• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT LITERASI KESEHATAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT PADA EKS PENDERITA KUSTA(Studi Deskriptif di “Kampung Kusta” Sumberglagah Kabupaten Mojokerto)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT LITERASI KESEHATAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT PADA EKS PENDERITA KUSTA(Studi Deskriptif di “Kampung Kusta” Sumberglagah Kabupaten Mojokerto)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)TINGKAT LITERASI KESEHATAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT PADA EKS PENDERITA KUSTA (Studi Deskriptif di “Kampung Kusta” Sumberglagah Kabupaten Mojokerto). Asni Rizmayati Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. ABSTRAK Literasi kesehatan dapat dijadikan sebagai program promosi kesehatan yang dapat meningkatkan informasi kesehatan mengenai eks penderita kusta. Hal tersebut didukung dengan fenomena yang terjadi masih adanya stigma dan diskriminasi masyarakat pada eks penderita kusta yang ada di Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo, kabupaten Mojokerto. Dusun Sumberglagah merupakan salah satu kampung kusta yang ada di provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dan wawancara terbuka dengan kuesioner yang ditujukan pada masyarakat yang berada di sekitar Desa Tanjung Kenongo dengan teknik pengambilan data purposive sampling sejumlah 100 responden. Hasil temuan pada penelitian ini bahwa tingkat literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta di Kampung Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto kategori sedang. Dalam hal ini untuk mengukur tingkat literasi kesehatan menggunakan tiga indikator yaitu penilaian informasi termasuk kategori tinggi, determinan sosial kesehatan tergolong pada kategori sedang serta tindakan kolektif adalah kategori rendah. Selain itu penerimaan masyarakat termasuk dalam kategori sedang. Hasil tabulasi silang literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat yang menunjukkan bahwa semakin tinggi literasi kesehatan maka semakin tinggi pula penerimaan masyarakat.. Kata kunci: literasi kesehatan, penilaian informasi, determinan sosial kesehatan, tindakan kolektif, penerimaan masyarakat, kusta.. 1.

(2) ABSTRACT. Health literacy can be used as a health promotion program that can improve health information about ex leperosy. A phenomenon that still society stigmatize and discriminate with ex leperosy in Sumberglagah, Tanjung Kenongo, Mojokerto Regency. Sumberglagah is one of the ex leperosy villages in the East Java province. The method of study was a descriptive quantitative and used an interviews with questionnaire aimed society around Tanjung Kenongo and also used purposive sampling overall 100 respondent. The results of this study were the level of health literacy and society acceptance of ex leperosy in Leprosy Village in the Sumberglagah, Mojokerto Regency is medium category. In this case, the level of health literacy using three indication, that were the assessment of information is high category, social determinants of health is medium category and collective action is low category. Society acceptance is included in the medium category. And the cross tabulation between health literacy and society acceptance is related to aspects of collecting actions.. Keywords: health literacy, information assessment, social determinants of health, collective action, society acceptance, leprosy. Pendahuluan Stigma yang melekat pada penyakit kusta membuat eks penderita kusta mengalami hambatan untuk melakukan aktivitas sehari–harinya. Meskipun sudah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta oleh dokter namun masih terdapat perlakuan diskriminatif pada eks penderita kusta di lingkungan tempat tinggalnya. Kasus yang terjadi yang merujuk secara diskriminasi dan stigma pada eks penderita kusta memperkuat kurangnya literasi kesehatan mengenai penyakit kusta. Terdapat masyarakat yang masih mengucilkan dan tidak mau bergaul dengan eks penderita kusta dikarenakan merasa takut ketularan penyakit kusta (Purwaningsih, 2013). Kasus pada eks penderita kusta yang dikemas dalam film pendek berjudul Pak Jono Punya Cerita oleh Yonathan Widodo (2011). Film tersebut menyuguhkan rekaman wawancara antara Yonathan Widodo dengan bapak Jono seorang eks penderita kusta di Perkampungan Kusta Sintala yang mengasingkan diri karena terjangkit penyakit kusta. Hal ini terjadi dikarenakan keluarga dan masyarakat di kampung tidak menyapa dan menjenguk pak Jono. Kondisi seperti 2.

