LAPORAN TUGAS AKHIR
PELAKSANAAN PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA LUBUK PAKAM O
L E H
Nama : PRAMUDYA GUSTI ERLANGGA NIM : 092600053
Untuk memenuhi salah satu syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini dengan baik untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitaas Sumatera Utara. Tidak lupa pula shalawat dan salam penulis ucapkan
kepada Nabi Muhammad SAW, semoga diberi syafaat di Yaumil Akhir nanti.
Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini penulis telah banyak menerima
bantuan baik secara moril maupun materil berupa kerjasama, bimbingan,
dorongan dan semangat dari berbagai pihak sehingga Laporan Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar – besarnya kepada pihak – pihak berikut ini:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
3. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan FISIP USU, yang juga selaku Dosen
Pembimbing saya dalam menyelesaikan penulisan Laporan ini.
4. Seluruh pegawai di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
5. Teristimewa untuk Ibunda dan Ayahanda tercinta yang memiliki andil
penting dalam memberikan dukungan moril dan materil serta doa restunya
kepada penulis.
6. Kepada Nurul Hiliyah Lubis yang selalu menopang dan membantu penulis
dari awal hingga selesainya tugas akhir ini.
7. Pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam yang banyak membantu penulis
memberikan data dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………...……… i
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri……... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 3
C. Uraian Teoritis... 5
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 7
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 7
F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 9
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 9
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PKLM ... 11
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 11
B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 15
BAB III GAMBARAN MENGENAI PELAKSANAAN
PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI………...……….. 22
A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) ... 22
B. Definisi Penagihan Pajak ………...…….. 23
C. Penagihan Utang Pajak ………....…. 24
D. Dasar Hukum Penagihan Pajak………...…………. 25
E. Tata Cara Penagihan………...……….. 25
F. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)…...………… 27
G. Penagihan Seketika dan Sekaligus………...…. 31
H. Penyitaan………...……… 33
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 48
A. Analisa Perkembangan Wajib Pajak yang Menunggak Pajak... 38
B. Pelaksanaan Penagihan Pajak yang Dilakukan..……... 40
C.Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa...…..…….……….. 48
D. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa………...………....……… 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. KESIMPULAN ... 54
DAFTAR PUSTAKA………...……… 60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri
Demi mewujudkan kemandirian suatu bangsa dan negara dalam
pembiayaan pembangunan, pemerintah perlu melakukan usaha–usaha yang cukup
optimal, salah satunya adalah menggali sumber–sumber dana yang berasal dari
dalam negeri. Pada saat ini sektor perpajakan merupakan salah satu sumber
penerimaan yang ideal baik itu penerimaan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
Bila dilihat dari potensinya, sektor perpajakan dapat menjadi salah satu
sektor yang dapat memenuhi pembiayaan pembangunan yang dilakukan secara
berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
materil maupun spiritual. Bisa berjalan secara baik atau tidak pemanfaatan sumber
ini tak lepas dari adanya kebijakan–kebijakan dari pemerintah dan peran serta
masyarakat untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan
perpajakan sangat diharapkan, namun dalam kenyataannya masih banyak
dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat dari tidak di lunasinya utang
pajak sebagaimana mestinya.
Selama ini masyarakat masih menganggap pajak sebagai suatu beban. Tingkat
pendapatan yang rendah serta minimnya pengetahuan tentang pajak merupakan
suatu faktor yang menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melunasi
Sehubungan dengan hal itu, aparat pajak dalam melakukan tugasnya
didukung oleh berbagai faktor penunjang, salah satunya adalah penerapan langkah
strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta upaya yang dilakukan dalam
rangka pelunasan atau pencairan tunggakan pajak yang terutang sesuai dengan
prosedur penagihan sehingga tercapainya pelunasan tunggakan pajak yang
semestinya untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang
perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran
aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyandraan, menjual barang yang telah disita.
Melihat pentingnya pelaksanaan penagihan pajak guna pelunasan utang
pajak oleh wajib pajak, maka mendorong penulis untuk memilih judul
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Pratek kerja lapangan mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat yang
wajib di laksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Program
Diploma – III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Secara spesifik tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam
melaksanakan praktek kerja lapangan mandiri (PKLM) ini adalah:
1.1.Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya Penagihan Tunggakan Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
1.2.Untuk mengetahui kendala – kendala atau hambatan yang terjadi dalam
Penagihan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Lubuk Pakam tersebut.
1.3.Untuk mengetahui upaya – upaya yang di tempuh oleh pemerintah dalam
mengatasi kendala – kendala yang terjadi dalam Penagihan Tunggakan
Pajak.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
2.1. Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri Bagi Mahasiswa
a. Untuk memperkenalkan secara langsung kepada mahasiswa situasi dunia
kerja sebenarnya dan di harapkan agar nantinya tahu dan dapat membedakan
antara dunia kerja dan dunia pendidikan.
b. Untuk mempraktekkan dan menerapkan ilmu pengetahuan serta
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan nyata sesuai dengan apa yang
c. Untuk meningkatkan komunikasi maupun pendekatan pada instansi
mengenai fungsi dan tugas.
d. Guna mendorong mahasiswa untuk belajar mengetahui bagaimana situasi
dunia kerja yang sebenarnya dan menjadikan mahasiswa sebagai tenaga ahli
yang siap pakai.
e. Pengujian dan persiapan karir kerja.
f. Menambah pengalaman kerja.
g. Memahami tentang Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak terhadap
Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Lubuk Pakam.
