MAKALAH INSTRUMENTASI NUKLIR
MAKALAH INSTRUMENTASI NUKLIR
SISTEM PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY
SISTEM PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY
(RIA)
(RIA)
Disusun oleh :
Disusun oleh :
Denada Alvionita
Denada Alvionita
Haryatna
Haryatna
Muhammad Aminudin
Muhammad Aminudin
(021400385)
(021400385)
(021400392)
(021400392)
(021400400)
(021400400)
ELEKTRONIKA INSTRUMENTASI
ELEKTRONIKA INSTRUMENTASI
TEKNOFISIKA NUKLIR
TEKNOFISIKA NUKLIR
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016
2016
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 ii KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah Instrumentasi Nuklir yang berjudul “SISTEM PENCACAHAN PADA RADIOIMMUNOASSAY” dengan tepat waktu dan penuh rasa tanggungjawab. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Instrumentasi Nuklir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Yogyakarta, 20 Oktober 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
BAB 2. DASAR TEORI ... 3
1.3. Metode pada Radioimmunoassay (RIA) ... 3
1.4. Komponen pengukuran radiasi Radioimmunoassay ... 6
1.5. Sistem pencacahan radiasi (Radiation Counting System) ... 8
1.6. Perkembangan RIA dalam Kedokteran Nuklir ... 9
BAB 3. PEMBAHASAN ... 12
1.7. Prinsip Kerja ... 12
1.8. Pemanfaatan Radioaktivitas ... 12
1.9. Perangkat Radioimmunoassay (RIA) ... 13
BAB 4. KESIMPULAN ... 15
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 iv DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pengujian sampel dengan teknik radioimmunoassay (RIA) ... 3
Gambar 2 Prinsip Kerja RIA ... 4
Gambar 3 Perbandingan Immunoassay ‘sandwich’(Kiri), immunoassay kompetitif (kanan) ... 5
Gambar 4 Prinsip kompetitif ... 5
Gambar 5 Blok diagram Pencacah RIA ... 6
Gambar 6 Proses analisis menggunakan teknik RIA... 8
Gambar 7 Gamma counter LG-4 ... 9
Gambar 8 Pergerakan posisi tray dan detektor ... 11
DAFTAR TABEL Tabel 1 Kelebihan dan Kekurangan Radioimmunoassay (RIA) ... 5
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telah banyak pemanfaatan teknologi nuklir di bidang kedokteran, salah satu diantaranya adalah Radioimmunoassay (RIA) , yang merupakan aplikasi teknologi nuklir yang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi antigen. Prinsip utama dari teknik RIA adalah dengan memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibody. RIA adalah suatu cara pengukuran yang bersifat indirect, hormon (antigen) yang dilabel radio isotop digunakan untuk mendeteksi dan mengukur hormon dalam sampel, pada umumnya radio isotop yang digunakan dalam teknik RIA adalah 125. Antigen yang ditempeli dengan Iodium-125 akan menjadi perunut Iodium-125I-Antigen. Kemudian kadar dari antigen tersebut diukur dalam plasma darah.
Teknologi nuklir sekarang ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang. Hal ini juga didukung dengan semakin berkembangnya teknologi. Pemanfaatan teknik nuklir terutama adalah yang bertujuan untuk kedamaian dan kesejahteraan telah banyak digunakan dan diaplikasikan.
Salah satu contohnya adalah pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang kedokteran.
Salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan teknologi nuklir adalah kedokteran nuklir. Kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed ”) dari disintegrasi inti radionuklida buatan (radiofarmaka) untuk tujuan diagnostik dan terapi dengan berdasarkan pada perubahan fisiologi, anatomi, biokimia, metabolisme dan molekuler dari suatu organ atau sistem dalam tubuh. Dalam kedokteran nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urin, dan sebagainya yang diambil dari
tubuh pasien (in-vitro).
Radioimmunoassay (RIA) merupakan salah satu teknik analisis dalam studi in-vitro. Teknik ini sangat peka serta spesifik dan biasanya digunakan untuk mengetahui kandungan zat biologik tertentu dalam tubuh yang jumlahnya sangat kecil, misalnya hormon insulin atau tiroksin, enzim, dan juga penanda tumor (CA 15-3, CA-125, PSA dan lain-lain). Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang jumlahnya sangat terbatas.
