• Tidak ada hasil yang ditemukan

C.{ :) F. z :) 'ci. .ri. a.i _E te. 0i - h ro. i E l* i Er. * E 3E i.5 o. :-E oo.g +i. O O f Ce. E? E jr. o)e!^ O ts. .: tr. f t{oe.r' d\. i\v\ .

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "C.{ :) F. z :) 'ci. .ri. a.i _E te. 0i - h ro. i E l* i Er. * E 3E i.5 o. :-E oo.g +i. O O f Ce. E? E jr. o)e!^ O ts. .: tr. f t{oe.r' d\. i\v\ ."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

lL,l

o

io

o _b D

=

,^

o

3 .g u. ,h o q o

.:

tr :).

,

o o

=

tr o o o ro 3

3

(u

v3

.6E

o-o

.9€

go

a6

s

E

iE

-e

€o

O O f Ce

.ri

E?

E

jR

s,

:-E

.g

+i

E

oo

o)E

!^

O

ts

0i

-

h

ro

a

€.i

_E

tE

i

E

l*

i

Er

*

E

3E

i

€E

.5

o

oE

b

ol<

h

A

Et

.fr

.=r

c,

tE

6

5E

ft

it

-9

..,€

t

-E!

P

E;

ob

i

EE

>-O

tr

60-otr

6

-g

E.E

o

o

aa<

a

i5

EE

.EP

9(,

Ero

E F

:

o .= F o tn g o u 'ci C6

g

0) u/ |i{ CN .g tr o)

a

t*il ,+4

.EN\

d\.

i\V\

f

t{oe.r'

ih

rB

(2)

1 | P a g e

REVITALISASI KEBUDAYAAN MELAYU

DENGAN MEMPERKASAKAN BAHASA MELAYU

DALAM TATANAN GLOBAL

Dr. Noor Efni Salam, M.Si.

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Riau

E-mail: efnisalam@gmail.com

Pendahuluan

Komunikasi dan budaya merupakan dua konsep yang berbeda. Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal Mulyana (2004:3), sedangkan budaya menurut Trenholm dan Jensen (dalam Mulyana, 2004: 15) merupakan seperangkat nilai, kepercayaan, norma dan adat istiadat, aturan dan kode, yang secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka kesadaran bersama. Jadi budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya (Mulyana, 2006: 18).

Walaupun keduanya memiliki kosep yang berbeda, namun antara komunikasi dan budaya merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan, karena setiap praktik komunikasi pada dasarnya suatu representasi budaya,

sehingga T. Hall menyebutnya culture is communication and communication is culture.

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi, akan tetapi pada gilirannya budaya yang terciptapun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya bersangkutan (Mulyana, 2004 : 14).

Dalam kehidupan sehari-hari kita budaya memegang peranan yang sangat besar. Apa yang kita bicarakan; bagaimana membicarakannya; apa yang kita lihat;

(3)

2 | P a g e

perhatikan atau abaikan; bagaimana kita berfikir; dan apa yang kita fikirkan dipengaruhi oleh budaya kita (Mulyana, 2004:15). Budaya telah ada sebelum kita lahir, tak terkecuali budaya Melayu. Oleh karena itu jika kita mengkaji masalah budaya tentunya tidak terlepas dari sejarah atau peristiwa-peristiwa budaya yang dialami oleh masyarakat yang bersangkutan di masa silam.

Kejayaan Masyarakat dan Budaya Melayu Di Masa Silam

Pada abad ke-16 hingga abad ke-18 masyarakat dan kebudayaan Melayu pernah mengalami masa-masa kejayaan. Periode ini ditandai oleh dominasi orang Melayu di bidang perdagangan dan mengontrol pelayaran, mempunyai kekuasaan dan pengaruh politik yang amat besar, dengan semangat misi keagamaan. Mereka adalah orang-orang yang berbudi, terpelajar, arsitek tata internasional yang mengontrol lebih dari separuh bola dunia waktu itu (Mahdini, 2003: 93). Selain itu dapat dibuktikan dengan adanya pusat-pusat kebudayaan berupa kerajaan-kerajaan yang berdiri baik di Sumatra Timur (Riau) maupun di Semenanjung Malaka yang hingga kini masih dapat dilihat jejak-jejaknya. Kisah-kisah kejayaan tersebut sedikit banyak tergambar pula dalam cerita-cerita berupa kisah-kisah kepahlawanan Hang

