TEKNIK PEMURNIAN BIAKAN MONOXENIK
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA SEBAGAI
BIOAKUMULATOR LOGAM BERAT Pb
THE PURIFICATION TECHNIQUE OF CULTIVATED MONOXENIC ARBUSCULAR MYCORRHIZAL FUNGI AS
HEAVY METAL Pb BIO-ACCUMULATOR
Oetami Dwi Hajoeningtijas, Agus Mulyadi Purnawanto, Anis Shofiyani
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Univ. Muhammadiyah Purwokerto JL. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53182
Telepon (0281)636751, 630463, 634424 pesawat 128 Abstract
\
This research is aimed to obtain fungus spore of arbuscular mycorrhizal fungi used as heavy metal Pb bio-accumulator by comparing purification technique of cultivated monoxenic arbuscular mycorrhizal fungi and by recognizing the influence of heavy metal Pb toward the growth of arbuscular mycorrhizal fungi .
The laboratory experiment was conducted by applying three factors, purification technique: A1 = petri dish technique, A2 = tube reaction technique; factor of growing media: B1= sterile sand; B2 = zeolit; factor of heavy metal treatment, C1 = without Pb treatment, C2 = the Pb addition (300
µ
g/g). The experiment arrangement was employed a randomized complete block design (RCBD) with four repetitions so that there were 32 experiments. The observed variables included: whether or not there was death spore, whether or not there was living spore, whether or not there was sporulation, whether or not there was germinating spore. The obtained data from the observation were analyzed descriptively to determine which treatments were added as the initial arbuscular mycorrhizal fungi that would be used as the heavy metal Pb bio-accumulator.Based on the result and initial research analysis, it could be concluded that the spore of arbuscular mycorrhizal fungi with the combination of reaction tube and zeolit media treatment and heavy metal Pb treatment had potentials to be used as heavy metal Pb bio-accumulator. Another result was that the purification technique of cultivated monoxenik arbuscular mycorrhizal fungi spore was to obtain arbuscular mycorrhizal fungi spore as the heavy metal Pb bio-accumulator.
Key word: arbuscular mycorrhizal fungi,bio-accumulator, the heavy metal Pb, the purification technique
Pendahuluan
Logam berat bila dalam jumlah sedikit justru dibutuhkan tanaman. Tetapi bila kandungannya melebihi batas ambang toleransi akan bersifat toksik bagi tanaman itu sendiri. Termasuk diantaranya logam berat Pb yang mencemari tanah di wilayah yang dilalui jalan raya berlalu lintas padat atau tanah yang tercemar oleh Pb. Untuk itu diperlukan suatu usaha pengontrolan serapan Zn tersebut oleh tanaman, tanpa
terjadinya pengaruh toksik dari logam berat itu sendiri. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui rekayasa mikrobiologis, yaitu pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula yang bersimbiosis dengan banyak tanaman.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam (Fleibach et al., 1994
dalam Subiksa, 2002). Namun demikian tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena msing-masing mikoriza memiliki pengaruh berbeda.
Selain itu cendawan mikoriza arbusula merupakan simbion obligat karena memerlukan hadirnya tanaman inang yang dapat dikolonisasi agar terbentuk asosiasi akibatnya cma tidak dapat melengkapi daur hidupnya secara normal kalau tidak ada jaringan akar. Sehingga diperlukan pengetahuan mengenai teknik-teknik untuk pemurnian spora cma yang mampu digunakan sebagai bioakumulator logam berat Pb yang nantinya akan digunakan sebagai inokulum dalam jumlah besar di lapangan dalam bentuk pupuk hayati.