Pemeriksaan dengan teknik radioimmunoassay (RIA) dilakukan dengan bantuan detektor sinar gamma yang disusun dengan suatu sistem instrumentasi. Detektor yang
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 2
digunakan dapat berupa detektor Geiger-Muller (GM), sintilasi maupun detektor semikonduktor dimana penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam pemilihan detektor hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencacahan untuk analisis
radioimmunoassay (RIA) ini adalah parameter efisiensi.
Sampai saat ini alat pencacah radioimmunoassay (RIA) yang ada menggunakan sistem manual, artinya penempatan sampel dilakukan dengan manual satu persatu kemudian dilakukan pencacahan serta tidak ada fasilitas memori sebagai penyimpan data dan ada yang menggunakan sistem otomatisasi yang pada dasarnya bersifat fleksibel, portable dan programmable.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dasar teknik Radioimmmunoassay (RIA)
2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam melakukan teknik Radioimmunoassay (RIA)
3. Mengetahui kegunaan alat-alat yang digunakan dalam teknik Radioimmunoassay (RIA)
BAB 2. DASAR TEORI
1.3. Metode pada Radioimmunoassay (RIA)
Kedokteran nuklir adalah salah satu ilmu kedokteran yang memanfaatkan material radioaktif untuk keperluan diagnosis, terapi serta penelitian. Secara lengkap definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed ”) baik untuk tujuan diagnosis, maupun untuk pengobatan penyakit (terapi), atau dalam penelitian kedokteran.
Kedokteran Nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh pasien (studi in-vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan biologis seperti darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung percobaan).
Teknik radioimmunoassay (RIA) adalah termasuk studi in-vitro, pertama kali ditemukan pada tahun 1960 oleh Solomon Berson dan Rosalyn Yalow. Teknik ini digunakan untuk mengetahui kandungan zat biologik tertentu dalam tubuh yang jumlahnya sangat kecil, misalnya hormon insulin, tiroksin, enzim dan lain-lain. Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang jumlahnya sangat terbatas.
Dasar kerja dari RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan radioaktif. Analisis RIA sederhana yaitu dengan mencampur isotop dengan antibodi kemudian disisipkan pada sampel darah pasien.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 4
Substansi radioaktif dalam darah akan menggantikan posisi radioaktif pada antibodi yang mengakibatkan timbulnya radiasi. Radiasi yang dipancarkan kemudian diukur untuk menentukan berapa banyak subtansi yang terkandung pada darah. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detektor Geiger-Muller (GM), sintilator, dan sebagainya.
Gambar 2 Prin sip Kerja RI A
Terdapat dua metode dalam analisis menggunakan radioimmunoassay (RIA) diantaranya :
a. Prinsip Non-Kompetitif
Prinsip non kompetitif yang paling sering digunakan adalah sandwich, yang mana prinsip dasarnya adalah reaksi suatu antibodi dalam konsentrasi yang terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen.
b. Prinsip Kompetitif
Sejumlah tertentu antibodi dimobilisasi (ditempelkan) pada suatu fase padat misalkan dinding tabung plastik. Sampel pasien yang mungkin mengandung biomolekul, misalkan patogen ditambahkan bersama sejumlah tertentu biomolekul bertanda radioaktif yang akan berinteraksi dengan antibodi yang timbul. Assay kompetitif antibodi berlabel enzim (E-AB). Antigen (L) terikat pada fasa padat dan antigen dari contoh berkompetisi untuk mendapatkan tempat pada molekul antibodi berlabel enzim yang terbatas. Assay ‘sandwich’ dimana suatu antigen multivalen (L) pertama-tama diikatkan pada suatu antibodi poliklonal (AB-1) yang dimobilisasi.
Gambar 3 Perbandingan Immunoassay ‘sandwich’(Kiri), immunoassay kompetitif (kanan)
Gambar 4 Pri nsip kompetiti f
Antigen tersebut kemudian dideteksi dengan antibodi kedua (AB-2) yang telah diberi label enzim. Metode radioimmunoassay sendiri memiliki sejumlah kekurangan dan kelebihan diantaranya seperti yang tertera dalam tabel berikut ini.
