• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA

DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA

NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE

Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HALUS MANDALA

NIM 0113017101

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2010

(2)

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 10 AGUSTUS 2010

Promotor,

Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP 194707231979031002

Kopromotor I, Kopromotor II,

Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S. Dr. Inyo Yos Fernandez NIP 195608061983032001 NIP 19462109198003001

Mengetahui:

Ketua Program Studi Linguistik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

(3)

Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 10 Agustus 2010

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Retor Universitas Udayana No. 1182/H14.4/HK/2010

Tanggal 26 Juli 2010

Ketua : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.

Anggota :

1. Prof. Dr. Aron Meko Mbete

2. Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.

3. Dr. Inyo Yos Fernandez

4. Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A.

5. Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A.

6. Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa karena atas karunia-Nya, disertasi berjudul “Evolusi Fonologis Bahasa Oirata dan Kekerabatannya dengan Bahasa-Bahasa Non-Austronesia di Timor Leste” dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar doktor bidang Linguistik pada Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Atas tersusunnya disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada yang terhormat Prof. Dr. I Wayan Bawa (Alm.) dan Prof. Dr. Aron Meko Mbete sebagai promotor, Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S. sebagai promotor I, dan Dr. Inyo Yos Fernandez sebagai promotor II yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada para penguji, yakni Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. sebagai Ketua dengan Anggota: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Dr. Ni Made Dhanawaty, M.A., Dr. Inyo Yos Fernandez, Prof. Dr. N.L.Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., dan Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. yang telah memberikan saran dan masukan berharga untuk perbaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Unud, Direktur Program Pascasarjana Unud, Ketua Program Studi Pendidikan Doktor Linguistik, dan

(5)

Dekan Fakultas Sastra Unud yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas akademik selama penulis menempuh Program Pendidikan Doktor Linguistik di Universitas Udayana. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada seluruh staf administrasi Program Pendidikan Doktor Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana khususnya Bapak Ketut Ebuh, S.Sos. yang dengan setia mengingatkan dan mendorong penulis, Bapak Nyoman Sadra, S.S., Ibu Gst. Ayu Supadmini, dan Ibu Nyoman Adi Triani, S.E. yang telah memberikan pelayanan administrasi dengan sangat baik dan penuh kekeluargaan.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada para informan: Bapak Ruben Ratu Hunlori, Ibu Getsia Ratu Hunlori, Bapak Yosep Kamanasa, Sdr. Angky Ratu Hunlori beserta istri, dan informan lainnya di Desa Oirata Timur dan Oirata Barat yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu demi satu; Bapak Florindo, Ibu Lia, dan informan Fataluku lainnya di Tutuala, Lautem, Lospalos Timor Leste yang namanya tidak dapat disebutkan satu demi satu; Bapak Gustodio Swares, Sdr. Gaspari Widilen, Ibu Anyssa Vianty, temanku Ossy Armando dan informan Makasai lainnya di Baucau, Venilale, Ossu, Viqueque, Timor Leste yang juga tidak dapat disebutkan namanya satu demi satu.

Terima kasih kepada rekan-rekan sejawat di Universitas Muhammadiyah Mataram, Akademi Pariwisata Mataram, dan teman-teman seperjuangan khususnya Prof. Dr. Oktavianus, M. Hum. dan Dr. I Gede Budasi, M.A. atas segala bantuan dan dorongannya.

(6)

Terima kasih yang setulus-tulusnya, khusus disampaikan kepada orangtua: Aji I Gst. Gde Kompiyang (Alm.) dan Biyang Ni Gst. Nyoman Morti; mertua: Aji I Gst. Made Tantra dan Biyang Ni Gst. Putu Tastri yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Demikian pula, istriku tercinta Dra. Mastari TM yang tiada henti-hentinya memberi semangat, Ananda Yogi IM dan Dila AM yang juga turut memberikan kontribusi serta atas pengertiannya selama penulis menyelesaikan studi.

Akhirnya, penulis dengan kerendahan hati menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, meskipun penulis telah mengupayakannya untuk itu. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu Linguistik Historis Komparatif.

Om Ano Badrah Kratowo Yantu Wiswatah ‘semoga pikiran yang baik datang dari

segala arah’. Semoga Tuhan senantiasa memberikan balasan yang layak kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih atas penyelesaian disertasi ini.

Denpasar, 10 Agustus 2010 Penulis,

(7)

ABSTRACT

PHONOLOGICAL EVOLUTION OF OIRATA AND

ITS GENETIC RELATIONSHIP WITH NONAUSTRONESIAN LANGUAGES IN TIMOR LESTE

Oirata (Or) as a NAN language was indicated to have a genetic relationship with languages in East Timor, i.e. Bunak (Bn) and Makasai (Mk) (Greenberg, 1971) and with Mk, Fataluku (Ft) and Lovaea (Lov) (Capell, 1975). The two opinions are confusing and different from each other. Hence, an effort at tracing the genetic relationship of the languages was made to clarify the matter. Or in Kisar Island was also assumed to originate from East Timor (de Jong, 1937). The native speakers should have brought with them their language and it is believed that the acculturation and language contact with the languages in the surrounding areas must have occurred. This condition opened up room for internal and external evolution in Or.

This study observed nine languages: two languages in Kisar Island and seven in East Timor. The data were collected through interviews and face-to face conversations with the informants who were selected by purposive sampling until a point of saturation was reached. The data analysis was done by using vertical-horizontal syncomparative and diacomparative method which led to the following conclusions.