(3) itu membuat pak Jono kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan sehingga memilih bekerja sebagai pemulung. Dalam penelitian Van Brakel, et.al (2012) menyebutkan bahwa stigma penyakit kusta menimbulkan dampak negatif dalam perekonomian setiap individu seperti kehilangan pekerjaan dan tidak mendapatkan upah minimal pekerjaan. Dengan adanya diskriminasi dalam pekerjaan akan merugikan bagi eks penderita kusta dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan berinterkasi sosial dengan lingkungan. Adapun eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah mengalami berbagai macam diskriminasi dari masyarakat luar yang membuat eks penderita kusta sulit untuk menselaraskan hak–hak mereka dengan masyarakat. Sulitnya mendapat jodoh, anak-anak merasa malu dengan orang tua yang merupakan eks penderita kusta, sulit mendapatkan pekerjaan dan minimnya akses fasilitas umum (Shobihah, P.I., 2014). Seseorang yang memiliki literasi kesehatan dapat mengenali suatu hal yang memungkinkan terjadi suatu perubahan dalam lingkungan terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar eks penderita kusta. Seperti halnya pengetahuan masyarakat mengenai eks penderita kusta yang sudah dinyatakan sembuh maka akan mengurangi diskriminasi eks penderita kusta dan stigma yang tersebar di masyarakat mengenai penyakit kusta. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jorm (2000) dengan judul Mental Health Literacy: public knowledge and beliefs about mental disorders. Hasilnya menunjukkan bahwa masih terdapat masyarakat yang tidak dapat mengenali tekanan psikologis. Fenomena ini terjadi pada masyarakat yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau skizofrenia kesulitan untuk mengetahui penyebab gangguan jiwa tersebut. Selain itu, ketersediaan informasi kesehatan jiwa untuk masyarakat tidak valid dan menyesatkan. Berbeda halnya dengan para profesional yang memiliki pengetahuan lebih luas mengenai kesehatan jiwa, sebagian besar pengetahuan para profesional didasarkan pada. 3.

(4) bukti ilmiah. Sementara masyarakat memiliki keyakinan berdasarkan pengalaman pribadi, anekdot, laporan media dan sumber pengetahuan formal dan informal. Literasi kesehatan jiwa yang rendah dapat menghambat penerimaan masyarakat dan kurangnya perawatan kesehatan jiwa. Banyak orang yang memiliki gangguan jiwa akan menolak untuk membantu diri sendiri dan tidak menerima dukungan yang sesuai dari masyarakat. Pravelensi gangguan jiwa sangatlah tinggi sehingga tenaga kerja kesehatan jiwa tidak dapat membantu semua orang yang terkena gangguan jiwa. Oleh karena itu perlunya meningkatkan literasi kesehatan jiwa mengenai pencegahan, perhatian, intervensi sejak dini dan dukungan orang lain sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang dapat didistribusikan secara luas (Jorm, 2000). Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta di kampung kusta Sumberglagah kabupaten Mojokerto serta keterkaitan literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan populasi seluruh masyarakat di Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria yang mewakili dari keseluruhan yaitu: 1.. Masyarakat yang bersedia menjadi masyarakat.. 2.. Masyarakat yang pernah berinteraksi dengan eks penderita kusta minimal 1-4 kali.. 3.. Masyarakat yang tinggal dekat dengan kampung kusta.. Diskusi Istilah literasi kesehatan muncul pertama kali pada tahun 1974 yang berkaitan. dengan. pendidikan. kesehatan. dan. sangat. penting. untuk. mengembangkan standar minimum literasi kesehatan di sekolah. Beberapa ahli menyebutkan literasi kesehatan adalah kemampuan kognitif dan sosial yang. 4.