Permasalahan yang akan dicoba dipecahkan adalah bagaimana memperoleh spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai bioakumulator logam berat Pb, dengan cara membandingkan teknik pemurnian biakan monoxenik cendawan mikoriza arbuskula. Selain itu juga dengan mengetahui bagaimana pengaruh logam berat Pb pada perkembangbiakan cendawan mikoriza arbuskula. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai bioakumulator logam berat Pb, dengan cara membandingkan teknik pemurnian biakan monoxenik cendawan mikoriza arbuskula, dan mengetahui pengaruh logam berat Pb pada perkembangbiakan cendawan mikoriza arbuskula. Sehingga diharapkan dapat diperoleh manfaat: memperoleh teknik pemurnian cendawan mikoriza arbuskula yang sesuai untuk menghasilkan spora cendawan mikoriza arbuskula sebagai bioakumulator logam berat Pb, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang pertanian organik, mikrobiologi tanah dan memperkaya sumber plasma nutfah mikrobiologi tanah.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga faktor, yaitu faktor teknik pemurnian: A1 = teknik cawan petri, A2 = teknik tabung reaksi; faktor media tanam: B1 = pasir steril, B2 = zeolit; faktor perlakuan logam berat: C1 = tanpa perlakuan Pb, C2 = penambahan Pb (300 µg/g). Merupakan percobaan laboratorium (Laboratorium Mikrobiologi Prodi Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto), rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan, sehingga diperoleh 32 unit percobaan.
Pelaksanaan penelitian meliputi: Persiapan media dan perkecambahan
Zeolit (diameter ± 2 mm) dan pasir yang digunakan sebagai media monosenik dicuci hingga bersih kemudian diautoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Benih Pueraria sp. dikecambahkan dalam nampan plastik menggunakan zeolit steril sebagai media tumbuhnya. Bibit yang sudah memiliki dua
buah daun (umur ± 2 minggu) digunakan sebagai tanaman inang pada kedua metode yang akan diuji. Metode cawan petri
Bibit Pueraria ditumbuhkan dalam cawan petri berisi pasir steril dan zeolit steri sesuai perlakuan, dengan posisi batang kecambah diletakkan pada bagian petri yang sudah dilubangi, pada bagian kar lateral diletakkan satu spora kemudian ditutup. Sebelumya media dtambahkan/tidak PbCl2 sesuai perlakuan. Bagian tepi cawan petri direkatkan dengan isolasi dan kemudian dibungkus dengan aluminium foil agar tidak ditumbuhi cendawan. Bagian bawah cawan petri kemudian diletakkan paad nampan plastik yang berisi air untuk menjaga kelembaban media tanam. Nampan plastik dan cawan petrinya kemudian diletakkan di rak yang atasnya diberi lampu TL (neon) 20 watt. Pada umur dua (2) minggu setelah tanam bibit disemprot dengan larutan hyponex merah. Jika media terlihat mengering dilakukan penyemprotan dengan air destilasi (Bertham, 2003).
Metode tabung reaksi
Tabung reaksi ukuran 2,5x15 diisi zeolit steril dan pasir steril sebanyak tiga perempat dari panjang tabung reaksi. Bibit ditanamkan dalam tabung reaksi, miringkan posisinya ketika meletakkan tanaman, kemudian letakkan spora pada bagian akar lateral. Sebelumnya pada media ditambahkan/tidak PbCl2 sesuai perlakuan. Bibit Pueraria diletakkan dengan posisi menghadap ke atas dan bagian yang diinokulasi dengan mikoriza menghadap dinding kaca. Ketuk dengan jari tangan agar zeolit letakknya rata dankemudian disiram dengan air destilasi. Bagian luar tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil agar tidak ditumbuhi cendawan. Tabung reaksi kemudian diletakkan diletakkan di rak yang atasnya diberi lampu TL (neon) 20 watt. Pada umur dua (2) minggu setelah tanam bibit disemprot dengan larutan hyponex merah. Jika media terlihat mengering dilakukan penyemprotan dengan air destilasi (Bertham, 2003).
Perbanyakan spora hasil seleksi
Perbanyakan spora dilakukan dengan menggunakan inokulum hasil perbayakan metode tertentu, yang terdiri dari media tanam, spora, akar, hifa, dengan cara memotong pada pangkal tanaman. Inokulum ini digunakan sebagai inokulan yang diinokulasikan pada bibit kudzu yang ditanama pada pot kecil plastik (seukuran gelas air mineral) dengan media zeolit. Tanaman dipelihara sampai diperoleh perbanyakan spora mikoriza yang dikehendaki (kurang lebih minimal 14 hari setelah kultur).