Or, Ft and Mk were diachronically and convincingly proved to have a close genetic relationship with a split patterned family tree. The Oirata-Fataluku-Makasai (OFM) group that was once the ancestor of the three languages underwent a split into Oirata-Fataluku (OF) and Mk. It means that Or is closer o Ft than Mk and at the same time it refuted the opinions of Greenberg (1971) and Capell (1975) that Or is closer to Mk.

Or turned out to have undergone an internal phonological evolution as the result of a diachronic interaction with languages that were genetically related with it in the form of: (1) vocal split */i//_#, */a//#_ and /_#; (2) vocal merger */e//_#, (3) vocal centralization, (4) consonant split and (5) voiced stop consonant formation. The external phonological evolution was caused by contact with languages in the region and Or has undergone: (1) enrichment of consonant phonemes: /b/, /c/, /d/, /j/, /g/, /ng/, /f/, /v/, and /z/, (2) formation of clusters, (3) addition of homorganic nasal stop consonant clusters: /mp/,/mb/, /nt/, /nđ/, and (4) shift toward a non-vocalic language. Key words: phonological evolution, language genetic relationship,

(8)

ABSTRAK

EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA

DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE

Bahasa Oirata (Or) sebagai bahasa NAN diindikasikan berkerabat dengan bahasa-bahasa di Timor Leste, yaitu bahasa Bunak (Bn) dan bahasa Makasai (Mk) (Greenberg, 1971) dan dengan bahasa Mk, Fataluku (Ft) dan Lovaea (Lov) (Capell, 1975). Kedua pendapat itu mengandung kerancuan dan perbedaan di antaranya. Oleh karena itu, dilakukan penelusuran kembali kejelasan hubungan kekerabatannya. Bahasa Or di Pulau Kisar juga diasumsikan berasal dari Timor Leste (de Jong, 1937). Penuturnya akan membawa serta budaya bahasanya dan diyakini terjadi proses akulturasi serta kontak bahasa dengan bahasa-bahasa di sekitarnya. Kondisi tersebut memberi peluang terjadinya proses evolusi internal dan eksternal terhadap bahasa Or.

Penelitian ini mengamati sembilan bahasa: dua bahasa di Pulau Kisar dan tujuh bahasa di Timor Leste. Data dikumpulkan dengan wawancara dan cakap semuka dengan informan yang ditetapkan secara purposive sampling sampai batas titik jenuh. Analisis data menggunakan metode sinkomparatif dan diakomparatif vertikal-horizontal dengan simpulan sebagai berikut.

Bahasa Or, Ft, dan Mk secara diakronis terbukti dengan meyakinkan memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan silsilah pola dwipilah. Kelompok bahasa Oirata-Fataluku-Makasai (OFM) yang pernah menjadi induk ketiga bahasa itu berbelah menjadi subkelompok bahasa Oirata-Fataluku (OF) dan Mk. Selanjutnya, subkelompok OF sebagai mesobahasa berbelah pula menjadi bahasa Or dan Ft. Artinya, Bahasa Or lebih dekat dengan Ft dibandingkan dengan bahasa Mk, sekaligus menolak pedapat Greenberg (1971) dan Capell (1975) yang menyatakan bahasa Or lebih dekat dengan bahasa Mk.

Bahasa Or terbukti telah mengalami evolusi fonologis secara internal sebagai interaksi diakronis sesama bahasa kerabat berupa: (1) split vokal */i//_#, */a//#_ dan /_#, (2) merger vokal */e//_#, (3) pemadyaan vokal, (4) perengkahan konsonan, dan (5) pembentukan konsonan hambat letup bersuara. Evolusi fonologis secara eksternal akibat kontak dengan bahasa-bahasa di kawasan itu, bahasa Or telah mengalami: (1) pengayaan fonem konsonan /b/, /c/, /d/, /j/, /g/, /ng/, /f/, /v/, dan konsonan /z/, (2) pembentukan cluster, (3) penambahan gugus konsonan nasal hambat homorgan: /mp/, /mb/, /nt/, /nđ/, dan (4) pergeseran menuju bahasa nonvokalis.

(9)

Kata kunci: evolusi fonologis, kekerabatan bahasa, pengelompokan bahasa, dan

rekonstruksi protobahasa.

RINGKASAN

EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA

DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE

1. Pendahuluan

Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa AN, padahal telah lama diakui bahwa di kawasan Asia Tenggara terdapat juga bahasa-bahasa NAN. Demikian pula, minat para peneliti bahasa-bahasa NAN belum terlalu tinggi. Bahkan, Wurm (1975) mengatakan minat penelitian LHK terhadap bahasa NAN kelompok Filum TNG dan hubungannya dengan bahasa AN hingga sekarang terjadi kekosongan. Padahal, bahasa-bahasa di kawasan itu sangat potensial dan penting untuk diteliti. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan itu, sekaligus merangsang para peneliti lain untuk tertarik pada bahasa-bahasa NAN.

Bahasa Or sebagai salah satu bahasa NAN di kawasan itu menarik untuk dikaji. Pertama, diasumsikan memiliki hubungan dengan bahasa-bahasa di Timor (de Jong, 1937). Kedua, Greenberg (1971) menyatakan bahwa bahasa Or memiliki hubungan dekat dengan bahasa Bn dan Mk di Timor Leste dan bahasa Ab di Alor yang dikategorikan sebagai subkelompok internal TA. Ketiga, Capell (1975) bahkan melengkapi kelompok TA tersebut menjadi bahasa Ab di Alor, bahasa Bn, Mk, Ft, dan Lov di Timor Leste serta bahasa Or di Pulau Kisar. Hanya saja, Capell menambahkan

(10)

bahwa posisi setiap bahasa dalam kelompok TA tersebut belumlah koheren sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut. Keempat, bahasa Or hidup pada dua desa berdampingan dengan bahasa lain di Pulau Kisar. Penduduk Pulau Kisar selain berbicara bahasa Or sebagai bahasa NAN, juga menggunakan bahasa Ks yang termasuk bahasa AN. Sebagai bahasa yang hidup berdampingan di sebuah pulau kecil, penutur kedua bahasa dengan kultur yang berbeda diyakini saling berinteraksi sesamanya dan bermuara pada terjadinya peristiwa kontak bahasa. Peristiwa tersebut dalam jangka waktu lama, pelan tetapi pasti memberi peluang bagi terjadinya proses perubahan sistem bahasa itu.

