HUBUNGAN ANTARA TINGKAT APRESIASI
SENI PERAN TEATER DENGAN
KEBERMAKNAAN HIDUP PADA PEMAIN SENI
PERAN TEATER
Skripsi
ISLAM
Disusun Oleh :Didik Nofianto
96 231 099
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT APRESIASI
SENI PERAN TEATER DENGAN
KEBERMAKNAAN HIDUP PADA PEMAIN SENI
PERAN TEATER
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikolcg
University Islam Indonesia untuk memrnuhi
Sebctg ji Syarat-Syarat Guna Mernperoleh
UerajatSarjanaS-1 Psikologi
Disusun Qt&h :
Didik Nofianto
96 231 099
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Dan Diterima untuk memenuhi Sebagian
Syarat-Syarat Guna memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Pada Tanggal
Mengesahkan
Fakultas Psikologi
Universitas islam Indonesia
Dekan
( DR.Sukarti)
Dewan Penguji
1.
H. Fuad Nashori, S.Psi, Msi
2. DR. Sukarti
3.
Rft Retno Kumolohadi, S.Psi., Psi
fanda Tangan - o
'I
^m^J
<,
i .',.' jPERSEMBAHAN
%upersem6aH^an (Buah pifyran ini ^epada
Mtah dan ^psut^u Muhammad
(Bapa^dan l6u%uK Imam Musthofa Jfj. Sitifiminah,
serta %a^a^dan Jidi^adi^u tercinta.
Mmamater^u (Pondo^cpesantren l^E^Vl^E^g, serta
para guru-guru dan para %yai£u.
MOTTO
Iv-han
?! simpuh sujuddirifa dihadapanMu
TuSuh Jiwafa tefanjang didadapanMu
Tuhan
?! afa fani hidup menyatu dafam hidupyang satu
JiChamduCUfiafi puji syufarpadaMu
<Engfau... saat ini masifi menjadifan dirifa se6agaimafa[ufaiptaanMuyang
mafia sempurna
'Engfau hadapfan dirifa dengan 6er6agai macam ujiarfMuyang memang
pantas untufau
TeCafi Kngfau sempurnafan dirifa dafam fasesuaian 6atas fasempurnaan
mantisia<Pifaran dan Jtfaf menyatu daCam XepaCafa
Jfati, Jiwa, dan <Perasaan menyatu dafam <Dadafa
Nafsu dan Jfasrat fainginan menyatu dafam (Perutfa
TuSuh (Raga, Sersetimutfan <Rjifi menyatu dafam Jfidupfa
Tufian.... hanya ftngfauyang mafia tahu afan segafa (Penyatuan Jfidupfa
Terfadang... fasempurnaan daCam dirifa 6erjafan sendiri-sendiri, tanpa
penyatuan yang satu dafam fadidupanfa
Jifa tafi %uasa mengahadapai ini semua
??
Afa- merasa befum cufappantas untufanenjaCanfan fasempurnaan ini dafam
fa6ersamaan
Tub™
!!!? fasempurnaan, Hanya (Engfau yang memififa Jua
Tufian
AfaC&ifaran, Jfati, Jiwa, (perasaan, Nafsu Jfasrat
Keinginanfa, "lubuh <Rpga, <Rii/ifa Menyatu dafam
KesempurnaanfMu
SefimutifaH la dafam (Defapan Hangat Cinta-'Mu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur kepadamu Tuhan, kerendahan dihadapanMu
hamba yang penuh dengan segala macam kekurangan ini akhir telah mampu
menyelesaikan sebuah karya yang sederhana ini.
Pertama-tama sudah sepatutnya sebagai penulis mengucapkan banyak
terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, H. Imam Musthofa
yang telah banyak memberikan pandangan hidup sebagai sebagai seorang
laki-laki, dan juga Ibundha tercinta Hj. Siti Aminah yang selalu menjadi figur
kesabaran dalam kehidupanku.
Terima kasih penulis kami haturkan kepada Ibu Dekan Fakultas Psikologi
Ull Dr. Sukarti. Terima kasih untuk Bapak H. Fuad Nashori selaku pembimbing
utama, terima kasih kami haturkan untuk Bapak atas segala macam motivasi dan
tuntunannya dalam penyelesai skripsi ini, Ibu Retno Kumolohadi, selaku
pembimbing kedua dan sebagai Dosen pembimbing Akademik, terimakasih atas
kemudahan dan kesabarannya dalam membimbing penulis, serta dorongan
untuk tetap semangat dalam menyelesaikan kuliah. Terimakasi buat seluruh
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi, semoga llmu Psikologi yang telah
bapak/ibu ajarkan pada penulis menjadi keberkahan dalam kehidupan penulis.
Terima kasih Buat kakakku tercinta, Minarni Aba Dinik, SE, serta
adik-adikku tercinta Ima Andina, SE, dan Siti Aisyah. Untuk kakakku, terimakasih atas
segala kesabarannya membimbing saudara laki-lakimu sendiri ini. Terimakasih
juga buat Wanitaku yang terus hidup dalam khayalan imajinasiku, semoga Tuhan
lekas menghadirkan dirimu dalam dunia nyataku.
Terima kasih banyak penulis ucapkan buat teater "Parkir", atas segala
pelajaran hidup dalam dunia seni teater selama ini. Buat teater, Eska IAIN, teater Loby Dua APMD, tetaer Ada ABA YO, teater Koin FE Ull, tetaer Neraca STIE
YO, teater Unstrat UNY, Terima kasih banyak atas kesediannya membantu
dalam pengisian angket penelitian skripsi ini.
Kepada saudara tuaku Mas Kukuh Prasetio, terima kasih banyak buat
Mas KUKUH, telah banyak menemani dalam suka dan duka mulai dari awal aku
menginjakkan di fakultas psikologi ini hingga saat ini, buat saudara dan sahabatku tercinta Hasib Asad thanks selalu telah banyak memberikan masukan untuk bisa berpikir logis dan ilmiah dalam penyelesaian skripsi ini.
Buat sahabat-sahabatku tercinta Shohibul Hidayah, Thobagus Moh Nu man, Yayanku tercinta, Gus Musa, Dian Aryogo, kalian semua telah memberikan
doa dan semangat betapa berartinya kehadiran seorang wanita.
Seluruh saudara-saudari serta sahabatku terkasih angkatan 1996, and
1995 semoga kelak di kemudian hari kita semua bisa kembali bersama dalam
keakraban. Buat adik-adik kelasku mulai dari angkatan 1997 sampai angkatan
2002 makasih atas inspirasinya untuk menjadikanku sebagai seseorang yang
dewasa.
Terima kasih banyak buat teman-teman teater Parkir Heri Efendi, telah
banyak membantu dalam skripsi ini, serta para anggota teater Parkir, buat Panji
Kusuma yang telah banyak memberikan peran akting pada saya.
Buat bapak dan Ibu kosku Bapak Nurjidin serta teman-teman pondokan
mahasiswa Al-kautsar, terimakasi buat Bapak Ibu kos telah memberikan
kerelaannya menjadi orang tua asuh dan banyak membimbing selama kuliah di
Jogjakarta.
Terakhirkalinya buat diri ku sendiri yang telah mampu melewati berbagai
macam cobaan dan rintangan pada masa kuliahku ini, serta buat Motor CB-KU
yang menemaniku keliling di akhir-akhir keberadaanku di Jogjakarta.
Jogjakarta, 25-Agustus-2002
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN ||
HALAMAN PERSEMBAHAN Ill
HALAMAN MOTTO VI
UCAPAN TERIMA KASIH VII
DAFTAR ISI VIII
DAFTAR TABEL XI
DAFTAR LAMPIRAN XII
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Tujuan Penelitian 9
C. Manfaat Penelitian 9
BAB II LANDASAN TEORI 10
A. Kebermaknaan Hidup 10
1. Pengertian Kebermaknaan Hidup 10
2. Karakteristik Individu yang Memiliki
Kebermaknaan Hidup 12
3. Aspek-Aspek Dalam Kebermaknaan Hidup 15 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kebermaknaan Hidup 16
B. Apresiasi Seni Peran Teater 19
1. Pengertian Apresiasi Seni Peran Teater 19
2. Apresiasi Seni Bagi Para Pekerja Teater 25 3. Aspek-Aspek Dalam Apresiasi Seni
Peran Teater 28
C.
