LAPORAN TUGAS AKHIR
FAKTOR PENYEBAB TUNGGAKAN PAJAK SEMAKIN BESAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM
O L E H
NAMA : RESYA PUTRI AMANDA NIM : 122600124
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT untuk segala kebaikan dan ridho – Nya kepada Penulis, yang telah memberikan kesehatan dan
kemudahan sehingga Penulis dengan penuh rasa Syukur dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) di Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam Tugas Akhir ini, Penulis ingin mengemukakan masalah mengenai “Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dari
berbagai pihak yang telah begitu banyak membantu, untuk itu Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan ridho – Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
2. Orang tua Penulis Alm. Papa dan Mama tersayang serta terkhusus buat Atok
yang telah memberikan kasih sayang dan restu kepada Penulis serta dukungan baik secara moril maupun materil sejak masih kecil hingga sekarang.
4. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Jurusan Program
Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Marihot Siahaan, SE, MT selaku Kepala Seksi Penagihan yang telah membantu Penulis dalam hal mengumpulkan dan memberikan data – data
yang dibutuhkan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
8. Kepada teman – teman stambuk 2012, khususnya kelas C terima kasih atas kebersamaannya selama ini kawan – kawan.
Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, namun Penulis menyadari masih banyak
kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juni 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri.... . 7
C. Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 8
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 12
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri... . 12
F. Metode Pengumpulan Data... . 13
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 14
BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA LUBUK PAKAM 16 A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 16
B. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... . 19
BAB III GAMBARAN DATA... 29
A. Pengertian Istilah – Istilah dalam Penagihan... 29
B. Dasar Penagihan Pajak... 31
C. Pengertian Utang Pajak... 32
D. Timbulnya Utang Pajak... 33
E. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak... 36
F. Berakhirnya Utang Pajak... 37
G. Penagihan Utang Pajak... 42
H. Macam – Macam Penagihan... 44
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA... 49
A. Faktor Penyebab Timbulnya Tunggakan Pajak... 49
B. Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar... 54
C. Hambatan yang Terjadi Dalam Penagihan Tunggakan Pajak... 56
D. Penyelesaian Masalah Penagihan Tunggakan Pajak... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 59
A. Kesimpulan... 59
B. Saran... 61
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, oleh sebab itu mahasiswa/I diwajibkan untuk melakukan riset dan pengumpulan data yang
diperlukan untuk pembuatan Tugas Akhir melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang akan penulis laksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, dalam hal ini penulis tertarik untuk membahas dan melakukan riset tentang Faktor
Tunggakan Pajak Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, aman, dan sejahtera maka diperlukan dana yang cukup besar dan salah satu sumber dana tersebut berasal dari sektor pajak.
Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system yang berarti pemerintah yang menentukan berapa besarnya pajak terutang dari wajib pajak menjadi self assessment system yang
Peran serta masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu ditingkatkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara dan pembangunan nasional, sehingga
setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Menghadapi perubahan zaman dan perkembangan
perekonomian Indonesia saat ini serta didukung dengan semangat reformasi, dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah pada saat ini tengah giat - giatnya menggali sumber - sumber keuangan Negara, khususnya pajak. Walaupun
kepercayaan tersebut telah diberikan kepada penaggung pajak, ternyata masih banyak dari mereka yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Ditemukan dalam
kenyataannya masih banyak dijumpai tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak masih belum dapat di imbangi dengan kegiatan pencairannya. Adanya tunggakan
pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sampai tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang - undangan
perpajakan. Dalam melakukan penagihan pajak yang menunggak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang isinya tentang jumlah
pajak terutang dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Sebagai contoh Pajak Penghasilan yang dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, dari hasil
Setiap tahunnya, perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu semakin meningkat atau semakin membesar, dikarenakan banyak wajib pajak yang tempat tinggalnya pindah ataupun tidak mencantumkan alasan yang jelas, sehingga
membuat Juru Sita Pajak mengalami kendala untuk melakukan penagihan pajak. Tunggakan pajak yang meningkat ini belum dapat mengimbangi pencairannya,
sehingga mengakibatkan target pajak yang di inginkan tidak tercapai dengan maksimal. Jika seluruh wajib pajak sudah melaksanakan fungsi self assessment
dengan baik dan benar, jujur dan bertanggung jawab, mungkin petugas tidak akan
mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Kemudian selanjutnya para petugas melakukan tindakan peringatan kepada wajib pajak untuk menyelesaikan
kekurangan pajaknya. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara mengirimkan surat teguran, apabila ternyata sampai pada batas waktu yang ditentukan wajib pajak tidak menanggapi surat tersebut maka tindakan selanjutnya yang akan dilakukan
adalah dengan surat paksa. Serta tindakan – tindakan lainnya dalam melaksanakan pencairan sampai tuntas.
Kemudian juga kendala yang paling sering dialami para petugas adalah alamat wajib pajak yang tidak tepat, wajib pajak yang pindah tempat tinggal dan tidak memberitahukan ke KPP setempat, atau wajib pajak menghilang tanpa jejak,
melarikan diri, serta wajib pajak yang berbelit - belit dalam memberikan informasi pada saat petugas melaksanakan pemeriksaan, atau dikarenakan data pajak yang
Sehubungan dengan hal itu, aparat pajak dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh beberapa faktor penunjang. Salah satunya adalah menerapkan langkah strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta upaya yang dilakukan dalam rangka
pencairan tunggakan pajak yang terutang sesuai dengan prosedur penagihan, sehingga tercapainya pencairan tunggakan pajak yang semestinya untuk meningkatkan
penerimaan pajak.