Tujuan penelitian ini diuraikan sebagai berikut. (1) Mengidentifikasi ciri esensial bahasa Or, Ft, dan bahasa Mk untuk memperoleh deskripsi secara konkret fonologi setiap bahasa secara sinkronik. Dengan demikian, bahasa-bahasa itu tampak jelas kekhasannya sebagai bahasa yang berbeda dari bahasa-bahasa lainnya. (2) Mengklarifikasi kekerabatan secara genetis bahasa Or-Ft-Mk melalui pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya. Kejelasan pola hubungan genetis bahasa Or-Ft-Mk yang diwujudkan melalui proses pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya dapat juga memberi makna sebagai pembuktian kembali pengelompokan Greenberg (1971) dan Capell (1975). (3) Merunut asal-usul fonem yang terjadi pada bahasa Or. Kejelasan asal-usul fonem bahasa Or memberi fakta sejarah perjalanan panjang bahasa ini sebagai bahasa yang berelasi secara internal antarsesama bahasa segenetis

(11)

sebagai kelompok bahasa NAN dan berinteraksi secara eksternal dengan bahasa-bahasa lainnya di kawasan itu.

2. Kajian Pustaka dan Kerangka Teori 2.1 Kajian Pustaka

Beberapa hasil penelitian yang relevan patut dikaji berkaitan dengan penelitian ini. Dalam ‘Oirata, a Timorese Settlement on Kisar’, de Jong (1937) mengkaji bahasa Or dengan berbagai aspeknya yang diasumsikan berkaitan dengan bahasa-bahasa di Timor menggunakan pendekatan sinkronis sehingga tidak memberi gambaran yang eksplisit tentang historis dan hubungannya dengan bahasa-bahasa sekerabat sebagaimana yang diharapkan dalam penelitian ini.

Dalam ‘Peoples and Languages of Timor’, Capell (1944) menyebutkan bahwa di Pulau Timor terdapat dua kelompok bahasa, yakni kelompok bahasa Indonesia dan kelompok bahasa Non-Indonesia. Kelompok bahasa Indonesia meliputi bahasa Tt, Mb, Tk, Gl, dan Id. Kelompok bahasa Non-Indonesia yang ditemukan di daerah pegunungan Timor (Leste) meliputi bahasa Bn, Mk, Wm, dan Kr. Kedua bahasa terakhir telah dibuktikan sebagai bahasa AN (Mandala, 1999 dan 2000). Capell lebih memfokuskan diri pada bahasa Bn dan Mk sebagai bahasa Non-Indonesia yang diperbandingkan dengan bahasa-bahasa yang bertipe sama dengan bahasa Or di Pulau Kisar dan bahasa-bahasa di HU serta dikontraskan dengan bahasa Indonesia.

(12)

Cowan (1965) dalam ‘The Oirata Language’ mengklasifikasikan bahasa Or di Pulau Kisar sebagai bahasa NAN yang satu kelompok dengan bahasa Mk dan bahasa Bn di Pulau Timor (Leste) serta saling berkaitan pula dengan bahasa-bahasa di pantai selatan Kepala Burung, tetapi belum memberi fakta bahasa yang meyakinkan karena hanya didasarkan atas data terbatas.

Greenberg (1971) dalam ‘The Indo-Pasific Hypothesis’ memfokuskan bahasannya pada bahasa-bahasa NAN kelompok bahasa TA dan menetapkan bahasa Ab di Pulau Alor, bahasa Or di Pulau Kisar, dan bahasa Bn dan Mk di Timor (Leste) sebagai subkelompok internal TA. Dalam subkelompok itu, dinyatakan bahwa bahasa Ab lebih dekat dengan Bn, sedangkan Or lebih dekat dengan Mk. Penetapan tersebut didasarkan atas kemiripan pronomina (orang pertama dan kedua tunggal dan jamak) yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut.

Semua kajian di atas pada prinsipnya memperbandingkan aspek struktur bahasa dengan kosakata terbatas secara sinkronis. Penelitian ini bersifat diakronis berdasarkan bukti kuantitatif dan kualitatif melalui proses pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya. Bahkan, sampai pada evolusi fonologis, baik secara internal maupun eksternal.

2.2 Kerangka Teori

Evolusi bahasa adalah proses perubahan wujud bahasa, dalam jangka waktu lama berkembang secara alamiah dari bentuk awal menjadi bentuk akhir seperti

(13)

sekarang dengan berbagai variasi, adaptasi, seleksi alam, dan ciri khas dari suatu keturunan (Nerlich, 1989; Lass, 1990; dan McMahon, 1999). Konsep evolusi bahasa dalam fenomena LHK cenderung lebih relevan dengan konsep evolusi biologi Darwin (McMahon, 1999). Argumentasinya adalah bahwa linguistik historis dan biologi historis dipandang sebagai dua bidang khusus yang terkait dengan teori evolusi secara umum (Stevick, 1963). Bahasa dan spesies adalah dua sistem yang ada dan hidup serta berkembang berdasarkan perjalanan waktu yang pada akhirnya mengalami perubahan. Dengan demikian, bahasa dan spesies sama-sama mengalami perubahan bentuk yang berujung pada munculnya klasifikasi yang digambarkan melalui pohon kekerabatan. Bahasa dan populasi biologis memiliki dua jenis ciri yang sama, yaitu (1) struktur dapat diteruskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya, (2) variasi yang terisolasi satu sama lain berkembang sendiri-sendiri (Lass, 1990).

