15
ANALISIS TOTAL KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP SERUNI RSUD dr.M.YUNUS BENGKULU
Yusmidiarti1), dan Gamaiwarivoni Wachidin2) 1,dan2jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes KemenKes Bengkulu
Jl. Indra Giri No 3 Padang Harapan Bengkulu Telp (0736) 341212 fax 0736 21514,25343 e-mail : poltekkes_bengkulu@yahoo.com Website www.poltekkes-bengkulu.ac.id
ABSTRACT
Human activities in space affect the amount of bacteria in the air rate. Based on previous studies dated 22 to 25 January 2010, which is done by Djusmalinar and Indri Andriani, found 32 patients postoperative wounds. Of the 32 people who suffered postoperative wound infections as many as 16 people, with the sign of increased body temperature, redness accompanied by pain in the wound, swelling around the stitches, as well as an increase in leukocytes, possible occurrence of nosocomial infections. The purpose of the study to determine the total amount of air in the space of air bacterial total figure inpatient Seruni room hospital dr.M.Yunus Bengkulu. This type of research is descriptive using observation and Library Studies. Samples were inpatient room Seruni class II Hospital dr.M.Yunus Bengkulu Sampling was done by simple random method that room number 5, 6, 7,12 and 13, and using a petri dish placed on the Omega Air Test tool while taking measurements Lighting , temperature, and humidity in the room inpatient hospital Chrysanthemum dr.M.Yunus Bengkulu. The results of the study the total number of rooms air bacterial total CFU/m3 5 = 533, 6 = 1632 CFU/m3 room, room CFU/m3 7 = 415, 12 = 169 CFU/m3 room, and room 13 = 257 CFU/m3. Conclusion The total number of bacteria in the air inpatient hospital Seruni dr.M.Yunus Bengkulu 40% of the studied sample exceeds the threshold value. Hospital managers are advised dr.M.Yunus Bengkulu SOP should make about the number of visitors every room, as well as attention to environmental factors, especially in the inpatient ward Seruni space.
Keywords: air quality, air bacterial total, Nosocomial.
PENDAHULUAN
Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita ada yang menghuni tanah, air, dan udara. Studi tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya
disebut ekologi mikroba. Ekologi
merupakan bagian biologi yang
berkenaan dengan studi mengenai
hubungan organisme atau kelompok
organisme dengan lingkungannya.
15 lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Udara dapat dikelompokkan menjadi udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat
mempengaruhi kesehatan manusia,
karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan. Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan (Krisno, 2011). Udara bukan merupakan habitat asli dari mikroba, tetapi udara sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas
permukaan bumi mengandung
bermacam-macam jenis mikroorganisme dalam jumlah yang beragam. Peran udara dapat juga sebagai sarana infeksi
nosokomial (infeksi rumah sakit).
Bidang-bidang terapan dari
mikrobiologi udara adalah pada bidang
kesehatan, bidang industry, ruang
angkasa, dan lain-lain (Faridha, 1999). Dilihat dari hal diatas, jelaslah
bahwa mikrobiologi lingkungan
merupakan salah satu bidang
mikrobiologi terapan. Sebagai ilmu terapan, maka secara langsung jasad-jasad yang terdapat di dalamnya berperan dalam lingkungan hidup, yang terutama terdiri dari tanah, air, dan udara. Bahkan perananan mikroba dalam lingkungan hidup pada saat sekarang adalah sebagai jasad yang secara langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lingkungan; dan juga baik jasad yang secara langsung maupun secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan (Dep Kes RI, 2007).
Sebenarnya tidak benar-benar ada organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung begitu saja di udara. Flora
mikroorganisme udara terdiri atas
organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme,
kehadirannya hampir selalu dapat
ditunjukkan dalam cuplikan udara. Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat
debu dan tetesan cairan, yang
kesemuanya ini mungkin dimuati
mikroba.
Untuk mengetahui atau
memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut K. Sebayang (2010) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan.
Jumlah dan macam
mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang
15 ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah
mikroorganisme menurun secara
menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian
(altitude) yang tinggi. Jumlah
mikroorganisme yang mencemari udara
juga ditentukan oleh sumber
pencemaran di dalam lingkungan,
misalnya dari saluran pernapasan
manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes
cairan berukuran besar dan
tersuspensikan, dan dalam “inti tetesan” yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap.
Organisme yang memasuki
udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan
hidup selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan, bahkan lebih lama lagi.
Nasib akhir mikroorganisme yang
berasal dari udara diatur oleh
seperangkat rumit keadaan di
sekelilingnya (termasuk keadaan
atmosfer, kelembaban, cahaya matahari
dan suhu), ukuran partikel yang
membawa mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer.