Hubungan Antara Tingkat Apresiasi Seni
Peran Teater Dengan Kebermaknaan Hidup... 30
D. Hipotesis 33
BAB III METODE PENELITIAN 34
A. Identifikasi Variabel Penelitian 34
B. Devinisi Operasional Variabel 34
1. Kebermaknaan Hidup 34
2. Tingkat Apresiasi Seni Peran Teater 34
C. Subyek dan Sampel Penelitian 35
D. Prosedur Pengumpulan Data 35
E. Metode Analisis 39
BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN, dan HASIL
PENELITIAN 40
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 40
1. Orientasi Kancah Penelitian 40
2. Persiapan Penelitian 41
B. Pelaksanaan Penelitian 42
C. Hasil Analisis Data 43
D. Hasil Penelitian 47
E. Pembahasan 48
BAB V PENUTUP 53
A. Kesimpulan 53
B. Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 56
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1. Distribusi Aitem-Aitem Angket Kebermakna Hidup 36
2. Distribusi Aitem-Aitem Tingkat Apresiasi Seni Peran Teater 37
3. Deskripsi Hasil Penelitian 42
4. Distribusi Aitem Angket Tingkat Apresiasi Seni Peran Teater
Yang Valid 43
5. Distribusi Aitem Angket Kebermaknaan Hidup Yang Valid 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.
Surat ijin Penelitian Fakultas Psikologi Ull
57
B. Surat Keterangan Penelitian 58
C. Angket Alat Ukur 63
D. Uji Reliabilitas 72
E. Hasil Analisis Data 94
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat modern, menurut Berger (dalam Nasir, 1997), tidak begitu
menghiraukan lagi persoalan-persoalan metafisis tentang eksistensi diri manusia,
asal mula kehidupan, makna dan tujuan hidup di jagatraya ini. Kecenderungan mi
terjadi karena proses rasionalisasi yang menyertai modernitas telah menciptakan
sekularisasi kesadaran yang memperlemah fungsi kanopi suci agama dan domain para pemeluknya dan menciptakan suasana chaos, atau ketidakberartian
hidup pada diri manusia modern.
Situasi sosial dan pembangunan yang semakin berorientasi pada
perkembangan fisik ekonomi, nada-nadanya dapat menjadi tanda makin
pragmatisnya perilaku masyarakat Indonesia dan terabaikannya hal-hal yang bersifat metafisis. Masalah ini kiranya periu menjadi bahan renungan dan wacana dalam memperbincangkan kehidupan masyarakat Indonesia terutama
dalam perkembangan kebudayaan dan masa depan peradaban manusia.
Ketika mencermati kecenderungan pragmatis dan maraknya kasus-kasus
kekejaman dan kekerasan dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini, kiranya
periu dipertanyakan ulang tentang penghayatan dan pemaknaan jati diri
manusia. Seharusnya masalah jati diri mulai dipikirkan dalam konteks keterkaitan
dunia mikro dan dunia makro dalam domain dan struktur kehidupan manusia,
maupun empirik tentang sosok makhluk yang berjalan tegak yang bernama manusia itu.
Sesungguhnya manusia yang hidup dalam lingkungan sosial dengan
segala macam kegiatan yang dilakukannya, merupakan
makhluk hidup yang
normal, yang tidak lepas dari rasa keindahan. Seseorang biasanya akan memilih cara-cara yang efektif dalam menyelesaikan setiap urusannya, namun demikian
juga membutuhkan rasa keindahan dan keharmonisan. Rasa keindahan dan
keharmonisan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas seni dan berkesenian. Salah
satunya adalah seni peran teater.
Seni peran teater merupakan karya cipta seni yang prosesnya dikerjakan secara kolektif, bukan merupakan karya individu. Seni peran teater melibatkan banyak orang yang mendapatkan tugas masing-masing dalam berkreasi menurut bidang kemampuannya. Proses karya yang dipersatukan tersebut memerlukan
waktu, kompromi, saling mengisi, saling pengertian yang didasari oleh alasan
kuat untuk menghasilkan sebuah karya. Sampai pada tahap ini masing-masing
individu harus benar-benar memahami karya tersebut secara kolektif. Artinya,
semua orang yang terlibat harus mampu menyesuaikan dengan tujuan kolektif
untuk memperoleh hasil akhir berupa pementasan sebuah karya seni yang
memuaskan.
Dalam proses kesenian, khususnya teater, seniman biasanya memiliki
kebebasan dalam mengeksplorasi dan mengembangkan kreativitasnya.
Selanjutnya seniman akan berusaha mengekspresikan hasil eksplorasinya dalam
bentuk karya-karya pementasan sesuai dengan kemampuannya. Boas (dalam
Bastaman, 1996), berpendapat bahwa, kesenian sebagai suatu kegiatan akan
membangkitkan sensasi yang menyenangkan (pleasurable sensation). Suatu
kegiatan akan membangkitkan rasa keindahan {sense of art) apabila ia
diwujudkan melalui proses yang memenuhi persyaratan teknis dan estetis
tertentu sehingga mencapai standard of excellent atau nilai puncak (tertinggi). Seorang seniman dengan seluruh kelembutan dan sensitivitas emosinya akan
berusaha mencapai nilai puncak tersebut dengan totalitasnya dalam proses
berkesenian (teater). Totalitas ini dapat memberikan pemenuhan kebutuhan self esteem (harga diri), pengembangan diri dan aktulisasi diri (Bastaman, 1996).
Bagi seorang seniman simtom kecemasan, self esteem, sebagian besar berhubungan dengan kepuasan kerja (Cozen, 1992).
Adapun Scheff (dalam May, 1997) menjelaskan bahwa teori katarsis bisa
dijadikan sebagai tawaran bagi media kesehatan yang bermanfaat bagi
kesehatan emosi. Katarsis dapat mengakhiri episode emosional sebelum
semakin memburuk. Katarsis tidak hanya sebagai media pembenaran secara sederhana keadaan emosi individu, tetapi juga melibatkan secara bersamaan persepsi dari kontrol dan penguasaan perasaan negatif.
Katarsis juga menekankan pada persepsi dari dalam ketahanan dan
pengaturan emosi yang timbul sebagai bagian dari terapi perubahan (May,
1997). Jika benar katarsis bisa dijadikan salah satu mediasi untuk mengelola kesehatan emosi maka sebetulnya bisa ditemukan titik singgung antara katarsis dengan peran seni teater.
Berkaitan dengan hal itu, di masa depan periu dikembangkan pentingnya
kegiatan berkesenian (khusunya teater) yang mampu menyentuh dunia pendidikan. Setiap insan didik merupakan sumber daya yang tinggi nilainya, karena mereka adalah individu yang mempunyai potensi dan kekuatan aktualisasi diri, apabila diperhatikari dan dihargai secara tepat bakat dan
kemampuannya. Pada akhirnya jika mereka mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan potensialnya, pada saatnya nanti, pastilah mereka dapat memberikan sumbangan yang besar dalam kemajuan negara yang dinamis (Waluyo, 2002).
John Naisbitt dan Patricia Aburdene (2000) dalam bestseller "Megatrend 2000" tentang dasawarsa renaissan benar, maka tak bisa dihindari lagi seni akan semakin memasyarakat. Semakin populernya seni dalam kehidupan masyarakat diharapkan dapat membuka wawasan baru tentang kegunaan seni. Selama ini
seni hanya dipandang sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan (bagi
penikmat atau konsumen seni) atau wadah untuk mengekspresikan pikiran (bagi pencipta karya seni). Lebih dari itu sebenarnya seni dapat dipakai sebagai salah satu model terapi bagi penderita gangguan kejiwaan (Bastaman, 1996). Di sinilah sebetulnya benang merah penggunaan seni dalam psikoterapi atau tepatnya terdapat titik temu psikologi dengan seni.
Pemanfaatan seni dalam kajian psikologi, khususnya psikoterapi,
dilatarbelakangi oleh semakin kompleksnya permasalahan manusia modern.
Kehidupan modern yang ditandai oleh kompetisi yang terkadang mereduksi nilai-nilai kemanusiaan adalah kenyataan yang sering terjadi dalam kehidupan kekinian. Dalam dunia seni peran teater yang terkadang juga tidak pernah lepas sikap dan perilaku yang hura-hura serta lepas kontrol dari berbagai macam
norma dan aturan yang ada, dalam hal ini terkadang seorang seniman mempunyai anggapan bahwasannya seni itu adalah sesuatu hal yang bebas
akan nilai-nilai ataupun norma-norma. Berawal dari hal inilah tidak menutup kemungkinan, dalam lingkungan kehidupan seorang seniman atau teaterawan sering terjadi kekacauan dalam kehidupannya. Kerasnya spirit kompetisi pada
kehidupan modern memunculan berbagai bentuk gangguan mental baik dalam skala ringan maupun berat seperti stres, depresi, alienasi (keterasingan), kehilangan makna hidup, dan sebagainya. Adanya problem manusia itu di satu sisi dan adanya kemungkinan memanfaatkan karya-karya seni dalam penyembuhan gangguan kejiwaan manusia modern di sisi lain mendorong
lahirnya apa yang disebut "terapi seni".
Sebagai ilustrasi tentang banyaknya jenis-jenis produk seni yang dapat
digunakan sebagai metode terapi, salah satunya adalah naskah-naskah teater
atau novel-novel drama. Jalan cerita yang menggambarkan berbagai macam
pemikiran, perasaan keinginan, perilaku, ataupun pengalaman-pengalaman yang
unik memberi pengayaan inspirasi dalam mengurai ketegangan psikis. Salah
satu kekhususan atau keunggulan para penulis naskah drama dan novel adalah karena kemampuan mereka mengungkapkan dan memvisualisasikan situasi dan
tingkah laku unik para pelaku cerita yang terlibat dalam cerita itu secara nyata.
