terhadap efek toksik, karena badan sel harus memasok aksonnya secara struktural maupun secara metabolisme.

(2)

Anamnesis

Anamnesis merupakan waancara mendis yang merupakan tahap awal dari rangkaian  pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan  pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien

yuang profesional dan optimal.2

 Identitas pasien : nama, usia, alamat, pekerjaan  Jenis racun

 Cara masuk racun (route of administration): melalui ditelan, inhalasi, penyuntikan,

 penyerapan melalui kulit / anus / vagina.

 Kapan dan berapa banyak yang terminum  Pertolongan apa yang sudah diberikan

 Apa gejala yang dialami pasien terakhir kali  Pasien muntah atau tidak 

 Apakah mengkonsumsi obat-obatan lain

 Data tentang kebiasaan dan kepribadian pasien  Status psikiatri pasien

Pemeriksaan fisik

 Status kesadaran (GCS)

secara kualitatif

Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan: sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh rangsang, misalnya rangsang nyeri, bunyi atau gerak. Rangsang ini disampaikan pada sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang terletak di atas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau strok, tidak akan menyebabkan koma, kecuali bila letaknya dalam dan mengganggu hipotalamus.

(3)

Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seorang dokter melakukan inspeksi, konversasi dan bila perlu memberikan rangsang nyeri.3

1. Inspeksi. Perhatikan apakah pasien berespons secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar dan taktil yang ada di sekitarnya.

2. Konversasi. Apakah pasien memberikan reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara yang kuat ?

3. Nyeri. Bagaimana respons pasien terhadap rangsang nyeri ?

Dalam skenario: ditemukan Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat  pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai: latergi, obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan:

(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)

 Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi napas

o Mata yang terpapar menyebabkan kerusakan kornea dari yang sedang sampai

 parah. Penurunan ketajaman penglihatan dan edema periorbital, pupil miosis.

o Mulut berbusa dan bau organofosfat yang tertelan seperti bau bawang putih o Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan

antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglobinemia.

 Kardiovaskuler : hipotensi dan takikardi

 Imunologi : bronkospasme, pembengkakan mukosa laring dan reaksi anafilaksis.

Radiologi

Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.4

Laboratorium

 Nilai laboratorium tidak spesifik, yang dapat ditemukan bersifat individual pada keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus. Pada

(4)

konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi kolinesterase dapat digunakan, tetapi  pengobatan tidak harus menunggu hasil laboratotium.5

Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin (yang ditambahkan sebagai substrat) menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan aktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan indikator.

Pemeriksaan status kesehatan mental

Tema utama pada kasus-kasus ini umumnya meliputi suatu krisis yang menyebabkan  penderitaan yang mendalam disertai perasaan tak berdaya dan tak ada harapan, konflik antara keinginan untuk bertahan dengan stress yang tak tertanggungkan lagi, persepsi pasien  bahwa ia tak mempunyai banyak pilihan lagi, dan keinginan untuk melepaskan diri dari

masalahnya.

Ide bunuh diri terjadi pada orang-orang yang rapuh sebagi respons terhadap berbagai tekanan pada setiap usia, dan bisa saja terdapat untuk waktu yang lama tanpa diakhiri dengan suatu tindakan bunuh diri.

Perlu mempertimbangkan pasien cenderung untuk mencoba bunuh diri apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut 6:

Gambaran klinis dan diagnosis:

Mengidentifikasi pasien yang mempunyai kecendrungan bunuh diri merupakan hal yang sangat penting namun sulit. Penelitian di AS menunjukan bahwa hal-hal berikut ini menunjukan risiko tinggi terjadinya tindak bunuh diri:

a. Laki-laki

 b. Usia diatas 45tahun

c. Riwayat bunuh diri atau percobaan bunuh diri dalam keluarga d. Mempunyai penyakit fisik kronis

e. Mempunyai gangguan kesehatan jiwa f. Tidak mempunyai pekerjaan

g. Memiliki keluarga yang bermasalah

h. Hubungan sosial yang buruk baik tehadap keluarga/lingkungan i. Cenderung mengisolasi diri

(5)

Gangguan jiwa yang sering berkatian dengan bunuh diri:

Adalah gangguan mood, ketergantungan alkohol, skizofrenia dalam jumlah yang realtif kecil. Pencegahan tindakan bunuh diri yang terbaik adalah mendeteksi dini dan menatalaksanai gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi tadi.

Ada beberapa kasus yang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri tapi dengan cara yang jelas-jelas tidak mematikan. Motifnya bervariasi, antara lain manipulasi yang disengaja, atau kemarahan yang tidak disadari terhadap orang-orang yang bermakna bagi dirinya. Secara diagnostik, orang-orang tersebut mungkin memenuhi kriteria gangguan kepribadian antisosial atau ambang, atau prilaku itu berkatian dengan suatu ide atau perilaku yang aneh pada skizofrenia.