Tabel 1 Kelebihan dan Kekur angan Radioim munoassay (RI A)
Radioimmunoassay (RIA)
Kekurangan Kelebihan
Reagen kurang stabil Sensitivitas dan presisi yang tinggi
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 6
radioaktif (radioctive hazardous) memerlukan sampel yang besar
Diluar kekurangan yang dimiliki oleh teknik RIA, teknik ini banyak dimanfaatkan pada bidang medis untuk keperluan diagnosis, terapi pengobatan maupun penelitian. Untuk keperluan diagnosis, teknik RIA diantaranya digunakan untuk pendeteksian kandungan obat-obatan terlarang (Narkotika) pada darah, selain itu teknik RIA juga digunakan untuk pemeriksaan kandungan virus dalam darah pada kantung donor darah. Karena tingkat sensitivitas yang tinggi, teknik Radioimmunoassay juga digunakan untuk pendeteksian dini dari gejala kangker, diantaranya kanker tiroid. Selain itu teknik Radioimmunoassay juga digunakan dalam penelitian neurotransmitters, yaitu zat yang terdapat pada otak manusia.
1.4. Komponen pengukuran radiasi Radioimmunoassay A. Detektor
Detektor terdiri dari suatu medium yang menyerap energi radiasi dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal. Jenis detektor yang umum digunakan dalam teknik RIA ini diantaranya adalah detektor Geiger Muller (GM) dan detektor sintilasi.
Berikut ini adalah blok diagram Pencacah RIA :
Gambar 5 Bl ok diagram Pencacah RI A
a. Detektor Sintilasi
Sintilasi pada dasarnya adalah suatu proses interaksi radiasi dengan bahan sintilator sehingga terjadi suatu keadaan eksitasi dari elektron orbital ke suatu tingkat energi yang lebih tinggi beberapa saat dan kembali ke keadaan awal dengan memancarkan
cahaya. Detektor sintilasi pada umumnya terdiri dari bahan sintilator yang dapat memancarkan cahaya apabila terkena radiasi dan photomultiplier tube (PMT) yang digunakan untuk mengubah percikan cahaya menjadi arus lis trik.
b. Detektor Geiger Muller (GM)
Detektor Geiger Muller atau yang biasa disebut GM merupakan salah satu jenis detektor isian gas. Detektor ini berupa tabung dengan dinding dan poros yang terbuat dari logam dan diisi dengan gasi isian, misalkan argon atau butan. Detektor Geiger Muller memperlihatkan pulsa yang cukup tinggi sehingga tidak memerlukan penguatan (amplifikasi) untuk radiasi baik dengan energi rendah maupun tinggi. Kekurangan detektor ini adalah tidak mampu untuk membedakan energi radiasi yang masuk ke dalam detektor.
B. Catu Daya Tegangan Tinggi (HV)
Penggunaan catu daya tegangan tinggi pada sistem pencacah gamma sangat menentukan kualitas pulsa yang dihasilkan oleh detektor. Catu daya tegangan tinggi memiliki keluaran yang dapat diatur hingga 1000 Volt DC. Sumber tegangan yang digunakan dalam sistem ini ada dua macam yaitu tegangan tinggi untuk detektor dan tegangan rendah untuk rangkaian elektroniknya.
C. Penguat Awal (Pre-Amplifier )
Penguat awal digunakan untuk melakukan pembentukan pulsa pendahuluan, mencocokan impedansi keluaran detektor dengna kabel signal masuk ke penguat.
D. Penguat Linier (Amplifier )
Untuk memperkuat pulsa sampai dengan amplitudo yang dapat dianalisis dengan alat penganalisa tinggi pulsa. Kemampuan suatu penguat untuk memperkuat pulsa disebut
dengan gain.
E. Penganalisa Saluran Tunggal (Pul se H ei ght An alyzer )
Penganalisa saluran tunggal mempunyai saluran pencacahan yang dibatasi oleh suatu ambang (treshold ) dan celah yang lebarnya dapat diatur, yang biasa disebut jendela (window). Hanya pulsa-pulsa yang mempunyai tinggi amplitudo lebih besar dari pada harga ambang dan lebih kecil dari batas atas jendela yang dapat diteruskan menuju alat cacah.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 8
Pada perangkat ini terdapat modul counter , modul counter ini menerapkan metode perhitungan jumlah pulsa yang dihasilkan oleh detektor dalam satu-satuan waktu tertentu.