Dengan adanya tunggakan pajak yang kian lama kian membengkak maka kegiatan penagihan menjadi sangat diperlukan, agar wajib pajak senantiasa patuh dan
sadar melaksanakan kewajiban perpajakan sehingga tidak akan menimbulkan suatu tunggakan pajak yang akan menyebabkan terlambatnya penyediaan dana untuk
pembangunan, maka untuk mengantisipasi itu Direktorat Jenderal Pajak melakukan pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan yaitu sanksi administrasi yang berupa denda atau bunga dan sanksi pidana yang berupa pidana atau kurungan.
Dengan dilaksanakannya proses penagihan, maka di harapkan wajib pajak akan segera sadar dan memenuhi atau melunasi hutang pajak yang tertunggak.
Penagihan pajak timbul sebagai akibat adanya wajib pajak yang belum sadar dan atau kurang bayar dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, sehingga menimbulkan tunggakan pajak, proses administrasi timbulnya tunggakan pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam diawali dengan dilakukannya pemeriksaan melalui buku kepatuhan pembayaran pajak pada seksi yang terkait. Jika
diberikan wajib pajak masih belum membayar, maka seksi yang terkait tersebut akan mengeluarkan Surat Tagihan Pajak.
Menurut Pasal 18 (1) UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor
27 Tahun 2008, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan dan Surat Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Tahap - tahap pelaksanakan tindakan penagihan dapat dirinci secara jelas sebagai berikut ini :
1. Surat Teguran sebagai awal tindakan penagihan. Surat Teguran ini diterbitkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat tanggal jatuh tempo pembayaran dari
jumlah pajak yang harus dibayar yang tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2. Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus yang meliputi seluruh hutang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan surat paksa.
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran.
puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
4. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan
(SPMP).
5. Dalam hal hutang pajak dan biaya penagihan yang harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari
sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan kepada
Kepala Kantor Lelang Negara setempat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin mengetahui lebih jauh melalui Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang berjudul “ Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”.
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
1.3 Untuk mengetahui kendala - kendala yang terjadi dalam penagihan tunggakan pajak yang dilakukan oleh seksi penagihan
1.4 Untuk mengetahui penerimaan tunggakan pajak di KPP Pratama
Lubuk Pakam
1.5 Untuk mengetahui usaha - usaha yang dilakukan untuk mengatasi
penghambat pemungutan pajak di KPP Pratama Lubuk Pakam.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1Bagi Mahasiswa
a) Menambah wawasan dan menguji kemampuan di bidang
perpajakan, khususnya tentang penagihan tunggakan pajak. b) Guna menciptakan dan mengembangkan rasa tanggung jawab,
profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya hal - hal
tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
a) Sebagai sarana menciptakan hubungan yang baik dengan Universitas Sumatera Utara khususnya program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP USU).
b) Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam
c) Mempromosikan image yang baik tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam khususnya wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara
a) Meningkatkan hubungan antara kerjasama antara pihak Program Studi Administrasi Perpajakan USU dengan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
b) Meningkatkan uji nyata dalam disiplin ilmu yang disampaikan
selama perkuliahan.
c) Mempromosikan sumber daya manusia Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
C. Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Penagihan
Di dalam ketentuan umum Pasal 1 (9) Undang - Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Undang - Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan penagihan adalah “Serangkaian tindakan agar Penaggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
Tahapan Penagihan Pajak
Adapun tahapan pengihan pajak (Erly, 2011 : 170) antara lain sebagai berikut
1. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).
2. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal Surat Teguran maka akan akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Jurusita Pajak
Negara dengan dibebani biaya penagihan sebesar Rp 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
3. Surat Sita
Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang wajib pajak dengan dibebani
biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah).
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak
menurut peraturan perundang - undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukan, Pejabat
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham.
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
4. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan / atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau
calon pembeli. Jika dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan
melalui Kantor Lelang Negara.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Apabila
hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat
walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.
Penanggung Pajak
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
Biaya Penagihan Pajak
Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan
biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. (Erly, 2011: 171)
Pejabat
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman
Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut
peraturan perundang – undangan. (Erly, 2011 : 171)
Jurusita Pajak
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan
seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan Penyanderaan.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam melakukan PKLM pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah :
1. Jumlah pencairan tunggakan pajak yang sudah tercapai dan yang masih menunggak
4. Dasar penagihan pajak yang mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang
5. Kendala - kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan
penagihan aktif.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang dimulai dari
pengajuan judul, penentuan judul dan penentuan tempat PKLM, mencari bahan untuk pembuatan proposal hingga pada tahap berkonsultasi dengan
pihak dosen.
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari berbagai sumber - sumber seperti buku -
buku, majalah, undang - undang perpajakan yang ada kaitannya dengan penulisan laporan ini sebagai dasar pembahasan secara teori.
3. Observasi Lapangan
Penulis melakukan peninjauan / pengamatan secara langsung ke tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mencari data - data dan informasi
mengenai objek PKLM.
4. Pengumpulan Data
dikumpulkan peneliti dari sumber yang telah ada misalnya, studi kepustakaan dan dokumentasi.
5. Analisis dan Evaluasi
Penulis menganalisis dan mengevaluasi data meliputi : menganalisa data yang telah diperoleh dengan menggunakan penjelasan dengan kata - kata
yang sistematik sehingga permasalahan terungkap dengan objektif.
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk menyimpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Wawancara
Yaitu dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan langsung kepada pihak - pihak KPP yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi yang diberikan bagi penyusunan laporan ini.
2. Observasi Lapangan
Dalam metode ini penulis terjun langsung ke lapangan untuk mengamati,
mendengarkan, serta mencatat dan menyimpulkan mengenai hal - hal yang berhubungan dengan laporan ini.