2.2. Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri Bagi Instansi
a. Meningkatkan mutu dengan PKLM jangka pendek untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas.
b. Guna memenuhi kebutuhan akan tenaga – tenaga terampil yang sesuai
dengan keahliannya yang nantinya akan merupakan tenaga ahli yang siap
pakai sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni.
c. Dapat menambah sumber – sumber ide baru
d. Dapar merekrut sumber daya manusia yang profesional
e. Mempromosikan hubungan yang baik antara Direktorat Jendral Pajak
dengan Universitas.
2.3.Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri Bagi Program Diploma - III Administrasi Perpajakan FISIP USU
a. Menambah hubungan kerjasama antara pihak Universitas dengan instansi
b. Guna meningkatkan profesionalitas, memperluas wawasan serta
menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam
menerapkan ilmunya khususnya di bidang perpajakan
c. Menambahkan aplikasi yang nyata bagi kurikulum
d. Membuka pintu bagi dosen dan instansi pemerintah
e. Mendorong kemajuan alumni di masa mendatang
f. Mempromosikan sumber – sumber potensial dari Universitas
g. Memperbaiki persepsi umum tentang Universitas
C. Uraian Teoritis
1. Definisi Pajak
1.1.Berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan , Pajak adalah kontribsusi Wajib kepada Negara
yang terutang oleh orang pribadi dan badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat (Sihaloho, 2002, 3).
2. Syarat pemungutan pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
2.1. Adil
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-undang dan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan
kemampuan wajib pajak.
2.2. Yuridis
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A, hal ini memberikan jaminan hukum
yang menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
2.3. Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
2.4. Finansial
Biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutan.
2.5. Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Definisi Penagihan Pajak
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :
1. Prosedur pelaksanaan penagihan tunggakan pajak terhadap wajib pajak orang
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
2. Informasi mengenai data-data pelunasan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Lubuk Pakam
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penagihan pajak dan
upaya-upaya yang ditempuh dalam mengatasinya
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun metode dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri sebagai
berikut :
1.Tahap Persiapan
Pada tahapan ini penulis melakuakan persiapan yang dimulai dari
penyusunan proposal, memohon surat pengantar Praktik Kerja Lapangan Mandiri
dari pihak Fakultas / Program Diploma III Administrasi Perpajakan, mencari
bahan untuk pembuatan laporan hingga konsultasi pada pihak dosen.
2. Studi Pustaka
Penulis melakukan studi literatur ke berbagi sumber bacaan yang berkaitan
dengan judul dan proposal tersebut yang merupakan dasar teori yang mendukung
pembuatan laporan seperti buku–buku, majalah, koran, Undang– Undang maupun
literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakuakan oleh penulis dalam
3. Observasi Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Lubuk Pakam untuk mengetahui keadan kinerja pada kantor tersebut dan
untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan diteliti.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data juga penulis lakukan demi menunjang keberhasilan dari
topik yang akan dibahas, dalam hal ini data–data bersumber dari Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam baik dari hal- hal yang sudah lihat, data
tertulis maupun data lisan
5. Analisa dan Evaluasi
Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan dan
kendala yang dihadapi dan mencari tahu atau menanyakan solusi yang terbaik
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data digunakan 3 metode:
a. Wawancara (Interview)
Dalam metode ini penulis melakukan tanya jawab kepada para pegawai kantor
setempat yang mengetahui hal-hal yang diperlukan dalam penulisan laporan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri
b. Metode Observasi
Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan
terhadap data-data di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
c. Dokumentasi
Yaitu menggunakan dokumen-dokumen resmi atau arsip-arsip yang dianggap
penting bukti otentik yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan tunggakan
pajak terhadap wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam dan data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan PKLM, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan dan manfaat, uraian teoritis, ruang
lingkup, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
Pada bab ini diuraikan mengenai sejarah singkat berdirinya KPP Pratama
Lubuk Pakam, uraian tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi dan keadaan
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis menganalisa data yang sudah dikumpulkan terlebih dahulu
dan menyederhanakan data yang banyak dalam bentuk yang lebih sederhana.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini menguraikan tentang kesimpulan, mengenai objek Praktik Kerja
Lapangan dan permasalahan yang dihadapi selama melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri di lapangan yang dianggap perlu. Bab ini juga menguraikan
tentang saran ataupun kritik dari pembaca apabila terdapat kesalahan dalam
BAB II
GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak
Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi penduduk yang semakin cepat, maka pemerintah merasa perlu adanya
tambahan Kantor Inspeksi Pajakyang gunanya untuk menambah penerimaan
Negara dari sektor pajak.
Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di dalam pelayanan
pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh
pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak
yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligs dibentuk Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Kemudian pada tanggal 3 agustus 1993 dikeluarkanlah Keputusan Menteri
Keuangan Indonesia No. 785/KMK.01/1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang beralamat di jalan Diponegoro
No.30 Medan
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl. Asrama No. 7 Medan
4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai, Jl. Jambi No.I Rambung Barat, Binjai Selatan
Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern
yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi
Direktorat Jenderal Pajak perlu diubah, baik dilevel kantor pusat sebagai pembuat
kebijakan. Sebagai langkah pertama untuk memudahkan wajib pajak, ketiga jenis
kantor wajib pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
(KPP Pratama). Pelayanan Pajak Pratama yaitu Instansi Vertikal Direktoral
Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktoral Jenderal Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP
Sumut I). KPP Pratama akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB. Selain itu KPP
Pratama Juga melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang
memutuskan keberatan, struktur organisasi KPP Pratama berdasarkan fungsi pajak
bukan jenis pajak.