Gambar 6 Pr oses anali sis menggunakan tekni k RI A
1.5. Sistem pencacahan radiasi (Radiation Counting System)
Pada RIA, Sistem pencacah radiasi terdiri atas detektor dan peralatan penunjang terpisah dan terdiri atas beberapa modul yang mengikuti standar tertentu yaitu NIM ( Nuclear Instrument Module). Sistem pencacah radiasi digunakan dalam aplikasi dan penelitian yang menggunakan radiasi, yaitu untuk mengukur kuantitas maupun energi radiasi. Berdasarkan penggunaanya, untuk mengukur kuantitas atau energi sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga konfigurasi yaitu sebagai sistem pencacah integral, differensial dan spektroskopi.
Sistem Pencacah Integral
Sistem ini digunakan untuk mencacah atau menghitung jumlah radiasi yang mengenai detektor tanpa memperdulikan berapa energinya. Untuk sistem pencacahan integral dapat menggunakan detektor GM yang mana tidak dapat membedakan energi radiasi.
Sistem Pencacah Differensial
Berbeda dengan sistem pencacah integral, sistem pencacah ini menghitung radiasi (kuantitas) yang mengenai detektor dalam suatu rentang energi tertentu. Detektor yang digunakan pada pencacahan differensial harus dapat membedakan energi radiasi, misalkan detektor sintilasi atau semikonduktor.
Sistem spektroskopi digunakan untuk mencacah atau menghitung jumlah radiasi pada setiap rentang energi, berbeda dengan pencacah differensial yang hanya
mencacah radiasi pada sebuah rentang energi tertentu. Hasil pengukuran sistem ini akan menyerupai suatu spektrum distribusi radiasi terhadap energinya.
Gambar 7 Gamma counter L G-4
1.6. Perkembangan RIA dalam Kedokteran Nuklir
Pada dasarnya perangkat RIA ini digunakan terutama pada laboratorium kedokteran nuklir yang aplikasi nya sebagai pencacah dengan sumber gamma yang berenergi rendah dan aktivitas rendah.
Adapun beberapa tipe perangkat RIA yang sudah ada : 1. Perangkat RIA dengan media sampel manual tanpa PC
Tipe perangkat RIA ini ada yang menggunakan banyak detektor, seperti multi well gamma counters dan multi detectors gamma counters. Alat RIA tipe ini membutuhkan banyak detektor. Sistem pencacahannya manual dan operator harus berada ditempat sampai mendapatkan hasil pencacahan. Secara elektronik perangkat
tersebut masih banyak menggunakan rangkaian analog. Akusisi datanya tanpa PC, hanya menggunakan keypad dan printer.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 10
Perangkat RIA tipe seperti ini adalah gamma ganagement system, yaitu perangkat RIA media sampel manual multi detektor. Detektor yang digunakan jumlahnya bervariasi dari 6 sampai 10 detektor. Sistem akusisi datanya sudah memakai
komputer, dengan sistem interfacenya menggunakan parallel port. A. Perangkat RIA media sampel changer tanpa PC
Contoh dari perangkat ini adalah model J600 automatic gamma counter, single detector. Alat ini sudah menggunakan sampel changer, sistem pencacahannya automatis dan dapat ditinggal selama proses pencacahan. Sample yang akan dicacah sebanyak jumlah hole pencacahan pada tray sampelnya. Sistem elektroniknya analog dan motor yang digunakan motor AC. Sistem geraknya dikontrol oleh microprocessor tanpa PC. Piranti input outputnya menggunakan keypad dan printer.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak 2004 telah mengembangkan teknologi pencacah untuk analisis Radioimmunoassay (RIA). Pencacah RIA IP 10 merupakan pencacah RIA hasil rancang bangun PRPN – BATAN, yang memiliki keunggulan mampu mencacah secara simultan sebanyak 5 tabung sampel. Untuk meletakkan tabung sampel digunakan sebuah tray yang terbuat dari flexiglass. Tray ini memiliki lubang 50 buah, dengan komposisi 5 X 10 lubang. Detektor yang digunakan adalah NaI(Tl) sebanyak 5 buah. Untuk proses pencacahan diperlukan pengaturan pergerakan detektor secara vertikal (naik dan turun) dan pergerakan tray sampel secara
horizontal (kanan dan kiri). Pergerakan posisi detektor dan tray menggunakan motor servo, sehingga diperlukan motor servo sebanyak 2 buah. Ketepatan posisi dan pergerakan tabung sampel dengan detektor merupakan hal yang penting, karena mempengaruhi ketelitian hasil pencacahan serta keamanan tabung sampel itu sendiri. Apabila terjadi ketidaktepatan, maka kemungkinan terburuk yang terjadi adalah pecahnya tabung sampel atau sampel yang tumpah. Pencacahan keseluruhan sampel yang terdapat pada tray akan memerlukan proses pencacahan sebanyak 10 kali, dengan sekali cacahan simultan sebanyak 5 buah.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 12 BAB 3. PEMBAHASAN