(5) menentukan motivasi dan kemampuan individu untuk mengakses, memahami dan menggunakan informasi kesehatan dengan cara – cara untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan yang baik. Dengan mendapatkan dan menggunakan informasi kesehatan maka akses dan kapasitas individu akan meningkat (World Health Organization, 2013). Konsep literasi juga disebutkan oleh Nutbeam terbagi menjadi tiga yaitu literasi kesehatan dasar atau fungsional, literasi kesehatan interaktif dan literasi kesehatan kritis. Kemudian literasi kesehatan dikembangkan oleh Chinn (2011) yang terdiri dari penilaian informasi, pemahaman determinan sosial kesehatan dan tindakan kolektif. Adapun penerimaan sosial adalah sikap individu dalam menerima dan memandang orang lain dalam kelompok sosial atau menjadikan anggota kelompoknya.Literasi kesehatan adalah faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Mengenai keterkaitan literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat mengacu pada pendapat Lawrence Green yang mengemukkan teori mengenai perubahan perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor-faktor predisposisi, pendukung dan pendorong. Faktor predisposisi mencakung pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung adalah sarana pelayana kesehatan yang tersedia dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan memiliki peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga faktor tersebut agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap suatu program dan terhadap kesehatan pada umumnya. Berdasarkan teori tersebut, untuk mendudukan permasalahan yang terjadi pada masyarakat mengenai penyakit kusta. Adapun pengetahuan tentang penyakit kusta, masyarakat akan memahami penyakit kusta sehingga menimbulkan persepsi positif. Sedangkan persepsi negatif muncul apabila pengetahuan tentang penyakit kusta rendah. Tingkat literasi kesehatan yang rendah berhubungan dengan pengetahuan yang kurang mengenai masalah kesehatan. 5.

(6) Hasil Penelitian Hasil temuan data yang diperoleh dari penelitian ini terbagi menjadi 4 bagian yang dibuat berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan kepada responden. Keempat bagian tersebut meliputi identitas responden, karakteristik responden, literasi kesehatan yang terdiri dari penilaian informasi, pemahaman determinan sosial kesehatan dan tindakan kolektif, serta penerimaan masyarakat. Berikut akan dipaparkan hasil temuan data yang diperoleh berdasarkan data yang ditemukan di lokasi penelitian. 1.. Total Literasi Kesehatan Masyarakat Tabel di bawah ini menunjukkan total skor tingkat literasi kesehatan. masyarakat pada eks penderita kusta di Kampung Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto yang dilihat dari 3 aspek yaitu penilaian informasi, pemahaman determinan sosial kesehatan dan tindakan kolektif, berikut tabelnya: Tabel 1 Total Literasi Kesehatan Masyarakat No. Literasi Kesehatan. Keterangan. Mean. Kategori. 1. Kredibilitas sumber informasi penyakit kusta. 3,97. Tinggi. 2. Pengetahuan tentang penyakit kusta. 3,77. Tinggi. 3. Pengetahuan tentang penularan penyakit kusta. 2,79. Sedang. Pengetahuan tentang gejala penyakit kusta. 3,81. Tinggi. 3,81. Tinggi. 2,07. Rendah. 3,85. Tinggi. Membantu eks penderita kusta. 1,71. Sangat Rendah. Memahami hidup bersih dan sehat. 3,34. Tinggi. Partisipasi dalam kegiatan sosial. 1,78. Rendah. 4. Penilaian Informasi. 5 6 7 8 9 10. Pemahaman Determinan Sosial Kesehatan Tindakan Kolektif. Pengetahuan tentang ciri-ciri penyakit kusta Pengetahuan tentang pencegahan penyakit kusta Pengetahuan tentang penularan penyakit kusta pada eks penderita kusta. Total Rata-rata Keseluruhan. 3,09. Kategori. Sedang. Sumber: Olahan data peneliti. 6.