Dalam metode ini penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM, dokumen tersebut dapat berupa data - data perpajakan, struktur, berita - berita pajak, dan sebagainya.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi sistematika dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai Latar Belakang, Tujuan dan Manfaat,
Ruang Lingkup, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Sistematika Penulisan Laporan.
BAB II : GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM
Pada bab ini dibahas mengenai sejarah singkat Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Lubuk Pakam, Struktur Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi sertaGambaran Data Pegawai.
BAB III : GAMBARAN DATA DAN INFORMASI MENGENAI TUNGGAKAN PAJAK
Pada bab ini menjelaskan secara rinci mengenai hal - hal yang
berhubungan dengan tunggakan pajak, termasuk Data Wajib Pajak yang menunggak pada suatu masa pajak.
BAB IV :ANALISIS DAN EVALUASI DATA
BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan mengenai hal - hal yang telah dikemukakan dan beberapa saran yang menjadi bahan
masukan untuk mengatasi permasalahan dalam PKLM.
BAB II
GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA LUBUK PAKAM
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di dalam pelayanan pembayaran pajak, maka
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267 / KMK.01 / 1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat
Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 785 / KMK.01 / 1993 tertanggal 3 Agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu : 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai
maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak, ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama).
Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP Sumut I) akan mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Kedelapan KPP Pratama dimaksud
yakni enam unit KPP konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru. Keenam KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni :
1. KPP Pratama Medan Belawan 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Polonia
4. KPP Pratama Medan Kota 5. KPP Pratama Medan Timur
6. KPP Pratama Binjai
Dua KPP baru yang dibentuk adalah : 1. KPP Pratama Medan Petisah
2. KPP Pratama Lubuk Pakam
Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi
Untuk implementasinya dibentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) modern dengan 3 model, yakni KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama. Salah satunya adalah KPP Pratama Lubuk Pakam yang terletak di Jl. Diponegoro No.
42 – 44 Lubuk Pakam sebelum akhirnya pindah ke Jl. Diponegoro No. 30 A Medan.
KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada dibawah organisasi Kanwil DJP Sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis Kantor Pelayanan Pajak menjadi satu, maka
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi
Kanwil DJP Sumut I.
Sesuai dengan Keputusan DJP Nomor KEP – 95 / PJ / 2008 / Tentang Saat Mulai Operasi (SMO) Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008.
KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas pokok melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan di berbagai bidang perpajakan. Bidang tersebut adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, pajak tidak langsung lainnya, serta Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
Visi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak Negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara.
Misi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menyelenggarakan fungsi
administrasi perpajakan dengan menerapkan undang – undang perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan Negara demi kemakmuran rakyat.
B. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah :
1. Sunggal 12. Namorambe
2. Labuhan Deli 13. Batang Kuis
3. Pancur Batu 14. Tanjung Morawa
4. Delitua 15. Pagar Merbau
5. Beringin 16. Hamparan Perak
6. Lubuk Pakam 17. Patumbak 7. Gunung Meriah 18. Sibolangit
8. Percut Sei Tuan 19. Sibiru - biru
9. STM Hulu 20. Pantai Labu
10.Galang 21. STM Hilir
C. Struktrur Organisasi dan Uraian Tugas Setiap Seksi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Struktur organisasi yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
Pakam adalah struktur organisasi Lini dan Staf, dimana pimpinan sebagai Kepala Kantor dan dibantu oleh beberapa Kepala Seksi dan Pegawai Pelaksana.
1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Seksi Pelayanan 5. Seksi Penagihan
6. Seksi Pemeriksaan 7. Seksi Ekstensifikasi
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon I,II,III,IV)
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Maka pembagian tugas dan fungsi wewenang masing – masing seksi dalam
struktur organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam adalah :
1. Kepala Kantor
KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karipka
maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan, penyuluhan, pelayanan, pengawasan Wajib Pajak di bidang PPh,
PPN, PPnBM, dalam wilayah kewenangannya berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Sub Bagian Umum terdiri dari 3 bagian, yaitu : a. Tata Usaha dan Kepegawaian
tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor itu sendiri.
b. Keuangan
Tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian para pegawai
KPP Pratama Lubuk Pakam. c. Bagian Rumah Tangga
Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan segala rumah tangga dan
keperluan perlengkapan KPP Pratama Lubuk Pakam agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas mengkoordinir urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak,
dan penggalian potensi perpajakan. Seksi pengolahan data dan informasi juga mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, pengolahan data,
penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan pajak, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan penggunaan aplikasi elektronik, serta penyajian laporan kinerja.
4. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas dan fungsi melakukan penetapan dan
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON)
Seksi Waskon mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan / himbauan kepada Wajib
Pajak dan Konsultasi teknis perpajakan, penyusunan Profil Wajib Pajak, analisa kewajiban pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi.