Berdasarkan konsep evolusi bahasa di atas, kerangka teoretis penelitian ini berlandaskan pada teori perubahan bahasa (Labov, 1994 dan McMahon, 1999). Perubahan suatu bahasa, secara umum dapat terjadi akibat proses internal dan eksternal. Dalam kajian LHK, perubahan bahasa secara internal yaitu perubahan bahasa sebagai akibat perjalanan waktu menjadi bahasa-bahasa mandiri yang berasal dari sebuah bahasa asal yang sama, dapat dijejaki dengan menerapkan teori relasi

kekerabatan bahasa (Bynon, 1979; Hock, 1988; Jeffers dan Lehiste, 1979).

(14)

dalam konteks linguistik area maupun dalam kerangka hubungan sosial politik, dapat ditelusuri dengan teori difusi (Rickford, 1986; Labov, 1994; dan Dixon, 1997).

Kekerabatan antarbahasa serumpun dalam kajian LHK pada dasarnya dapat dibuktikan berdasarkan unsur warisan bahasa asal atau protobahasanya (Hock, 1988). Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keasalian yang terwaris dari moyang yang sama (Bynon, 1979:47). Pengelompokan berarti penentuan silsilah kelompok bahasa demi kejelasan struktur genetisnya. Dengan pengelompokan, setiap bahasa yang diperbandingkan diketahui kedudukannya. Di pihak lain, rekonstruksi protobahasa memperjelas hubungan kekerabatan dan ikatan keseasalan bahasa-bahasa itu sesuai jenjang kekerabatan yang disilsilahkan.

3. Metode Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7) dan diimplementasikan dalam bentuk cakap semuka (Moleong, 1997:25--27). Alat pengumpul data digunakan daftar 200 kata dasar Swadesh (revisi Blust, 1980) dan daftar Holle dengan 1600 kata.

Analisis data menggunakan metode syncomparative dan diacomparative sebagaimana disarankan Lass (1969:15). Sinkomparatif diterapkan untuk menganalisis data secara sinkronis, sedangkan diakomparatif berlandaskan pada analisis diakronis. Analisis sinkronis dan diakronis bersifat otonom, tetapi saling

(15)

tergantung. Saussure mengatakan bahwa analisis sinkronis hanya terbatas pada sudut pandang untuk menemukan keseluruhan sistem bahasa pada waktu tertentu. Sebaliknya, analisis diakronis mengikuti evolusi bahasa, tidak memandang keseluruhan sistem bahasa, tetapi pada elemen-elemen tertentu pada waktu yang berbeda (Gordon, 2002:34). Penerapan metode diakomparatif dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan vertikal dan horizontal.

4. Pembahasan

4.1 Kekerabatan Bahasa Or, Ft, Mk dan Bahasa di Sekitarnya

Bukti kuantitatif yang ditemukan dari sembilan bahasa yang diamati dan berdasarkan perhitungan leksikostatistik terhadap cognate set yang dikumpulkan menggunakan daftar 200 kata dasar Swadesh, ternyata bahasa Or, Ft, dan Mk merupakan kelompok bahasa tersendiri sebagai OFM yang dipertalikan dengan angka kekerabatan 33%. Hubungan paling dekat di antaranya adalah bahasa Or dengan Ft sebagai subkelompok OF dengan angka kekerabatan tertinggi 47% disusul bahasa Ft dengan Mk dengan 28%, dan bahasa Or dengan Mk hanya mencapai 24%. Dengan demikian, silsilah kekerabatan kelompok tersebut menganut pola dwipilah, yaitu kelompok bahasa OFM sebagai bahasa induk berbelah dua menjadi subkelompok OF dan Mk. Subkelompok OF sebagai mesobahasa berbelah dua juga menjadi Or dan Ft dan akhirnya menjadi bahasa mandiri sebagai Or, Ft, dan Mk.

(16)

Bukti kualitatif juga memperkuat bukti kuantitatif terutama dalam bentuk bukti penyatu sekaligus pemisah kelompok OFM berupa: (a) OFM: Mk /b/ ≈ Ft /p/ ≈ Or /h/, (b) OFM: Mk /s/ ≈ Ft /h/ ≈ Or /Ø/, (c) OFM: Mk /t/ ≈ Ft /c/ ≈ Or /đ/, dan (e) ditemukan sejumlah protobahasa OFM. Subkelompok bahasa OF diwujudkan dengan bukti pemisah sekaligus penyatu subkelompok OF dalam bentuk: (a) korespondensi fonem OF dengan fonem Mk pada posisi awal, tengah dan akhir kata, (b) metathesis Mk, (c) prothesis Mk, (d) aphaeresis Mk, (e) syncope Mk, (f) apocope Mk, dan sejumlah inovasi leksikal yang eksklusif OF.

Berdasarkan bukti kuantitatif dalam bentuk persentase angka kekerabatan dan bukti kualitatif berupa bukti penyatu kelompok OFM dan bukti pemisah sekaligus penyatu subkelompok OF sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan hubungan genetis bahasa Or, Ft, dan Mk dalam bentuk silsilah kekerabatan yang menganut pola dwipilah, yaitu kelompok OFM sebagai induk ketiga bahasa tersebut berbelah menjadi OF dan Mk. Selanjutnya, OF sebagai mesobahasa berbelah pula menjadi Or dan Ft.