(7) Berdasarkan Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa total rata-rata keseluruhan adalah sebesar 3,09 termasuk dalam kategori sedang. Pertama, dilihat dari penilaian informasi bahwa masyarakat dapat menilai informasi yang didapatkan mengenai penyakit kusta meliputi penyebab penyakit kusta, penularan penyakit kusta, gejala penyakit kusta, ciri-ciri penyakit kusta, pencegahan penyakit kusta dan penularan penyakit kusta pada eks penderita kusta, hasilnya termasuk dalam kategori tinggi. Hasil temuan penelitian ini selaras dengan pendapat Ishikawa (2008) yang mengungkapkan literasi kesehatan pada pasien sebagai kemampuan individu dalam mengakses dan memahami informasi kesehatan. Hal ini dengan mempertimbangan keandalan, validitas, kredibilitas dan penerapan informasi kesehatan. Hasil dari penelitiannya bahwa orang Jepang memiliki literasi kesehatan yang tinggi dalam memahami gejala diabetes. Keputusan-keputusan yang. baik. memerlukan. informasi kesehatan yang. komprehensif, dapat diakses serta sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang sosial budaya individu. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rubinelli et.al., (2009) bahwa literasi kesehatan merupakan kapasitas individu yang didasarkan pengetahuan mengenai kesehatan serta mampu mengidentifikasi kredibilitas sumber informasi kesehatan. Kedua, pemahaman determinan sosial kesehatan termasuk kategori sedang yang menunjukkan bahwa masyarakat memahami eks penderita kusta sulit untuk mendapatkan pekerjaan dikarenakan kondisi cacat yang mereka alami. Namun sebagian besar masyarakat tidak membantu eks penderita kusta untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan berbagai alasan yang menunjukkan masyarakat tidak membantu eks penderita kusta seperti masih adanya rasa takut untuk memperkerjakan eks penderita kusta sebagai karyawan seperti ada bantuan dari pemerintah sebagai modal bagi eks penderita kusta. Umumnya memahami determinan sosial kesehatan adalah untuk mengetahui kesehatan yang buruk dan kesenjangan (Popay et al., 2003). Selain itu, mengenai hidup bersih dan sehat masyarakat memahami terkait dengan mencegah penyakit kusta. Individu memiliki dampak yang lebih besar pada kesehatan yaitu mengetahui faktor-faktor sosial kesehatan. Oleh karena itu temuan data pada penelitian ini terlihat bahwa 7.

(8) masyarakat cukup memahami determinan sosial kesehatan. Selaras dengan pendapat World Health Organization (2000) mengenai kondisi lingkungan mempengaruhi kesehatan. Hal ini lingkungan kesehatan memenuhi syarat kesehatan yaitu kondisi rumah yang memiliki suhu dan kelembaban yang tidak tinggi dan tidak rendah, keadaan pencahayaan yang cukup di siang dan di malam hari. Ketiga, tindakan kolektif menunjukkan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial baik kegiatan desa maupun kegiatan sosial yang bersifat pribadi, hal ini menunjukkan kategori rendah. Menurut Harpham, et al. (2002) mengungkapkan tindakan kolektif berkaitan dengan hubungan sosial individu dengan kelompok sosial seperti pada umumnya orang-orang sekitar untuk bersedia membantu tetangga. Sehingga tergabung dengan tetangga untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan untuk masyarakat sehat dan sejahtera. Dari hasil penelitian diatas mengilustrasikan bahwa masyarakat kurang memiliki hubungan sosial dengan eks penderita kusta yang dibuktikan dari sebagian besar masyarakat tidak ikut partisipasi kegiatan yang ada di desa dan kegiatan sosial lainnya. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Abbott (2010) menyatakan bahwa individu yang memiliki tindakan kolektif dapat berupa turut serta partisipasi dalam berbagai jenis kegiatan sosial yang ada di masyarakat seperti pemungutan suara, pengamat burung bahkan paduan suara yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi sosial di masyarakat. 2.. Total Penerimaan Masyarakat Tabel di bawah ini menunjukkan total skor tingkat penerimaan. masyarakat pada eks penderita kusta di Kampung Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto, berikut tabelnya:. 8.

(9) Tabel 2 Total Penerimaan Masyarakat No.. Penerimaan Masyarakat. Keterangan. 1 2. 3. Intensitas Interaksi dengan Eks Penderita Kusta. 4. 5. 6. Sikap Masyarakat dalam Memberikan Bantuan. 7 8 9. Jenis Partisipasi dalam Kegiatan Sosial. Interaksi dengan eks penderita kusta (dengan kontak tubuh) Nyaman dengan kehadiran eks penderita kusta di lingkungan sekitar (tidak dengan kontak tubuh) Menerima eks penderita kusta yang meninggalkan bekas cacat ringan hingga parah (tidak dengan kontak tubuh) Interaksi dengan eks penderita kusta yang meninggalkan bekas cacat parah (tidak dengan kontak tubuh) Nyaman menjadikan eks penderita kusta sebagai teman untuk bersosialisasi (tidak dengan kontak tubuh) Memberikan bantuan bagi eks penderita kusta untuk mendapatkan perkerjaan Nyaman menjadikan eks penderita kusta sebagai rekan kerja Menghadiri undangan hajatan dari keluarga eks penderita kusta. Mengundang eks penderita kusta Total Kategori Sumber: Olahan data peneliti. Mean. Kategori. 3,08. Sedang. 3,61. Tinggi. 3,64. Tinggi. 3,42. Tinggi. 3,34. Tinggi. 1,70. Sangat Rendah. 1,70. Sangat Rendah. 1,68. Rendah. 1,56. Rendah 2,63 Sedang. Berdasarkan Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa total rata-rata keseluruhan adalah sebesar 2,63 termasuk dalam kategori sedang. Pertama, dilihat dari intensitas masyarakat berinteraksi dengan eks penderita kusta termasuk dalam kategori sedang. Temuan penelitian yang dilakukan oleh Sulidah (2016) menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kusta masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari sikap masyarakat yang cenderung negatif dan diskriminasi pada penderita kusta. Dari sikap negatif ini yang membuat seseorang tidak memberikan kesempatan pada penderita kusta untuk masuk ke dalam kelompok mereka. Kelompok sosial yang tidak menerima seseorang di dalam sebuah komunitasnya akan memperlakukan secara buruk. Begitu juga sebaliknya, seseorang senang dalam berinteraksi dengan orang lain yang baru. 9.