Wilayah kerja Account Representative
WASKON AR KECAMATAN KELURAHAN
Waskon II
ARIEL SATRYA
BATANG KUIS Seluruh Kelurahan PERCUT SEI
TUAN
PERCUT
PERCUT SEI TUAN CHAIRUNNY
RIZKY DELI TUA Seluruh Kelurahan
EDWARD
PANTAI LABU Seluruh Kelurahan PERCUT SEI
PAGAR MERBAU Seluruh Kelurahan PERCUT SEI
BERINGIN Seluruh Kelurahan PERCUT SEI
TUAN
LAU DENDANG TOL
KUALA DEKAH
LABUHAN DELI Seluruh Kelurahan
S.TANJUNGMUDA
GUNUNG MERIAH Seluruh Kelurahan TANJUNG
SIGIT SUNGGAL SEI MENCIRIM
HADIYUWONO SERBA JADI SM DISKI SUKA MAJU
SUWONO TANJUNG MORAWA
AEK PANCUR
PERAK Seluruh Kelurahan LUBUK PAKAM LUBUK PAKAM TIGA NAMO RAMBE Seluruh Kelurahan EDI
SYAHPUTRA
GALANG Seluruh Kelurahan
LUBUK PAKAM TANJUNG GARBUS SATU
IQBAL AKBAR
BANGUN PURBA Seluruh Kelurahan KOTALIMBARU Seluruh Kelurahan LUBUK PAKAM PAGAR MERBAU TIGA
SYAH MAD
MOTA DEPARI LUBUK PAKAM LUBUK PAKAM PEKAN
PETUMBAK Seluruh Kelurahan
SUGENG
ARIADI LUBUK PAKAM
SEKIP
6. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan pajak, penundaan dan pengangsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak
sesuai ketentuan yang berlaku. Tugas dan fungsinya adalah :
a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan pajak,
penundaan pajak dan angsuran pajak.
b. Melakukan penerbitan Surat Tagihan, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan.
c. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.
Di Seksi Penagihan juga terdapat Juru Sita Pajak yang telah mendapat pendidikan khusus berkaitan dengan penagihan dan penyitaan pajak. Adapun
tugas Juru Sita Pajak adalah :
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
(SPPSS).
b. Memberitahukan Surat Paksa.
c. Melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Penyanderaan.
Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus memakai pakaian Juru
7. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Ekstensifikasi
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak
dalam rangka ekstensifikasi.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan ataupun diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan bertujuan untuk menguji kepatuhan pelaksanaan
BAB III
GAMBARAN DATA
A. Pengertian Istilah – Istilah dalam Penagihan
1. Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H, adalah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. (Resmi, 2012 : 1)
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. (Marihot, 2010 : 215)
3. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak. (Erly, 2011 : 171)
4. Penagihan Pajak menurut UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat
5. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. (Erly, 2011 : 172)
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. (Resmi, 2012 : 19)
7. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan / atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan /
atau bukan Objek Pajak, dan / atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. (Resmi, 2012 : 19) 8. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan. (Resmi, 2012 : 21)
9. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa
Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. (Erly, 2011 : 171)
penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
B. Dasar Penagihan Pajak
Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, dan Putusan Banding.
Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam penghitungan pajak terutang
tersebut, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Dalam hal tagihan pajak tersebut tidak dibayar pada tanggal jatuh
tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 pasal 18, Dasar
Penagihan Pajak adalah :
a. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. d. Surat Ketetapan Pembetulan adalah adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan / atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang – undangan
perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
e. Surat Ketetapan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
f. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
C. Pengertian Utang Pajak
Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
D. Timbulnya Utang Pajak
Utang pajak timbul jika undang – undang yang menjadi dasar untuk pengenaan dan pemungutannya telah ada, dan telah dipenuhi syarat – syarat
subjektif dan syarat objektif yang ditentukan oleh undang – undang pajak secara bersamaan (simultan). Syarat objektif dipenuhi apabila terdapat taatbestand
(keadaan yang nyata) sebagaimana ditentukan dalam undang – undang pajak.
Taatbestand berasal dari bahasa Jerman, yang dapat berupa : perbuatan, keadaan, atau peristiwa. Pada pajak subjektif, utang pajak timbul selain setelah
terpenuhinya syarat subjektif, yaitu syarat mutlak mengenai orangnya sebagai titik pertautan utama, maka keadaan objek juga harus terpenuhi, yaitu adanya
keadaan atau peristiwa atau perbuatan yang ditentukan sebagai objek pajak. Sebaliknya pada pajak objektif, walaupun telah ada syarat objektif (adanya objek pajak sesuai dengan ketentuan undang – undang), maka haruslah tetap terpenuhi
syarat subjektif, yaitu ada subjek pajak yang dikenakan kewajiban pajak. (Marihot, 2010 : 128)
Peningkatan jumlah utang pajak yang menyebabkan tunggakan pajak. Adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sampai tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang –
undangan perpajakan.
1. Timbulnya Utang Pajak Menurut Ajaran Material
pajak adalah karena bunyi undang – undang saja, tanpa diperlukan perbuatan manusia. Jadi sekalipun tidak dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus asalkan terdapat suatu taatbestand sesuai dengan ketentuan dalam undang –
undang pajak maka telah timbul utang pajak. Dengan demikian utang pajak timbul dengan sendirinya karena undang – undang dengan kekuatan berlaku
sebatas di wilayah Negara tersebut, dan sudah menjadi utang pajak pada permulaan tahun pajak atau akhir tahun pajak, tergantung pada ketentuan dalam undang – undang pajak yang bersangkutan.
Surat Ketetapan Pajak dalam ajaran material tidak menimbulkan utang pajak, tetapi hanya diperlukan untuk mentapkan besarnya utang pajak dan
untuk memberitahukan besarnya utang pajak kepada Wajib Pajak. Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak hanya formalitas semata, dimana tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak pun utang pajak telah timbul asalkan
taatbestand sudah menjadi fakta yuridis fiskal. Dengan demikian meskipun Surat Ketetapan Pajak belum diterima dan belum diketahui besarnya pajak
yang terutang, sesorang yang sudah memenuhi taatbestand dianggap telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sehingga telah memiliki utang pajak dan berkewajiban membayar pajak yang terutang tersebut.