Variabel yang diamati antara lain : ada/tidak spora mati, ada/tidak spora hidup, ada/tidak sporulasi dan ada/tidak spora yang berkecambah. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dianalisis secara deskriptif, untuk kemudian ditentukan perlakuan
mana yang akan diperbanyak sebagai cikal bakal spora cendawan mikoriza arbuskula yang dapat digunakan sebagai bioakumulator logam berat Pb.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Umum Tanaman Selama Penelitian
Setelah dikecambahkan tanaman kudzu digunakan sebagai tanaman inang pada teknik pemurnian biakan monosenik fungi mikoriza arbuskula, sesuai dengan perlakuan yang digunakan yaitu media pasir dan zeolit, tempat perbanyakan cawan petri dan tabung reaksi, serta perlakuan logam berat Pb pada media dan kontrol (tanpa perlakuan logam berat). Tanaman tumbuh normal selama kurang lebih 20 hari setelah tanam.
Sebelumnya pada umur 14 hari setelah tanam, tanaman yang tadinya hanya disiram dengan air apabila medianya kering, mulai disemprot Hyponex merah yang direncanakan dua minggu sekali untuk pemberian nutrisi pada tanaman. Ternyata pada umur 20 hari setelah tanam, ada beberapa tanaman yang mulai mati. Pada tanaman yang mulai mati ada yang menunjukkan
serangan jamur putih pada tangkainya. Jumlah unit tanaman yang hidup = 56,25%. Padahal semua perlakuan dibungkus dengan aluminium foil, antara lain untuk menghindari kontaminasi oleh jamur. Sehingga pengamatan dilakukan sekali pada umur 20 hari setelah tanam untuk beberapa variabel.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, juga dilakukan tahapan berikutnya, yaitu menyeleksi spora fungi mikoriza arbuskula yang mampu menginfeksi tanaman pada media tercemar logam berat, diperoleh perlakuan: A2B1C2 (2), A1B1C2(4), A2B2C2(3), A2B1C2(1),A2B1C2(2). Perlakuan tersebut digunakan sebagai inokulan untuk perbanyakan spora, menggunakan tanaman inang kudzu.
Hasil
Pengamatan yang dilakukan pada umur kurang lebih 20 hari setelah kultur dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Teknik Pemurnian Biakan Monosenik Fungi Mikoriza Arbuskula Sebagai Bioakumulator Logam Berat Pb
Pengamatan Ulangan/Perlakuan
spora mati spora hidup sporulasi tdk sporulasi Tnm hidup
I A1B1C1 ٧ - - ٧ ٧ A1B2C1 - - - - ٧ A1B1C2 ٧ - - ٧ - A1B2C2 ٧ - - ٧ - A2B1C1 ٧ - - ٧ - A2B2C1 ٧ - - ٧ - A2B1C2 - ٧ ٧ - ٧ A2B2C2 ٧ - - ٧ ٧ II A1B1C1 ٧ - - ٧ ٧ A1B2C1 ٧ ٧ ٧ ٧ ٧ A1B1C2 ٧ - - ٧ - A1B2C2 ٧ - - ٧ ٧ A2B1C1 - ٧ ٧ - ٧ A2B2C1 ٧ - - ٧ - A2B1C2 - ٧ ٧ - ٧ A2B2C2 ٧ - - ٧ - III A1B1C1 ٧ - - ٧ ٧ A1B2C1 ٧ - - ٧ ٧ A1B1C2 ٧ - - ٧ ٧ A1B2C2 ٧ - - ٧ ٧ A2B1C1 - ٧ ٧ - - A2B2C1 ٧ - - ٧ - A2B1C2 ٧ - - ٧ ٧ A2B2C2 - ٧ ٧ - - IV A1B1C1 - ٧ ٧ - ٧ A1B2C1 - ٧ ٧ - - A1B1C2 ٧ ٧ ٧ ٧ - A1B2C2 ٧ - - ٧ ٧
A2B1C1 - ٧ ٧ - ٧
A2B2C1 ٧ - - ٧ -
A2B1C2 ٧ - - ٧ ٧
A2B2C2 ٧ - - ٧ -
Keterangan: ٧ = ada - = tidak ada Dari 32 unit percobaan yang ada diperoleh bahwa : prosentase spora mati atau tidak berkecambah = 68,75%; spora yang hidup atau berkecambah = 31,25%; sedangkan prosentase tanaman yang seperti telah disebutkan sebelumnya sebesar 56,25%. Berarti terdapat 10 unit percobaan yang tanaman inangnya mampu bertahan hidup, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. berikut ini:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Tanaman yang Bertahan Hidup
Perlakuan Hasil pengamatan
Jumlah unit Prosentase (%)
Cawan petri 4 40 Tabung reaksi 6 60 Zeolit 7 70 Pasir 3 30 Tanpa Pb 6 60 Perlakuan Pb 4 40
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, juga dilakukan tahapan berikutnya, yaitu menyeleksi spora fungi mikoriza arbuskula yang mampu menginfeksi tanaman pada media tercemar logam berat, diperoleh perlakuan: A2B1C2 (2), A1B1C2(4), A2B2C2(3), A2B1C2(1). Dari empat kombinsi perlakuan hasil seleksi 3 dintaranya menggunakan tabung reaksi, dan 3 menggunakan media tanam zeolit.