4.2 Rekonstruksi Protobahasa Or, Ft, dan Mk

Rekonstruksi protobahasa OFM merupakan bentuk penelusuran kembali abstraksi hubungan keseasalannya yang terdiri atas protofonem vokal, protofonem konsonan, dan protokata kelompok bahasa tersebut.

(17)

a. Rekonstruksi Protofonem Vokal

Melalui penelusuran terhadap fonem vokal bahasa Or, Ft, dan Mk dan sistem perubahan fonem vokal yang terjadi pada ketiga bahasa tersebut, direkonstruksi lima protofonem vokal, yaitu: */i/, */u/, */e/, */o/, dan */a/, baik pada tingkat kelompok OFM maupun subkelompok OF. Protofonem tersebut umumnya mengalami perengkahan (split) pada mesobahasa dan bahasa modern dengan kaidah perubahan fonem yang dominan dalam bentuk asimilasi progresif disusul asimilasi regresif dan disimilasi. Selain itu, terjadi pula proses merger dalam bentuk pemadyaan fonem vokal.

b. Rekonstruksi Protofonem Konsonan

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap fonem konsonan bahasa Or, Ft, dan Mk dan sistem perubahan fonem konsonan yang terjadi pada ketiga bahasa tersebut, dapat direkonstruksi 10 protofonem konsonan pada tingkat kelompok OFM, yaitu: */p/, */t/, */k/, */’/, */m/, */n/, */l/, */r/, */s/, */w/ dan 12 protofonem konsonan pada tingkat subkelompok OF dengan penambahan konsonan */h/ dan */y/. Protofonem konsonan tersebut cenderung mengalami perengkahan (split) pada mesobahasa dan bahasa modern dengan kaidah perubahan fonem dalam bentuk penyuaraan (voicing), palatalisasi, dan nasalisasi (gugus konsonan nasal hambat homorgan).

(18)

c. Rekonstruksi Protokata

Selain rekonstruksi protofonem vokal dan konsonan, telah direkonstruksi pula protokata OFM sebagai wujud keseasalan kelompok OFM dan protokata OF sebagai wujud subkelompok bahasa OF. Protokata OFM yang ditemukan berjumlah 180 etimon dalam bentuk inovasi bersama yang eksklusif yang hanya dimiliki kelompok bahasa tersebut dan tidak ditemukan pada bahasa-bahasa lainnya. Protokata OF ditemukan 209 etimon yang juga hanya ditemukan dalam subkelompok tersebut. Protokata OFM tersebut telah mengalami inovasi pada tataran mesobahasa dan bahasa modern dengan kaidah-kaidah perubahan dalam bentuk apocope, voicing, frikatifisasi, dan metathesis pada bahasa Mk; palatalisasi, laringalisasi, dan frikatifisasi pada bahasa Ft; dan syncope, laringalisasi, metathesis, aspiratisasi, dan pelesapan fonem /h/ pada bahasa Or.

4.3 Evolusi Fonologis Bahasa Or 1) Evolusi Internal

Dalam perspektif kesejarahan sebagai akibat interaksi diakronis sesama bahasa dalam kelompok OFM, bahasa Or mengalami perubahan fonem vokal dan fonem konsonan.

Evolusi fonem vokal, dalam bentuk protofonem vokal OFM */u/ dan */o/ terjadi retensi bersama pada subkelompok OF dan protofonem vokal */u/, */o/, dan */a/ mengalami retensi pada bahasa Or pada semua posisi. Tiga protofonem vokal

(19)

OFM */i//_#, */e//_#, dan */a//#_ dan /_# mengalami perengkahan dan merger pada OF dan dua protofonem vokal OF*/i//_# dan */e//_# mengalami split dan merger pada Or, serta pemadyaan fonem vokal pada kelompok bahasa itu.

Evolusi fonem konsonan, terjadi perubahan dari 10 protofonem konsonan pada OFM bertambah fonem */y/ dan */h/ menjadi 12 protofonem konsonan pada OF dan bertambah fonem /đ/ menjadi 13 fonem konsonan pada bahasa Or.

2) Evolusi Eksternal

Secara eksternal, fonologi bahasa Or juga mengalami evolusi akibat peristiwa kontak bahasa dengan bahasa-bahasa In, Bel, Por, Ks dan Am. Bentuk-bentuk perubahan tersebut adalah sebagai berikut.

a) Pengayaan fonem konsonan /b/, /c/, /d/, /j/, /g/, /ng/, /f/, /v/, dan /z/. b) Pembentukan kluster: đw, kl, kr, pl, pr, sl, sr, st, tl, dan tr.

c) Penambahan gugus konsonan nasal hambat homorgan: /mp, /mb, /nt/ dan /nđ/. d) Pengayaan pola persukuan.

e) Pergeseran dari bahasa vokalis menuju bahasa nonvokalis.

5. Temuan Baru

1) Hubungan bahasa Or dengan Ft terbukti lebih erat dibandingkan dengan bahasa Mk. Temuan ini sekaligus menolak pendapat Greenberg (1971) dan Capell (1975) yang menyatakan bahasa Or lebih dekat dengan Mk dan Bn.

