• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Pedaging (Broiler)

Ayam pedaging merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan pertambahan berat badan yang sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran badan besar dengan bentuk dada yang lebar, padat dan berisi sehingga sangat efisien diproduksi. Dalam jangka waktu 5 – 6 minggu ayam broiler tersebut dapat mencapai berat hidup 1,4 – 1,6 Kg dan bila dipelihara umur 7 – 8 minggu ayam broiler dapat mencapai berat hidup 1,8 – 2,0 Kg. Secara umum ayam broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu ayam broiler lebih dapat terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 1997).

Menurut Irawan (1996) ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Jadi istilah broiler adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak dengan kandungan protein tinggi.

(2)

Tabel 1. Ciri - ciri ayam pedaging AA CP-707

Data Biologis Satuan

Bobot hidup umur 6 minggu 1.56 kg

Konversi pakan 1.93

Berat bersih 70%

Daya hidup 98%

Warna kulit Kuning

Warna bulu Putih

Sumber : Murtidjo (1992).

Ransum Ayam Pedaging

Ransum merupakan salah satu faktor yang penting untuk keberhasilan usaha pemeliharaan ayam broiler. Ransum adalah campuran bahan-bahan untuk memenuhi zat-zat ransum yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Ransum yang diberikan harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Tujuan utama pemberian ransum pada ayam untuk menjamin pertambahan berat badan yang paling ekonomis selama pertumbuhan (Rasyaf, 1995).

Menurut AAK (1994) konsumsi di daerah tropis dipengaruhi oleh kandungan energi ransumnya. Kandungan yang rendah dalam ransum menyebabkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransumnya guna memenuhi kebutuhan energi setiap harinya tetapi dibatasi oleh tembolok dalam sistem pencernaan. Maka bila energi ransum terlalu rendah, akan menyebabkan defisiensi energi. Sebaliknya ransum dengan kandungan energi tinggi menyebabkan unggas mengkonsumsi ransum sedemikian rupa sehingga unggas kenyang akan energi tetapi kekurangan protein.

(3)

Tabel 2. Kebutuhan zat makanan ayam pedaging fase starter dan finisher

Zat Nutrisi Starter Finisher

Protein kasar (%) 23 20 Lemak kasar (%) 4-5 3-4 Serat kasar (%) 3-5 3-5 Kalsium (%) 1 0,9 Pospor (%) 0,45 0,4 EM (Kkal/Kg) 3200 3200 Sumber : NRC (1984)

Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan jaminan mutlak untuk menjamin pertumbuhan dan produksi puncak. Kualitas dari bahan makanan dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan

merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapai performans puncak (Wahyu, 1992).

Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dalam jumlah cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (ad-libitum). Ayam pedaging selama masa pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu broiler starter dan broiler

(4)

Sistem Pencernaan Ayam Pedaging

Pencernaan adalah penguraian makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anggorodi, 1985).

Peranan utama dari pencernaan adalah mencerna makanan secara mekanik, fisik, dan kimia, menyerap zat makanan yang diperlukan tubuh seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta mengolah dan membuang ampas pencernaan (Church, 1973).

Ayam merupakan ternak non - ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian-bagian penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman et al., 1991).

Seperti kita ketahui bahwa ayam tidak mempunyai gigi geligi untuk mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya paruh yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna ayam terhadap ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994).

Pati dan gula mudah dicerna oleh unggas sedangkan pentosan dan serat kasar (sellulosa, hemisellulosa, dan lignin) sulit dicerna. Saluran pencernaan pada unggas sangat pendek dibandingkan ternak lain, sehingga jasad renik mempunyai waktu yang sedikit untuk mencerna karbohidrat kompleks (Anggorodi, 1985).

(5)

Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di Gizzard (empedal) dengan menggunakan batu-batu kecil atau pecahan - pecahan kaca yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus lalu di sinilah terjadi proses pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus, seperti cairan duodenum, empedu, pankreas, dan usus. Dan di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman et al., 1991).

Di dalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam mulut ataupun di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan menggiling bahan-bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit dan di Indonesia ketersediaannya sangat tinggi. Luas lahan kelapa sawit pada tahun 2004 diproyeksikan sekitar 4,4 juta ha (Jakarta Future Exchange 2001) dan pada tahun 2006 mencapai luas 5,2 juta ha (Kompas 2006). Produksi tandan buah segar kelapa sawit sekitar 12,5 – 27,5 ton/ha, dan sekitar 2 % nya menjadi bungkil inti sawit (Sinurat 2001). Penggunaan BIS sebagai salah satu pakan potensial telah

(6)

banyak dilaporkan baik pada ternak ruminansia (Elisabeth dan Ginting 2003; Mathius

et al. 2003), ayam (Sundu dan Dingle 2005), bahkan ikan (Keong dan Chong, 2002).