Sampai pada titik ini, sebenarnya peran seni tidak jauh berbeda dari psikologi
yang antara lain mencoba menggambarkan perilaku dan pengalaman manusia
dalam situasi tertentu. Hanya saja psikologi dalam mendiskripsikan perilaku
individu dibekali perangkat metodologis yang ilmiah sifatnya, dan konteks
psikologi terbatas pada pembahasan tingkat kejiwaan individu tertentu.
Bastaman (1996) mengungkapkan berbagai kesamaan antara psikologi
dengan seni dalam mengungkapkan karakter, pengalaman dan perilaku
manusia, namun demikian terdapat pula perbedaan di antara keduanya yang
meliputi:
1. Seni pada umumnya menggambarkan karakter manusia melalui penjabaran
unik
sebagai
ekspresi
karakter yang dimaksud,
sedangkan
psikologi
menjabarkan penggunaan berbagai konsep dan terminologi teoritis yang baku.
2. Toleransi seni sangatlah besar dalam penggunaan berbagai metafora dan
misi pribadi dalam menggambarkan karakter manusia, sedangkan psikologi
berusaha mengurangi sebanyak mungkin ungkapan metaforis dan bias-bias
pribadi dalam penggambaran karakter.
3. Nilai utama yang mendasari seni adalah estetika, sedang Psikologi dilandasi
oleh nilai ilmu (reasonable). Nilai imajinasi dan perasaan sangatlah dominan dalam kreasi dan pertunjukan seni, sedangkan fakta dan rasio mendapat porsi
yang tinggi dalam analisis psikologi.
4. Menyenangkan dan menghibur penonton, banyaknya penggemar, menerima
pujian, merupakan baoian tak terpisahkan atau mungkin dianggap salah suatu tolok ukur keberhasilan dari ungkapan pertunjukan seni, sedangkan keberhasilan psikologi diukur dari sejauh mana target kesehatan mental terpenuhi dengan tidak periu mengaitkan dengan tujuan penghiburan.
5. Seni lebih tertarik untuk menggambarkan keunikan karakter pribadi dalam siatuasi tertentu, sedangkan psikologi berusaha untuk mendapatkan asas-asas tingkah laku dan pengalaman manusia dalam berbagai situasi pada umumnya. 6. Rekayasa artistik dan sentuhan estetis dilakukan untuk menggambarkan
manusia dan situasinya, sedangkan psikologi menggambarkan secara obyektif seperti apa adanya. Dengan demikian tak mengherankan bila manusia dan
dunianya digambarkan sangat nyata dan lebih hidup dalam karya seni
dibandingkan dengan kasus-kasus psikologi.
Psikologi, khususnya aliran psikologi humanistik, mempelajari manusia dan kualitas-kualitas yang khas menusiawi yang tidak dimiliki oleh
makhluk-makhluk lainnya terutama hewan. Kualitas manusiawi itu antara lain rasa
tanggung jawab, kebebasan pribadi, nilai dan penilaian, cinta kasih, makna
hidup, etika, estetika, kreatifitas dan pemahaman diri, dan banyak lagi lainnya.
Berkaca dari psikologi humanistik tersebut maka seni dengan segala macam
produknya, semisal, novel, drama dan pertunjukan yang mengangkat nilai-nilai
dan rasa estetis sudah sewajarnya menjadi telaah psikologi, karena hal itu
merupakan indikator kreativitas insani.
Salah satu fungsi seni adalah sumbangannya yang sangat penting bagi
pengembangan hidup yang bermakna dan kesehatan mental. Dalam psikologi
humanistik, khususnya logoterapi, kehidupan yang bermakna (the meaningfull
life) dapat diraih dengan jalan memahami, menghayati dan merealisasikan tiga
nilai yaitu : nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan
(experiential values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values). Artinya, hidup
bermakna dapat dicapai melalui karya dan kegiatan berkarya yang bermanfaat. Pengalaman dan penghayatan atas kebenaran (ideologi), keyakinan (agama), keindahan (seni), dan cinta kasih, serta sikap tepat atas peristiwa tragis yang tak
dapat dielakkan adalah bentuk-bentuk dari kebermaknaan hidup. Dalam
kehidupan sosial dikenal istilah sosiodrama. Sosiodrama adalah aktifitas memainkan seni peran teater dengan tujuan pendidikan atau terapi.
Menciptakan karya seni dalam hal ini adalah mengungkapkan nilai-nilai kreatif, sedangkan mengalami dan menghayati karya-karya seni tergolong nilai-nilai penghayatan. Keduanya merupakan sumber makna hidup dan kesehatan mental. Kreasi seni sebagai ekspresi perasaan (keindahan) dimanfaatkan dalam psikologi sebagai terapi yang disebut terapi seni (art therapy). Kegiatan-kegiatan seperti menari, bernyanyi, melukis, pantonim, membaca novel, deklamasi, dan
menciptakan karya seni ternyata sangat membantu melancarkan komunikasi antar pribadi dalam mengatasi hambatan emosional. Sementara bermain peran dalam drama singkat telah lama digunakan sebagai tes diagnostik kepribadian, karena hal itu dapat memproyeksikan karakter seseorang.
Dalam seni peran teater, seorang individu dituntut dengan totalitasnya dalam mengeksplorasi karakter diri, untuk menemukan jati diri individu. Berbagai macam proses yang ada dalam seni peran teater, yang pada intinya bertujuan membentuk seorang individu untuk mampu menghayati perilaku dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam hal ini, penghayatan akan perilaku dan tingkah laku yang nantinya dapat memberikan semacam gambaran perilaku
sebagai bahan masukan untuk menentukan karakter yang sesuai dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Proses pemahaman dan penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam seni peran teater akan membawa dan memberikan konsekuensi tersendiri bagi seorang seniman teater, salah satunya, semakin seseorang memahami dan menghayati akan perilaku dan karakternya dirinya, semakin paham dan mengerti pula akan pencarian identitas diri individu seseorang. Berangkat dari titik inilah seorang individu akan mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan sosialnya dengan penuh rasa tanggung jawab, dalam hal ini seorang individu akan mampu menemukan makna hidupnya, untuk proses selanjutnya dalam mencapai kebermaknaan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa, sebagai orang yang sedang menempa dan mengembangkan
diri dapat memperoleh kebermaknaan hidup dengan cara meningkatkan
apresiasi terhadap seni peran teater. Menurut penilaian sementara, mahasiswa memiliki problem kebermaknaan hidup sebagai contohnya adalah kepuasan
hidup hidup mahasiswa yang rendah. Mereka tidak puas terhadap prestasi
akademik yang diraihnya.Berangkat dari pemikiran di atas penulis tertarik untuk mengetahui
hubungan antara apresiasi seni peran teater dengan kebermaknaan hidup.
Apakah ada hubungan antara tingkat apresiasi peran seni teater dengan
kebermaknaan hidup ?.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
apresiasi seni peran teater dengan kebermaknaan hidup.
C. Manfaat Penelitian
1. Bila hasil penelitian ini terbukti, maka maka hasil tersebut dapat digunakan untuk memberikan masukan empirik bagi pengembangan keilmuan psikologi, khususnya psikoterapi dan kesehatan mental.
2. Bila penelitian ini terbukti, maka salah satu cara untuk meningkatkan
BAB II
Landasan Teori
A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup
Salah satu tanda keunikan manusia adalah adanya pengalaman khas yang tidak identik dengan pengalaman dan perasaan binatang. Manusia memiliki karakter intelektual yang bisa digunakan untuk memperoleh kebermaknaan
dalam hidupnya. Menurut Fromm (1996), ada beberapa alasan untuk
berspekulasi demikian, bahwa pengalaman afeksi manusia yang bersifat khusus
seperti cinta, kasih sayang, perasaan kasihan dan semua sikap yang tidak menjalankan fungsi kelangsungan hidup, serta interaksi sosial adalah hakekat kebermaknaan hidup.
Kajian psikologi atau psikiatri yang banyak mempelajari fenomena hidup (the meaning of life), kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning), dan bagaimana mengembangkan hidup bermakna (the meaning of life) mula-mula
dielaborasi oleh seorang psikiater dari kota Wina, Austria, bernama Victor Frankl.
Selanjutnya kajian psikologi kebermaknaan hidup itu disebut logoterapi
Secara gramatikal "logoterapi" berasal dari asal kata "Logos", yang dalam
bahasa Yunani berarti "meaning" (makna) dan juga "spirituality" (keruhanian).