Tuah atau dalam buku Sejarah Melayu. Dalam Sejarah Melayu tersebut disebutkan

bahwa masyarakat Melayu telah memiliki kerajaan yang berwibawa, cara dan tata kehidupan serta hukum yang berlaku didukung sepenuhnya oleh masyarakat Melayu. Selain itu memiliki aspek-aspek simbolik kebudayaan yang cukup lengkap sebagai bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan ini dapat pula dibuktikan dari keberadaan cara hidup bermasyarakat dalam sistem bahasa, sistem berpakaian, sistem perumahan, sistem makanan dan sebagainya (Suwardi, 2003:52).

Pada abad ke-19 penjajahan Belanda “memainkan” peranannya dalam bidang

politik dan ekonomi, sehingga masyarakat Melayu mengalami berbagai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Masyarakat Melayu saat itu kehilangan eksistensinya akibat hegemoni kolonial yang semakin dominan. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Melayu di Riau pun pada saat itu semakin memburuk dan tidak ada upaya untuk pemulihan setelah berada di payung

(4)

3 | P a g e

kekuasaan (Harian Riau Pos, 2007). Keterbatasan tersebut disebabkan penjajah

kolonial memaksa penduduk pribumi untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan penjajah kolonial, khususnya di bidang ekonomi, sehingga kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan langsung dengan kebutuhan lokalitas dan

kebudayaan terabaikan. Salah satu “penindasan” yang paling hakiki dialami

masyarakat Melayu pada waktu itu adalah penghancuran nilai, moral dan

peradaban, sehingga orang Melayu kehilangan jati dirinya (Harian Riau Pos, 2007).

Akan tetapi, di ujung abad ke-19, seperti diperlihatkan dalam tulisan Abdul Kadir Munsyi, ada upaya masyarakat Melayu mencoba menemukan dan mengembalikan identidas budayanya sebagai satu sistem kebudayaan yang layak dikembangkan dan dilestarikan. Demikian pula Raja Ali Haji salah seorang tokoh masyarakat Riau melakukan perlawanan terhadap hegemoni kolonial tersebut dengan sebuah

gerakan yang disebut “gerakan kebudayaan”.

Setelah Indonesia merdeka, secara politik dan geografis kebudayaan Melayu terbagi dua, yakni Melayu Riau yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Melayu Malaysia yang tergabung dalam kerajaan Melayu di Malaysia. Di kemudian hari, berdiri pula kerajaan yang berbasis budaya Melayu, yakni kerajaan Brunei Darussalam di Kalimanatan Utara. Seiring dengan proses perjalanan waktu, kebudayaan Melayu di Riau mengikuti alur dan menyesuaikan perkembangan kebudayaan di Indonesia. Sementara itu, kebudayaan Melayu di Malaysia dan Brunei Darussalam mengalami perkembangan tersendiri sesuai dengan dinamika sejarah yang terjadi di negara tersebut.

Budaya Melayu (Riau) dan Globalisasi

Globalisasi merupakan kondisi masyarakat yang ditandai dengan proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia di satu sisi dan kesenjangan tingkat kehidupan antara masyarakat industri dan masyarakat dunia ketiga (yang pernah dijajah Barat dan mayoritas hidup dari pertanian. Globalisasi juga digunakan untuk menyebut gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia

(5)

4 | P a g e

budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini.

Globalisasi secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak budaya tidak perlu melalui kontak fisik karena kontak melalui media telah memungkinkan. Karena kontak ini tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat massal yang melibatkan sejumlah besar orang (Klapper, 1990). Jan Aart Scholte (2001) mengamati proses globalisasi melalui lima indikator: (1) internasionalisasi, (2) liberalisasi ekonomi, (3) westernisasi, (4) demokratisasi, dan (5) deteritorialisasi.