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lain. Namun demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino

esensialnya cukup lengkap dan imbangan kalsium dan fosfor cukup baik (Lubis, 1993).

Tabel 3. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit

Kandungan Nutrisi %

Protein kasar 18.15

Serat kasar 15.89

Bahan kering 91.08

GE (Kkal/g) 4.8964

Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2005)

Tabel 4. Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)

Netral Persentase dari dinding sel (%)

Mannosa 56.4 ± 7.0

Selullosa 11.6 ± 0.7

Xylosa 3.7 ± 0.1

Galaktosa 1.4 ± 0.2

Total 73.1 ± 7.2

Sumber : Daud et al. (1993).

Mannanoligosakarida (MOS)

Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan (Spring, 1997). Mekanisme MOS sebagai immunomodulator belum sepenuhnya diketahui (Swanson et al., 2002). Selanjutnya Shashidara et al. (2003) menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut PAMP

(7)

(Patogen-Associated Moleculer Pattern) yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat immunomodulator sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respon kekebalan tubuh ayam.

Mannan merupakan sumber biomasa setelah sellulosa dan xylan yang masih belum banyak dimanfaatkan. Dari degradasi mannan dengan beberapa jenis enzim mannanase dapat diperoleh mannosa atau manno - oligosakarida yang berfungsi sebagai komponen pangan fungsional. Limbah biomasa dari industri perkebunan di Indonesia yang mengandung polisakarida mannan seperti limbah bungkil kelapa sawit, kopra dan kopi dapat dimanfaatkan untuk produksi mannosa dan manno - oligosakarida tersebut. Dari hasil uji aktivitas enzim mannanase dari sekitar 488 mikroba lokal koleksi BTCC (Biotechnology Culture Collection) telah diperoleh sedikitnya 6 isolat yang memiliki aktivitas tinggi dalam degradasi substrat mannan. Metoda mutasi dengan UV digunakan untuk meningkatkan produksi enzim oleh mikroba yang memiliki aktivitas mendegradasi mannan. Dua pendekatan dilakukan dalam proses produksi, yaitu 1)melakukan preparasi substrat mannan secara kimia kemudian baru mereaksikan dengan enzim kasar yang diproduksi. 2) melakukan fermentasi langsung dengan subtrat bungkil tanpa preparasi khusus. Untuk itu telah dilakukan analisa ekstraki mannan dari bungkil secara kimia. Hasil hidrolisis subtrat mannan dengan menggunakan mikroba selektif yaitu dari strain Streptomyces dan

Saccahropolyspora menunjukkan secara kualitatif senyawa oligosakarida terbentuk.

Kedua mikroba tersebut memproduksi enzim mannanase dengan spesifik aktivitas tertinggi setelah 24 jam masa fermentasi. Proses analisa enzim mannanase dan

(8)

optimasi fermentasi dengan menggunakan bungkil inti kelapa sawit sebagai karbon dan mikroba terpilih di atas sedang dilakukan pada saat ini

(Anonimus, 2007).

Enzim β - mannanase (β 1 - 4 hemisel(l))

Hemisel adalah produk fermentasi yang dihasilkan oleh Bacillus lentus yang terdiri rantai β - mannan yang panjang yang didegradasi oleh enzim β – mannanase menjadi rantai yang lebih sederhana di dalam pakan. β – mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai.

Gambar 1. Rantai β – mannan yang dipecah oleh hemicell (Chemgen Corporation, 2000).

Peningkatan pertumbuhan ternak akibat dari supplementasi Manannoligosakarida diakibatkan karena beberapa mekanisme. Pertama, Manannoligosakarida dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang sangat bermanfaat bagi ternak dalam bentuk saving energy untuk mereduksi stres. Saving energi ini akan digunakan untuk pertumbuhan. Kedua, Manannoligosakarida dapat meningkatkan panjang vili-vili usus halus yang berguna untuk penyerapan nutrisi (http://Infovet.com)

Galaktosa Galaktosa Galaktosa

( Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa )n

α ~ 1,6 linkage

(9)

Gambar 2. Struktur mannanoligosakarida

Bio - Mos merupakan struktur unik dari mananoligosakarida (MOS) yang mengandung mannoprotein spesifik dari dinding sel yeast yang telah dikembangkan Alltech. Teknologi ini dapat diaplikasikan di dalam diet ternak untuk menjaga kesehatan usus dan performans ternak.

Penggunaan β mannanase dalam ransum untuk mendegradasi serat β -Mannan dari yang terkandung di dalam bahan pakan yang secara signifikan dapat memperbaiki berat badan, konversi pakan dan keseragaman bobot badan ternak/hewan (Chemgen Corporation, 2000).