Berdasarkan penelitian sebelumnya
tanggal 22 – 25 Januari 2010 yang di lakukan oleh (Djusmalinar, Indri
Andriani, 2010) penelitian ini
ditemukan 32 orang pasien luka post operasi. Dari 32 orang tersebut yang mengalami infeksi luka post operasi sebanyak 16 orang, yaitu Appendiktomy
8 orang, Herniatomy 5 orang,
Laparatomy 3 orang, dengan
tanda-tanda suhu badan meningkat,
Kemerahan disertai nyeri pada luka, bengkak disekitar jahitan, serta terjadi
peningkatan leukosit. Diperkirakan
penyebab infeksi luka post operasi tersebut dikarenakan perawatan luka yang dijalankan oleh perawat belum
seluruhnya sesuai dengan standar
praktek keperawatan yang telah
diterapkan dikarenakan di rumah sakit M. Yunus Bengkulu khususnya ruang seruni tidak terdapat cara kerja (protap) suatu tindakan perawatan, salah satunya adalah protap perawatan luka post operasi. Protap ini diperlukan, karena
jka seorang perawat yang tidak
melaksanakan tindakan keperawatan yang tidak sesuai dengan protap bisa saja menyebabkan infeksi luka post operasi.
Dari permasalahan tersebut
maka, penulis tertarik untuk mengetahui Jumlah Total Kuman Udara di Ruang Rawat Inap Seruni RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun 2013.
METODE DAN BAHAN
Penelitian ini menggunakan observasi dan studi pustaka. Sampel penelitian adalah ruang rawat inap seruni kelas II RSUD dr.M.Yunus
Bengkulu Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode acak
sederhana yaitu kamar nomor 5, 6, 7,12 dan 13, dan menggunakan cawan petri yang diletakkan pada alat Omega Air Test sambil melakukan pengukuran Pencahayaan, Suhu, dan Kelembaban didalam ruang rawat inap Seruni RSUD dr.M.Yunus Bengkulu.
ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA A. Alat : Pipet ukur , Cawan petri,
15 glass, Hot plate, Petri disk,
Autoclave, Laminer air
flow, Spatula, Lampu
bunsen
B. Bahan : 1. Media PCA, 2. Aquadest, 3. alkohol 70%
C. Cara Kerja pembuatan media agar ( PCA )
1) Alat di sterilkan terlebih dahulu ( pipet ukur 10 ml, cawan petri )
2) Timbang media sesuai
perhitungan
3) Larutkan media dalam Beker
Glass tambahkan aquadest
sampai batas tergantung
kebutuhan diatas Hot Plate
sambil di aduk. Sudah larut masukan kedalam erlenmeyer. 4) Panaskan media pada Autoclave
sampai mendidih, sebelumnya tutup bagian atas erlenmeyer dengan Alumunium foil ( sampai steril )
5) Kemudian, diangkat lalu tanam media di Laminer Air Flow
6) Hidupkan Laminer Air Flow
7) Sterilkan tangan dengan alkohol 70%, hidupkan bunsen
8) masukkan media dari erlenmeyer
dengan pipet ukur dan tanam
media dengan Petri Disk
(sediaan tipis ) sebanyak 20 ml tutup setengah Petri Disk.
9) kemudian ditunggu sampai
kering ( membeku )
10) setelah itu, langsung ketempat
titik sampel dan lakukan
pengambilan sampel dengan alat omega.
Cara kerja Omega Air Test 1) Sterilkan alat
2) Cuci tangan dengan alkohol 70%
3) Masukkan cawan ke alat
4) Hidupkan alat
5) Sediaan tipis
6) Ambil sampel
7) Klik menu, menu 2, choser,
volum, record, star
8) Alat akan otomatis mati sendiri
9) Masukkan cawan petri kedalam
incubator dengan suhu 370C selama 2 x 24 jam
10) Lalu lihat di koloni counter HASIL
Analisis univariat dilakukan
untuk mengetahui jumlah total angka kuman udara pada ruangan rawat inap Seruni RSUD dr.M.Yunus Bengkulu. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini
Tabel 1. Jumlah Total Angka Kuman Udara Di RSUD dr.M.Yunus Bengkulu Ruang Seruni kelas II.