Perlakuan tersebut digunakan sebagai inokulan untuk perbanyakan spora, menggunakan tanaman inang kudzu. Setelah tanaman berumur kurang lebih berumur 20 hari setelah kultur, diperoleh satu tanaman inang yang mampu bertahan hidup yaitu kombinasi perlakuan A2B1C2.
Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari pengamatan menunjukkan bahwa spora yang mati atau ditandai dengan tidak terinfeksinya akar tanaman (Gambar 1.) sebanyak 68,75%. Angka tersebut menunjukkan tingkat kematian tinggi yang terjadi pada umur 20 hari setelah kultur dimulai. Penyebabnya adalah pencahayaan dalam ruangan yang tidak memadai. Hetrick (1984) dalam Bertham (2003), menyatakan bahwa penyinaran dengan periode 12 jam atau lebih
mungkin lebih penting daripada intensitas sinar yang tinggi tetapi pendek dalam meningkatkan kolonisasi akar. Sebaliknya, dengan panjang hari penyinaran yang sesuai, peningkatan intensitas sinar dapat meningkatkan kolonisasi, namun pengaruhnya terhadap produksi spora kurang begitu nyata.
pH medium dan air penyiraman juga perlu diperhatikan dalam pembuatan kultur monosenik. Glomus spp. Yang digunakan dalam penelitian menginginkan pH netral sampai alkalin untuk perkecambahan optimumnya (Siquera et al., 1984 dalam Bertham (2003). Sedangkan media zeolit yang digunakan pada umumnya memiliki pH > 7,4 (Barbarick and Pirela, 1984 dalam Bertham, 2003).
Hasil pengamatan pada kultur tanaman yang mampu bertahan hidup menunjukkan perlakuan tabung reaksi dan media zeolit dengan prosentase yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan cawan petri dan media pasir, masing-masing sebesar 60% dan 70%. Walaupun
(b)
Gambar 1. Hasil pengamatan akar tanaman kudzu umur 20 hari setelah kultur (a = akar tidak terinfeksi; b = akar terinfeksi fungi mikoriza arbuskula)kultur tanaman yang hidup masih didominasi perlakuan tanpa Pb, yaitu 60%, tapi masih menunjukkan adanya tanaman yang mampu hidup pada perlakuan logam berat Pb 300 µg/g.