Adapun KPP Pratama yang bernaung di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I adalah:
1. KPP Pratama Medan Belawan
2. KPP Pratama Medan Barat
3. KPP Pratama Medan Petisah
4. KPP Pratama Medan Polonia
5. KPP Pratama Medan Kota
7. KPP Pratama Lubuk Pakam
8. KPP Pratama Binjai
Sesuai dengan keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor
KEP-95/PJ/2008 tanggal 27 Mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) Kpp
Pratama di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I, maka KPP Pratama Lubuk
Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008. KPP Pratama Lubuk
Pakam berada di bawah Lingkungan Kanwil DJP Sumut I.
B.Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pernyataan Visi:
“MENJADI INSTITUSI PEMERINTAH YANG MENYELENGGARAKAN
SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN YANG EFEKTIF, EFISIEN, DAN DIPERCAYA MASYARAKAT DENGAN INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME YANG TINGGI”
Pernyataan Misi:
“MENGHIMPUN PENERIMAAN PAJAK NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN YANG MAMPU MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
C.Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam 1. Tugas
KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak 25 Penjualan atas Barang Mewah, Pajak tidak langsung
lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi :
a. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan,
Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya
penyuluhan perpajakan.
c. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak
d. Pelaksanaan ekstensifikasi
e. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
f. Pelaksanaan pemeriksaan pajak
g. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
i. Pelaksanaan intensifikasi
j. Pelaksanaan administrasi KPP Pratama.
D.Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya
untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilakukan dengan teratur
dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal. Susunan
organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam adalah sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
Sub bagian umum terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Tata Usaha dan Kepegawaian
Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan dibidang tata
usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat,
pengetikan dan pengadaan, penataan berkas penyusutan arsip, tata usaha
kepegawaian dan laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor
Pelayanan Pajak.
b. Keuangan
Tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan
untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian pegawai KPP
Pratama Lubuk Pakam.
Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan
keperluan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat
menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pengolahan Data dan Informasi di pimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang tugasnya mengkoordinir urusan pengolahan data dan
penyajian informasi pembuatan monografi pajak, penggalian potensi
perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi sesuai
peratutan perundang-undangan yang berlaku. Seksi Pengolahan Data dan
Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak
Bumi Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan,
pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi elektronik,
pengaplikasian Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), dan
Sistem Informasi Geografi (SIG), serta penyiapan Laporan Kinerja.
3. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan
berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi
4. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan
penatausahaan piutang pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta penyimpanan
dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan
rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan
pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III
Seksi pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan
konsultasi II, seksi pengawasan dan konsultasi III, masing-masing
mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan Konsultasi
teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib
Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional
terdiri dari supervisor, Ketua Tim, Anggota Tim. KPP Pratama Lubuk
Pakam mempunyai 2 kelompok fungsional sesuai dengan bidang
keahliannya. Setiap kelompok tersebut di koordinasikan oleh pejabat
fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala
KPP yang bersangkutan. Jumlah jabatan fungsional tersebut ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan
fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
BAB III
GAMBARAN MENGENAI PELAKSANAAN PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2000.
Pengertian mengenai paksaan penagihan tunggakan pajak terhadap WPOP.
1. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan Peraturan Undang –
undang Perpajakan (Mardiasmo, 2006:113).
2. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak yang dilakukan dengan
menegur atau memperingatkan melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksankan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita (Mardiasmo, 2006:113).
3. Biaya penagihan adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah
melakukan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang jasa penilai,
B.Definisi Penagihan Pajak
Penagihan dilaksanakan oleh fiksus sehubungan adanya kewajiban wajib
pajak, baik sebagian maupun keseluruhan, yang masih terutang pada negara
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses penagihan yang
optimal akan lebih meningkatkan realisasi penerimaan negara melalui pencairan
tunggakan. Agar penagihan dapat maksimal, maka harus dilakukan dengan tertib
dan taat asas. Menurut Moeljo Hadi, SH dalam bukunya Dasar-dasar Penagihan
pajak Negara, pengertian Penagihan adalah :
“Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak
berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban
perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku”.
Penagihan yang dimaksud oleh Moeljo Hadi lebih kepada tindakan dari aparatur
Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak melunasi sebagian atau
seluruh dari kewajiban perpajakannya. Mirip dengan pengertian di atas, Prof. Dr.
H. Rochmat Soemitro merumuskan pengertin Penagihan adalah sebagai berikut :
“Penagihan ialah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak karena
Wajib Pajak tidak mematuhi Undang-undang Pajak, khususnya mengenai
C.Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah
:
1. Penagihan Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak
(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan
yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan
Keberatan yang menyebabakan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika
jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo
akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan
tindakan sita yang telah didahului adanya Surat Teguran, dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang. Dalam hal ini Utang Pajak itu adalah Pajak yang
masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau
kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Aktif
Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya panagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak
hanya mengirim Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan
diikuti dengan tindakan sita yang didahului dengan Surat Teguran dan Surat
Paksa dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Surat Paksa
1. Nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak
2. Besarnya utang pajak
3. Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh
empat jam) sejak Surat Paksa disampaikan.