Ketentuan suatu utang pajak timbul bukan karena ketetapan fiskus melainkan karena undang – undang berguna dalam praktik pemungutan pajak.
beralih kepada ahli waris. Hal ini didasari pada pengertian bahwa ahli waris secara hukum merupakan pihak yang ditentukan untuk menggantikan Wajib Pajak untuk melunasi semua kewajiban yang timbul terhadap Wajib Pajak
yang telah meninggal dunia. Setiap ahli waris selain mewarisi kekayaan dari pewaris juga mendapat tanggung jawab untuk melunasi utang – utanpewaris,
termasuk utang pajak yang telah timbul pada permulaan tahun pajak, sesuai dengan ketentuan undang – undang pajak. (Marihot, 2010 : 129)
2. Timbulnya Utang Pajak Menurut Ajaran Formal
Ajaran kedua terkait dengan timbulnya utang pajak adalah ajaran formal, yang tidak melihat tentang adanya taatbestand sebagai dasar yang
menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya suatu Surat Ketetapan Pajak. Dengan demikian utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak. Menurut ajaran ini utang pajak timbul
karena ada ketetapan dari pihak pemungut pajak, yaitu pemerintah atau aparatur pajak (fiskus), sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak. Tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Atau dengan kata lain walaupun taatbestand telah dipenuhi akan tetapi apabila
belum dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak maka belum ada suatu utang pajak. Menurut ajaran formal apabila seorang Wajib Pajak meninggal dunia
menyatakan bahwa utang pajak belum pernah timbul karena belum pernah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajaknya. (Marihot, 2010 : 129)
E. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak
Dari uraian tentang saat timbulnya utang pajak tampak bahwa ada perbedaan
yang mendasar tentang kedudukan Surat Ketetapan Pajak dalam penentuan timbulnya utang pajak. Ajaran material sangat bertolak belakang dengan ajaran formal. Menurut ajaran material Surat Ketetapan Pajak tidak menimbulkan utang
pajak, sebab utang pajak telah timbul karena undang – undang pada saat dipenuhinya taatbestand. Dengan demikian menurut ajaran material Surat
Ketetapan Pajak hanya mempunyai fungsi untuk : a. Memberitahukan besarnya pajak terutang, dan b. Menetapkan besarnya utang pajak.
Kedua fungsi diatas membuat Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran material hanya bersifat deklaratur atau pemberitahuan. Surat Ketetapan Pajak yang
dikeluarkan oleh fiskus hanya berfungsi sebagai pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai besarnya pajak terutang dan kapan jatuh tempo pembayaran pajak harus dilakukan oleh Wajib Pajak.
Sedangkan dalam ajaran formal, Surat Ketetapan Pajak mempunyai tiga fungsi sekaligus, yaitu :
a. Menimbulkan utang pajak
c. Memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak.
Bila dibandingkan dengan fungsi Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran material maka pada ajaran formal ada satu fungsi yang ditambahkan, yaitu
menimbulkan utang pajak. Adanya fungsi ini membuat dalam ajaran formal sifat Surat Ketetapan Pajak adalah konstitutif atau penetapan hukum. Dari uraian ini
tampak bahwa apabila pada ajaran material timbulnya utang pajak dan ketetapan pajak yang menentukan besarnya pajak terutang terjadi pada saat yang berbeda, maka pada ajaran formal kedua hal tersebut terjadi pada saat yang bersamaan.
(Marihot, 2010 : 130)
F. Berakhirnya Utang Pajak
Setiap peristiwa perikatan, termasuk utang pajak, pada akhirnya akan jatuh tempo dan harus berakhir. Umumnya berakhirnya utang pajak karena dibayar
atau dilunasi. Dalam hubungannya dengan hukum pajak yang dimaksudkan dengan pembayaran atau pelunasan pajak adalah pembayaran dengan uang,
bahkan lebih tegas lagi adalah dengan mata uang Negara yang memungut pajak tersebut. Di Indonesia pembayaran pajak terutang harus dilakukan dengan mata uang Rupiah. Walaupun demikian Wajib Pajak tetap dimungkinkan membayar
pajak terutang dengan menggunakan mata uang selain Rupiah asalkan telah mendapat persetujuan dari fiskus. Dengan demikian apabila Wajib Pajak
pad akas Negara, baik atas rekening pemerintah pusat maupun rekening pemerintah daerah, yang ditunjuk oleh pemerintah.
Berakhirnya utang pajak merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan
pemungutan pajak. Dalam hukum pajak ada beberapa cara berakhirnya utang pajak, yaitu : adanya pembayaran oleh Wajib Pajak ke kas Negara, kompensasi,
pengurangan / penghapusan pajak yang terutang, kadaluarsa atau lewat waktu, dan pembebasan. Berikut ini akan dibahas masing – masing cara berakhirnya utang pajak tersebut. (Marihot, 2010 : 132)
1. Pelunasan / Pembayaran Pajak
Umumnya utang pajak berakhir dengan pembayaran ke kas Negara atau
tempat lain yang ditunjuk oleh Negara seperti bank – bank pemerintah, kantor pos dan giro, dan lain – lain. Pembayaran pajak yang mengakibatkan berakhirnya utang pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas semua
pajak yang terutang dan biaya penagihan pajak yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan pajak dimaksud. Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan
untuk mengangsur pembayaran pajak dan kepadanya diberikan izin untuk hal tersebut maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran angsuran pajak tetapi belum melunasi seluruh pajak yang terutang maka belum dapat dianggap bahwa
ia telah membayar (lunas) utang pajaknya. Baru setelah seluruh angsuran pajak yang terutang telah dibayar maka dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak tersebut
2. Kompensasi (Pengimbangan)
Kompensasi dapat dilakukan atas pembayaran dan atas kerugian yang dimungkinkan jika pada awal pendiriannya Wajib Pajak badan menderita
kerugian. Kompensasi karena pembayaran dilakukan apabila salah satu pihak mempunyai utang dan mempunyai tagihan kepada pihak lain. Dalam hukum
pajak kompensasi pembayaran dapat dilakukan jika Wajib Pajak untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak sedangkan untuk lain jenis terdapat kekurangan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak untuk satu
jenis pajak tersebut dapat digunakan untuk membayar kekurangan pembayaran atas jenis pajak lain (utang pajak lainnya) yang juga terutang olehnya. Hal ini
disebut sebagai kompensasi pembayaran.