Yang paling sulit secara klinis dan medikolegal adalah parasuicides, yaitu mereka yang  berulangkali melakukan hal-hal berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri. Mereka ini biasanya minta dipulangkan segera setelah keadaan fisiknya membaik, atau sebelum betul-betul baik, dan sulit bagi terapi untuk memaksa mereka untuk tetap menjalani  perawatan inap. Meskipun demikian, lebih bijaksana untuk tetap merawat mereka secara

involunter apabila frekuensi perilaku parasuicide-nya meningkat. Panduan Wawancara dan Psikoterapi:

a. Pada waktu wawancara, pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide  bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung. Tidak benar bahwa membicarakan bunuh

diri dalam situasi klinik akan mendorong terjadinya hal itu.  b. Mulailah dengan menanyakan:

c. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini biasanya diterima oleh hampir setiap orang dan tidak mengandung stigma.

d. Setelah itu tanyakan isi pikiran pasien dan catatlah. Begitu topik ini dibuka, gunakan kata-kata seperti “membunuh diri” atau “mati”, bukan “menyakiti diri”, agar pasien tidak bingung, karena sebagian besar pasien tidak ingin menyakiti diri sendiri meskipun mereka ingin membunuh dirinya sendiri.

 Berapa sering pikiran-pikiran bunuh diri ini muncul?  Apakah pikiran-pikiran tentang bunuh diri ini meningkat?

 Apakah Anda hanya memikirkan kematian, ataukah Anda sudah memikirkan

secara pasti bagaiamana Anda akan membunuh diri Anda?

e. Pertimbangkan faktor umur dan kecangihan pikiran pasien, dan apakah niat yang dinyatakan pasien sesuai dengan metode yang mereka pilih. Misalnya, seorang wanita

(6)

dengan tingkat intelegensi normal yang bersikeras bahwa ia ingin mati dengan meminum 6 tablet aspirin, dibandingkan dengan seorang anak kecil yang menyatakan hal yang sama. Kasus pertama tidak begitu berbahaya dibandingkan kasus kedua. f. Selidiki:

 Apakah pasien bisa mendapatkan alat atau cara untuk melakukan rencana

 bunuh dirinya?

 Apakah mereka sudah mengambil langkah-langkah aktif, misalnya

mengumpulkan obat, menyelesaikan segala urusannya?

 Seberapa pesimiskah mereka?

 Apakah mereka bisa membayangkan atau memikirkan bahwa kehidupannya

dapat membaik?

g. Pertanyaan terakhir ini dapat membantu assessment dan terapi, karena pasien dapat mengajukan suatu alternatif untuk memecahkan masalahnya.

h. Jika tidak, apakah merasa masa depannya suram, tak ada harapan lagi?

i. Jika ya, apakah ketakutannya itu rasional atau tidak? Seorang laki-laki muda yang merasa tak berdaya karena ditinggalkan istrinya, risikonya lebih kecil dibandingkan seorang laki-laki yang yakin tanpa alasan bahwa ia mengidap kanker dan semua orang menyembunyikan hal ini darinya.

 j. Jika pasien tidak kooperatif, cari data dari orang-orang penting dalam kehidupannya.

Diagnosis Banding

a. Intoksikasi Carbamate

Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.7

Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah Sevine.

Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.

(7)

 b. Intoksikasi hidrokarbon

Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah minyak tanah,  bensin, minyak cat (tinner) dan minyak untuk korek api. Gejala klinik terutama terjadi

sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depresi susunan saraf pusat.7

 Iritasi pulmonal : batuk, sesak napas, retraksi, takipneu, sianosis, batuk darah,

dan udema paru. Pada pemeriksaan foto thorax bisa didapatkan adanya infiltrate di kedua lapangan paru, atau efusi pleura.

 Depresi SSP : terjadi penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma,

kadang disertai kejang.

 Gejala GI tract : mual, muntah, nyeri perut, diare.

Patofisiologi

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam  plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.6,8

Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit.

(8)

Enzim asetilkolinesterase memegang peranan penting dalam penghentian transmisi kolnergik, maka efek utama antikolinesterase adalah karena penghamabatan hidrolisis Ach di ujung saraf kolinergik. Efek utama antikolinesterase yaitu adalah

Mata. Pada mata antikolinesterase dapat menyebabkan miosis, hilangnya daya akomodasi, dan hiperemia konjungtiva. Miosis dapat terjadi cepat sekali dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal setelah setengah jam.