Dalam hal ini memang perlu kehati-hatian tersendiri untuk memilih tanaman inang karena adanya interaksi antara tanaman inang, jenis fungi mikoriza arbuskula, komposisi media yang digunakan, dan iklim selama pertumbuhan. Apalagi dalam penelitian menggunakan perlakuan logam berat Pb – berkaitan dengan komposisi media yang digunakan – yang berpotensi bersifat toksik bagi tanaman. Sehingga sebaiknya dalam penelitian untuk memperoleh fungi mikoriza arbuskula yang mampu menginfeksi tanaman inang pada media tercemar logam berat Pb, digunakan juga tanaman inang yang kompatibel dengan fungi mikoriza arbuskula yang diperlakukan. Karena, walaupun perkecambahan spora dan inisiasi pertumbuhan hifa berbagai jenis mikoriza memang tidak dipengaruhi oleh tanaman inang, akan tetapi pertumbuhan malar (continues) miselia, diferensiasi
menjadi struktur infeksi, dan penetrasinya ke tanaman inang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor-faktor abiotik misalnya suhu dan kadar air dan keharaan (Nusantara, 2007) yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, ikut menentukan perkembangan dan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula ke akar tanaman. Selain itu faktor-faktor edafik lainnya seperti pH, suhu media, intensitas cahaya, kelembaban relatif udara, dan sanitasi lingkungan juga harus diawasi dan dikendalikan agar perbanyakan FMAnya optimal. Sehingga dengan perbanyakan FMA yang optimal akan berpangaruh juga pada pertumbuhan tanaman inang yang optimal, kemudian dapat terjadi simbiosis mutualisme diantara keduanya. Kondisi inilah yang kemungkinan terjadi pada kombinasi perlakuan A2B1C2, setelah tanaman berumur kurang lebih berumur 20 hari setelah kultur, diperoleh satu tanaman inang yang mampu bertahan hidup.
(*) Gambar 2. Hasil pengamatan akar tanaman kudzu yang terinfeksi fungi mikoriza arbuskula umur 20 hari setelah kultur (*)
Melalui perbanyakan dengan jangka waktu yang lebih lama, diharapkan jumlah spora pada perlakuan A2B1C2 akan semakin bertambah. Fungi mikoriza arbuskula yang diperoleh dapat dikatakan merupakan jenis fungi mikoriza arbuskula murni yang menurut Bertham (2003) memang dapat diperoleh dari hasil perbanyakan spora tunggal yang berkecambah dan kemudian mengkolonisasi akar tanaman inang (Gambar 1. dan Gambar 2.). Selain itu dikatkan juga bahwa pengkulturan dapat dilakukan dengan tabung
reaksi , cawan petri (Gambar 3.) atau pot plastik (perbanyakan spora hasil seleksi pada akhir percobaan). Masih menurut beliau, penelitian kultur murni ini dapat membantu para pengguna untuk memperoleh teknologi yang tepat untuk memproduksi kultur cendawan yang kemudian dapat digunakan untuk memulai perbanyakan fungi mikoriza arbuskula – dalam hal ini yang mampu menginfeksi tanaman pada media tercemar logam berat Pb.
1 2
Gambar 3. Penggunaan cawan petri (1) dan tabung reaksi (2) untuk
pembuatan kultur murni fungi mikoriza arbuskula yang mampu menginfeksi kudzu pada media tercemar Pb
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian ini:
1. Spora fungi mikoriza arbuskula pada kombinasi perlakuan tabung reaksi dengan
media zeolit dan perlakuan logam berat Pb, berpotensi digunakan sebagai bioakumulator logam berat Pb.
2. Perlakuan tabung reaksi dengan media zeolit berpotensi digunakan sebagai alternatif teknik
pemurnian biakan monosenik fungi mikoriza arbuskula, untuk memperoleh spora fungi mikoriza arbuskula sebagai bioakumulator logam berat Pb.
3. Teknik pemurnian biakan monosenik fungi mikoriza arbuskula untuk memperoleh spora fungi mikoriza arbuskula sebagai bioakumulator logam berat Pb, dipengaruhi faktor tanaman inang dan faktor-faktor abiotik.
Daftar Pustaka
[1]
Bertham., Rr. Yudhy Harini., 2003, Teknik Pemurnian Biakan Monoxenic CMA dengan Metode Cawan Petri dan Tabung Reaksi, Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia Volume 5, No. 1, 2003, IPB, Bogor.[2]
Hajoeningtijas., O. D., 2005, Potensi Biofertilizer Mikoriza pada Bioremediasi Tanah Tercemar Logam Berat, Agritech Vol. VII No. 1 Juni 2005, Fakultas Pertanian, UMP.[3]
Nusantara., Abimanyu D., 2007, Baku Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula, Makalah Workshop Mikoriza, Konggres Nasional Mikoriza Indonesia II, 17-18 Juli 2007, Bogor.[4]
Subiksa, IGM., 2002, Makalah Falsafah SainsPemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kritis, Pasca Sarjana, IPB, Bogor.