(20)

2) Grenberg (1971) mengklasifikasikan bahasa-bahasa NAN di kawasan TAP, HU, KB dan sekitarnya sebagai Filum Papua Barat dengan kekerabatan sangat rendah (12% ke bawah). Temuan penelitian ini membuktikan bahwa relasi ketiga bahasa Or-Ft-Mk tersebut tergolong rumpun (stock) dengan rerata kesamaan Cognat 33%. Bahkan, hubungan Or dgn Ft termasuk family dengan persentase angka kekerabatan mencapai 47%.

3) Metode rekonstruksi protobahasa yang akurat tidak cukup hanya dengan mengandalkan kaidah-kaidah korespondensi yang berlaku selama ini. Akan tetapi, harus dilakukan sampai pada penemuan sistem perubahan fonem yang terjadi pada kelompok bahasa yang diteliti. Dengan demikian, penggunaan lambang dengan huruf kapital dan fonem alternatif tidak diperlukan lagi.

4) Dalam penelitian ini ditemukan sistem perubahan fonem vokal dalam bentuk pemadyaan vokal. Kaidah-kaidah perubahan dalam bentuk split dan merger serta korespondensi asimilasi dan disimilasi yang terjadi pada kelompok tersebut berujung pada sistem pemadyaan vokal. Implikasinya adalah jika ditemukan korespondensi vokal tinggi – madya – rendah dalam beberapa kata dapat direkonstruksi sebagai vokal tinggi atau vokal rendah.

5) Ditemukan pula sistem perubahan fonem konsonan dalam bentuk penyuaraan (voicing) pada konsonan hambat letup yang ditelusuri melalui kaidah split dengan korespondensinya. Temuan ini juga sebagai bentuk evolusi internal konsosonan hambat letup yang terjadi pada kelompok bahasa OFM secara berkeseimbangan.

(21)

6) Penelitian ini juga menemukan bahasa Or telah kehilangan identitasnya yang hakiki termasuk perubahannya menuju bahasa nonvokalis. Faktor penyebab di antaranya: a) bahasa Or tergolong sebagai substratum dari bahasa-bahasa di sekitarnya; b) hegemoni bahasa Indonesia terhadap bahasa Or sangat kuat terutama pada ranah agama; c) peran pemakai bahasa Or rendah di masyarakat lingkungannya; d) sistem pembinaan bahasa (internal & eksternal) tidak berjalan; e) kultur masyarakat pemakai bahasa Or tertutup terhadap eksestensi bahasanya; dan f) citra bahasa Or dianggap sebagai bahasa mati.

6. Simpulan dan Saran 6.1 Simpulan

1) Secara sinkronis bahasa Or, Ft, Mk memiliki identitas fonologi sebagai berikut. a) Bahasa Or, Ft, dan Mk sama-sama memiliki lima buah fonem vokal /i/, /u/,

/e/, /o/, dan /a/ yang dapat berdistribusi lengkap dan sama-sama pula memiliki sebuah fonem diftong /ai/.

b) Bahasa Or memiliki 13 fonem konsonan (/p/, /t/, /đ/, /k/, /’/, /m/, /n/, /l/ /r/, /s/, /h/, /w/, dan /y/), bahasa Ft memiliki 16 (/p/, /t/, /c/, /j/, /k/, /’/, /m/, /n/, /l/ /r/, /f/, /v/, /s/, /h/, /w/, dan /y/) dan bahasa Mk 15 fonem konsonan (/p/, /t/, /b/, /d/, /k/, /g/, /’/, /m/, /n/, /l/ /r/, /f/, /s/, /h/, dan /w/) yang semuanya hanya dapat menempati posisi pada awal dan tengah kata.

c) Ditinjau dari segi pola persukuan ketiga bahasa tersebut, bahasa Or memiliki struktur pola persukuan lebih kompleks dibandingkan bahasa Ft dan Mk. Kompleksitas pola persukuan bahasa Or akibat faktor kecenderungan pemakainya menghilangkan segmen fonem vokal pada posisi tengah kata dan akibat besarnya pengaruh bahasa asing yang turut memperkaya kosakata bahasa tersebut.

d) Ditinjau dari aspek struktur fonem kosakata pada suku akhir, bahasa Or, Ft, dan Mk menganut pola suku kata terbuka yang secara diakronis ketiga bahasa tersebut sama-sama sebagai bahasa vokalis.

(22)

2) Bahasa Or, Ft, dan Mk secara diakronis telah terbukti dengan meyakinkan memiliki hubungan kekerabatan yang erat dan merupakan satu kelompok bahasa OFM. Silsilah relasi kekerabatan ketiga bahasa tersebut menganut pola dwipilah dengan subkelompok OF dan Mk sebagai cabang berikutnya. Artinya, bahasa Or terbukti lebih dekat dengan Ft dibandingkan dengan Mk.

3) Terbukti pula bahasa Or telah mengalami proses evolusi fonologis secara internal dan eksternal. Evolusi internal di antaranya: (a) dua vokal /i/ dan /e/ mengalami inovasi dalam bentuk perengkahan (split) dan merger pada Or, (b) pemadyaan fonem vokal pada kelompok bahasa tersebut, Evolusi eksternal meliputi: (a) pengayaan fonem konsonan, (b) pembentukan kluster, (c) terbentuk gugus konsonan nasal hambat homorgan: /mp/, /mb/, /nt/, /nđ/, (d) pengayaan pola persukuan, (f) terjadinya pergeseran bahasa vokalis menuju bahasa nonvokalis akibat perjalanan panjang bahasa itu secara diakronis dan akibat peristiwa

borrowing dari bahasa-bahasa di kawasan itu .