Awal mula era globalisasi sendiri masih diperdebatkan. Setidaknya ada tiga pendapat mengenai kapan globalisasi muncul (Balaam, 2001). Yang pertama adalah masa awal merkantilisme sekitar abad ke-16 hingga ke-17. Era ini setidaknya

ditandai oleh peristiwa penting, yaitu kelahiran nation-state pasca perjanjian

Westphalia (Jackson, 2005). Dengan kelahiran negara baru ini, tentu saja kemantapan negara menjadi sesuatu yang niscaya. Padahal kondisi saat itu, negara-negara baru menerapakan proteksionisme yang ketat. Karena itu, interaksi ekonomi antara negara satu dengan yang lainnya menjadi semakin sulit.

Inilah yang kemudian memunculkan konsep baru yang disebut kolonialisme

dan imperialisme. Masa ini muncul dengan semboyan gold, gospel, dan glory (Gilpin,

1987). Negara-negara baru tersebut yang membutuhkan suntikan pemasukan ekonomi mencari wilayah-wilayah lain di luar wilayah mereka untuk dijadikan tambang emas. Namun, selain mencari emas, mereka juga membawa misi lain yaitu menyebarkan agama (secara luas bisa diartikan kebudayaan) dan juga kejayaan negara mereka.

Perjalanan melampaui negara inilah yang oleh beberapa pakar dinilai sebagai awal globalisasi. Pendapat kedua adalah masa sekitar tahun 1970-an. Pada masa ini, interdependensi ekonomi antara negara satu dengan negara yang lain semakin terasa. Perpindahan uang dari negara satu ke negara yang lain semakin cepat. Menariknya, tidak seperti hukum ekonomi, komoditi yang diperdagangkan pada

(6)

5 | P a g e

masa ini adalah uang itu sendiri. Perdagangan yang berjalan hanya melalui komputer. Masa inilah yang sering pula disebut dengan masa pasar saham. Perkembangan ekonomi yang semakin canggih ini ternyata berkaitan erat dengan bidang-bidang kehidupan lainnya. Salah satu persyaratan dalam masa ini adalah adanya liberalisasi di setiap bidang. Tanpa adanya sebuah liberalisasi, suatu negara akan terkucil dari pergaulan internasional serta akan mengalami kesulitan-kesulitan tersendiri. Implikasinya, liberalisasi ini akan mengubah system politik suatu negara dan juga karakter masyarakatnya. Masa liberalisasi inilah yang disebut sebagai masa awal globalisasi.

Pendapat ketiga adalah masa ketika internet mulai berkembang pada 1990-an. Melalui internet, transaksi belanja antara satu orang dengan perusahaan lain di luar negara dapat terjadi. Melalui internet pula, arus informasi dan komunikasi semakin tidak terbendung. Internet dapat pula memengaruhi kebijakan politik suatu negara. Pendek kata, internet dapat meminimalisasi bahkan

menghapuskan peran negara (Scholte 2001). Perkembangan yang semakin canggih

ini membuat dunia seakan menjadi sesuatu yang homogen. Begitu pula dengan

shared values yang ada di masyarakat. Masa internet inilah yang oleh beberapa pakar

dinilai sebagai awal globalisasi yang nyata. Sejalan dengan perkembangan itu, nilai-nilai globalisasi semakin memengaruhi kehidupan masyarakat di dunia, tak terkeculi dalam kehidupan sosiokultural. Kebudayaan lantas harus dipaksa untuk mengakomodasi pengaruh globalisasi.

Dalam kaitannya dengan kebudayaan, globalisasi mengarah atau menciptakan integrasi berbagai pertukaran multikultural di hampir semua konteks nasional yang menghubungkan dan menumbuhkan tren menuju beraneka ragam

afiliasi budaya dan suatu „pembauran kompleks‟ identitas-identitas budaya.