Saluran cerna. Antikolinesterase dapat meningkatkan peristaltik usus, kontraksi lambung, dan sekresi asam lambung.

Otot. Antikolinesterase memperlihatkan efek nikotinik pada otot rangka karena asetilkolin tertumbun di sambungan saraf otot. Hal ini menyebabkan otot rangka dalam keadaan terangsang terus menerus sehingga terjadi tremor, fibrilasi otot, dan dalam keadaan yang  berat dapat menimbulkan kejang-kejang. Bila terjadi keracunan yang berat dapat terjadi

kelumpuhan akibat depolarisasi menetap (persisten).

Efek lain. Pada umumnya antikolinesterase melalui efek muskarinik, memperbesar sekresi semua kelenjar eksokrin misalnya kelenjar pada bronkus, kelenjar air mata, kelenjar keringat, kelenjar air liur, dan saluran cerna.

Manifestasi klinis

Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.8

Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi diare, urinasi, miosis, bradikardi atau  bronkospasme, defekasi, eksitasi, lacrimasi, salivasi dan hipotensi. Efek yang terutama pada

sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,  pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam

(9)

waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 8 jam, ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang terjadi.8

Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem  paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.

Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.

Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk.

Penatalaksanaan

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan terhadap pasien yaitu segera muntahkan  pasien dengan cara mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan/atau dengan memberikan susu penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.7,8

Hati-hati pada orang tua dan bayi. Bila penderita berhenti nafas, segeralah dimulai  pernafasan buatan. Terlebih dulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan dilakukan pernafasan dari mulut ke mulut.

Penanganan lain yang dapat dilakukan antara lain: 1. Stabilisasi

Terapi suportif berupa:

a. Penatalaksanaan jalan nafas (valve bag mask)

 b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan : ventilasi dan oksigenasi c. Penatalaksanaan sirkulasi

d. Jika terjadi kejang, beri diazepam dengan dosis Dewasa 10-20 mg iv dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5ml/30 menit. Jika perlu dosis ini dapat diulangi

(10)

setelah 30-60 menit. Mungkin perlu infus kontinue sampai maksimal 3 mg/kg BB/24  jam. Sedangkan dosis untuk anak-anak adalah 200-300 µg/kg BB

2. Dekontaminasi gastrointestinal

a. Induksi muntah, dengan menyentuh pangkal tenggorokan dengan jari atau ujung sendok. Induksi muntah dilakukan bila terjadi intoksikasi organofosfat dengan konsentrasi 20% atau lebih.

Induksi muntah tidak boleh dilakukan pada pasien tidak sadar atau sangat mengantuk/somnolen dan pasien kejang karena dapat menyebabkan aspirasi ke saluran  pernapasan dan dapat memperparah keadaan. Induksi muntah juga tidak boleh dilakukan bila sudah terpapar lebih dari empat jam, bila bahan pelarut organofosfat merupakan petroleum distilat.

 b. Aspirasi dan kumbah lambung

Jika konsentrasi 20% atau lebih. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik.

Obat yang Spesifik dan Antidotum 1. Sulfas Atropin :

Dosis: dewasa 1-2 mg (4-8 ampul), anak-anak 0,02-0,05 mg/kg BB iv.

Dosis ini diulang tiap 10-15 menit sampai tercapai atropinasi, yaitu sekresi pernapasan mengering, pupil midriasis, kulit kemerahan ( flushing ), takikardi, mulut dan kulit kering.

Dosis maksimum: 50 mg (200 ampul) dalam 24 jam. Pada kasus yang berat dapat sampai 100 mg. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan selama 2x24 jam dengan Pemberian intermiten dengan interval 30 menit, 60 menit, 2 jam, dst. Atau dengan infus kontinu 0,02-0,08 mg/kg BB/jam. Rata-rata pasien keracunan organofosfat memerlukan 40 mg atropin/hari, tetapi dapat juga sampai 1000 mg/hari. Dosis sulfas atropin yang  berlebih dapat menimbulkan agitasi dan takikardi. J ika sulfas atropin tidak dapat diberikan secara iv, dapat diberikan melalui im, subkutan, endotrakheal (2,5 kali dosis iv) atau intraosseus (pada anak).

2. Pralidoxim : dosis awal  dewasa 2 gram, anak 30 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu 8 mg/kg BB/jam selama 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.

Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan.

(11)

Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada  perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 –  2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau  pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps-sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.

3. Diazepam: untuk meningkatkan toleransi atropin. Dosis dewasa : 5-10 mg, anak-anak 0,24-0,4 mg/kg iv

4. Oximes: pada kasus keracunan organofosfat yang sedang-berat (misalnya ada paralisis otot pernapasan atau kejang), perlu diberi reaktivator asetilkolinesterase (Oximes) yang diberikan setelah pemberian antidotum sulfas atropin.