6.2 Saran

1) Penelitian ini terfokus pada aspek fonologis dan leksikal. Oleh karena itu, terbuka peluang kajian aspek morfologis dan sintaksis pada kelompok bahasa tersebut. 2) Kawasan yang meliputi bahasa-bahasa kelompok TAP dan KB, Papua Barat dan

sekitarnya merupakan kawasan pertemuan bahasa AN dan NAN yang menyimpan kekayaan fenomena bahasa dan budaya yang beraneka ragam. Penelitian yang

(23)

lebih luas dan mendalam dengan menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif sangat diperlukan untuk menemukan protobahasa NAN di kawasan itu.

3) Patut diwaspadai terhadap upaya pembinaan dan pengembangan bahasa In, jangan sampai berimplikasi pada terjadinya pengikisan yang bermuara pada hilangnya identitas hakiki bahasa-bahasa daerah di kawasan itu.

4) Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memicu kerja sama RI dengan Timor Leste yang konkret dalam mengkaji bidang bahasa dan budaya di kawasan TAP dan sekitarnya.

(24)

JUDUL . . . . i

PERSYARATAN GELAR . . . . ii

LEMBAR PENGESAHAN . . . iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI . . . . iv

UCAPAN TERIMA KASIH . . . . v

ABSTRACT . . . viii

ABSTRAK . . . . ix

RINGKASAN . . . . x

DAFTAR ISI . . . . xxv

DAFTAR TABEL . . . . xxviii

DAFTAR BAGAN . . . . xxix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG . . . . xxxi

BAB I PENDAHULUAN . . . . 1

1.1 Latar Belakang . . . 1

1.2 Rumusan Masalah . . . 4

1.3 Ruang Lingkup Masalah . . . 5

1.4 Hipotesis . . . 7

1.5 Tujuan Penelitian . . . 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI . . . 10

2.1 Kajian Pustaka . . . 10

2.2 Konsep . . . 16

2.3 Kerangka Teori . . . 20

2.3.1 Evolusi bahasa . . . 20

2.3.2 Relasi kekerabatan bahasa . . . 23

2.3.3 Difusi . . . 28

BAB III METODE PENELITIAN . . . . 31

3.1 Metode Pengumpulan Data . . . 31

3.2 Metode Analisis Data . . . 34

3.3 Metode Penyajian Hasil . . . 41

BAB IV SEKILAS TENTANG BAHASA OIRATA DI PULAU KISAR 43 4.1 Sejarah Singkat Oirata . . . 43

4.2 Sosial Budaya Suku Oirata . . . 49

4.3 Ciri Umum Bahasa Oirata . . . 81

4.3.1 Ciri Fonologis . . . 81

4.3.2 Ciri Morfologis . . . 89

4.3.3 Ciri Sintaksis . . . 105

BAB V PROFIL FONOLOGI BAHASA OIRATA, FATALUKU, DAN MAKASAI SEBAGAI BAHASA NONAUSTRONESIA . . . . 113

(25)

5.2 Fonologi Bahasa Fataluku . . . 134

5.3 Fonologi Bahasa Makasai . . . 153

BAB VI KEKERABATAN BAHASA OIRATA, FATALUKU, MAKASAI, DAN BAHASA-BAHASA DI SEKITARNYA . . . . . 171

6.1 Bukti-Bukti Pengelompokan . . . 171

6.1.1 Bukti kuantitatif . . . . 171

6.1.2 Bukti kualitatif . . . 175

6.2 Hubungan Genetis Bahasa Oirata, Fataluku, dan Makasai . . . 196

BAB VII REKONSTRUKSI PROTOBAHASA OIRATA, FATALUKU, DAN MAKASAI . . . . 198

7.1 Rekonstruksi Protobahasa OFM . . . 198

7.1.1 Penelusuran sistem perubahan fonem vokal OFM . . . 198

7.1.2 Rekonstruksi protofonem vokal OFM . . . 215

7.1.3 Penelusuran sistem perubahan fonem konsonan OFM . . . 217

7.1.4 Rekonstruksi protofonem konsonan OFM . . . 241

7.1.5 Rekonstruksi protokata OFM . . . 243

7.2 Rekonstruksi Protobahasa OF . . . 265

7.2.1 Penelusuran sistem perubahan fonem vokal OF . . . 265

7.2.2 Rekonstruksi protofonem vokal OF . . . 277

7.2.3 Penelusuran sistem perubahan fonem konsonan OF . . . 278

7.2.4 Rekonstruksi protofonem konsonan OF . . . 292

7.2.5 Rekonstruksi protokata OF . . . 293

BAB VIII EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA . . . . 312

8.1 Evolusi Internal Bahasa Oirata . . . 313

8.1.1 Perubahan fonem vokal . . . 314

8.1.2 Perubahan fonem konsonan . . . 327

8.2 Evolusi Eksternal Bahasa Oirata . . . 344

8.2.1 Pengayaan fonem konsonan . . . 344

8.2.2 Pembentukan konsonan berurut (Cluster) . . . 353

8.2.3 Penambahan gugus konsonan nasal hambat homorgan . . . 356

8.2.4 Pengayaan pola persukuan . . . 360

8.2.5 Perubahan bahasa vokalis menjadi nonvokalis . . . 363

8.3 Faktor Penyebab Terjadinya Evolusi Bahasa Oirata . . . 367

BAB IX TEMUAN BARU . . . . 379

BAB X SIMPULAN DAN SARAN . . . 389

10.1 Simpulan . . . 389

10.2 Saran . . . 392

DAFTAR PUSTAKA . . . . 394

(26)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1: Strata Sosial Masyarakat Desa Oirata Timur . . . 52