D.Dasar Hukum Penagihan Pajak
1. Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang
No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU. PPSP)
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP)
E.Tata Cara Penagihan 1. Surat Teguran
Pengertian surat teguran sesuai dengan peraturan menteri keuangan Nomor
24/PMK.03/2008 sebagaimana telah mengalami perubahan Nomor
85/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat
Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus adalah surat
yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib
pajak untuk melunasi utang pajak nya sampai dengan tanggal jatuh tempo
Penerbitan Surat Teguran
1. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan surat
teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis setelah tujuh hari
sejak tanggal jatuh tempo pembayaran (1 bulan sejak tanggal atau
keputusan diterbitkan).
2. Penerbitan surat teguran dimaksudkan untuk memperingatkan atau
menegur wajib pajak untuk melunasi pajaknya.
3. Surat teguran tidak diterbitkan kepada penanggung pajak yang telah
disetujui untuk mengangsur atau pun menunda pembayaran pajaknya.
4. Penerbitan surat teguran merupakan tindakan awal dari pelaksanaan
penagihan dan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilanjutkan
dengan pengeluaran SP.
5. Pada dasarnya surat teguran hanya diterbitkan 1 kali saja.
6. Bila terhadap wajib pajak tidak pernah diiterbitkan surat teguran tapi
langsung diterbitkan SP, maka secara yuridis SP tersebut dianggap tidak
ada, karena tidak didahului dengan pengeluaran ST.
a. Dasar Hukum Surat Teguran Pajak (STP)
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-561/KMK.04/2000
sebagaimana telah mengalami perubahan Nomor 24/PMK.03/2008
2. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-564/KMK.04/2000
sebagaimana telah diubah dengan keputusan menteri keuangan nomor
3. Surat edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-13/PJ.75/1998
sebagaimana telah diubah Nomor SE-19/PJ/2011.
F. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
Sesuai dengan pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah : Surat Perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak.
1. Dasar Hukum Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa (PPSP)
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.04/2000 sebagaimana
telah diubah dengan Nomor 24/PMK.03/2008.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-561/KMK.04/2000
sebagaimana telah diubah dengan Nomor 24/PMK.03/2008
c. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-564/KMK.04/2000
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
Kep-474/PJ./2002.
d. Surat edaran direktorat jenderal pajak nomor : SE-13/PJ.75/1998
sebagaimana telah diubah dengan Nomor SE-19/PJ/2011.
2. Isi dan Karakteristik Dari Surat Paksa
Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat
ditainjau dari 2 (dua) segi,yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.
a. Dari segi isinya:
1. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan’’ yang dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuiakan bunyinya menjadi’’
2. Nama wajib pajak/ penaggung pajak, keterangan cukup tentang alasan
yang menjadi dasar penagihan,perintah membayar.
3. Dikeluarkan/ ditandatangani oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh
menteri keuangan/ Kepala Daerah.
b. Dari segi karakteristiknya :
1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan hakim
dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim
atasan.
2. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak
(biaya-biaya penagihan).
4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan
/pencegahan.
Surat Paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai parate eksekusi
(eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat
dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti
karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti dimana
fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “parate Eksekusi’’.
3. Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan
1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus.
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
Dalam hal tetentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami
kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya
dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak melalui keputusan pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud
mengikat kedua belah pihak. Dengan demikian, apabila kemudian
penanggung pajak, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Maka surat paksa dapat diterbitkan langsung tanpa surat teguran, surat
peringatan, atau surat lainnya yang sejenis.
4. Fungsi Surat Paksa
Adapun fungsi surat paksa adalah sebagai sarana atau alat
pemabayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya
tunggakan pajak atas tidak hiraukan nya penerbitan Surat Paksa maka
aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.
5. Tata Cara Penagihan Surat Paksa
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.
a. Surat diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahaan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
b. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari
dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak
kepada:
a. Penanggung Pajak ditempat, tempat usaha atau ditempat lain yang
memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja
ditempat usaha penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat, yang mengurus harta
penggilan, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
belum dibagi, atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meningal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat
tinggal mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan; atau
b. Pegawai tempat ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dalam huruf a.
G.Penagihan Seketika dan Sekaligus
Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan
seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan
penagihan pajak yang dilaksakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak
tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh uang pajak
dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan
sekaligus dilakukan ketika :
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia atau pun memindahtangankan barang yang dimilikinya atau
dikuasainya.
2. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya atau berniat itu.
3. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau
4. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Mungkin saja terjadi bahwa Penangung Pajak mempunyai itikad kurang
baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad
kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud
agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaan untuk kemudian dilelang,
kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini
tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat
diwujudkan dan Negara tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus. Dalam hal ini
terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap
seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Pennyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan
secara langsung oleh juru sita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika hal Juru
sita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Jawab akan disita oleh
membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang
dimilikinya atau dikuasainya, maka jurusita pajak segera melakukan penagihan
seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar
barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan.
Indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak
berniat untuk mengurangi atau menjual/ memindahtangankan barang-barangnya
sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita.
H.Penyitaan
1. Pengertian Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan
Surat Paksa, apabila Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam
jangka waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat) sesudah tanggal
pemberitahuan dengan pernyataan dan penyerahaan Surat Paksa kepada Wjib
Pajak. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak yang telah disumpah terlebih
dahulu dan didampingi oleh 2 orang saksi penduduk Indonesia yang telah
mencapai usia dua puluh satu tahun, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat
dipercaya. Tujuan penyitaan adalah memperbolehkan jaminan pelunasan utang
pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan
terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada ditempat tinggal,
tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain
sekalipun penguasanya berada ditangan pihak lain. Prinsipnya penyitaan
barang bergerak menurut Surat Paksa dan biaya-biaya penagihannya, maka
dilanjutkan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak. Namun apabila
barang bergerak tidak memadai langsung dapat disita barang tidak bergerak.