Di Indonesia, gelombang globalisasi terasa seiring dengan perubahan politik yang terjadi pada era reformasi. Dalam aspek-aspek tertentu, globalisasi memang sudah dirasakan jauh sebelum era tersebut, tetapi bentuk nyata dan pengaruh yang signifikan baru dirasakan setelah terjadi reformasi besar pada seluruh aspek kehidupan Indonesia di akhir abad 20 tersebut.

(7)

6 | P a g e

Salah satu aspek nyata dari gelombang globalisasi yang dirasakan masyarakat Indonesia kini adalah menguatnya semangat peneguhan identitas berbasiskan etnis, kultur atau ras tertentu, termasuk Melayu. Menurut Hall, keberadaan kekuatan negara yang terlalu besar (seperti misalnya ketika Indonesia berada dalam rezim Orde Baru) ataupun ketika kekuatan negara melemah (di era globalisasi) sama-sama membahayakan bagi masyarakatnya. Yang pertama memunculkan adanya praktik-praktik otoritarianisme, sedangkan yang kedua memunculkan sentiment etnis dan ras.

Kini Indonesia tidak bisa menahan gelombang globalisasi yang dalam beberapa hal melemahkan negara dan yang secara bersamaan memunculkan

gerakan lokal dan global. It goes above the nation-state and it goes below it. It goes global

and local in the same moment. Global and local are two faces of the same movement from one

epoch of globalization. Meskipun dalam pengertian yang negatif, asumsi yang

diutarakan Hall bisa digunakan untuk melihat fenomena merebaknya upaya-upaya lokal di Indonesia dalam meneguhkan identitas mereka. Upaya tersebut diperlukan karena tanpa negara yang kuat, mereka membutuhkan satu identitas yang bisa memberikan identitas, mensolidkan kekuatan dan menjadi landasan kebersatuan di antara mereka. Oleh karena itu, masyarakat-masyarakat tertentu (termasuk Melayu di Riau) berlomba dengan waktu untuk merengkuh kembali unsur-unsur budaya yang bisa meneguhkan diri mereka sebagai sebuah entitas lokal tertentu.

Efek lain dari globalisasi, yang akan menjadi semakin parah dalam masyarakat yang tidak mempunyai satu identitas yang kuat sebagai pemersatu adalah melemahnya hubungan antara satu fenomena budaya dan lokasi geografisnya karena masuknya kegiatan, pengaruh, dan pengalaman dari lingkungan luar ke lingkungan kita sendiri. Dalam beberapa kesempatan, melemahnya hubungan tersebut dipandang sebagai sumber peluang, sedangkan dalam kesempatan lain, dipandang sebagai hilangnya kejelasan dan identitas. Memang, beberapa ahli menyebutkan bahwa identitas selain ditentukan oleh keutuhannya juga dikokohkan dengan keberadaan pihak lain, terutama di era global. Stuart Hall mengatakan, identitas dalam era global ditentukan oleh

(8)

7 | P a g e

kehadiran pihak lain sebagai yang berbeda. Ketika kita mengkonstruksi orang lain, maka saat itu pula identitas diri dibentuk. Dalam proses globalisasi, relasi antara identitas kultural nasional dan negara yang mengaturnya akan menghilang. Demikian pula dengan gagasan tentang formasi nasional atas ekonomi, yang semakin berada dalam tekanan. Kemajuan pada satu aspek seringkali mendesak aspek lain ke dalam kondisi yang rentan.

Kondisi inilah yang harus dihadapi setiap etnis di Indonesia, termasuk etnis Melayu di Riau, terutama dalam melestarikan budaya Melayu di pada masa-masa yang akan datang. Budaya melayu harus memiliki kekuatan dalam dirinya supaya bisa memiliki posisi yang kokoh dalam proses-proses integrasi kebudayaan itu dan menjadi satu tiang kultural dalam jaringan multikultural yang solid. Oleh karena itu, modal dasar sebagai sebuah unsur kebudayaan yang eksis perlu diperkuat. Jika tidak, yang terjadi adalah pelemahan-pelemahan yang kemudian seringkali dianggap sebagai seratus persen kesalahan dari globalisasi. Begitu banyak strategi dirumuskan yang berujung pada upaya untuk menolak atau mensterilkan diri dari globalisasi. Masyarakat dengan ideologi dan upaya demikian tidak menyadari bahwa segala tindakan justru semakin menjerumuskan mereka dalam kesulitan dan kerapuhan budaya karena globalisasi sendiri merupakan proses yang tidak bisa dicegah.