(10) masuk ke dalam kelompok.Kedua, sedikitnya masyarakat yang menerima eks penderita kusta dalam memberikan bantuan untuk mendapatkan pekerjaan. Ketiga, mengenai menghadiri undangan hajatan dari eks penderita kusta menujukkan kategori rendah. Begitu juga masyarakat tidak mengundang eks penderita kusta dalam acara hajatan. Sesuai dengan pendapat Hurluck (1997) bahwa penerimaan masyarakat dapat dilihat dari perlakuan yang diberikan kepada orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Perlakukan menerima ditunjukkan dengan sikap positif pada orang lain, begitu juga sebaliknya sikap negatif diberikan untuk menunjukkan bahwa orang lain tidak diterima dalam lingkungan sekitarnya. Terlihat dari kesedian masyarakat yang kurang membantu eks penderita kusta menunjukkan bahwa masih terdapat masyarakat yang tidak menerima eks penderita kusta di lingkungan. 3.. Hasil Tabulasi Silang Literasi Kesehatan dan Penerimaan Masyarakat Tabel di bawah ini menunjukkan keterkaitan antara literasi kesehatan dan. penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta di Kampung Kusta Sumberglagah Kabupaten Mojokerto, berikut tabelnya: Tabel 3 Hasil Tabulasi Silang Literasi Kesehatan dan Penerimaan Masyarakat Penerimaan Masyarakat Rendah Tinggi. Total. 10. 42. 60. 2%. 10%. 42%. 60%. 2. 18. 14. 28. 2%. 18%. 14%. 28%. 4. 4. 8. 12. 4%. 4%. 8%. 12%. 8. 32. 60. 100. % of total 8% 32% 60% Sumber : Kuesioner no.7 s.d. no.32 dan no.33 s.d no.40. 100%. % of Total Sedang. Count % of Total. Kritis Rendah. Count % of Total. Total. Tinggi. 2. Literasi Kesehatan. Count. Sedang. Count. Pada tabel diatas mengenai keterkaitan literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat menunjukkan literasi kesehatan rendah maka penerimaan masyarakat. 10.