Logoterapi adalah sebuah aliran psikologi yang mengakui adanya dimensi
keruhanian di samping dimensi-dimensi ragawi, kejiwaan, dan lingkungan sosial
(Bastaman, 1996). Logoterapi beranggapan bahwa kehendak untuk hidup
bermakna (the will meaning) merupakan dambaan manusia untuk meraih
menemukan sumber-sumber makna hidup dan merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992), pengalaman empirik luar biasa selama empat tahun menjadi tahanan Nazi membuktikan bahwa kebermaknaan
hidup memiliki pilar-pilar penting berupa:
a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini
selalu mempunyai makna
b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi pada setiap orang.
c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung
jawab pribadi untuk memilih dan menentukan makna dan tujuan hidupnya. Fromm (1996) menegaskan bahwa muara dari kebermaknaan hidup adalah adanya rasa kasihan dan simpati yang merupakan dua perasaan yang berkattan erat dengan kasih sayang, tetapi tidak sepenuhya identik. Kasih sayang yang sesungguhnya adalah bahwa seseorang sanggup "menderita dengan" atau, dalam arti yang lebih luas, mampu "merasa dengan" orang lain.
Kasih sayang, cinta dan rasa kasihan secara umum, diakui merupakan
pengalaman-pengalaman perasaan yang halus. Bertolak dari pandangan
tersebut, Schoun (1997) mengurai bahwa kualitas kebatinan yang mampu memberikan keseimbangan makna spiritual dan dunia kehidupan adalah inti kebermaknaan hidup.
Hilangnya keselarasan antara dua dimensi berupa tendensi manusia ke arah benda di sekelilingnya, dan tendensi ke arah "kerajaan" Tuhan dalam diri manusia diduga menjadi penyebab hilangnya kebermaknaan hidup. Dalam pandangan Haddad (1988) orang-orang yang mengambil sekedar kecukupan dari dunia ini dengan kebijaksanaan, tanpa mencari dalih ataupun sengaja
12
memilih cara-cara yang paling ringan adalah orang yang menemukan puncak
pengalaman spiritual.Sebetulnya masih ada lagi bentuk pengalaman manusiawi yang sulit
diklasifikaskan dalam hubungannya dengan perasaan, afeksi dan sikap. Dua
jenis pengalaman manusiawi dalam hal ini adalah integritas dan identitas.
(Fromm, 1996).Dari
berbagai defmisi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa
kebermaknaan hidup adalah adanya hasrat untuk hidup bermakna demi
kebahagian, penghayatan, penyesuaian diri yang mendukung pengembangan
pribadi dan harga diri individu. Kebermaknaan hidup adalah sekelumit keinginan
manusia di antara sekian banyak keinginan lainnya, yang menggambarkan
hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup
bermakna.
2. Karakteristik Individu yang Memiliki Kebermaknaan Hidup
Berdasarkan teori Frankl (dalam Bastaman, 1996), rumusan tentang
individu yang menjalani kehidupan bermakna dan memiliki kebermaknaan hidup
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab secara pribadi dalam mengarahkan hidupnya dalam
menyikapi nasib dan takdir.
b. Mengenali diri sendiri, dan menyadari dirinya sebagai makhluk Tuhan.
c. Memiliki kendali atau kontrol dan sadar terhadap hidupnya
d. Memiliki kebebasan untuk memilih cara bertindak dan bersikap sesuai
dengan dirinya.e. Memiliki kemampuan memberi dan menerima cinta.
g. Berorientasi pada masa depan dan bersikap optimis.
h. Tidak ditentukan oleh kekuatan diluardiri mereka sendiri.
i. Memiliki dasar untuk terus menjalani hidup.
Individu yang memilki kebermaknaan hidup dalam prespektif Haddad
(1996) adalah adanya perasaan tentram karena melaksanakan janji Allah,
kepercayaan hati akan jaminan Allah, pemusatan himmah (cita-cita) pada Tuhan,
penghindaran diri dari segala yang memalingkan diri dari Tuhan, kesediaan diri
untuk kembali kepada Tuhan, serta penyaluran seluruh daya dan tenaga dalam
mencari keridhaannya. Secara umum, keyakinan adalah pokok utama yang
menuntut hidup menjadi berarti, sedangkan segala macam kedudukan (maqam) yang mulia, akhlak yang terpuji dan amal-amal saleh adalah cabang-cabang serta buah-buahnya. Akhlak dan iman seseorang selalu mengikuti keyakinan diri
yang baik dalam hal kuat atau lemahnya serta bermanfaat atau tidaknya hidup seseorang (Hamka, 2000).
Al-Ghazali (dalam Qosim, 1999) melihat manusia-manusia berjalan
mengarungi kehidupan tapi mereka tidak tahu untuk apa mereka harus berlaku demikian, bahkan mereka tidak bertanya mengapa mereka berjalan demikian. Mereka adalah orang-orang yang mulghah (sia-sia). Banyak kelompok manusia yang tidak mengenal istirahat, selalu dikejar waktu, kering dari kebahagian dan kedamaiaan, gagal menikmati stabilitas emosional karena tidak memilki orientasi
hidup yang kuat. Mengacu pada Al-Ghazali (dalam Qosim,1999) yang
menyerukan pentingnya pencarian makna-makna kehidupan yang suci maka manusia seharusnya menunjukkan minat kepada tujuan-tujuan lebih yang tinggi. Berikutnya manusia dianjurkan agar berjuang demi kepuasan batin, kenikmatan cinta dan meyambut fajar kedamaian.
N
Asumsi yang dibangun tentang karakteristik individu yang mengejar
kebermakanaan hidup dalam analisis Toffler (1997) adalah adanya tanggung
jawab pada usia yang lebih dint. Karakteristik berikutnya adalah kemampuan
menyesuaikan diri, dan terpatrinya sikap individualitas yang merdeka namun tetap patuh pada otoritas masyarakat. Individu yang sehat dan mampu memaknai hidupnya bukan berarti ia tidak mau bekerja dan tidak membutuhkan
uang. Al-Jailani (1986) secara tekstual menyatakan bahwa melaksanakan
perintah Allah, menjauhi perbuatan terlarang, bersabar dalam menerima ujian, adalah hakekat tujuan hidup. Catatannya, asalkan semua sikap dan perbuatan
tersebut dilakukan dengan sadar dan diniatkan untuk mencari taufik
(pertolongan) Allah dan dalam rangka merendahkan diri di hadapan Allah.
Dahaq (dalam al-Jailani, 1988) berkata bahwa cinta kepada Allah adalah sikap mulia yang dikaruniakan Allah kepada hambanya yang dikehendakinya.
Allah memberitahukan bahwa dia mencintai hambanya dan hambanya pun
harus mencintainya. Implikasi dari cinta kepada Allah secara tidak langsung akan
melahirkan keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan antara kerja dan
menyenagkan diri, antara aktivitas horisontal dan transendental dan
keseimbangan lainnya. Menyambung konsep tentang cinta Junaidi (dalam al-Jailani, tt) mengungkapkan cinta keada Allah itu adalah cenderung kepada Allah dan apa saja yang bersangkutan dengan Allah. Bukti nyata dari cinta kepada Allah ialah adanya ridla (kerelaan) dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah.
Giat beramal, tidak merasa berat menjalani hidup menjauhi sikap
sombong dan menipu, bersikap arif dan terhadap sesama makluk Tuhan adalah kesimpulan hakekat hidup menurut sandaran agama. Adapun sikap bertanggung jawab secara pribadi, mengenali diri sendiri, menyadari dirinya sebagai makhluk
IS
Tuhan, memiliki kendaii atau kontrol, memiliki kebebasan untuk memilih cara
bertindak dan bersikap sesuai dengan dirinya dan memiliki kemampuan memberi dan menerima cinta adalah kesimpulan dari jenis karakteristik individu yang di dalam dirinya terdapat kebermaknaan hidup .
3. Aspek-aspek Dalam Kebermaknaan Hidup
Menurut Crumbaugh & Mahollick (dalam Koeswara, 1992), terdapat enam aspek dalam kebermakanaan hidup.
a. Makna Hidup
Makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang, dan memberi nilai khusus, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut.
b. Kepuasan Hidup
Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang
dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktifitas yang dilakukannya.
c. Kebebasan Hidup
Kebebasan hidup adalah perasaan mampu mnegendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.
d. Sikap Terhadap Kematian
Sikap terhadap kematian adalah pandangan dan kesiapan seseorang terhadap kematian yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
e. Pikiran Tentang Bunuh Diri
Pikiran untuk bunuh diri adalah merupakan pikiran seseorang untuk
f. Kepantasan Hidup
Kepantasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidupnya, sejauh
mana ia merasa bahwa apa yang telah ia alami dalam hidup adalah sebagai
sesuatu yang wajar.