3. Penghapusan Utang
Dalam hukum pajak dimungkinkan pula berakhirnya pajak melalui
penghapusan terhadap kewajiban pajak karena Wajib Pajak mengalami kebangkrutan sehingga mengalami kesulitan keuangan. Untuk menentukan
apakah seorang Wajib Pajak pailit atau tidak, diperlukan penyelidikan yang seksama oleh fiskus, dengan tujuan nantinya tindakan fiskus dapat dipertanggungjawabkan.
4. Kadaluwarsa
Berakhirnya utang pajak karena kadaluwarsa atau lewat waktu terjadi jika
waktu kadaluwarsa. Berakhirnya utang pajak karena kadaluwarsa diatur secara jelas dalam undang – undang pajak Indonesia.
Ketentuan tentang kadaluwarsa penagihan pajak untuk jenis pajak pusat diatur
dalam Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP sebagaimana
diubah dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009 pada pasal 22, yang berbunyi pada ayat (1) yaitu, hak Negara untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Saat daluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan
untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Dengan demikian petugas pajak harus melakukan tindakan penagihan pajak sebelum berakhirnya jangka waktu kadaluarsa penagihan pajak, karena kalau
tidak maka tidak dapat ditagih lagi karena ketentuan hukum. Hal ini berarti apabila setelah lewat waktu lima tahun sejak pajak terutang, Wajib Pajak belum
membayar lunas utang pajaknya dan fiskus tidak melakukan tindakan penagihan pajak maka secara hukum utang pajak tersebut telah berakhir dengan sendirinya.
Walaupun demikian undang – undang pajak juga mengatur adanya
pengecualian terhadap jangka waktu kadaluwarsa penagihan pajak dalam keadaan tertentu. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa daluwarsa penagihan pajak
dapat melampaui 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila : a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut. b. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
c. Terapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain
yang dapat merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan
Pajak tersebut.
5. Pembebasan
Pembebasan pajak merupakan pengakhiran utang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak Wajib Pajak. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi Wajib Pajak yang mengalami kemunduran
keuangan. Pembebasan pajak menurut undang – undang pajak umumnya hanya diberikan terhadap sanksi administrasinya saja.
6. Penundaan Penagihan
pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah dihapuskan pajaknya.
7. Pembatalan
Pajak terutang yang timbul berdasarkan ajaran material dengan terbitnya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus maupun Surat Ketetapan Pajak yang merupakan
koreksi atas penetapan pajak oleh Wajib Pajak (dalam ajaran formal) pada dasarnya harus dilunasi oleh Wajib Pajak. Tanpa pelunasan maka utang pajak tersebut tidak akan berakhir. Dalam beberapa hal fiskus dimungkinkan untuk
membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkannya, misalnya karena ternyata Surat Ketetapan Pajak tersebut ternyata tidak benar. Apabila fiskus
membatalkan Surat Ketetapan Pajak maka pada dasarnya utang pajak yang semula ada menjadi berakhir.
G. Penagihan Utang Pajak
Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, maka kewajiban yang timbul
dalam hukum pajak harus dipenuhi, yaitu oleh yang diwajibkan atau diharuskan oleh undang – undang untuk membayar pajak tersebut. Utang pajak yang timbul baik menurut ajaran material maupun ajaran formal harus dilunasi oleh Wajib
Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan. Hanya saja tidak semua Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya. Hal ini menimbulkan masalah, yaitu
berpiutang akan dapat melakukan tindakan untuk menagih utang tersebut. Tindakan penagihan pajak dimaksudkan agar pihak yang berutang segera melunasi utangnya sehingga tidak merugikan pihak yang berpiutang.
Dalam hukum pajak Negara yang bertindak sebagai pihak yang berpiutang juga memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan penagihan terhadap Wajib
Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Kewenangan ini diatur dalam hukum pajak dan ditentukan secara jelas dan tertulis dalam undang – undang perpajakan. Sebagai pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola adminsitrasi
perpajakan maka fiskus juga diberi kewenangan untuk melakukan tindakan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Hal
ini merupakan tindakan paksa fiskus terhadap Wajib Pajak.
Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang – undang pajak, khususnya mengenai
pembayaran pajak yang terutang. Penagihan pajak meliputi kegiatan pembuatan dan pengiriman Surat Peringatan, Surat Teguran, Surat Paksa, Penyitaan, Lelang,
Pencegahan, dan Penyanderaan.