(11) rendah 4%. Ketika literasi kesehatan meningkat menjadi sedang maka penerimaan masyarakat juga meningkat menjadi sedang 18%. Tabel di atas sesuai dengan teori Green yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi perilaku, yang didukung oleh tiga aspek yaitu penilaian informasi, determinan sosial kesehatan dan tindakan sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Chinn (2011). Hal yang mendominasi dari ketiganya adalah tindakan kolektif dikarenakan keterlibatan masyarakat secara langsung dapat meningkatkan literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Baker et al., (2002) bahwa ketika literasi kesehatan rendah dapat diartikan bahwa individu kurang memahami mengenai informasi kesehatan terutama informasi penyakit kronis. Kemampuan individu dalam memahami masalah kesehatan dapat mengambil keputusan dengan baik terlihat dari pemahaman mengenai informasi penyakit kusta. Kickbush etal., (2013) menyatakan bahwa literasi kesehatan sebagai aset bagi individu dan komunitas, sebagaimana literasi kesehatan seperti penyembuhan dan kesejahteraan individual dan komunitas. Seseorang dengan literasi kesehatan memperoleh dan menggunakan informasi mengenai kesehatan untuk mengambil keputusan berdasarkan lingkungan sosial seperti tempat tinggal dan tindakan sosial yang dapat memperbaiki lingkungan sosial. Dengan menggabungkan sumber daya sosial yang tepat maka literasi kesehatan dapat menjadi aset yang akan mendukung orang untuk menjadi lebih kuat yaitu mudah dalam beradaptasi, pemulihan kesehatan dan bangkit kembali meskipun mengalami kesulitan atau perubahan. Dari tabel diatas sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jorm (2000) mengungkapkan bahwa literasi kesehatan jiwa yang rendah dapat menghambat penerimaan masyarakat dan kurangnya perawatan kesehatan jiwa. Banyak orang yang memiliki gangguan jiwa akan menolak untuk membantu diri sendiri dan tidak menerima dukungan yang sesuai dari masyarakat. Oleh karena itu, literasi kesehatan yang tinggi akan mendorong peningkatan penerimaan. 11.

(12) masyarakat pada eks penderita kusta. Rogers Everett M and F Flody Shoemaker memberikan pandangan bahwa individu dapat mengadopsi sikap dan perilaku melalui ide-ide baru dengan mengkomunikasikan kepada suatu kelompok masyarakat yang berdampak pada pengetahuan, sikap maupun perilaku. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kusta, menunjukkan bahwa dengan menunjukkan sikap dan perilaku positif pada eks penderita kusta. Pendapat ini mempertegas bahwa perubahan sikap dan perilku individu berbanding lurus dengan peningkatan literasi kesehatan. Semakin tinggi literasi kesehatan masyarakat maka semakin meningkat pula penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat termasuk ke dalam kategori sedang yang diperoleh dari nilai rata – rata sebesar 3,09. Literasi kesehatan yang dilihat dari penilaian informasi mengenai penyakit kusta tergolong kategori tinggi, pemahaman determinan sosial kesehatan tegolong kategori sedang dan tindakan kolektif tegolong kategori rendah. Kemudian untuk penerimaan masyarakat pada eks penderita kusta termasuk ke dalam kategori sedang dengan nilai rata – rata 2,63. Serta hasil tabulasi silang literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat menunjukkan bahwa semakin tinggi literasi kesehatan maka semakin tinggi pula penerimaan masyarakat bahwa terdapat keterkaitan antara literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat yang dilihat dari hasil tabulasi silang yang paling mendukung untuk meningkatkan literasi kesehatan dan penerimaan masyarakat adalah tindakan kolektif. DAFTAR PUSTAKA 1.. Abbot, S. 2010. Social Capital and Health: the Role of Participation. Social Theory & Health, 8, 51-65.. 2.. Angermeyer, M.C. and Matschinger, H., 2003. The stigma of mental illness: effects of labelling on public attitudes towards people with mental disorder. Acta Psychiatrica Scandinavica, 108(4), pp.304-309.. 12.

(13) 3. Baker, D.W., Gazmararian, J.A., Williams, M.V., Scott, T., Parker, R.M., Green, D., Ren, J. and Peel, J., 2002. Functional health literacy and the risk of hospital admission among Medicare managed care enrollees. American journal of public health, 92(8), pp.1278-1283. 4.. DeWall, C.N. and Bushman, B.J., 2011. Social acceptance and rejection: The sweet and the bitter. Current Directions in Psychological Science, 20(4), pp.256-260.. 5.. Chinn, D., 2011. Critical health literacy: A review and critical analysis. Social science & medicine, 73(1), pp.60-67.. 6.. Harpham, T., Grant, E. and Thomas, E., 2002. Measuring social capital within health surveys: key issues. Health policy and planning, 17(1), pp.106111.. 7.. Hurlock, Elizabeth B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Edisi Kelima: Erlangga.. 8.. Ishikawa, H., et.al. 2008. Measuring Functional, Communicative And Critical Health Literacy Among Diabetic Patien. American Diabetes Association.. 9.. Jorm, A.F., 2000. Mental health literacy: Public knowledge and beliefs about mental disorders. The British Journal of Psychiatry, 177(5), pp.396-401.. 10. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2017. Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto. 11. Kickbush, I., Pelikan, J.M., Apfel, F. and Tsouros, A.D., 2013. Health literacy: the solid facts. et al. Health literacy: the solid facts. Copenhagen: World Health Organization (WHO), Regional Office for Europe. 12. Kido, Y., Kawakami, N., Miyamoto, Y., Chiba, R. and Tsuchiya, M., 2013. Social capital and stigma toward people with mental illness in Tokyo, Japan. Community mental health journal, 49(2), pp.243-247. 13. Kitchener, B.A. and Jorm, A.F., 2002. Mental health first aid training for the public: evaluation of effects on knowledge, attitudes and helping behavior. BMC psychiatry, 2(1), p.10.. 13.