Berdasarkan
pendapat
di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
untuk
menemukan kebermaknaan hidup, terdapat aspek-aspek kebermaknaan hidup
yang periu dipahami oleh setiap individu. Setiap individu mempunyai potensi
untuk memahami setiap aspek-aspek dan mengembangkannya agar
kehidupannya menjadi lebih bermakana.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup
Bastaman (1997) menyebutkan faktor ekstemal dan internal yang
mempengaruhi kebermaknaan hidup yang terdiri dari:
1. Faktor eksternal.
a. Sarana dan prasarana: Berbagai macam fasilitas yang ada yang lebih
bersifat fisik yang nantinya dapat membantu dalam proses pelaksanaan
pekerjaan yang dapat menunjang kalancarannya.
b. Aturan dan norma: adanya aturan dan norma yang baku yang telah
disepakati bersama yang nantinya dapat memberikan ikatan secara hukum yang sah dan dapat memberikan pula arahan yang lebih jelas tentang perilaku kehidupan sehari-hari.
c. Suasana dan kondisi lingkungan: Keadaan lingkungan tempat individu
tinggal yang nantinya juga dapat memberikan dukungan pada pemenuhan makna kehidupan individu.
17
a. Creative values (nilai-nilai kreatif) bekerja dan berkarya serta melaksanakan tugas dengan keterlibatan dan tanggung jawab penuh pada pekerjaan. Sebenarnya pekerjaan hanyalah sarana yang dapat memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup. Makna hidup bukan terletak pada pekerjaan melainkan pada sikap dan cara kerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya. Berbuat kebajikan dan
melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan termasuk usaha
merealisasikan nilai-nilai kreatif.
b. Experiential values (nilai-nilai penghayatan) : meyakini dan menghayati
akan kebenaran, kebajikan, keindahan, keadilan, keimanan, dan nilai-nilai lain yang dianggap berharga. Dalam hal ini cinta kasih merupakan nilai yang sangat
penting dalam mengembangkan hidup yang bermakna. Mencintai seseorang
berarti menerima sepenuhnya keadaan seseorang yang dicintai seperti apa
adanya serta benar-benar memahami kepribadiannya dengan penuh pengertian. Dengan jalan mengasihi dan dikasihi, seseorang akan merasakan hidupnya sarat dengan pengalaman-pengalaman penuh makna dan membahagiakan.
c. Attitudional values (nilai-nilai bersikap) : menerima dengan tabah dan
mengambil sikap yang tetap terhadap penderitaan yang tak pernah dapat dihadiri
lagi setelah berbagai upaya dilakukan secara optimal tetapi tak berhasil
mengatasinya. Mengingat peristiwa yang tragis tak dapat dielakkan lagi, maka
sikap menghadapinyalah yang periu diubah. Dengan mengubah sikap
diharapkan beban mental akibat musibah mengurang, bahkan mungkin saja
dapat memberikaan pengalaman berharga bagi para penderita yang dalam bahasa sehari-hari hikmah. Penderitaan dapat memberikan makna apabila
18
menerima keadaannya setelah upaya maksimal dilakukan tetapi tetap tidak berhasil mengatasi. Optimisme dalam menghadapi musibah ini tersirat dalam ungkapan-ungkapan seperti "makna dalam derita" (meaning in suffering) dan " hikmah dalam musibah" (blessing in disguise).
Manusia secara hakiki mampu menemukan makna hidup melalui
penghayatan agama. Bastaman (1997) mengatakan bahwa makna hidup
terdapat dalam kehidupan itu sendiri. Faktor seseorang dapat menemukannya melalui upaya yang sadar untuk merealisasikan nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap penghayatan terhadap trinilai inilah yang disebut sebagai sumber-sumber kebermaknaan hidup yang sekaligus merupakan salah satu metode dalam menemukan makna hidup.
19
B. Apresiasi Seni Peran Teater
1. Pengertian Apresiasi Seni Teater
a. Apresiasi. Istilah apresiasi yang berasal dari bahasa Inggris "Appreciation" yang berarti sebuah penghargaan. Apresiasi dapat juga diartikan sebagai suatu keputusan sebagai penghargaan atau suatu bentuk penilaian dari suatu obyek, yang dihapus dari uraian dalam psikologi introspektif, di mana nilai menentukan, secara kaku yang memisah dari sebuah pengamatan (Anshori,1996).
Pengertian apresiasi bisa disandarkan kepada banyak hal, seperti, apresiasi seni, apresiasi budaya, apresiasi karya dan Iain-Iain. Konteks pembahasan apresiasi yang ditujukan kepada seni, menurut Suardiman (1993), bisa memiliki makna berupa perhatian seseorang terhadap tata nilai seni, produk seni, atau segala macam bentuk kegiatan berkesenian yang sedemikian rupa sehingga orang tersebut mencapai tanggapan positif,
memiliki kebanggaan serta penghargaan dan dimiliki sebagai
kepribadiannya. Orang yang memiliki apresiasi sesuai dengan nilai seni biasanya akan menghadapi kehidupan yang tentram, aman, damai sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya yang diterima melalui proses pendidikan formal maupun nonformal.
Kenyataan sosial menunjukkan bahwa apresiasi tata nilai seni yang terdapat pada setiap orang akan tercermin pada sikap, perilaku di dalam hubungan sosial di mana ia berada. Orang yang telah mengikuti tata nilai seni dan budaya yang sudah mapan, akan mengikuti dan menyesuaikan tuntutan, ikatan nilai-nilai sosial yang sudah dianggap baik dan benar untuk dijadikan pandangan hidup bermasyarakat (Faruk, 1999).
20
Berangkat dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa apresiasi mempunyai pengertian bagaimana individu memberikan sebuah penilaian atau penghargaan terhadap segala sesuatu yang menjadi obyek kebutuhan dari individu, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang lebih bersifat keruhanian, yang mana nantinya akan memberikan sebuah kepuasan tersendiri bagi kehidupan individu. b. Seni Peran Teater. Secara umum, seni adalah ekspresi dari kebutuhan
manusia untuk memperoleh kehidupan yang selaras dan lengkap. Lebih jauh seni bahkan digunakan sebagai media perjuangan untuk memperoleh
hak-hak kebebasan (Camus, 1998). Sebagai media protes terhadap
realitas, sadar atau tidak, aktif atau pasif, optimistik atau pesimisik, seni selalu dapat ditemukan dalam keping karya yang benar-benar kreaif.
Paradigma estetisme dalam Islam yang membalikkan hubungan antara
lafdz (kata tekstual) dan ma'na (arti interpretasi keindahan) secara harmonis dan ritmis yang banyak diintrodusir oleh para pemikir Islam abad pertengahan, dalam kontek kekinian disejajarkan dengan pengertian seni
(Abdalla, 1999). Camus (1998) bahkan mengangankan seni seperti
pemberontakan. Layaknya sebuah pemberontakan, seni adalah sebuah gerakan yang pada waktu bersamaan bersifat mengagungkan sekaligus mengingkari kenyataan. Tidak seorang seniman pun dapat menerima kenyataan, tetapi juga tidak seorang seniman dapat hidup di luar kenyataan. Kreasi seni adalah kehendak kesatuan dengan dan suatu penolakan terhadap dunia.
Seni teater atau drama adalah salah satu bentuk seni yang
21
teater terjadi identifikasi yang sangat kuat dan nyata antara aktor dengan karakter fiktif yang dibawakannya, dan identifikasi yang dibawakannya, dan identifikasi yang lebih halus lagi antara pengamat terhadap aktor. Dalam
sudut pandang kebersamaan dalam seni peran teater terjadi identifikasi
individu dalam sebuah kelompok, berawal dari sebuah istilah yang ada dalam seni peran teater yaitu ; Sosiodrama. Dalam sosiodrama seorang individu atau seorang seniman tetaer dituntut adanya kebersamaan dalam melakukan sebuah aktifitas yang berhubungan dengan dunia seni peran
teater, lebih jelas lagi dalam sosiodrama dapat memberikan semacam
arahan dalam kebersamaan hidup antara sesama anggota dalam sebuah kelompok tetaer.
Seorang pakar psikologi Carl Gustav Jung, menjelaskan bahwa empati
sebagai pusat teorinya tentang estetika. Menurut Jung, bila orang
memandangi suatu obyek artistik maka ia "menjadi obyek tersebut,
mengidentifikasikan diri dengannya, dan dengan cara itu meyingkirkan
dirinya sendiri", inilah rahasia dari kekuatan katarsis dari suatu seni (May, 1997).
Abdalla(1999) dengan berani mengungkapkan secara definitif bahwa
seni dalam ranah Islam adalah traktat yang dapat berupa filsafat, fiqih,
mantiq dan lainnya, yang dituturkan dalam gaya dan bobot literal yang amat
memukau. Fashlul Maqol Fii Ma Bainal Hikmati Wasyahaty minal It Tishal karya Imam Maliki adalah icon seni dalan Islam. Al-Ghazali juga menulis
semacam renungan pribadi dalam Almunqidz minal al-Dzalal, Ibnu Al-Jauzi
menulis hal yang sama dalam Faidhul Khathir yang semuanya memilki cita
Beranjak ke pengertian seni peran teater, istilah teater pada mulanya
dikenal dan digunakan oleh bangsa Yunani. Menurut Hamzah (1995), teater
muncul pertama kali ketika orang-orang Yunani melakukan upacara ritual
kepada dewanya. Upacara tersebut dilakukan di tempat ketinggian, suatu
tempat di mana disebut dengan Teaomai (theatron). Kata Theatron, sesuai dan seiring dengan kemajuan jaman yang semakin modern berubah
menjadi Theatre (Inggris) dan Theater (Belanda) yang artinya mencakup
beberapa pengertian, yang antara lain : a. Sebuah gedung pertemuan
b. Sebuah panggung ada pentas.