Penagihan pajak merupakan tindakan yang sangat penting dalam proses pemungutan pajak. Hal ini dimaksudkan agar semua Wajib Pajak patuh
membayar pajak. Apabila tidak ada tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus maka Wajib Pajak akan memandang enteng pajak yang menjadi
tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya, di sisi lain diharapkan dapat menjadi peringatan terhadap Wajib Pajak lainnya untuk melunasi pajak terutang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
H. Macam – Macam Penagihan
Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu Penagihan Pasif dan Penagihan Aktif. Penagihan dimulai dengan penagihan pasif yaitu diawali dengan melakukan pencatatan misalnya pencatatan pembayaran setoran
serta pelaporan dari Wajib Pajak ke buku register, kemudian dilakukan pengawasan atas kepatuhan pembayaran lainnya oleh Wajib Pajak. Apabila ada
Wajib Pajak yang masih belum melaksanakan kewajibannya dalam melunasi utang pajaknya maka petugas pajak menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP), dan Lelang. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Penagihan Pasif
Penagihan pasif yaitu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran lainnya oleh Wajib Pajak. Jadi penagihan pajak ini tidak perlu diterbitkan Surat
Teguran, namun demikian pembayaran pajak harus tetap dilakukan pada hari jatuh tempo pembayaran.
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran.
Sementara itu dasar dari penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, ini menunjukkan adanya indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan kekeliruan / kesalahan dalam menghitung besarnya pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam undang –
undang perpajakan. Berdasarkan hasil pemeriksaan ataupun dari hasil penelitian material menunjukkan ketidakbenaran dalam penetapan jumlah pajak yang
terutang. Dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar tersebut telah dicantumkan batas waktu pelunasan utang pajaknya yaitu 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan tersebut utang pajaknya belum / tidak
dilunasi, maka STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar menjadi dasar penagihan (Undang – Undang Nomor 16 Tahun
2000 Pasal 18 ayat 1).
2. Penagihan Aktif
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding diterbitkan. Cara penagihan ini bisa juga disebut penagihan aktif persuasif dimana KPP menghimbau kepada penanggung pajak agar dilakukan pembayaran pajak
sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Penagihan aktif ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Penerbitan Surat Teguran
Surat teguran pada dasarnya merupakan peringatan kepada Wajib Pajak. Surat teguran diterbitkan apabila penangggung pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Tindakan pelaksanaan penagihan yang diawali dengan terbitan Surat Teguran oleh
pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setalah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
b. Penerbitan Surat Paksa
Apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka setelah lewat 21 hari sejak tanggal Surat Teguran, penagihan selanjutnya
dilakukan dengan penyerahan atau pemberitahuan Surat Paksa. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebutkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
c. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)
penanggung pajak oleh juru sita dan diterbitkan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. Pada dasarnya penyitaan
dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya juru sita pajak tidak menjumpai nilai atau harga tidak memadai jika
dibandingkan dengan utang pajaknya. Barang milik penanggung pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat lain sekalipun penguasaannya berada di
tangan pihak lain atau dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berupa :
- Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, giro dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya,
piutang dan penyertaan modal pada perusahaan.
- Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi
kotor tertentu (paling sedikit 20 meter kubik).
Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan sampai jumlah nilai barang yang diperlukan cukup untuk melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh sekurang – kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa,
d. Lelang
Pengertian Lelang berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan / atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Lelang dilakukan apabila utang pajak atau biaya penagihan pajak belum dilunasi dilaksanakan penyitaan dan dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 hari terhitung sejak pengumuman lelang.
Hasil dari pelelangan tersebut digunakan untuk membayar biaya penagihan dan untuk membayar utang pajak. Apabila hasil lelang mecapai
jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, maka pelaksnaan dihentikan dan kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak paling lambat 3 (tiga) hari setelah
pelaksanaan lelang, apabila hasil lelang tersebut tidak cukup untuk melunasi utang pajaknya maka Wajib Pajak masih mempunyai utang sampai ia sanggup
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI DATA
A. Faktor Penyebab Timbulnya Tunggakan Pajak
Pada ajaran material dimana utang pajak timbul apabila terpenuhi keadaan,
peristiwa, atau perbuatan yang memenuhi syarat dikenakan pajak sesuai dengan masing – masing Undang – Undang Pajak tersebut. Dengan demikian, untuk melunasi utang pajak, Wajib Pajak tidak perlu menunggu terbitnya Surat
Ketetapan Pajak dari fiskus.
Ketentuan dalam Undang – Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Hal ini yang mendasari bahwa dalam pembayaran pajak, Wajib
Pajak tidak perlu menunggu dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus sehingga tidak ada alasan bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak hanya karena
menganggap ia belum memiliki utang pajak. Sepanjang fakta kena pajak telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Undang – Undang pajak, maka utang pajak telah timbul terhadap orang tersebut dan ia harus membayar pajak yang terutang
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan Undang – Undang KUP, dalam pengenaan PPh, PPN dan
Wajib Pajak. Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Jumlah pajak yang
terutang menurut SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Hal ini
dimaksudkan bahwa Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, serta melaporkan dalam SPT, kepadanya tidak perlu diberikan
Surat Ketetapan Pajak ataupun Surat Keputusan dari administrasi perpajakan. Apabila fiskus mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak
benar, fiskus menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya. Apabila diketahui kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar.
Misalnya :
pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, maka fiskus menetapkan
besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Pada akhir tahun, untuk PPh tampak bahwa walaupun menurut ajaran material utang pajak timbul pada saat terpenuhinya
peristiwa / keadaan / perbuatan tertentu (taatbestand), tetapi karena berkaitan dengan administrasi perpajakan yang tidak sederhana, ketentuan perpajakan Indonesia
dengan ketentuan yang berlaku, utang pajak akan dihapus dan tidak ada tunggakan pajak yang perlu ditagih oleh fiskus.