Dalam hal ini pengertian penyitaan oleh H. Moeljo Hadi, S.H. adalah
serangkaian tindakan dari Jurusita Pajak yang dibantu oleh dua orang saksi
untuk mengusaia barang-barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan, pajak yang
berlaku.
2. Objek Sita
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang
berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditemapat lain
termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang
dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga
lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
3. Barang Gerak yang Dapat Disita
Perincian mengenai barang gerak yang dapat disita adalah sebagai berikut:
a. Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti: Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya)
1. Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas, dan
sebagainnya)
2. Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dan emas, berlian dan
batu permata lainnya)
3. Utang tunai (termasuk surat-surat berharga)
4. Kenderaan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainnya)
5. Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainnya)
b. Semua barang bergerak yang ada ditoko Penanggung Pajak, seperti:
1. Barang dagangan (baik yang berada ditoko tersebut maupun yang ada
digudang)
2. Barang-barang inventaris took (lemari, meja, kursi, mesin tik, mesin
stensil, kenderaan, dan sebagainnya)
c. Semua barang bergerak yang ada ditempat usaha Penanggung Pajak, seperti: 1. Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang inventaris
perusahaan lainnya, termasuk kenderaan bermotor, mesin tik, mesin stensil,
dan sebagainnya.
1. Investari kantor (mesin tik, mesin stensil, meja, kursi, lemari besi, dan
alat kantor lainnya)
2. Kenderaan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainnya)
4. Barang Tak Bergerak yang Dapat Disita
Dalam golongan barang tidak bergerak yang boleh disita adalah:
a. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan
sebagainnya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan /
dikontrakkan, kepada orang lain.
b. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainnya, baik yang ditempati / dikerjakan
sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan oleh orang lain.
c. Kapal dengan isi kotor tertentu.
5. Barang-barang yang Dikecualikan Dari Penyitaan
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan
adalah:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persedian makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang berada dalam rumah.
c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari
d. Buku-buku yang bertulis dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak
dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan
keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah), atau
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
I. Pelaksanaan Lelang
Dasar hukum pelaksanaan Lelang diatur pada peraturan pemerintah
Nomor 136 Tahun 2000 tanggal 20 Desember 2000 Tentang Tata Cara
Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang dalam
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A.Analisa Perkembangan Wajib Pajak yang Menunggak Pajak
Dalam hal ini penulis akan menganalisa suatu data mengenai tunggakan
pajak yang dilakukan tindakan Pelaksanaan Penagihan Pajak serta pencairannya
guna meningkatkan penerimaan pajak dengan dasar teori dan praktik pelaksanaan
Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Surat Teguran, Penyitaan, dan
Pelaksanaan Lelang yang melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Ketidakpatuhan Wajib Pajak atas ketentuan perpajakan dapat dilihat
[image:41.595.72.571.556.752.2]melalui tabel di bawah ini:
Tabel IV.1
Jumlah Penerbitan Surat teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak (WP)
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Tahun 2012
Bulan
Jumlah Surat Teguran Jumlah Surat Paksa jumlah
penyitaan
Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp
Maret - - 4 Rp. 32.045.118 - - -
April - - 13 Rp. 374.553.288 - - -
Juni 148 Rp. 160.302.720 64 Rp. 742.349.819 - - Rp. 23.420.680
Juli 158 Rp. 164.492.980 131 Rp. 1.149.291.600 - - Rp. 23.420.680
Agustus 158 Rp. 164.492.980 131 Rp. 1.149.291.600 - - Rp. 23.420.680
September 204 Rp. 184.165.829 194 Rp. 1.570.541.843 - - Rp. 23.420.680
Oktober 271 Rp. 28.413.064 216 Rp. 1.663.925.547 - - Rp. 23.420.680
Nopember 330 Rp. 300.788.645 227 Rp. 1.713.614.813 - - Rp. 23.420.680
Desember 366 Rp. 306.307.501 227 Rp. 1.713.614.813 - - Rp. 23.420.680
Jumlah 1,777 Rp.
1.459.266.439
1.239 Rp. 10.654.439.906 Rp.
187.365.440
Sumber: KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012
Analisa tabel IV.1
Dari tabel di atas dapat kita lihat kinerja aparatur pajak pada seksi
penagihan di KPP Pratama Lubuk Pakam dalam pelaksanaan penagihan pajak
pada tahun 2012. Ternyata Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakan masih tetap ada tiap bulannya. Namun setelah Surat Teguran ini
diterbitkan masih tetap ada Wajib Pajak yang tidak menghiraukan, maka pihak
aparatur pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai sarana pencarian tunggakan
Dari banyaknya Surat Teguran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Lubuk
Pakam pada Tahun 2012 ternyata Wajib Pajak segera membayar hutang pajaknya
dan tidak sampai dikeluarkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dari data
di atas ternyata tunggakan pajak terbesar dapat dicairkan setelah dikeluarkannya
Surat Paksa. Hal ini dapat dilihat dari Jumlah Surat Teguran 1.777 lembar dengan
pencairan Rp. 1.459.266.439,- dan Surat Paksa berjumlah 1.239 lembar dengan
pencairan Rp. 10.654.439.906,-.