Radioimmunoassay (RIA) merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relatif tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibodi yang disisipkan ke dalam sampel. Radioimmunoassay merupakan revolusi dalam pemeriksaan medis. Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan blueprint untuk pengembangan metode lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis. Dasar-dasar teknik radioimmunoassay (RIA) atau prinsip competitive-binding radioassay ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Solomon Berson dan Rosalyn Yallow untuk memeriksa volume darah, metabolism iodine, menentukan kadar hormone insulin dalam plasma darah. Dengan menggunakan prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen, antibodi, enzim dan obat dalam darah dapat diukur dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Karena limit deteksi yang sangat baik ini maka RIA digunakan sebagai peralatan laboratorium standar. RIA memanfaatkan radioaktivitas dari isotop radioaktif
yang diinjeksikan ke dalam sampel. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger-Muller, scintillator, dan sebagainya.
1.7. Prinsip Kerja
Prinsip kerja radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan reaksi dalam campuran yang terdiri dari antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan antigen/hormon yang tidak berlabel radioisotop. Antigen radioaktif dicampur dengan sejumlah antibodi. Antigen dan antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu zat. Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang mengandung sedikit antigen. Zat baru ini merupakan zat yang diuji. Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang dimaksud berkonsentrasi sangat tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen yang berlabel dalam molekul antibodi. Pada saat ikatan kadar
protein dan steroid radioaktif konstan, penghambatan ikatan hormon radioaktif dengan ikatan protein merupakan fungsi dari jumlah hormon nonradioaktif yang berada pada sampel.
1.8. Pemanfaatan Radioaktivitas
Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi yang menggunakan tracer radioaktif. Tracer radioaktif
adalah isotop radioaktif yang akan meluruh pada melalui proses radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif) menjadi isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui materi berupa partikel-partikel (alpha atau beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar gamma). Intensitas dari sumber radioaktif dinyatakan oleh transformasi inti rata-rata per satuan waktu. Satuan radioaktivitas dinyatakan dengan Curie (Ci). 1 Ci awalnya didefinisikan sebagai radiasi yang dipancarkan oleh 1 gram 226Ra, tetapi definisi ini diubah sebagai kemurnian dari peningkatan nuklida. Nilai absolute dari 1 Ci sama dengan 3,7×1010 disintegrasi/sekon. Satuan lain dari radioaktivitas adalah Becquerel (Bq), 1 Bq sama dengan 1 disintegrasi/sekon.
1.9. Perangkat Radioimmunoassay (RIA)
Pengujian dilakukan dengan bantuan detektor sinar gamma yang disusun dengan suatu sistem instrumentasi. Detektor yang digunakan dapat berupa detektor Geiger-Muller (GM), sintilasi maupun detektor semikonduktor disesuaikan dengan kebutuhan. Mengingat dasar kerja dari RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan radioaktif maka dalam hal ini parameter efisiensi harus diperhatikan. Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listri k. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan. Berdasarkan efisiensinya, detektor Geiger Muller (GM) memiliki efisiensi yang buruk dibandingkan dengan detektor semikonduktor dan sintilasi. Rendahnya kerapatan atom gas menyebabkan banyak partikel radiasi yang tidak tercacah.
Sementara itu detektor detektor sintilasi memiliki efisiensi yang paling tinggi dibanding detektor Geiger Muller (GM) dan semikonduktor. Oleh karena itu untuk metode analisis dengan teknik RIA ini lebih baik menggunakan detektor jenis sintilasi. Selain efisiensi hal penting yang harus diperhatikan adalah tegangan supply untuk detektor.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 14
Pemberian tegangan harus memperhitungkan tegangan kerja, agar cacah yang dihasilkan stabil.