Sedangkan pada ajaran formal, timbulnya utang pajak tidak melihat adanya
taatbestand sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Dengan demikian utang pajak timbul pada saat
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak. Tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Misalnya contoh kasus sebagai berikut :
Wajib Pajak A memasukkan SPT Tahunan PPh tahun 2012 tepat waktu. Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data bahwa perhitungan dan pembayaran pajak ternyata
tidak benar. Dalam hal ini terdapat pajak kurang dibayar sebesar Rp 100.000.000. Akibatnya kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPKB oleh fiskus pada tanggal 5 Desember 2013. Selama bulan Januari s/d November 2013 Wajib Pajak A menurut
ajaran formal ini belum menjadi tunggakan pajak karena SKPKB diterbitkan pada tanggal 5 Desember 2013 dengan pajak kurang dibayar sebesar Rp 100.000.000.
SKPKB diterbitkan karena perhitungan dan pembayaran pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tidak benar sehingga terdapat pajak kurang dibayar. Dalam hal ini kepada Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
bulan dihitung sejak berakhirnya tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. SKPKB diterbitkan pada tanggal 5 Desember 2013, sedangkan berakhirnya tahun
Pokok pajak Rp 100.000.000 Sanksi bunga : 12 x 2% x Rp 100.000.000 Rp 24.000.000 Pajak terutang dalam SKPKB Rp 124.000.000
Berdasarkan contoh kasus diatas, maka setelah itu dilakukan tindakan penagihan. Tahap – tahap pelaksanaan tindakan penagihan dapat digambarkan sebagai berikut :
1
2 3
4
5 STP
SKPKB SKPKBT SK PEMBETULAN
SK KEBERATAN PUTUSAN BANDING
SURAT TEGURAN
PENAGIHAN SEKETIKA DAN
SEKALIGUS
SURAT PAKSA
SPMP
1. Surat Teguran sebagai awal tindakan penagihan. Surat Teguran ini diterbitkan
segera setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang harus dibayar yang tercantum dalam STP, SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2. Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa
pajak dan tahun pajak. Surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan surat paksa.
3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Teguran
tidak dapat dilunasi atau dipenuhi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 21 (duapuluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka fiskus segera
menerbitkan Surat Paksa.
4. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diterbitkan
kepadanya, fiskus segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).
tanggal pelaksanaan penyitaan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan kepada Kepala kantor Lelang Negara setempat.
Jangka waktu penagihan ini bertujuan untuk mempercepat proses penagihan sejak dari pengeluaran Surat Teguran sampai dengan dilunasinya utang pajak. Dalam hal
ini Wajib Pajak tidak saja melunasi hutangnya yang masih harus dibayar tetapi juga harus membayar biaya penagihan yang dibebankan kepadanya. Disamping itu, tujuan lain dari jadwal waktu penagihan adalah untuk menekan pentingnya memperhatikan
ketentuan yang berlaku, menjamin kepastian hukum dan tepat waktu sehingga dapat segera mencairkan tunggakan pajak untuk meningkatkan penerimaan Negara.
B. Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Semakin Besar
1. Pertambahan Jumlah Wajib Pajak
Kegiatan ekstensifikasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
kewajiban membayar pajak mengakibatkan jumlah Wajib Pajak semakin bertambah setiap tahunnya.
Kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Dari tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah Wajib Pajak orang pribadi paling besar jumlahnya dibanding Wajib Pajak
Gambaran data Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terdapat pada tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak yang Terdaftar
Keterangan 2012 2013 2014
Orang Pribadi 140.741 153.534 167.983
Badan 7.757 8.557 9.514
Total 148.498 162.091 177.497
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, 2015
2. Banyaknya Wajib Pajak yang Tidak Patuh
Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya
mendorong dikeluarkannya STP dan SKPKB.
3. Alamat Wajib Pajak Tidak Ditemukan atau Berpindah – pindah Tempat Tinggal
Alamat Wajib Pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif
4. Kurangnya Sosialisasi sehingga Pemahaman Rendah
Karena kurangnya sosialisasi / penyuluhan maka mengakibatkan pemahaman masyarakat rendah, terutama warga yang tinggal di tempat yang masih sulit
terjangkau informasi.
C. Hambatan yang Terjadi dalam Penagihan Tunggakan Pajak
Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak, apabila ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan Wajib Pajak dalam melakukan perhitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundang – undangan perpajakan, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Tambahan. Ketiga surat ini merupakan
sarana administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila tagihan pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, penagihan dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
Pada KPP Pratama Lubuk Pakam hambatan – hambatan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak yang kurang mengerti peraturan perundang – undangan perpajakan. Sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi yang yang tidak bisa diterima oleh Wajib Pajak.
melapor, padahal tunggakan pajak tersebut tidak mungkin dapat dilunasi oleh Wajib Pajak dan tidak ada objek pajak yang dapat disita.
3. Wajib Pajak yang pindah alamat tetapi tidak ada pemberitahuan alamat yang
baru atau dengan sengaja menghindar.
4. Asset Wajib Pajak tidak ditemukan (kepemilikan bukan atas nama Wajib
Pajak) sehingga menyulitkan tindakan penagihan aktif.
5. Data Wajib Pajak yang hilang sehingga penagih pajak mengalami kesulitan.
D. Penyelesaian Masalah Penagihan Tunggakan Pajak
Pemecahan masalah dalam hal penagihan tunggakan pajak adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya
serta memahami peraturan di bidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan telah menganut sistem self assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta
membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pemahaman tentang ketentuan penagihan pajak, untuk
itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan / sosialisasi yang intensif.
2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat
3. Apabila juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan tugasnya, maka juru sita dapat meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.
Dilihat dari masalah – masalah yang timbul di dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
Pakam dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak Hal demikian yang membuat Wajib Pajak melalaikan kewajibannya dalam membayar