B. Pelaksanaan Penagihan Pajak yang Dilakukan
Tata cara Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. Terhadap
wajib Pajak yang tidak meluniasi utang pajaknya adalah:
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah
7(tujuh) hari jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk
hasil penelitian diantaranya:
(1) Surat Tagihan Pajak (STP)
(2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
(3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Dalam pelaksanaan penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan
ketetapan pajak.
2. 7 hari setelah saat jatuh tempo Pengajuan Banding, dan Wajib Pajak
tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
Tambahan (SKPKBT) kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8 ayat (1).
3. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus
dibayar berdasarkan putusan Banding.
4. Setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana dalam
pasal 5 dalam akhir pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran.
5. 7 hari sejak tanggal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas
surat keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak, Kepada Wajib
Pajak disampaikan Surat Teguran sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 8 ayat (1).
6. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak yang
seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya
Surat Teguran, pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dalam hal ini:
(1) Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib
Pajak/penganggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal
diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu
memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan
(2) Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan
Wajib Pajak/penganggung pajak dengan memperlihatkan tanda
pengenal diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya
yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan
menyerahkan salinan surat paksa tersebut.
(3) Jika jrurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak/penanggung
pajak dan meminta agar Wajib pajak memperlihatkan surat-surat
keterengan pajak yang ada untuk diteliti:
a) Apakah tunggakan pajak menurut STP/STKP cocok dengan
jumlah tunggakan yang tercantum dengan surat paksa.
b) Apakah ada surat keputusan pembetulan dan
keberatan/penghapusan
c) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak
lainnya yang diperhitungkan.
d) Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam surat paksa,
diajukan keberatan.
(4) Bila Jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak/penangggung pajak
maka salinan surat paksa tersebut dapat diserahakan kepada:
a) Keluarga Wajib pajak atau orang yang bertempat tinggal
bersama Wajib Pajak/penanggung pajak yang dewasa dan sehat
mental.
b) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha
c) Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah)
dalam hal ini mereka tersebut pada butir 1 dan 2 diatas juga
tidak dijumpai. Pejabat harus member tanda tangan pada surat
paksa dan salinannya sebagai tanda diketahuinya dan
menyampaikan salinannya kepada Wajib Pajak/penanggung
pajak yang bersangkutan.
d) Jurusita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat
paksa herus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.
(5) Jurusita pajak mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib
Pajak/penangggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal
diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu
memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan meyerahkan
salinan surat paksa tersebut.
(6) Bila Wajib Pajak tidak ditemukan di kantor atau tempat
usaha/tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka Jurusita dapat
menyerahkan salinan surat paksa kepada:
a) Seseorang yang ada dikantornya (salah seorang pegawai)
b) Seseorang yang ada ditempat tinggalnya ( misalnya : istri,anak,
atau pembantu rumah tangga).
(7) Biaya penyampaian Surat Paksa
a) Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang
Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus
disampaikan oleh Jurusita pajak kepada penganggung pajak.
b) Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak
sepenuhnya biaya Penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang
pajak dan biaya penagihannya telah diluniasi atau belum oleh
Wajib Pajak/penganggung pajak.
Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang bersangkutan setelah
menerima biaya Penagihan, lalu bebas dari tanggung jawab
terhadap pencairan puitang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakni
Wajib Pajak/penangggung pajak tersebut masih aktif dan potensial,
maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap
tindakan Penagihan lebih lanjut.
(8) Surat Paksa yang telah dilaksanakan,diserahkan kepada Kasubsi
Penagihan disertai laporan pelaksanaan Penagihan dengan surat
paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan
Vertifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimaasukan
dalam berkas Penagihan Wajib Pajak/penangggung pajak yang
bersangkutan atau terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat
paksa dalam buku register pengawasan Penagihan, buku register
tindakan Penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan
tindakan STP/SKP yangbersangkutan. Dalam melaksanakan surat
tangga/perusahaan Wajib Pajak/penangggung pajak untuk dapat
memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah
berikutnya.
(9) Laporan palaksanaan Surat Paksa.
a) Atas pelaksanaan surat paksa dibuat laporan oleh jurursita yang
melaksanakan Penagihan pajak dengan surat paksa tersebut.
b) Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :
- Pengakuan Penyelesaian surat keberatan. Mengenal hal ini
agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai
melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan
tunggakannya ternyata sudah dikurangi.
- Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan
memperlihatkan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan
yang mungkin dikeluarkan.
- Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang
sebenarnya dari Wajib Pajak/penangggung pajak antara
lailn: kemampuan bayar,itikad mau membayar dan
pandangannya terhadap penetapan/penagihan pajak dan
sebagainya,sehingga Jurusita dapat mengajukan usul untuk
tindakan Penagihan selanjutnya.
(10) Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara
mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam
upaya surat paksa, antara lain menghubungi Pajama Pemerintah
setempat, Polisi dan sebagainya.
Disamping Pajama/Jurusita dapat memperlihatkan/melihat
asset-aset atau barang-barang yang dimiliki Wajib Pajak untuk
melakukan Penyitaan suatu saat nanti jika Wajib Pajak masih tetap
untuk tidak membayar utangnya.
7. Apabila utang yang masih haris dibayar tidak dilunasi oleh Penaggung
Pajak setelah lewat 2x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan
kepadanya Pajama segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita dengan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk
Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan
keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan Penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan tehadap
penganggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha,
tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya
berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.
Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas Penyitaan
kepada barang yang akan disita, biasanya barang yang akan disita
tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :
b. Mengantistipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dengan
perjalanan.