Untuk mengukur kuantitas atau energi sistem pencacah radiasi dapat menggunakan konfigurasi sistem pencacah integral, differensial maupun spektroskopi. Untuk sistem pencacahan integral yang mana hanya mementingkan ‘kuantitas radiasi’ dapat menggunakan detektor GM yang mana tidak dapat membedakan energi radiasi. Namun dengan konsekuensi nilai efisiensi yang rendah. Sementara detektor sintilasi dapat digunakan untuk spektroskopi gamma, sehingga dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana spektrum distribusi radiasi terhadap energinya.
BAB 4. KESIMPULAN
1. Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relative tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibodi yang disisipkan ke dalam sampel.
2. Cacahan radiasi dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger Muller (GM), scintillator, dan sebagainya.
Denada Alvionita Haryatna Muhammad Aminudin (021400385) (021400392) (021400400) 20-10-2016 16 DAFTAR PUSTAKA
BOGART, R and TAILOR, R.E. “Scientific Farm Animal Production, 2nd Edition ”.
Macmillan Publishing Company-New York, Collier Mac Millan Publisher-London, 1983: 98-108.
GEISERT, R.D. and J.R. MALAYER. “ Implantation, Reproduction in Farm
Animals”. E.S.E. Hafez and B. Hafez, Chapt. 9, 7th Ed. 2000: 126-139.
PUTRO P.P, WASITO R, WURYASTUTI H dan INDARJULIANTO S. “ Dinamika
Perkembangan Folikel dan Profil Progesteron Plasma selama Siklus Estrus pada Sapi Perah”. Animal Production, Vol 10, No 2 (2008): 73-77.
TJIPTOSUMIRAT, T. “ Aplikasi Teknik Nuklir Untuk Peningkatan Penampilan
Reproduksi Ternak Ruminansia Besar, Presentasi Ilmiah Peneliti Madya”. PATIR-BATAN. 2010.
GINTHER, O.J., KNOPF, L, KASTELIC, J.P. “Temporal Associations Among
Ovarian Avents In Cattle During Oestrous Cycle With Two Or Three Follicular Waves”. J.Reprod. & Fertil, 1989: 223.
JAINUDEEN, M.R. and E.S.E. HAFEZ. “ Pregnancy Diagnosis. Reproduction in
Farm Animals”. E.S.E. Hafez and B. Hafez, Chapt. 17, 7th Ed. 2000: 261-278.
KARIR T, NAGVEKAR U, H SAMUEL G, SIVAPRASAD, N., CHAUDURI P and
A. SAMAD. “ Estimation of Progesterone in Buffalo Milk by Radioimmunoassay”. Journal of Radioanalitycal and Nuclear Chemistry, Vol 267, No 2 (2006): 321-325.
IAEA. “ Laboratory Training Manual on Radioimmunoassays in Animal
Reproduction”. Tech. Rep. Series. IAEA. Vienna, Austria. 1984.
LELANINGTYAS N, DINARDI dan YUSNETY. “ Pembuatan Standar Susu Untuk
Pengukuran Progesteron Menggunakan Teknik RIA”. Temu Teknis Tenaga Fungsional Pertanian, 2006.
RASAD, S.D. “ Pengaruh Penyuntikan GnRH dan PGF2α terhadap Profil
Progesteron Sapi Perah Pasca Beranak ”. Animal Production, Vol 10, No 1 (2008): 16-21.
SAVIO, J.D, L. KEENAN, M.P BOLAND and J.F. ROCHE. “ Pattern of Growth of
Dominant Follicles During The Oestrous Cycle Of Heifers”. J. Reprod. & Fertil, 1988: 663.
TJIPTO SUMIRAT, TOTTI, “ Pengenalan dan Pemanfaatan Tekonologi radio
Immuno Assay (RIA) di Bidang Peternakan”, Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. Jakarta
SUSETYO WISNU, 1988, “Spektrometri Gamma dan Penerapannya dalam Analisis
Pengaktifan Neutron”, Gadjah mada. University Press
KNOLL, G.F, 1979, “Radiation Detection and Measurement”, John Wiley & Sons,