2. Tabel 2: Strata Sosial Masyarakat Desa Oirata Barat . . . 53

3. Tabel 3: Jumlah Penduduk Pulau Kisar . . . 62

4 Tabel 4: Penduduk Desa Oirata Barat berdasarkan Pendidikan . . . 79

5 Tabel 5: Penduduk Desa Oirata Timur berdasarkan Pendidikan . . . 80

6 Tabel 6: Proses Pembentukan Cluster Bahasa Or . . . . 178

(27)

1. Bagan 1: Persentase Kognat (Data Kuantitatif Awal) . . . 6

2. Bagan 2: KekerabatanBahasa Or-Ft-Mk dengan Pola Tripilah . . . 7

3. Bagan 3: Kekerabatan Bahasa Or-Ft-Mk dengan Pola Dwipilah . . . 8

4 Bagan 4: Relasi Prefiks Orang Pertama dan Kedua Tunggal . . . 15

5 Bagan 5: Vokal Bahasa Oirata . . . 117

6 Bagan 6: Diftong Bahasa Oirata . . . 118

7 Bagan 7: Konsonan Bahasa Oirata . . . 126

8 Bagan 8: Vokal Bahasa Fataluku . . . 137

9 Bagan 9: Diftong Bahasa Fataluku . . . 138

10 Bagan 10: Konsonan Bahasa Fataluku . . . 148

11 Bagan 11: Vokal Bahasa Makasai . . . 156

12 Bagan 12: Diftong Bahasa Makasai . . . 157

13 Bagan 13: Konsonan Bahasa Makasai . . . 166

14 Bagan 14: Persentase Kekerabatan Bahasa Or, Ft, dan Mk . . . 172

15 Bagan 15: Garis Silsilah Kekerabatan Bahasa Or, Ft, dan Mk (Kuantitatif) 174 16 Bagan 16: Garis Silsilah Kekerabatan Bahasa Or, Ft, dan Mk (Kualitatif) 196 17 Bagan 17: Protofonem Vokal OFM . . . 217

18 Bagan 18: Protofonem Konsonan OFM . . . 243

19 Bagan 19: Protofonem Vokal OF . . . 278

20 Bagan 20: Protofonem Konsonan OF . . . 293

21 Bagan 21: Vokal OFM, OF, dan Bahasa Or . . . 314

22 Bagan 22: Perubahan Fonem Vokal OFM pada OF dan Or . . . 315

23 Bagan 23: Evolusi Vokal Bahasa Oirata . . . 323

24 Bagan 24: Konsonan Bahasa Makasai, Fataluku, dan Oirata . . . 328

25 Bagan 25: Protofonem Konsonan OFM, OF dan Konsonan Bahasa Or . . . 330

26 Bagan 26: Terbentuknya Fonem Konsonan Hambat Letup Bersuara . . . . 341

27 Bagan 27: Evolusi Internal Fonem Konsonan Bahasa Or . . . 343

28 Bagan 28: Silsilah Kekerabatan Kelompok Bahasa OFM . . . 379

29 Bagan 29: Pemadyaan Fonem Vokal pada Kelompok Bahasa OFM . . . 384

(28)

DARTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang:

/…/ : menunjukkan ejaan fonemis […] : menunjukkan ejaan fonetis

/_ : pada lingkungan

(29)

V_V : posisi antarvokal K_K : posisi antarkonsonan ≈ : korespondensi ~ : alternasi > : berubah menjadi < : berasal dari

≥ : berubah menjadi dari asal yang sama : tetap bertahan (retensi) pada

: berbelah menjadi (slpit) : menjadi sama (merger)

* : direkonstruksi sebagai protobahasa (mesobahasa)

Ø : kosong (zero)

‘ : glottal

đ : konsonan hambat, apiko-alveolar aspirat

Singkatan: Ab : Abui Am : Ambon AN : Austronesia B : bersuara Bel : Belanda Bk : Baikenu Bn : Bunak

(30)

Ft : Fataluku Gl : Galoli HU : Halmahera Utara Id : Idate In : Indonesia K : Keterangan KB : Kepala Burung Km : Kemak Kr : Kairui Ks : Kisar Lov : Lovaea Mb : Mambai MD : Menerangkan -Diterangkan Mk : Makasai NAN : Non-Austronesia O : Objek OF : Oirata-Fataluku OFM : Oirata-Fataluku-Makasai Or : Oirata Por : Portugis S : Subjek TA : Timor-Alor

(31)

TB : Tak Bersuara Tk : Tokodede TNG : Trans-New Gini Tt : Tetun V : Verba Wm : Waimoa

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai pappasang, maka bangsa Indonesia yang sangat terbuka dengan arus globalisasi dapat menjaga etika dan moralitas

Menurut pendapat kami, Laporan Keuangan Konsolidasi yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, Posisi Keuangan Konsolidasi PT

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter Model Mogi untuk Gunungapi Guntur berupa jarak radial antara titik pantau terhadap sumber tekanan,

Dapat dilihat dari rangkaian diatas bahwa Infra Red pada Optocoupler memiliki nilai aktif Low atau pada saat input Infra Red berlogika 0, maka Infra Red akan aktif, sehingga dapat

JAWAB: Adalah benar bahwa Sang Juruselamat sudah pasti akan memperbaiki bangsa Israel jika mereka beribadah pada hari yang salah. Fakta bahwa Dia tidak melakukannya adalah bukti

[r]

Hasil penelitian ini adalah untuk memberi informasi pada para remaja, orang tua, guru-guru dan pihak lain yang berkaitan dengan dunia remaja agar dapat lebih

Berdasarkan graf di atas dapat disimpulkan bahawa langkah yang boleh dilakukan oleh pihak kerajaan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Malaysia ialah memperbanyakkan peluang