No Kamar Kelas Jumlah angka
kuman
1 Kamar 5 luka bakar II 533 CFU/m3
2 Kamar 6 pasca bedah operasi II 1632 CFU/m3
3 Kamar 7 pasca bedah operasi II 415 CFU/m3
4 Kamar 12 pasca bedah operasi II 169 CFU/m3
5 Kamar 13 pasca bedah operasi II 257 CFU/m3
Hasil pengukuran suhu,
kelembaban dan pencahayaan di Ruang
Seruni kelas II RSUD dr.M.Yunus Bengkulu dapat dilihat pada tabel 2
15
Tabel 2. Hasil pengukuran suhu, kelembaban dan pencahayaan di RSUD dr.M.Yunus Bengkulu ruang Seruni kelas II
No Kamar Kelas Suhu Kelembaban Pencahayaan
1 Kamar 5 Luka bakar II 30,5oC 69,4 % 216,4 LUX 2 Kamar 6 pasca bedah operasi II 30,8oC 74.3% 169,8 LUX 3 Kamar 7 pasca bedah operasi II 30,2oC 76,9% 207,2 LUX 4 Kamar 12 pasca bedah operasi II 31,3oC 73,2% 274 LUX 5 Kamar 13 pasca bedah operasi II 32,2oC 67,0% 206,8 LUX PEMBAHASAN
Standar angka kuman udara yang
diperbolehkan adalah yaitu pada
ruangan Seruni kamar luka bakar 200 CFU dan kamar pasca bedah operasi 200-500 CFU, sehingga sesuai dengan hasil penelitian total angka kuman udara di RSUD dr.M.Yunus pada ruangan Seruni terbukti bahwa 40% sampel total angka kuman udaranya melebihi standar
ambang batas Kepmenkes RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004. Total
angka kuman udara di RSUD
dr.M.Yunus Bengkulu pada ruangan Seruni yang diteliti rata-rata 197,80 CFU. Hal ini dianggap masih dibawah
standar ambang batas menurut
Kepmenkes RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 data
tersebut dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Rata-Rata Total Angka Kuman Udara Total angka kuman udara CFU/m3 Mean Media n
Minimum Maximum Std.Devisiasi
687,25 474.00 169 1632 647,829
Hasil penelitian yang didapatkan pada ruangan Seruni Kamar nomor 5 (luka bakar) yaitu 533 CFU/m3, kamar
nomor 6 yaitu 1632 CFU/m3, kamar nomor 7 yaitu 415 CFU/m3, kamar nomor 12 yaitu 169 CFU/m3, kamar
nomor 13 yaitu 257 CFU/m3. Faktor penyebab tingginya nilai total angka
kuman udara pada kamar nomor 5 (luka bakar) adalah uhu, kelembaban, dan
pencahayaan menurut standar
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
pada ruang luka bakar suhu (24-26oC), kelembaban (35-60%), pencahayaan (100-200 Lux) untuk ruang kamar pasca
15 kelembaban ( 45-60% ), pencahayaan (100-200 Lux) kamar nomor 6 suhu (
30,80C ), kelembaban (74,3% ),
pencahayaan (169,8 LUX) sehingga
dapat memungkinkan terjadinya
penyakit Infeksi Nosokomial pada pasien.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
Dari hasil penelitian,
pengukuran, dan analisis total angka kuman udara di kamar nomor 5 dan
nomor 6 ruang Seruni RSUD
dr.M.Yunus Bengkulu yang tidak
memenuhi standar ambang batas kamar nomor 5 ( 226 CFU/m3 ) dan kamar nomor 6 ( 1632 CFU/m3 ).
SARAN
Disarankan untuk
menanggulangi atau mencegah
tingginya angka kuman udara di ruang Seruni khususnya kamar nomor 5 (luka bakar), maka diharapkan kepada instansi menempuh beberapa tindakan, antara lain hendaknya pihak rumah sakit
membuat SOP ( standar operation
procedur ) untuk mengatur jam
kunjungan dan membatasi jumlah
pengunjung dalam ruangan pasien agar dapat membantu proses penyembuhan atau pemulihan pasien tersebut, pihak
rumah sakit lebih memperhatikan
bangunan fisik ruang rawat inap antara lain sistem Pencahayaan, Suhu dan Kelembaban.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2007. Tentang cara
penularan infeksi.
epository.usu.ac.id/bitstrea m/.../ Chapter%20II.pdf. Diunduh 15 januari 2013 pukul 20.30
Faridha, Betty. 1999. Sumber infeksi
rumah sakit.
www.library.upnvj.ac.id/p df/.../ bab2.pdf. Diunduh 11 januari 2013 pukul 20.00
Kepmenkes. 2004. Tentang standar pelayanan minimal bidang
kesehatn di Kabupaten/Kota. www.depkes.go.id/.../perm enkes%20512.pdf. Diunduh 23 januari 2013 pukul 21.00 K Sebayang, 2010. Hubungan
Pemakaian Infus Dengan
Kejadian Infeksi
Nosokomial di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Jakarta.
Jakarta : Universitas
Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta.
Krisno, 2011. Faktor Penyebab
Tingginya Angka Kuman Udara.
nuymutmut.blogspot.com/.. ./mikrobiologi-udara.html. Diunduh 28 april 2013 pukul 20.30