Barang dari hasil sita harus sebanding dengan jumlah utang pajak
yang ditanggung Penanggung pajak dan jika tidak sebanding maka
akan dilakukan Penyitaan.
8. Apabila utang pajak dan biaya Penagihan yang masih harus dibayar
tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan, Pajama segera
melaksanakan pengumuman Lelang. Dan dalam hal pelaksanaan
Lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada Dinas yang
bersangkutan mengenai hak milik barang yang dilelang. Hasil Lelang
dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya Penagihan pajak
yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam
hal hasil Lelang sudah mencapai jumlah yang cukup utnuk melunasi
biaya Penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan Lelang dihentikan
walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta
uang kelebihan hasi Lelang dikembalikan oleh Pajama kepada
C.Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa
Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan
Penagihan pajak dengan surat paksa pada kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam adalah:
1) Terdapat tunggakan yang berbeda
Dalam prakteknya kadang terdapat perhitungan yang salah dari pajak
yangseharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka
Wajib Pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah
ditentukan jumlah pajak yang benar. Apabila dalam melaksanakan
penyampaian surat paksa, Jurusita menemui persoalan seperti tersebut
diatas, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan
menurut surat ketetapan pajak yang ada pada penganggung pajak,
maka Jurusita tidak dapat mengubah apa yang tertulis pada surat paksa
atau mencoret dan menambahkan pembetulannya. Jurusita
mengembalikan surat paksa tersebut kepada Kepala Seksi penerimaan
dan Penagihan/Kepala Subseksi Penagihan dengan disertai laporan dan
usul agar dikeluarkan surat paksa yang baru dengan menggunakan
nomor dan tanggal yang sama (pengganti surat paksa yang tadi) sesuai
dengan data yang sebenarnya.
2) Penanggung Pajak Menolak Surat Paksa
Adakalanya Penanggung Pajak menolak, menerima Surat Paksa
dicari-cari karena Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila
penolakan didasarkan pada alasan lainnya, misalnya:
- Karena sedang mengajukan surat keberatan;
- Sengaja menonal dengan alasan yang tidak jelas.
Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan
keterangan seperlunya tetap melaksanakan surat paksa tersebut dengan
menyerahkan salinan surat paksa kepada yang bersangkutan. Dan
Apabila penanggung pajak dan wakilnya tetap saja pada tempat
kediaman/tempat kedudukan penanggung pahaj atau wakilnya dengan
demikian surat paksa dianggap sudah diberitahukan/disampaikan.
3) Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah
Pada waktu pelaksanaan Penyitaan sering terjadi Jurusita tidak
diperbolehkan masuk kedalam rumah Wajib Pajak/penanggung pajak
yang barang-barangnya akan disita.
4) Jurusita pajak tidak diperbolehkan menyita barang Wajib
Pajak/penanggung pajak hambatan lain yang sering ditemu dalam
pelaksanaan Penyitaan adalah Jurusita tidak diperbolehkan menyita
barang-barang milik Wajib Pajak/penanggung pajak.
a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita
acara sita berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita,
para saksi dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya yang
menandatangani Berita Acara Sita, sehingga Penyitaan barang
Wajib Pajak guna peluanasan pajakanya menjadi terntunda.
b. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib
Pajak/penanggung pajak pada waktu melakukan penyitaaan dan
kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak menyatakan
bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah
miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari Penyitaan barang
yang akan dilakukan.
c. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Masih Rendah Walaupun system
perpajakan kita terlah menganut sisterm Self Assessment namun
tingkat kesadaran Wajib Pajak utntuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak
pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya
pengetahuan WP tentang Perpajakan.
Dilihat dari kendala-jendala yang sering ditemu berkaitan dengan
Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa pada Kantor Penayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai kesadaran dan kemampuan
yang sama, sehingga ketaatan pun juga tidak sama. Ada kemungkinan bahwa
setelah dilakukan Penagihan secara pasif ternyata Wajib Pajak/Penanggung pajak
tidak memenuhi kewajiban walaupun sistem perpajakan kita telah menganut
sistem Self Assessment namun tingkan kesadaran WP utnuk melaksanakan
bahkan menghindari dengan berbagai alasan didalamnnya diantaranya menolak
Surat Paksa.
D.Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa
Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa:
1. Untuk meningkatkan kesadaran WP dalam memenuhi kewajibannya serta
peraturan dibidang Perpajakannya, walaupun sistem perpajakan kita telah
menganut sistem Self Assessment namun tingkat kesadaran WP untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta
membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, gal ini juga
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu
ditingkatkan pembimbingan terhadap WP dengan penyuluhan yang intensif
2. Menejelaskan kepada WP selama WP membayar pajak pada waktunya atau
sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan Penagihan. Oleh karena itu WP
hendaknya membayar pajaknya.
3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan baik dengan
instansi terkait, sehingga pelaksanaan Penagihan dan pengawasan dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, Hal ini bertujuan untuk memperkecil
kesempatan WP dalam menghindari penunggakan pajak.
4. Apabila Jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk
melaksanakan tugasnya dengan memberikan serupa ancaman maka Jurusita
dapat melaporkan kepada pihak kepolisian utnuk melaksanakan Penyitaan
5. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk
menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak berupaya
memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud Penyitaan
bahwa Penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (Lelang)
Apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.
6. Pada waktu melakukan Penyitaan atau ada kemungkinan bahwa
WP/Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan
disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP/Peanggung Pajak atau Wakilnya
harus dapat menunjukan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang
benar bukan miliknya WP/Penanggung Pajak.