Kemudian pengertian meluas menjadi beberapa faktor mengenai pekerja
teater yang terdiri dari :a. Pemain teater
b. Pelaksana teknis.
Pengertian lebih lengkap tentang teater dikemukakan oleh Ismail
(dalam Wintarno, 1992) yang menjelaskan bahwa seni peran teater adalah
seni menafsirkan, yaitu, pemain menafsirkan secara kreativitas
kehidupannya ke dalam segala bagian dan seginya dengan menggunakan
anatomi tubuh, pikiran, dan perasaan sebagai media peragaanya. Dasar
seni teater adalah penampilan sesuai dengan naskah yang tertulis disertai
gerak tari dan gaya ungkapan serta diiringi sebuah alunan musik tertentu.
Teater dimainkan oleh seseorang atau beberapa orang pemain yang biasa
disebut dengan Aktor, dan disuguhkan pada audien atau penonton
(Harymawan,1993).2}
Rendra (1983) menyebutkan bahwa seni drama dan seni peran teater
mempunyai pengertian yang sama, yaitu sebuah karya kelompok yang
mengandung ekspresi orang-orang di dekatnya dan merangsang bagi
keindahan orang lain. Melihat yang demikian, di dalam teater dibutuhkan
sekumpulan individu yang tergabung dalam sebuah karya kolektif dan
harmonis sehingga menghasilkan sebuah
karya yang dapat dinilai
keindahannya oleh orang lain.
Anirun (1980) menjelaskan, pada taraf latihan dasar periu adanya
penalaran ekspresi yang bersifat kejasmanian dan kejiwaan. Dalam
memainkan sebuah peran, seorang aktor, di atas panggung dituntut memilki
totalitas dalam mengekspresikan pikiran, emosinya, suara maupun gerak
dan kelenturan tubuhnya. Oleh sebab itu
dalam sebuah proses
pembentukan, para pemain teater periu adanya latihan dasar keaktoran,
yang arti dan tujuannya untuk mempersiapkan
keempat aspek di atas
tersebut, sebelum
aktor memainkan sebuah peran dan peranan yang
sesungguhnya yaitu membedakan atau memainkan seorang tokoh peran
yang dipercayakan oleh sang sutradara pada dirinya.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni
peran teater merupakan salah satu bentuk ungkapan ekspresi kehidupan
individu dalam sebuah panggung atau pentas, di mana seorang individu
dapat memainkan sebuah peran karakter diluar dirinya, yang pada akhirnya
seorang individu akan mampu mengeksplorasi karakter diri sebanyak
mungkin, untuk kelangsungan pencarian jati diri individu.
c. Apresiasi seni peran teater. Tingkat Apresiasi seni peran teater mempunyai
24
seni dan budaya khususnya seni peran teater atau seni drama pada
umumnya (Salim, 1991). Pengakuan dan penghargaan yang dimaksud di
sini adalah respon seorang individu dalam memberikan suatu intrepretasi
secara khusus terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam seni peran teater.
Tahap selanjutnya individu bahkan mampu mengintegrasikan dalam
nilai-nilai kehidupannya.
Seni adalah suatu hasil karya yang diciptakan dengan kecakapan yang
luar biasa. Dari gaya, corak, bentuk dan ciri-ciri khas, karya sini tertentu
dapat dapat ditebak dari mana atau oleh siapa hasil seni itu diciptakan.
Pengkajian makna seni budaya sebagai manifestasi cinta kasih
sayang, kemesraan, pemujaan, dan terutama yang berkaitan dengan
norma-moral
dan
tata
nilai
dimaksudkan
untuk
mengembangkan
kepribadian dan wawasan pemikiran dalam pandangan Rendra (1983)
disebut sebagai sebentuk apresiasi seni. Hal ini berarti akan memperluas
daya tanggap, persepsi dan penalaran mengenai fakta seni budaya yang
dihadapi setiap hari, dapat menimbulkan daya kreatif untuk menciptakan
atau menikmati hasil karya seni yang berada
dalam berbagai bentuk
kesenian.
Apresiasi
terhadap
kesenian
bisa
berdampak
positif
bagi
perkembangan kepribadian, sebagai hiburan dan yang amat penting adalah
sebagai media penerangan dan pendidikan (Suyadi, 1995) Adapun dampak
positif lain menurut Suardiman (1993)
bagi orang-orang yang mampu
mneyesuaikan diri dari tuntutan dan ikatan nilai-nilai sosial yaitu menjadi
orang yang berkeseimbangan mental. Padahal orang-orang yang kondisi
25
mentalnya sehat akan terlihat pada perilaku sosial, memiliki kesanggupan
berfikir, memiliki semangat kerja, dan perhatian di bidang seni.
Dari beberapa defmisi di atas bahwa tingkat apresiasi seni peran
teater mempunyai pengertian seberapa besar atau seberapa jauh seorang
individu mempunyai penilaian atau penghargaan terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam seni peran teater. Dalam hal ini, seorang individu dituntut
totalitasnya mengekspresikan kemampuan individu untuk berakting dalam
sebuah pentas atau panggung.
2. Apresisasi Seni Bagi Pekerja Seni Teater
Anirun (1980) menjelaskan bahwa ekspresi apresiasi yang bersifat
kejasmanian dan kejiwaan dilatih secara intensif, untuk meningkatkan ketahanan
dan keluwesan tubuh, ketrampilan gerak dan reaksi, kepekaan rasa, kejernihan
pikiran, kemauan, ketajaman ingatan, dan visi kreatif adalah sebuah proses
apresiasi seni peran bagi seorang pekerja teater. Selanjutnya latihan
dasar
keaktoran yang lazimnya disebut latihan dasar teater, secara garis besarnya
disebut dan meliputi:a. Olah Vokal, tubuh dan jiwa . Dalam latihan vokal diharapkan seorang aktor,
akan mempunyai suara yang keras, bersih dan serak, sehingga mampu
menjangkau audien atau penonton yang ada dalam gedung atau area teater,
tanpa harus berteriak. Olah Tubuh, di antaranya kelenturan tubuh, keluwesan
bergerak, kemampuan untuk berpasif dengan seluruh tubuhnya, atau
kesanggupan untuk
bersikap serta perbuatan lainnya, harus mampu
dilahirkan oleh sang aktor. Olah jiwa, dalam teater diartikan sebagai teknik
pengolahan sukma yang dialakukan dengan meditasi dan mengasah
kepekaan panca indra.26
b. Teknik Pemeran. Disebut juga dengan teknik bermain. Dengan melalui
tahapan ini setiap latihan ditekankan pada penciptaan karakter dan emosi
peran serta suasana lakon.
b. Improvisasi.
Improvisasi
bermanfaat
untuk meningkatkan
ketrampilan
bermain
seorang
aktor,
selain
itu
improvisasi
berguna
juga
untuk
memperkaya imajinasi dan untuk melatih kemampuan dalam merespon atau
menanggapi lingkungan.
c. Observasi. Seorang aktor haruslah merupakan seorang pengamat, bukan
saja di atas panggung tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari
Berkenaan dengan salah satu teknik olah tubuh, Boleslavky (1957),
menjelaskan bahwa latihan olah tubuh bertujuan untuk melatih stamina,
kelenturan serta bentuk kesadaran tubuh. Setelah ketiga hal tersebut dikuasai,
melalui latihan ini akan diperoleh kepekaan terhadap kesadaran diri atau lebih
bisa mengenal diri sendiri.
Menurut (Rendra, 1983), salah teknik bermain drama dalam pemeranan
teater adalah teknik pembina puncak. Di dalam memainkan sebuah peran,
seorang aktor harus mampu menjaga emosi peran sesuai dengan alur cerita,
sehingga dapat mencapai klimaks yang diinginkan sesuai dengan skenario.
Stanislavsky (1980), menjelaskan bahwa observasi dan pengamatan
dalam teater pada umumnya dan bagi aktor pada khususnya adalah dengan
melibatkan diri ke dalam kehidupan secara menyeluruh, artinya meliputi
keterlibatan fisik (dengan mengamati) dan
keterlibatan secara emosional
(dengan merasakan), lalu dengan jeli dan seksama mencatatnya ke dalam
ingatan dan sekaligus meresapkannya. Dengan diri pribadi seorang aktor akan
27
batiniah yang pada gilirannya pengalaman tersebut akan dimunculkan lagi untuk
kepentingan kerja kreatif.1.
Pengalaman dari diri sendiri: yang diperoleh secara langsung, yaitu
berhadapan dengan orang yang bersangkutan.