5. Obidoxime : dosis awal  dewasa 0,25 gram, anak 4 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu 0,5 mg/kg BB/jam selama minimal 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.

Syarat rujukan7

 Kemampuan dokter dan tempat layanan kesehatan tidak memadai

 Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (Airway, Breathing,

Circulation, Disability)

o Airway, yang dinilai

 Look : ada gerak napas atau tidak, teratur atau tidak

 Listen : ada suara tambahan seperti (snoring: sumbatan akibat jatuhnya  pangkal lidah ke belakang, gurgling: sumbatan oleh cairan, stridor:

sumbatan pada plika vokalis)

 Feel : ada atau tidaknya ekshalasi

o Penanganan airway : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas dengan

melakukan chin lift ataupun jaw trust. Bersihkan cairan  –   cairan yang menyumbat jalan napas. Jika airway telah terlaksana bisa dilanjutkan pada  pemeriksaan breathing.

o Breathing, penilaian

 Look : ada tidaknya penggunaan otot –  otot bantu pernapasan

 Listen : suara napas pada kedua paru –  paru

(12)

o Penanganan breathing

 Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, apabila terlihat retraksi otot  –  otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang dapat diberikan adalah pemberian terapi oksigen

 Indikasi terapi oksigen jangka pendek :

 Hipokesemia akut (PaO2 <60mmHg, SaO2 <90%)  Henti jantung dan henti napas

 Hipotensi (TD sistolik <100mmHg)

 Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat

<18 mmol/L)

o Circulation. Penilaian sirkulasi tanda klinis syok

 Akral dingin, pucat, basah

 Capillary refill time >2 detik

  Napas cepat

  Nadi >100

 TD systole <90 –  100 mmHg

 Tingkat kesadaran: gelisah sampai dengan koma

o Disability, penilaian disability (pemeriksaan neurologi singkat - AVPU)

 Alert / awake : sadar penuh

 Verbal stimulation : ada reaksi terhadap perintah

 Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri

 Unresponsive : tidak bereaksi

 Glasgow Coma Score

Preventif

Pencegahan tindakan bunuh diri yang terbaik adalah mendeteksi dini dan menatalaksanai gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi.

(13)

Kesimpulan

Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena dapat menghambat enzim kholinesterase. Manajemen terapinya meliputi stabilisasi pasien, dekontaminasi, dan  pemberian antidotum. Antidotum yang digunakan adalah Atropin dan Pralidoxime.

Daftar Pustaka

1. Frank C. Lu. Toksikologi Dasar. Edisi kedua. U.I. Press. Jakarta. 1995 : 266 – 268. 2. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.

3. Agoes A. Farmakologi dasar dan klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.h. 937-41.

4. Djoko W, Widodo D. Keracunan bahan kimia, obat, dan makanan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2007.h.214-6.

5. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008.h. 67-72.

6. Davies, Teifion. 2009.  Penilaian Kesehatan Mental. ABC Kesehatan Mental. EGC, Jakarta.

7. Zunilda DS. Agonis dan antagonis muskarinik. Dalam: Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysaeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2008.h. 51-5.

8. Mubin AH. Panduan praktis kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.h.319-332.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Kemandirian merupakan kemampuan seseorang dalam mengerjakan tugas sehari-hari sesuai dengan perkembangan dan kapasitasnya, serta mampu bertanggung jawab terhadap semua hal

Berdasarkan hasil penelitian dari 82 responden di Poliklinik Saraf RSU Anutapura Palu Tahun 2018 tentang hubungan derajat depresi dengan nyeri kepala pada penderita

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung 18

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PT BNI KCP Sisingamangaraja Medan dalam pemberian kredit dan penagihan kepada debitur dinilai telah melakukan prosedur

Faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham menurut Weston dan Brigham (1993:26-27) adalah proyeksi laba per lembar saham, saat diperoleh laba, tingkat resiko dari

Dalam penelitian ini, intervensi sikap kerja dengan pemberian makanan ringan disela-sela jam kerja dapat menurunkan kelelahan kerja karena pemberian makanan

Tujuan dari penelitian adalah menganalisis pengaruh peran keluarga (pengawasan orang tua, dukungan ketersediaan sarana, pekerjaan orang tua, pemberian uang saku dan

Talvisodan jälkeen Neuvostoliiton Suomen itsenäi- syydelle muodostamaa uhkaa pidettiin edelleen ilmeisenä, minkä vuoksi muun muassa sotatila ja lehdistösensuuri jätettiin