Menurut Paul S.N. (Lee 1991 dalam Goonasekera et al. 1996: 98-99) mengatakan bahwa ada 4 (empat) cara budaya lokal dalam merespons budaya asing

yang dibawa globalisasi. Pertama, parrot pattern; merupakan pola penyerapan secara

menyeluruh budaya asing dalam bentuk dan isinya, seperti halnya burung kakatua

(parrot) yang meniru secara total suara manusia tanpa memedulikan arti atau

maknanya. Kedua, amoeba pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing

dengan mempertahankan isinya tapi mengubah bentuknya, sama halnya dengan

amoeba yang muncul dalam bentuk berbeda-beda tapi substansinya tetap sama.

Contohnya, program televisi dari asing yang dibawakan pembawa acara lokal

sehingga tak mengesankan program impor. Ketiga, coral pattern; merupakan pola

(9)

8 | P a g e

isinya, sesuai dengan karakter batu karang (coral). Contohnya, lagu yang dimainkan

dengan melodi dari asing tapi liriknya menggunakan bahasa lokal. Keempat,

butterfly pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing secara total sehingga

menjadi tak terlihat perbedaan budaya asing dengan budaya lokal. Seperti halnya

metamorfosis kupu-kupu (butterly) yang membutuhkan waktu lama, pola ini juga

membutuhkan waktu lama.

Di antara keempat jenis pola itu, budaya Melayu di Riau menyerap kultur

asing dalam kemungkinan dua pola, amoeba pattern dan coral pattern, terutama

dalam mempertahankan event budaya seperti mandi balimau dan pacu jalur di

Kuantan Singing, namun demikian, penyerapan dalam dua pattern itu tidak sesempurna yang dicontohkan di atas. Misalnya, dalam rangkaian upacara mandi balimau dipertunjukkan pula konser musik terbuka. Mungkin konsep pertunjukkan musik diambil dari konsep modern yang global, tetapi jenis musik yang dipertontonkan adalah musik tradisional. Yang terjadi dalam mandi balimau adalah

gabungan antara penyerapan model amoeba pattern dan coral pattern. Di satu sisi,

bentuk baru masuk dengan isi yang sangat lokal. Di sisi lain, gagasan-gagasan lokal disampaikan dengan cara-cara yang berbeda dan baru.

Fakta yang demikian tidak bisa ditolak apalagi dicegah. Dengan sendirinya, budaya (event budaya Melayu) di Riau sudah menentukan jalan eksistensinya. Fakta ini perlu disadari sebagai sesuatu yang niscaya. Oleh karena itu, upaya pemertahanan terhadapnya harus selalu didasarkan pada fakta tersebut. Tidak bisa lagi ada penyangkalan atau upaya untuk memurnikan budaya tersebut karena justru hanya akan menghancurkannya. Bagaimanapun, akhirnya, posisi kebudayaan kontemporer harus selalu dikaitkan dengan globalisasi dan mau tidak mau merupakan bagian dari proses tersebut. Jika kesadaran ini telah diterima, akan lebih mudah bagi budaya itu sendiri untuk bertahan melawan gempuran fakta-fakta kontemporer lainnya yang lebih destruktif seperti kapitalisme dan kapitalisasi.

(10)

9 | P a g e

Jadi upaya dalam melestarikan event budaya melayu di Riau masa kini mengandung makna untuk mempertahankan keberadaannya, mengokohkan fungsi-funginya sebagai penegas identitas kultural Melayu, memperluas jangkauan keterlibatan pihak-pihak di sekitarnya, dan menyiapkan berbagai strategi dalam menghadapi perubahan konteks zaman seperti halnya dalam menghadapi globalisasi dan kapitalisasi.