Penambahan hemicell ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain memberikan dampak positif tehadap populasi ternak jika ditinjau saecara individu dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan

(10)

Escherichia coli

Superdominan : Phylogenetica

Filum : Proteobacteria

Class : Gamma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriacea

Genus : Escherichia

Species : E. coli

Escherichia coli adalah bakteri batang pendek gram negatif dengan ukuran

1,1 – 1,5 µm x 2- 6 µm, kadang-kadang berbentuk oval bulat, tersusun tunggal atau berpasangan. Banyak galur mempunyai kapsul atau mikrokapsul. Dapat bersifat motil maupun non motil. Bersifat fakulatif anearob yang mempunyai tipe metabolisme respirasi maupun fermentasi. E. coli tumbuh optimal pada suhu 37°C, membentuk koloni bulat konveks dengan pinggir yang nyata. Pada media Mc Conkey koloni berwarna merah jambu karena ada peragian laktosa (Pelczar dan Chan, 1988).

Faktor virulensi E. coli dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pagositosis, kemampuan perlekatan terhadap epitel sel pernafasan dan ketahanannya terhadap daya bunuh oleh serum. E. coli yang patogen ini mempunyai struktur dinding sel yang disebut “pili” yang tidak ditemukan pada serotipe yang tidak patogen (Tabbu, 2000), dan “pili” inilah yang berperan dalam kolonisasi (Lay dan Hastowo, 1992).

Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli yaitu, antigen O (Somatik), antigen K (Kapsel) dan antigen H (Flagella) (Gupte, 1990; LAY dan Hastowo, 1992). Determinan antigen (tempat aktif suatu antigen) O

(11)

terletak pada bagian liposakarida, bersifat tahan panas dan dalam pengelompokannya diberi nomor 1,2,3 dan seterusnya. Antigen K merupakan polisakarida atau protein, bersifat tidak tahan panas dan berinterferensi dengan aglutinasi O, sedangkan antigen H mengandung protein, terdapat pada flagella yang bersifat termolabil. Pada saat ini telah diketahui ada 173 grup serotipe antigen O, 74 jenis antigen K dan 53 jenis antigen H (Barnes dan Gross, 1997).

Dalam kondisi normal E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Sekitar 10 − 15 % dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam yang sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung kuman tersebut adalah jejenum, ileum dan sekum. Jenis E. coli yang terdapat di dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada jaringan lain. Sebagai agen penyakit sekunder, E. coli sering mengikuti penyakit lain, misalnya pada berbagai penyakit pernafasan dan pencernaan yang menyerang ayam. Kenyataan di lapangan, timbulnya kasus kolibasilosis, terutama akibat pengaruh imunosupresif dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan dibanding petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada Chronic Respiratory

Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot), Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious Laryngo Tracheitis (ILT) dan koksidiosis (Tabbu, 2000).

Tabbu (2000) mengatakan bahwa E. coli akan bermultiplikasi secara cepat di dalam usus DOC yang baru menetas. Infeksinya akan menyebar secara cepat dari DOC yang satu ke DOC lainnya di dalam indukan buatan (brooder), terutama bila umbilicus belum tertutup sempurna. Kematian mungkin saja tidak terjadi, tetapi litternya sudah tercemari oleh bakteri.

(12)

Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan energi (Sungguh, 1993).

Menurut Tarigan (2002) makanan yang telah mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau mampu memecah komponen - komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, dan mikroorganisme ini juga dapat mensintesa beberapa vitamin seperti ribiflavin, vitamin B12, provitamin A dan faktor - faktor lainnya.

Menurut jenis mediumnya fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase air (Hardjo dkk., 1989).

Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Ini adalah metabolisme tipe aerobik (Buckle et al., 1989).

(13)

Performan Ayam Pedaging

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan zat - zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Menurut Anggorodi (1985) bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya jumlah ransum yang dikonsumsi. Peningkatan energi metabolisme dalam pakan mengurangi konsumsi pakan pada unggas.

Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam kebutuhan pakan tersebut yang telah tersusun dari berbagai jenis bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk kepentingan hidupnya, kebutuhan energi, untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam dapat mengkonsumsi pakannya teristimewa diperlukan untuk pertumbuhan ternak tersebut (Wahyu, 1992).

Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari bahan pakan dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya performans puncak (Wahyu, 1988).

Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; umur, palatabilitas ransum, aktifitas ternak, energi ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta

(14)

pengolahannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan berdasarkan atas kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan bobot badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).

Temperatur tinggi berpengaruh besar terhaadap konsumsi ransum harian. Konsumsi rendah apabila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah. Suhu 16-24oC adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie,1987).