7. Apabila WP/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani berita acara,
Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisisan
karena telah melanggar Peratuan Perundang-undangan.
Dilihat dari Masalah-masalah yang timbuk dalam pelaksanaan Penagihan
pajak melalui surat paksa yang erjadi pada Kantor Pelayanan Pajaka
Pratama Lubuk Pakam dikarenanakan pada umumnya banyak WP yang
belum begitu mengergi dan memahami peraturan perpajakan serta
kurangnya kesadaran Wajib Pajak.
Hal demikian yang membuat WP/Penanggung Pajak melalaikan
kewajbannnya dalam pembayaran lajak, dengan tidan membayar utang
khususnya pada seksi Penagihan mencari solusi dalam pemecahan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Penagihan Pajak adalah merupakan serangkaian tindakan agar
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. (Pasal 1 ayat 9
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000).
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasa yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Penagihan pajak timbul akibat dari adanya penelitian dan
pemeriksaan yang dilakukan terhadap SPT yang disamapaikan
oleh Wajib pajak kepada kantor pelayanan pajak. Pada KPP
Pratama Lubuk Pakam pun terdapat tunggakan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dimnana tindakan Penagihan terhadap
tunggakan tersebut telah dilakukan.
2. Bedasarkan pencapaiannya KPP Pratama Lubuk Pakam telah
melakukan Penagihan pajak dengan optiomal, dan berdasarkan
sistem Penagihan pajak kurangoptimal, sedangkan bedasarkan
Prosedur pelaksanaan Penagihan pajak pada KPP Pratama
Lubuk Pakam sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19
Pratama Lubuk Pakam meruapakan salah satu upaya penegakan
hukum (Law Enforcement) yang dimana upaya ini memiliki
kekuatan humum dan dalam prosesnya sendiri upaya ini dapat
meminimalisasikan jumlah tunggakan pajak yang ada.
3. Hambatan yang dihadapi dalam Penagihan pajak berasala dari
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meruapakan faktor yang berasal dari instansi
perusahaan itu sendiri. Sedangkan untuk faktor eksternal
meruapakan faktor yang berasal dari luar isntansi perusahaan
yang diantaranya adalah mengenai objek sita, kerjasama
dengan pihak-pihak lain,likuliditas, pengetahuanwajib pajak
yang kurang mengenai perpajakan, dan Wajib pajak yang tidak
diketahui alamatnya.
4. Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam diantaranya adalah untuk mengatasi hambatan
faktor internal, upaya yang dilakukan yaitu dengan
meningkatkan koordinasi dengan seksi-seksi lain dalam
instansi pajak sendiri dan meningkatkan keterampilan serta
wawasan Jurusita mengenai perpajakan. Sedangkan upaya
untuk mengatasi hambatan dari faktir eksternal yaitu dengan
melakukan kerjasama dengan pihak ketiga agar tindakan
Penagihan pajak dapat berjalan optimal dan juga melakukan
penyuluhan kepada Wajib pajak mengenai hak dan kewajiban
perpajakannya.
Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalaj guna
pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak. Dalam ketentuan
Perundang-undangan perpajakan, bagi setiap Wajib Pajak yang
telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan
membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan
kesadaran masyarakat akan ketentuan perpajakan tersebut.
Namun kenyataanya yang terjadi dilapangan masih
banyak Wajib Pajak yang tidak menghiraukan ketentuan
perpajakan tersebut. Maka atas dasar inilah pihak Direktorat
Jenderal Pajak melakukan Penagihan kepada Wajib Pajak
untuk melunasi utang pajaknya, dengan cara menerbitkan Surat
Tagihan Pajak/Surat Ketetapan Pajak. Kemudian Apabila
Wajib Pajak tidak juga menghiraukan atas diterbitkannya surat
tersebut maka aparatur pajak akan menerbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan lainnya. Selanjutnya apabila Wajib Pajak
tidak juga menghiraukan Surat Teguran Pajak tersebut pihak
aparatur pajak akan menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan
B.Saran
Setelah penulis mengemukakan uraian dan menarik kesimpulan dari data yang
ada, pada kesempatan ini penulis mencoba mengemukakan beberapa saran yaitu:
1. Pelakasanaan Penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam bedasarkan sistem haris lebih ditingkankan lagi, sehingga
dapat mengurangi tunggakan pajak dan meningkatkan penerimaan pajak.
2. Meningkatkan pengetahuan Jurusita melalui pendidikan dan pelatihan agar
terdapat kesiaapan saat regenerasi. Selain itu juga lebih meningkatkan
penyuluhan Wajib pajak dan membuat kerjsama dengan pihak lain untuk
membuat talkshow seputar perpajakan ataupun membuat penayangan iklan
perpajakan lebih intensif lagi agar mampu menggugah ssemangat Wajib
pajak untuk membayar pajak. Dalam hal pendaftaran Wajib pajak baru,
sebaiknya perlu dilakukan penelitian lapangan agar alamat yang diberikan
oleh Wajib pajak dapat dibuntikan kebenarannya (tidak fiktif). Selain itu
juga pemberitahuan yang jelas dan menyeluruh atau sosialisasi dari
pemerintahan mengenai setiap perubahan peraturan perundang-undangan
pajak, dan penyuluhan tentang pentingnya pajak sebaiknya lebih
ditingkatkan lagi, seperti dengan cara mendatangi langsung Wajib
pajaknya maupun dengan membuat selebaran tentang informasi
perpajakan. Sehingga pena