2. Pengalaman dari orang lain : pengalaman yang diperoleh secara tidak
langsung, yaitu melalui cerita dari orang kedua atau ketiga dan seterusnya,
atau melalui cerita tertulis.
3.
Pengalaman melalui imajinasi, medan observasi dalam pembahasan ini
adalah pada pengalaman diri sendiri dan pengalaman orang lain.
Guna kepentingan pementasan, maka pengalaman yang dimiliki aktor
suatu ketika akan dimunculkan kembali dan dialihkan ke dalam peran (transfer
of emotion) sesuai dengan porsi yang dibutuhkan. Setelah melakukan observasi
dalam kehidupan guna memperkaya pengalaman, baik lahir maupun batin, maka
sebagai langkah selanjutnya adalah memunculkan pengalaman tersebut kembali,
yaitu melalui ingatan visual dan ingatan emosi.
Secara harfiah konsentrasi mengandung pengertian pemusatan, dan
secara lengkap dapat diartikan pemusatan pikiran dan perasaan pada suatu
sasaran tertentu. (Boleslavsky,1957), menekankan bahwa pemusatan pikiran
atau disebut dengan konsentrasi merupakan kesanggupan yang diperlukan guna
untuk mengarahkan semua kekuatan ruhani maupun pikiran yang ditujukan pada
arah yang sudah jelas serta melanjutkan secara terus menerus selama masih
menghendakinya. Selanjutnya dengan jiwa dan raga yang relax dan tenang,
serta mengandung stamina, perasaan akan menjadi lebih peka, serta menjadi
lebih kaya dalam variasi dan nuansa (Rendra, 1983).
28
Segala sesuatu obyek dari luar yang ditangkap oleh panca indra akan
melahirkan asosiasi-asosiasi tertentu, misalnya bau sedap, akan
mengasosiasikan pada makanan yang lezat dan enak. Asosiasi cenderung
terjadi karena pada dasarnya bahwa seseorang memiliki daya atau kemampuan
untuk berasosiasi (Rendra, 1983).
Seni peran teater menurut Sitorus (2002) membutuhkan bakat seni bagi aktomya. Konotasi bakat secara literal dalam kamus dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang alamiah dari seseorang yang mempunyai inklinasi yang bersifat spesial dan kreatif. Dalam diri seorang aktor, kemampuan-kemampuan ini adalah sensitifitas yang tinggi dan responsif terhadap penglihatan, bunyi,
sentuhan, rasa dan juga bau.
Titik singgung antara apresiasi seni dan proses pelunakan emosi dalam seni peran teater bagi seorang aktor dengan sangat cemerlang di beberkan
Rendra (dalam Waluyo, 2002) yang menyebutkan bahwa dalam pementasan
terdapat empat sumber inspirasi gaya, yaitu aktor atau bintang, sutradara,
lingkunagan dan penulis. Dalam hal teknik berperan ini diharapkan seorang aktor
menjadi sumbergaya dalam pementasan teater. Jadi, sampai pada tahapan ini
dapat ditarik buah pemikiran bahwa adanya apresisai seni yang besar bagi
seorang aktor amatlah penting. Apresiasi seni membuat seorang aktor memilki
daya cipta, daya kreatif dan mampu membuat ia memerankan atribut orang lain.
2. Aspek-aspek Dalam Apresiasi Seni Peran Teater
Arifin. C. Nur (tanpa tahun) dalam sebuah naskahnya "Sumur Tanpa
Dasar", memberi ilustrasi pengalaman yang sangat berarti bagi seorang pekerja
teater (aktor) tentang periunya menanggalkan jati diri sendiri untuk membiaskan
Proses kreatif sebagai bagian dari apresiasi dalam seni peran menurut
Dahana (2001) membawa konsekuensi logis di tingkat pribadi, yang antara lain:
a.
Seorang aktor memiliki kemampuan mengenali karakter dan persoalan
orang lain, dalam variasi yang sebanyak-banyaknya. Artinya, dalam
kehidupan
sehari-hari
seseorang
mesti
dapat
menempatkan
dunia
sekitarnya sebagai pelajaran pertama, terutama pada variasi masalah dan
kejiwaan manusianya. Perbendaharaan ini lah yang akan memperkaya
penghayatan pada sebuah peran.b.
Seorang aktor pun mesti memiliki kemampuan primer untuk mengenali din
sendiri, di mana perbendaharaan pengetahuan di atas menjadi sumber
referensi dan refleksi untuk kedua hal ini. Konsekuensi ini pun tak terelakkan
lantaran
kemampuan
seorang
aktor
untuk
menanggalkan
atau
mengosongkan dirinya sendiri tak dapat ia lakukan tanpa mengenali apa
yang akan meluputkan seorang aktor dari kegamangan atau kerancuan
pribadi, akibat kerapnya ia berpindah-pindahnya peran didalam maupun
diluar panggung.c.
Kemampuan reflektif dan kontemplatif di atas pada akhirnya akan menjadi
proses dasar latihan sang aktor dan juga menjadi salah satu penentu dan
kualitas artistik maupun bentuk estetik yang dihasilkannya. Tak peduli pada
dasar atau sang aktor yang bersangkutan, baik berdasar bakat intuisi atau
rasio intelektual, ataupun gabungan keduanya. Kemampuan itu pula yang
akan mengkondisikan seorang aktor untuk berani mengalahkan diri sendiri,
dan memenangkan orang lain, dan akhirnya memberikan konsekensi.
d. Pengembangan kualitas permainan seorang aktor yang menghasilkan
(bahkan ditentukan) oleh perkembangan kualitas manusia sang aktor sendiri.
30
Hal keempat ini sebenarnya lebih berposisi sebagai hipotesis yang memang
telah memakan waktu sepanjang usia kreatif saya untuk membuktikan atau setidaknya mengisi kegelisahan kreatif saya selama ini.
Adanya aspek ini, diharapkan semoga individu yang nantinya dapat
memberikan pengertian serta penghayatan dalam peran dirinya untuk supaya
dapat menerapkan dalam kehidupan antar sesama individu lain atau dalam kehidupan sosial individu.
C. Hubungan Antara Tingkat Apresiasi Seni Pearan Teater dengan
Kebermaknaan Hidup
Psikologi khususnya aliran psikologi humanistik, mempelajari manusia dan kualitas-kualitas khas manusiawi yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk
lain, terutama hewan. Kualitas-kualitas manusiawi itu antara lain : rasa tanggung
jawab, nilai dan penilaian, kebebasan pribadi, cinta kasih, rasa etis dan estetis, krativitas, dan sebagainya. Seni sebagai ungkapan nilai-nilai dan estetis sudah
tentu menjadi bahan telaah psikologi. Seni pun berfungsi sebagai salah satu sumber yang penting bagi pengembangan hidup bermakna dan kesehatan jiwa
dalam psikologi aliran logoterapi. Kehidupan yang bermakna dapat diraih dengan
jalan memahami, menghayati dan merealisasikan dari ketiga nilai yaitu: nilai-nilai
kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap. Artinya, hidup bermakna
dapat dicapai
melalui
karya dan kegiatan berkarya yang bermanfaat,
pengalaman dan penghayatan atas kebenaran, keyakinan, keindahan, dan cinta kasih, serta sikap tepat atas peristiwa tragis yang tak dapat dielakkan lagi
Menciptakan karya seni adalah ungkapan
nilai-nilai kreatif, sedangkan
mengalami dan menghayati karya seni tergolong nilai-nilai
penghayatan yang
semuanya merupakan sumber makna hidup dan kesehatan mental.
Kreasi seni sebagai ekspresi perasaan dimanfaatkan dalam psikologi
sebagai terapi yang disebut
terapi seni. Kegiatan-kegiatan seperti
menari,
bernyanyi, melukis, membaca novel, pantomim, dan menciptakan karya seni
ternyata
sangat
membantu
melancarkan
komunikasi antara
pribadi dan
mengatasi hambatan emosional. Bermain seni peran dalam drama telah lama digunakan sebagai terapi yang dikenal "Psikodrama".
Ternyata fenomena dan dunia seni peran teater adalah titik temu
psikologi seni. Keduanya melibatkan diri dalam fenomena ini dan sering
menjadikannya sebagai tema sentral kajian psikologi dan kreasi seni. Keduanya
(seharusnya) saling membutuhkan dalam mempertajam pemahaman tentang
manusia.
Mengingat begitu erat antara seni dan psikologi, maka tak mengherankan
bila tokoh psikologi yang bernama Gardon W. Allport, seorang pakar psikologi
kepribadian secara tidak langsung menunjukkan pula titik temu antara psikologi
dan seni. Sudah tentu saran baik ini pun dapat dijabarkan lebih lanjut lagi
bagi para psikolog dan para insan seni sebagai berikut: Bila anda seorang
psikolog sering-sehnglah, membaca novel, melihat pameran seni rupa dan foto,
menonton film dan teater, menikmati musik atau seni suara dan tan, menyimak
makna saja, menyaksikan pagelaran seni tradisional dan seni kontemporer. Dan
jangan lupa berbincang-bincang hangat dengan para seniman. Sebaliknya, bila
anda insan-insan seni, baik sebagai aktor maupun sebagai sebagai sutradara,
memahami: Motivasi, persepsi, dan emosi: imajinasi dan kreatifitas; komunikasi
efektif ; pengenalan dan pengembangan diri, temperamen, karakter dan
kepribadian
;
pendidikan
dan
cara-cara
mengajar
efektif:
perilaku
menyimpang dan keterampilan konseling penghayatan etis dan estetis, sertahakikat manusia, dan berteman baiklah dengan psikologi (Bastaman, 1996). Eksistensi seorang aktor diketahui dari kemampuan dan kebutuhannya memberikan definisi pada dirinya sendiri. Kemampuan mentransformasikan diri
ini sebenarnya adalah potensi, kekuatan di masa datang. Sementara proses
berteater mengajarkan tentang siapa diri yang sebenarnya,
maka aktor
mengajarkan seseorang tentang siapa dia nanti. Kemampuan mendefinisikan diri
ini, menunjukkan bahwa akting itu adalah seni yang merayakan vitalitas kehidupan manusia dan mengalirnya kehidupan tersebut.
Merasakan kapasitas akting sebagai seni yang memperkaya kehidupan
spiritual manusia di mana saat ini orang membutuhkan kesegaran rohaniah
seperti itu. Seseorang periu mengeksplorasi kekayaan dari peristiwa-peristiwa teater atau film, peristiwa spiritual antara dia dengan penontonnya, yang
resonansinya di dalam diri mereka berpengaruh lama setelah pertunjukan
selesai. Dalam pencarian jati diri inilah terjadi semacam proses penghayatan dan
pemahaman akan keberadaan dirinya dalam lingkungan sosial. Dalam hal ini
secara tidak langsung pula seorang aktor telah memberikan semacam
pemaknaan terhadap perilaku serta hal-hal yang menyangkut kehidupan
sehari-harinya. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika seorang aktor yang mampu
melakukan penampilan aktingnya secara maksimal, akan merasakan satu kepuasan tersendiri karena ia merasa telah berbuat secara totalitas di dalam
langsung akan mempengaruhi seorang aktor dalam menilai eksistensinya sebagai seorang yang memiliki makna hidup. Totalitas juga memberi warna seseorang dalam memandang dirinya secara positif. Perasaan diri yang positif menjadikan individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri dari tuntutan dan
ikatan nilai-nilai sosialnya yaitu menjadi orang yang berkeseimbangan mental
(Suardiman, 1993).
Berangkat dari titik inilah seorang individu akan mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan sosialnya dengan penuh rasa
tanggung jawab, dalam hal ini seorang individu akan mampu menemukan makna
hidupnya, untuk proses selanjutnya dalam mencapai kebermaknaan hidupnya
dalam kehidupan sehari-hari.
D. Hipotesis
Ada hubungan positif antara tingkat apresiasi seni peran teater dengan kebermaknaan hidup, semakin tinggi tingkat apresiasi seni peran teater maka
34
BAB III
Metode Penelitian
A. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung
: Kebermaknaan Hidup
2. Variabel Bebas
:Tingkat Apresiasi Seni Peran Teater
B. Definisi Operasional Variabel
1. Kebermaknaan Hidup
Kebermaknaan hidup adalah adanya hasrat untuk hidup bermakna dem
kebahagiaan, penghayatan, penyesuaian diri yang mendukung pengembangan
pribadi dan harga diri pada individu.
Kebermaknaan hidup dapat diketahui dari skor yang diperoleh subyek
setelah mengisi skala kebermaknaan hidup. Semakin tinggi skor yang diperoleh
semakin tinggi kebermaknaan hidupnya.
2. Tingkat Apresiasi seni peran Teater.
Tingkat apresiasi seni peran teater mempunyai pengertian seberapa
besar atau seberapa jauh seorang individu (pemain teater) mempunyai penilaian
atau penghargaan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam seni peran teater.
Dalam hal ini, seorang individu dituntut totalitasnya mengekspresikan
kemampuannya untuk berakting dalam sebuah pentas atau panggung.
Untuk mengetahui tingkat apresiasi seni peran teater akan diketahui dari
skala apresiasi seni peran teater. Dari alat ini akan diperoleh skor apresiasi seni
peran teater, semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi apresiasi seni
JS
C Subyek dan Sampel Penelitian
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang berdominsili di Jogjakarta
dan masih aktif sebagai mahasiswa berusia antara 19 tahun sampai dengan 27
tahun yang lebih berorientasi dan mempunyai minat seni, khususnya seni peran
teater, dan juga terkoordinir dalam suatu lembaga atau organisasi yang bergerak
dalam bidang seni, misalnya kelompok-kelompok teater kampus atau
sanggar-sanggar teater yang ada di Jogjakarta.
D. Prosedur Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data adalah suatu cara untuk mendapatkan data
yang akan dianalisis dalam suatu penelitian. Untuk mendapatkan data yang
relevan dan akurat metode pengumpulan data yang digunakan haruslah tepat
dan susuai dengan tujuan penelitian yang akan digunakan, sehingga dapat
memenuhi syarat reliabilitas dan validitas.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur
yang berbentuk angket atau kuesioner. Metode kuesioner adalah suatu daftar
yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang
akan diteliti, dalam hal ini adalah masalah tingkat apresiasi seni peran teater dan
kebermakanaan hidup.
Alasan digunakannya metode angket adalah ( Hadi,1993):
1. Dapat dilakuakan sekaligus pada subyek penelitian dalam jumlah yang besar.
2. Subyek mempunyai interpretasi yang sama dengan maksud penelitian tentang
pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam
angket.36
3. Adanya pertimbangan bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang
keadaan di dalam dirinya sendiri.
Tujuan dilakukannya pengumpulan data dengan menggunakan metode
angket adalah agar memperoleh informasi yang relevan serta akurat dalam
waktu yang relatif singkat sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu,
penggunaan metode angket juga dapat mengurangi subyektifitas baik dari
penelitian maupun dari subyek penelitian.
Penelitiaan ini melibatkan dua variabel yaitu variabel tingkat apresiasi
seni peran teater dan kebermaknaan hidup. Untuk menggungkap variabel
kebermaknan hidup digunakan angket kebermakanaan hidup yang dimodifikasi
dari rancangan Crumbaugh dan Maholick yang diberi nama The Purpose in Life
Test, yang dapat mengungkap respon-respon yang diyakini berkaitan atau
merupakan petunjuk bagi seberapa tinggi individu menghayati dan mengalami
hidupnya secara bermakana, Frankl (dalam Koeswara, 1992). Aitem-aitem
Purpose In Life Test diharapkan dapat membedakan individu yang tinggi makna
hidupnya dengan individu yang hampa akan makna hidupnya.
Aitem-aitem
tersebut
merepresentasikan
beberapa
respon
yang
berkaitan
dengan
kebermaknaan hidup, yaitu makna hidup, kepuasan hidup, kebebasan, sikap
terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri, dan kepantasan hidup. The
Purpose in Life Test ini terdiri dari 20 aitem yang masing-masing jawabannya
bergerak dari angka satu sampai tujuh dengan menggunakan skala model
semantik, dan kemudian Purpose In Life Test dimodifikasi menjadi 60 aitem
dengan menggunakan skala model Likert (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai,
dan sangat tidak sesuai). Penggunaan skala Likert dilakukan dengan asumsi
bahwa subyek penelitian lebih memahami pernyataan yang terdapat pada angket
37
penelitian, sehingga akan memudahkan subyek dalam menjawab semua
pernyataan yang terdapat pada angket penelitian.Tabel
Distribusi aitem-aitem Angket kebermakanaan hidup
No Aspek-aspek Aitem Favorable Aitem unfavorable Jumlah Bobot (%) 1 Makna Hidup i 31,45,46 2, 13,14,30, 39,56 9 15% 2 3 Kepuasan Hidup 1,15,27,29,4 1,44,55,57, 59 4,28,40,50, 60 14
ir~23,4%~
Kebebasan Hidup 8, 12,26,42, 47, 3, 24, 25, 54, 58 10' 16,7%
4 5 Sikap Terhadap Kematian 20, 23, 53 7,19,32,49, 51 8 13,3% ; Pikiran untuk Bunuh Diri 33, 34, 52 6, 11, 16,35, 48, 8 13,3% i i i 6 Kepantasan Hidup 5,10,17,18, 21,22,36, 37 9, 38, 43 1118,3% |
Total 31 29 ! 60 100%Untuk mengungkap tingkat apresiasi seni peran teater yang mengungkap
aspek-aspek dari makna seni peran teater. Angket tingkat apresiasi seni peran
teater disusun oleh penulis sendiri, yang terdiri dari 60 aitem.
Metode kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini, yang
menyangkut beberapa aspek dari apresiasi seni peran teater yaitu : kemampuan
39
E. Metode Analisis Data