(14) 14. Nutbeam, D., 2000. Health literacy as a public health goal: a challenge for contemporary health education and communication strategies into the 21st century. Health promotion international, 15(3), pp.259-267. 15. Nutbeam, D., 2008. The evolving concept of health literacy. Social science & medicine, 67(12), pp.2072-2078. 16. Pemerintah Kabupaen Mojokerto, Kecamatan Pacet. Profil Desa Tanjung Kenongo 2018. 17. Purwaningsih, Heni. 2013. Pola Interaksi Sosial Antara Masyarakat Eks Penderita Kusta Perkampungan Rehabilitas Kusta Donorejo Dengan Masyarakat Padukuhan Juwet, Desa Banyumanis, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Jepara. 18. Rogers, E.M., Shoemaker, F.F. and Hanafi, A., 1981. Memasyarakatkan ideide baru. Usaha Nasional 19. Santosa, K.S., 2012. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kemelekan Kesehatan Pasien Klinik Dokter Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kiara. Universitas Indonesia. Jakarta. 20. Shobihah, P.I., 2014. Politik Identitas Eks Penderita Kusta Dusun Sumberglagah. Jurnal Pradigma. Vol 2(1). 21. Sulidah, S., 2016. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terkait Kusta Terhadap Perlakuan Diskriminasi Pada Penderita Kusta. Medika Respati, 11(3). 22. Van Brakel, W.H., Sihombing, B., Djarir, H., Beise, K., Kusumawardhani, L., Yulihane, R., Kurniasari, I., Kasim, M., Kesumaningsih, K.I. and WilderSmith, A., 2012. Disability in people affected by leprosy: the role of impairment, activity, social participation, stigma and discrimination. Global health action, 5(1), p.18394. 23. Yonathan. Widodo,. 2011.. Pak. Jono. Punya. Cerita. dalam. video.. www.pedulidisabilitas.org diakses pada tanggal 13 Februari 2019. 24. https://www.who.int/social_determinants/thecommission/finalreport/key_con cepts/en/ diakses pada tangga 1 Mei 2019 Pukul 06.00 WIB.. 14.

(15)

Gambar

Tabel  di  bawah  ini  menunjukkan  total  skor  tingkat  literasi  kesehatan  masyarakat pada eks penderita kusta di Kampung Kusta Sumberglagah Kabupaten  Mojokerto  yang  dilihat  dari  3  aspek  yaitu  penilaian  informasi,  pemahaman  determinan sosial
Tabel 2 Total Penerimaan Masyarakat
Tabel 3 Hasil Tabulasi Silang Literasi Kesehatan dan  Penerimaan Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan demikian, sangat

Oozie clients, users, and other applications interact with the Oozie server using the oozie command-line tool, the Oozie Java client API, or the Oozie HTTP REST API.. The oozie

Lima meter kubik (M3) lumpur dikuras Petugas Prasarana Sarana umum (PPSu) dari saluran setempat yang belasan tahun diserobot pedagang.. “Usai ditertibkan kemarin (Rabu,4/11)

Tetapi, verba dalam konstruksi verba proses dan obyek yang diikuti oleh pelengkap derajat baik pelengkap derajat adjektival maupun pelengkap derajat verbal, atau pelengkap akhir

H6: Jumlah kasus kekurangan penerimaan mempunyai pengaruh negatif terhadap penentuan Opini BPK atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Ketidakpatuhan terhadap

a) Variabel Kepemilikan manajerial pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 yang diukur dengan jumlah

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan (Suryani, 2010) Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel struktur kepemilikan institusional, kepemilikan