Dalam kasus event budaya melayu di Riau, ada tiga lapisan strategi yang perlu disusun dan saling terkait satu sama lain menjadi sebuah sistem kultural yang solid. Strategi pertama adalah untuk mengokohkan fungsi dan posisi event budaya melayu secara internal di dalam masyarakat Melayu Riau. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam dirinya sendiri, kultural Melayu masih perlu dikuatkan dan dijelaskan lagi fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat. Secara bersamaan, perlu pula disusun dan diberlakukan strategi-strategi untuk mempertahankan event tersebut dalam perubahan zaman dan kecenderungan serta karakteristik yang menyertainya.

Simpulan

Kebutuhan untuk mengukuhkan budaya dan tantangan alam lingkungan masyarakat kontemporer mendesak masyarakat Melayu untuk melestarikankan nilai-nilai lokal dalam fungsinya sebagai sumber kebijakan yang kontekstual dan jaminan masa depan yang kompetitif. Upaya untuk mengukuhkan dan melestarikannya dilakukan, disebarkan melalui komunikasi budaya yang berlaku secara menyeluruh meliputi semua elemen masyarakat dan dalam setiap aspek kehidupannya.

Pelestarian event budaya di Riau di era globalisasi dapat dilakukan dengan cara bernegosiasi dengan perubahan social dan zaman. Jadi, untuk menghadapi tantangan globalisasi masyarakat tidak mempertahankan segala komponen atau

unsur „asli‟ dari event budaya seperti pacu jalur dan mandi balimau. Yang bisa

(11)

10 | P a g e

dan mentifak yang menyimbolkan kebudayaan Melayu. Artinya semua atribut yang muncul menyiratkan simbol tersebut. Meskipun atribut-atribut muncul dalam perkembangan yang tidak selalu murni budaya Melayu, begitu juga fungsi-fungsi dari dilaksanakannya event tersebut terus berubah. Dengan sederhana, kebudayaan Melayu sebagai identitas Melayu masyarakat Riau dapat bertahan dengan berbagai perkembangan dan transformasinya sesuai dengan perubahan zaman dan konteks ekonomi sosial politik yang melingkupinya.

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat, dkk. 2007. Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan.

Yogkayarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu

Mulyana, Dedi. 2004. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung:

Rosdakarya

Suwardi MS Koentjaraningrat, dkk. 2007. Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu

dalam Perubahan. Yogkayarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya

Referensi

Dokumen terkait

kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus, pihak kurir akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman (bank) setelah kartu diterima

Penelitian berjudul “Kontra Narasi Hoaks Ratna Sarumpaet tentang Pemukulan Wajahnya oleh Orang Asing dalam Perspektif Dekonstruksi Jacques Derrida” kira-kira memiliki

Ayam pedaging merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan pertambahan berat badan

 Project Name: TAMAN SRI TANJUNG DAHAN (3 units)  Project Name: TAMAN GADEK INDAH (3 units)  Project Name: TAMAN MUHIBBAH (30 units)  SHANTAWOOD SDN BHD.  Project

mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan

Dimohon konfirmasi ke sekolah bahwa hari Sabtu Dosen Pembimbing tdk bisa Hadir (087820215158). Konfirmasi dengan sekolah/lembaga Mitra Konfirmasi dengan sekolah/lembaga

Penjumlahan &amp; Pengurangan Matriks Perkalian Matriks TRANSFORMA SI Translasi (Pergeseran) T=(a,b) Pengertian Refleksi (Pencermina n) Terhadap sumbu x atau sumbu y Terhadap

Dari ekstraksi Nikel dengan pH bervariasi diperoleh Kex = 1.832, sedangkan untuk Cobalt, diperoleh Kex = 0.712.Kex Ni&gt; Kex Co.. sama), maka jumlah NiQn yang terbentuk lebih