Tabel 5. Konsumsi ransum standar ayam pedaging

Umur (Minggu) Konsumsi Ransum (kg)

Minggu Kumulatif 1 0.08 0.08 2 0.24 0.31 3 0.4 0.71 4 0.56 1.26 5 0.68 1.94 6 0.78 2.22 7 0.86 3.58 Sumber : Rasyaf (1993)

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan (Maynard, 1984).

Proses pertumbuhan yang baik dari ayam pedaging akan terjadi apabila faktor-faktor penunjang menjamin yang terdiri dari faktor genetis atau strain, keadaan

(15)

dimana ayam itu dipelihara, tata laksana/perawatan, mutu ransum. Ini lebih membatasai kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang bisa dicapai sedangkan lingkungan seperti keadaan tempat, tata laksana, pemeliharaan, mutu makanan dan penyakit akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam mencapai berat badan tertentu (Anggorodi, 1985).

Menurut Anggorodi (1981) pertumbuhan murni termasuk pertumbuhan dalam bentuk dan berat dari jaringan-jaringan bangunan seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi pertumbuhan murni adalah suatu penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan dalam berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni.

Pertumbuhan bobot badan pada umumnya terjadi perlahan-lahan pada awal pertumbuhan kemudian berlangsung lebih cepat, perlahan-lahan lagi dan pada akhirnya berhenti sama sekali (Trobos, 2001).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh hereditas, hormon dan pakan serta tatalaksana yang mencakup program pemberian ransum yang baik, tempat ransum yang sesuai, air yang cukup, luas kandang yang optimal, ventilasi yang cukup dan konsumsi pakan. Selain itu pertumbuhan dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin dan umur (Anggorodi, 1981).

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan penambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio

(16)

kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2003).

Menurut Sarwono (1996) faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah :Kesehatan ternak

Pada ternak yang lebih sehat, maka jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dirubah menjadi daging akan lebih baik dengan kata lain ternak yang sehat lebih cepat dan efisien dalam penggunaan pakan dalam menghasilkan daging.

1. Mutu ransum

Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula angka konversinya. Mutu ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan zat-zat gizi yang dibutuhkan ternak dan rusak tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk ransum.

2. Tata cara pemberian pakan

Pakan tidak hanya diletakkan saja ditempat pakan, akan tetapi lebih penting adalah menjaga bagaimana agar pakan itu masuk ke dalam perut ternak dengan selamat dan tercerna sempurna sehingga menghasilkan daging mutu yang baik.

Semakin baik nilai mutu ransum semakin kecil angka konversi ransumnya, baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat-zat gizi pada ransum itu yang diperlukan oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam memakan ransumnya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang akan diperlukan tubuhnya. Energi yang berlebih disimpan dalam bentuk lemak (Sarwono, 1996).

(17)

Tabel 6. Standar performans broiler AA CP-707 (g/ekor)

Umur (Minggu) Konsumsi Ransum Bobot Badan Konversi Ransum

1 135 155 0.81 2 284 385 1.09 3 462 700 1.26 4 653 1081 1.42 5 860 1515 1.58 6 1056 1982 1.74 7 1237 2452 1.91 8 1405 2913 2.09

Gambar

Tabel 1. Ciri - ciri ayam pedaging  AA CP-707
Tabel 2. Kebutuhan zat makanan ayam pedaging fase starter dan finisher
Tabel 4. Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)
Gambar 1. Rantai  β – mannan yang dipecah oleh hemicell  (Chemgen Corporation, 2000).
+4

Referensi

Dokumen terkait

Koloni bakteri alami pencernaan ayam broiler pedaging yang dipilih sebagai isolat merupakan koloni yang memiliki ukuran besar dengan diameter halo besar dan

Profil Protein Jaringan Otot Ayam Broiler pada Waktu Inkubasi yang Berbeda Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa protein jaringan otot Ayam Broiler pada waktu

Oleh : BAlHAQl H.. PENDUGAAN KEBUTUHAN ENERGI METABOLIS DAN PROTEIN AYAM BROILER BERDASARKAN HASIL PEMBERIAN MAKANAN.. CARA

Dari gambar dapat dilihat bahwa pertambahan berat badan ayam broiler antara pakan komersial dan subtitusi pakan komersial dengan 6% PST tidak memperlihatkan perbedaan

Daging adalah sumber protein hewani yang bermutu tinggi, sudah dikenal sejak lama sebagai bahan pangan yang hampir sempurna karena mengandung zat nutrisi yang

Pemberian pakan tambahan tepung kulit pisang pada pakan komersial fase finisher tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan berat badan ayam pedaging

Broiler merupakan ayam ras pedaging hasil rekayasa teknologi yang memiliki nilai ekonomis dengan ciri-ciri pertumbuhannya yang cepat, sebagai penghasil daging

Ayam broiler dengan bobot yang besar akan menerima cekaman panas yang lebih besar dibandingkan ayam broiler dengan bobot yang lebih kecil, kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi