• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas beberapa hal, yaitu: a) kompetensi guru SMP yang meliputi hakikat kompetensi guru SMP dan pengembangan kompetensi guru SMP; b) modul pelatihan PTK berbasis andragogi; c) penelitian dan pengembangan yang meliputi beberapa model penelitian pengembangan dari para ahli; penelitian yang relevan; dan d) kerangka berpikir.

2.1 Kompetensi Guru SMP

2.1.1 Hakikat Kompetensi Guru SMP

Kompetensi menurut Musfah (2011: 29) merupakan kemampuan seseorang yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diwujudkan dalam hasil kerja nyata yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Sedangkan Daryanto dan Tasrial (2015: 1) mengemukakan bahwa kompetensi berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki dan dihayati, serta dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Novauli (2015: 45) berpendapat bahwa kompetensi dapat diartikan sebagai kebulatan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan

(2)

14

dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa kompetensi meliputi ketiga aspek tersebut yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang diwujudkan dalam sikap/perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan. Konsep ini juga menjelaskan tentang kompetensi guru SMP karena guru SMP merupakan bagian dari guru secara umum.

Guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya harus memiliki kompetensi yang cukup agar mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi yang dimaksud berkaitan dengan

kemampuannya dalam menguasai cara belajar yang efektif, mampu memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi contoh dan teladan bagi siswa, mampu memberikan nasehat dan petunjuk yang berguna, menguasai teknik-teknik membimbing dan mengajar, mampu menyusun dan melaksanakan program penilaian, dan berbagai hal yang dibutuhkan dan mempengaruhi proses belajar mengajar (Hamalik, 2010:

(3)

15

40). Kemampuan-kemampuan ini sangat penting untuk dimiliki oleh guru, karena proses dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki oleh guru. Guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif, menyenangkan bagi peserta didik serta lebih mampu mengelola kelasnya dan proses belajar yang dilakukan siswa berada pada tingkat yang optimal. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang guru untuk memiliki kompetensi yang cukup dan sesuai (Hamalik, 2010: 36).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 8 menegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya, pasal 10 menjelaskan bahwa kompetensi yang dimaksud pada pasal 8 untuk harus dimiliki guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selain itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 1 juga menjelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan

(4)

16

rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya, ayat 3 menjelaskan kompetensi yang dimaksud yaitu kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi: kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa mutlak bagi seorang guru untuk memiliki dan menguasai empat kompetensi tersebut untuk menjadi guru yang profesional.

2.1.2 Pengembangan Kompetensi Guru SMP

Meningkatkan mutu pendidikan merupakan salah satu amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang sampai dengan saat ini masih terus diupayakan untuk diwujudkan. Guru yang profesional merupakan komponen penting dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki keempat kompetensi secara lengkap yang selalu ditingkatkan dan dikembangkan melalui kegiatan pengembangan kompetensi serta kegiatan penunjang lainnya untuk menjamin profesionalitas guru.

Salah satu upaya atau wadah yang disediakan pemerintah berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru adalah program pengembangan kompetensi berkelanjutan (PKB). Program PKB merupakan program

(5)

17

yang diarahkan untuk dapat mempersempit jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial, dan kepribadian yang dimiliki guru saat ini dengan apa yang menjadi tuntutan di masa yang akan datang. Program ini mendorong guru untuk memelihara serta meningkatkan kompetensi yang dimiliki serta yang dibutuhkan dalam melaksanakkan tugasnya yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan PKB akan membantu terwujudnya guru profesional yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas dan tuntas, tetapi juga mempunyai kepribadian yang matang dan seimbang. Dengan pengetahuan yang luas dan tuntas serta kepribadian yang matang dan seimbang, maka performa guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran akan maksimal serta menghasilkan layanan pendidikan yang bermutu (Panjaitan, 2017: 7).

Kegiatan PKB pada hakikatnya bertujuan untuk membantu guru dalam karirnya sendiri, karena kegiatan PKB diadakan dan dikembangkan atas dasar profil kinerja guru yang merupakan wujud dari hasil Penilaian Kinerja Guru (PKG). Guru yang memiliki angka kredit PKG di bawah standar, maka kegiatan PKB diorientasikan untuk dapat mencapai standar. Sedangkan guru yang telah

(6)

18

mencapai standar, kegiatan PKB diorientasikan untuk pencapaian yang lebih tinggi (Mawardi, 2012: 105).

Permen Pan dan RB No. 16 Tahun 2009 menjelaskan rumusan formal komponen PKB seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komponen PKB

Komponen PKB Deskripsi

Pengembangan Diri

1. Diklat fungsional

2. Kegiatan kolektif Guru yang

meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru

Publikasi Ilmiah

1. Presentasi pada forum ilmiah; 2. Publikasi ilmiah berupa hasil

penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal;

3. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru;

Karya Inovatif

1. Menemukan teknologi tepat guna;

2. Menemukan/menciptakan karya seni;

3. Membuat/memodifikasi alat

pelajaran/ peraga/praktikum;

4. Mengikuti pengembangan

penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya;

Mengacu pada Permendiknas No 16 Tahnu 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan Permen Pan dan RB No 16 Tahun 2009 tentang rumusan formal komponen PTK yang telah dijelaskan tersebut, maka komponen PKB dalam upaya peningkatan

(7)

19

kompetensi guru yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka komponen PKB yang dikembangkan peneliti untuk meningkatkan kompetensi guru SMP.

2.2 Modul Pelatihan PTK Berbasis Andragogi

2.2.1 Hakikat dan Karakteristik Modul Pelatihan PTK

Modul pelatihan pada hakikatnya hampir sama dengan modul pembelajaran. Sugiharsono (2009: 8) mendefinisikan modul pembelajaran sebagai materi yang disusun atau disajikan secara tertulis dan pembaca diharapkan dapat menyerap materi tersebut secara mandiri sehingga meningkatkan kemampuan pembelajar dalam

10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

Kompetensi Pedagogik

14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

14.3 Bekerja Mandiri secara Profesional

Kompetensi Kepribadian

19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 19.2 Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi

pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain. Kompetensi Sosial 2. Publikasi Ilmiah berupa hasil penelitian

(8)

20

menguasai satu kompenen pembelajaran sebelum pindah kekomponen pembelajaran selanjutnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rohman (2013: 93) menyatakan bahwa modul pelatihan sebagai materi pembelajaran yang disusun secara tertulis dan sistematis serta mengacu pada tujuan pembelajaran yang dapat dipelajari secara mandiri dan dapat meningkatkan kemampuan pembelajar dalam menguasai suatu unit pelajaran serta dilengkapi dengan aktivitas kegiatan dan alat evaluasi. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul pelatihan PTK merupakan materi atau bahan ajar tentang PTK yang disusun secara sistematis dan disajikan secara tertulis dengan bahasa yang mudah dipahami serta dilengkapi dengan aktivitas belajar dan alat evaluasi sehingga pembaca dapat belajar secara mandiri tanpa terhambat oleh ruang dan waktu dalam mencapai tujuan belajarnya.

Rahdiyanta (2017: 2-3) menyatakan bahwa modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar harus memiliki karakteristik yang diperlukan sebagai modul, sehingga dalam penulisan modul harus memperhatikan karakteristik sebagai berikut:

a) Self instructional; merupakan karakteristik penting

(9)

21

memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus: 1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian Kompetensi Dasar. 2) Memuat materi pembelajaran dalam unit kegiatan yang spesifik, sehingga mudah dipelajari secara tuntas; 3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi; 4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya untuk mengukur tingkat penguasaan materi; 5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik; 6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran; 8) Terdapat instrumen penilaian untuk melakukan penilaian mandiri (self assessment); 9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik,

sehingga peserta didik mengetahui tingkat

penguasaan materi; 10) Terdapat informasi tentang rujukan/ referensi yang mendukung materi.

b) Self Contained; modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep

(10)

22

ini adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik atau pembelajar.

c) Stand alone; merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, pembelajar tidak perlu bahan ajar lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

d) Adaptif; Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut

dapat menyesuaikan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan dalam kurun waktu tertentu.

e) User friendly; Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi

(11)

23

yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pembaca, termasuk kemudahan pembaca dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

Berdasarkan tujuan dan karanteristik penulisan modul seperti yang telah dijelaskan diatas maka dapat dikatakan bahwa modul sama efektifnya dengan pembelajaran dengan tatap muka apabila penulisannya memperhatikan tujuan dan karakteristik tersebut. Modul hendaknya disajikan atau disusun secara interaktif seolah-olah penulis sedang mengajar secara langsung kepada pembaca mengenai suatu pokok bahasan melalui tulisan.

2.2.2 Pendekatan Andragogi

Pembelajaran dengan pendekatan atau berbasis

andragogi merupakan teori pembelajaran yang

dikhususkan bagi pembelajaran orang dewasa. Pada hakikatnya, dalam belajar orang dewasa cenderung menunjukkan keunikan gaya belajar dalam melakukan kegiatan belajar. Belajar merupakan proses perubahan potensi penampilan sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, baik interaksi terhadap sesama dalam

(12)

24

masyarakat, maupun interaksi dengan lingkungan alam dan budaya disekitarnya (Basleman & Mappa, 2011: 16). Pendapat lain mengatakan bahwa pembelajaran andragogi merupakan seni dan pengetahuan yang membantu orang tua belajar (Marzuki, 2012: 166). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis andragogi merupakan suatu seni belajar atau aktivitas pendidikan serta proses perubahan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mendapatkan tambahan pengetahuan sebagai hasil interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Proses belajar orang dewasa (andragogi) berbeda dengan proses belajar anak-anak (pedagogi) karenanya, orang dewasa perlu dibantu dan diperlakukan dengan cara yang berbeda pula. Oleh karena itu, belajar dengan

pendekatan andragogi diperlukan. Penelitian ini

menjadikan orang dewasa sebagai fokus penelitian, sehingga berdasarkan penjelasan tentang konsep andragogi yang telah dijelaskan diatas, pendekatan ini dinilai sangat cocok.

Sudjana (2007: 2) mengemukakan beberapa prinsip belajar andragogi, yaitu:

a. Orang dewasa memiliki konsep diri; Orang dewasa mampu mengatur diri secara mandiri dan memiliki

(13)

25

persepsi bahwa dirinya mampu mengambil keputusan dan menghadapi resiko dari keputusan yang diambilnya. Kegiatan belajarnya berorientasi ke masa depan (belajar antisipatif) dan bersama orang lain (belajar secara partisipatif).

b. Orang dewasa memiliki akumulasi pengalaman;

Orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda antara seorang dengan yang lainnya sesuai dengan latar belakang kehidupan dan lingkungannya, sehingga dalam mempelajari sesuatu yang baru orang dewasa cenderung memaknai dengan menggunakan pengalaman lama. Sejalan dengan itu, orang dewasa dilibatkan sebagai sumber pembelajaran.

c. Orang dewasa memiliki kesiapan belajar; Materi dan kegiatan belajar disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan tugas/pekerjaan orang dewasa.

d. Orang dewasa memiliki kemampuan belajar;

Pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing serta cara belajar yang diinginkan dan ditetapkan.

e. Orang dewasa dapat belajar efektif apabila

melibatkan aktivitas mental dan fisik; Orang dewasa belajar dengan melibatkan pikiran dan perbuatan, sehingga orang dewasa dapat menentukan apa yang

(14)

26

akan dipelajarinya, dimana ia mempelajarinya, dan bagaimana cara mempelajarinya, serta kapan melakukan kegiatan belajarnya.

2.2.3 Komponen Modul Pelatihan PTK Berbasis Andragogi

Komponen modul pada umumnya mencakup 1) bagian pendahuluan; 2) bagian kegiatan belajar; 3) daftar pustaka. Bagian pendahuluan berisi tentang penjelasan umum mengenai modul, standar kompetensi dan indikator pembelajaran. bagian kegiatan belajar berisi tentang penjelasan isi pembelajaran, rangkungan, tes, kunci jawaban, dan umpan balik. Daryanto (2013: 25) menyebutkan komponen modul yaitu: (1) Bagian awal yang terdiri dari halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, peta kedudukan modul, dan glosarium; (2) Pendahuluan yang terdiri dari standar kompetensi yang akan dipelajari pada modul, deskripi tentang nama dan ruang lingkup isi modul, waktu yang dipersyaratkan untuk mempelajari modul, prasyarat atau kemampuan awal untuk mempelajari modul, petunjuk penggunaan modul, tujuan akhir yang hendak dicapai peserta setelah selesai mempelajari modul, dan cek penugasan stanar kompetensi; (3) Pembelajaran yang terdiri dari tujuan yang harus

(15)

27

dikuasai untuk satu kesatuan kegiatan belajar, uraian materi yang berisi uraian pengetahuan tentang kompetensi yang sedang dipelajari, rangkungan tentang kegiatan pengetahuan yang terdapat pada uraian materi, tugas yang berisi instruksi untuk penguatan pemahaman terhadap konsep yang dipelajari, tes untuk mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yag telah dicapai, lembar kerja praktik yang berisi prosedur kerja parktik yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka penguasaan kemampuan psikomotorik; (4) Evaluasi, teknik atau metode evaluasi harus disesuaikan dengan ranah (domain) yang dinilai, serta indikator keberhasilan; (5) Kunci jawaban yang dilengkapi dengan kriteria penilaian pada setiap item tes; dan (6) Daftar pustaka yang berisi tentang semua referensi/pustaka yang digunakan sebagai acuan pada saat penyusunan modul.

Berasarkan penjelasan tentang hakikat modul, karakteristik modul, komponen modul dan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan andragogi yang telah dipaparkan, maka modul pelatihan PTK berbasis andragogi ini akan selalu dikembangkan dan dikaitkan dengan kegiatan belajar mandiri yang menekankan prinsip belajar orang dewasa sehingga melalui modul pelatihan ini peserta bisa belajar kapan dan dimana saja secara mandiri.

(16)

28

Sehingga modul pelatihan berbasis andragogi pada hakikatnya merupakan modul pelatihan orang dewasa yang disusun secara sistematis dengan mengacu pada tujuan dilaksanakannya pelatihan, terdiri dari unit-unit pelatihan secara utuh, yang dilengkapi dengan aktivitas kegiatan pembelajaran dan alat evaluasi mandiri, serta dapat digunakan untuk pelatihan mandiri dan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tanpa terikat oleh ruang, waktu, dan pengajarnya. Komponen modul pelatihan PTK berbasis andragogi terdiri dari lima bagian yaitu: (1) bagian awal yang terdiri dari halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi; (2) bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, peta kompetensi, ruang lingkup, dan petunjuk penggunaan modul; (3) bagian pembelajaran berisi kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tujuan pembelajaran, indikator pencapaian, uraian materi, aktivitas pembelajaran, latihan, rangkungan, umpan balik dan tindaklanjut; (4) bagian evaluasi yang terdiri dari tes dan kunci jawaban; (5) bagian akhir yang terdiri dari penutup, daftar pustaka dan lampiran.

2.3 Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Borg and Gall (1989: 624) berpendapat bahwa “educational research and development is a process used to

(17)

29

develop and validate educational product'” artinya penelitian dan pengembangan (R&D) merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2013: 30) berpendapat bahwa R&D merupakan cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi, dan menguji validitas produk yang telah dihasilkan. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Sukmadinata (2010: 164) bahwa R&D merupakan suatu cara atau metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa R&D merupakan suatu proses atau cara ilmiah yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan suatu produk yang telah ada.

R&D dilakukan dalam beberapa langkah-langkah dalam suatu siklus yang selalu diawali dengan adanya kebutuhan atau masalah yang membutuhkan penyelesaian dengan atau menghasilkan suatu produk baru (Sukmadinata, 2010: 165).

Beberapa model penelitian dan pengembangan, yaitu sebagai berikut:

(18)

30

1. Borg and Gall (1989)

Ada 10 langkah-langkah pendekatan research and developmen (R&D) dalam pendidikan yaitu: (1) Research ang Information Collecting (Penelitian dan pengumpulan informasi): melakukan analisis kebutuhan, studi pustaka atau studi literatur, riset skala kecil dan mempersiapkan laporan terkini; (2) Planning (Merencanakan penelitian dan

pengembangan): melakukan perencanaan dengan

merumuskan tujuan penelitian, identifikasi keterampilan yang harus dipelajari; (3) Develop Preliminary of Product (Pengembangan desain awal produk): mengembangkan desain awal produk yang meliputi, penyusunan materi pembelajaran, buku panduan, dan instrumen evaluasi; (4) Preliminary Field Testing (Uji lapangan awal): melakukan uji lapangan awal terhadap desain produk dengan melibat 1 sampai dengan 3 sekolah dengan 6 sampai dengan 12 subjek; (5) Main Product Revision (Revisi hasil uji lapangan awal): memperbaiki desain berdasarakan hasil uji lapangan awal; (6) Main Field Test (Uji lapangan luas (utama)): melakukan uji coba lapangan utama yang dilakukan pada 5 sampai dengan 15 sekolah dengan 30 sampai dengan 100 subjek; (7) Operational Product Revision (Revisi Hasi Uji Lapangan Luas): melakukan revisi berdasarkan hasil uji lapangan luas; (8) Operational Field Testing (Uji

(19)

31

kelayakan/uji operasional): melakukan uji kelayakan dengan melibatkan 10 sampai dengan 30 sekolah dengan 40 sampai dengan 400 subjek; (9) Final Product Revision (Revisi akhir produk): melakukan revisi akhir terhadap produk berdasarkan hasil uji kelayakan atau uji operasional; dan (10) Dissemination and Implementation (Mendesiminadi dan mengimplementasikan produk): membuat laporan mengenai produk forum-forum ilmiah dan jurnal-jurnal. Kesepuluh langka tersebut seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model R&D menurut Borg and Gall (1989) 2. Thiagarajan (1974)

Model 4D merupakan singkatan dari Define, Design, Development and Dissemination yang dikembangkan oleh Thiagarajan (1974). Terdapat 4 langkah-langkah R&D menurut Thiagarajan berdasarkan singkatan dari 4D. Define (pendefinisian), meliputi kegiatan untk menentukan dan menetapkan produk apa yang akan dikembangkan serta

Final product revision Main product revision Planning Develop preliminary form of product Disemination and Implementation Operational field testing Pleminary field testing Research and Information collecting Main field testing Operational product revision

(20)

32

spesifikainya. Tahap Define merupakan tahap analisis kebutuhan yang dilakukan melaluai kegiatan penelitian dan studi literatur. Design (Perancangan), meliputi kegiatan untuk membuat rancangan produk yang telah ditetapkan pada tahap Define. Development (Pengembangan), meliputi kegiatan membuat rancangan dari tahap Design menjadi produk yang selanjutnya diuji veliditasnya secara berulang-ulang sampai menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan pada tahap Define. Dissemination (Diseminasi), meliputi kegiatan untuk menyebarluaskan produk yang dihasilkan dan telah teruji agar dapat dimanfaatkan oleh orang lain (Sugiyono, 2015: 37-38). Empat langkah-langkah R&D menurut Thiagarajan seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Model R&D menurut Thiagarajan (Sugiyono, 2015:38)

3. Robert Maribe Branch (2009)

Model ADDIE (Analysis, Design, Development,

Implementation, Evaluations) merupakan model desain pembelajaran (Instructional Desain) yang dikembangkan oleh Branch (2009) yang dapat digambarkan seperti gambar 2.4. Prinsip dasar pengembangan desain

DISSEMINATION DEVELOPMENT

DESIGN DEFINE

(21)

33

pembelajaran menggunakan model ADDIE yaitu bahwa

semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan berfokus untuk membimbing siswa atau pembelajar dalam membangun pengetahuannya (Branch, 2009: 3). Branch (2009) menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam mengembangkan desain pembelajaran (Instructional Desain), inti utamanya adalah melakukannya dengan proses ADDIE, yaitu analisis kebutuhan siswa atau sasaran

pembelajaran, desain atau rancangan kegiatan

pembelajaran sesuai dengan analisis kebutuhan,

pengembangan materi ajar berdasarkan desain atau rancangan, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah dihasilkan dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan atau evaluasi hasil pengembangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, model ADDIE

yang merupakan model pengembangan desain

pembelajaran (Instructional Desain) dianggap sangat cocok digunakan sebagai model pengembangan karena dalam penelitian ini peneliti mengembangkan sebuah modul (bahan ajar). Selain itu, alasan lain penggunaan model ADDIE yaitu karena model menyediakan kerangka kerja umum yang terstruktur dan lengkap serta setiap tahap pengembangan saling terkait erat.

(22)

34

Gambar 2.4 Model ADDIE (Brach, 2009: 2) a. Analysis (Analisis)

Tujuan tahap Analysis adalah melakukan analisis kebutuhan dengan mengidentifikasi kesenjangan dan kemungkinan penyebab kesenjangan. Hasil analisis ini akan menentukan jenis kegiatan yang akan dilakukan atau produk apa yang perlu dikembangkan (Moelanda, 2004). Hasil analisis menjadi dasar untuk menentukan produk dan membuat peta kompetensi pengembangan produk. Kegiatan pada tahap ini yaitu menganalisis permasalahan pelatihan yang selama ini dilakukan untuk menentukan tingkat kebutuhan produk.

b. Design (Perancangan)

Tujuan tahap Desain adalah merancang

kerangka produk (blue print) sesuai dengan kebutuhan berdasakan hasil tahap Analysis (Moelanda, 2004). Kegiatan pada tahap ini dimulai dengan merancang

Implementation Evaluation Design

Development Analysis revisio n revision revision revision

(23)

35

outline (komponen-komponen) produk yang hendak

dikembangkan, kemudian dilanjutkan dengan

penyusunan sistematika produk yang dikembangkan. Rancangan ini akan menjadi dasar pengembangan pada tahap selanjutnya.

c. Development (Pengembangan)

Development merupakan kegiatan pembuatan produk sesuai rancangan pada tahap Design dan

kegiatan validasi produk untuk siap

diimplementasikan (Moelanda, 2004). Tahap

pengembangan dimulai dengan kegiatan menulis draf. Penulisan dilakukan berdasarkan kerangka yang telah disusun. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan review dan validasi yang dilakukan oleh ahli. Hasil review dari ahli berpa saran dan masukan menjadi dasar untuk melakukan revisi atau perbaikan untuk penyempurnaan produk.

d. Implementation (Implementasi)

Setelah tahap pengembangan dilakukan dan menghasilkan satu produk final yang telah divalidasi, langkah berikutnya adalah melakukan uji coba produk atau kegiatan implementasi produk (Moelanda, 2004).

(24)

36

e. Evaluation (Evaluasi)

Tahap evaluasi merupakan tahap terakhir dari

model ADDIE. Evaluasi dilakukan setelah tahap

implementasi untuk melihat efektivitas produk yang dikembangkan (Moelanda, 2004). Hasil evaluasi untuk penyempurnaan produk.

2.4 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian dan pengembangan ini baik penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis andragogi,

pengembangan bahan ajar menggunakan model ADDIE

adalah sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Halukati (2010) tentang Pengembangan Model Bahan Belajar Mandiri Berbasis Andragoogi Untuk Meningkatkan Kompetensi Pendidik Anak Usia Dini menunjukkan hasil bahwa: 1) model bahan ajar mandiri berbasis andragogi lebih efektif

dalam meningkatkan kompeteni pedagogik dan

profesional pendidik PAUD; 2) model bahan belajar mandiri berbasis andragogi efektif untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik PAUD dengan rincian: (a) Fresidu > Ftabel atau 64,1 > 7,68; (b)peningkatan kompetensi profesional menunjukkan

(25)

37

Fresidu > Ftabel atau 38,7 > 7,68, (c) peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional menunjukkan Fresidu > Ftabel atau 86,6 > 7,68.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2014: 7) tentang Pengembangan Bahan Pelatihan Desain Sistem Pembelajaran Bagi Guru Bahasa Indonesia SMA menunjukkaN hasil bahwa: 1) secara keseluruhan berdasarkan validasi AMP, Bahan Pelatihan DSPBI-SMA memiliki kelayakan materi sebesar 90,91% (sangat baik/layak). Dengan demikian, modul Bahan pelatihan DSPBI-SMA tersebut layak digunakan; 2) melalui fasilitas modul dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dan akhirnya kompetensi profesionalnya juga meningkat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Giarti (2016) tentang Pengembangan Modul Pelatihan Karya Tulis Ilmiah Hasil PTK Berbasis Andragogi Berbantuan CSM

MOODLE Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru SD

menunjukkan hasil bahwa: 1) tingkat validasi modul pelatihan karya tulis ilmiah hasil PTK berbasis andragogi berbantuan CSM Moodle berada pada kategori baik; 2) pelatihan menggunakan modul pelatihan karya tulis ilmiah hasil PTK berbasis andragogi berbantuan CSM Moodle meningkatkan kompetensi guru SD, hal ini terlihat pada meningkatnya nilai peserta sebelum pelatihan (pre-test)

(26)

38

dibandingkan dengan setelah pelatihan (post-test) dengan nilai kompetensi hasil pelatihan peseta mencapai 65 ( pre-test) dan 81 (post-test).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Soko (2017) dengan judul “Development of a Cultural-based Physics Learning Module for Teacher Education and Training Program to Enhance Teacher Pedagogical Content Knowledge” yang bertujuan untuk mengembangkan

modul pembelajaran menggunakan model ADDIE dengan

pendekatan andragogi menunjukkan hasil: 1) validasi modul yang dikembangkan berkategori sangat baik; 2) adanya peningkatan yang signifikan setelah menggunakan modul yang dikembangkan; 3) modul yang dikembangkan dengan pendekatan andragogi dapat memenuhi kebutuhan belajar guru sebagai pembelajar dewasa; 4) modul

pembelajaran efektif mendukung guru memiliki

pengetahuan dan refleksi yang lebih baik. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa modul yang dihasilkan dapat menjadi alat yang berguna untuk mengembangkan pengetahuan konten dan pedagogi guru.

Penelitian tentang pembelajaran berbasis andragogi,

pengembangan bahan ajar dengan model ADDIE, maupun

penelitian tentang modul pelatihan telah banyak dilakukan seperti yang telah dipaparkan diatas. Namun,

(27)

penelitian-39

penelitian dengan variabel andragogi, model ADDIE, dan modul pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah tulisan yang telah direview peneliti lebih dominan terhadap penelitian korelasional dan eksperimen. Persamaan penelitian yang dilakukan Giarti (2016) dengan penelitian ini adalah keduanya berkaitan dengan pengembangan modul pelatihan PTK berbasis andragogi. Sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan materi pelatihan. Penelitian Giarti menggunakan e-learning sebagai media penyampaian modul pelatihan PTK sedangkan penelitian ini melakukan pelatihan langsung secara tatap muka dengan peserta dimana modul pelatihan PTK dibuat dalam bentuk buku (tercetak) yang kemudian dibagikan pada setiap peserta pelatihan, hal ini menurut peneliti lebih praktis dan mudah karena peserta pelatihan dan pelatih melakukan interaksi belajar secara langsung. Selain itu perbedaan juga terletak pada kompetensi yang akan dikembangkan dan tingkatkan dalam penyusunan modul. Penelitian Giarti hanya meningkatkan 2 dari 4 kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu kompetensi pedagogik dan profesional, sedangkan penelitian ini memberikan perhatian untuk meningkatkan tiga kompetensi yang harus

(28)

40

dimiliki guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, dan sosial.

2.5 Kerangka Berpikir

Studi pepndahuluan yang dilakukan terhadap seorang seorang kepala sekolah SMP Negeri IV Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, menunjukkan bahwa kompetensi guru SMP Negeri IV Wewewa Timur berkaitan dengan penulisan laporan dan publikasi ilmiah hasil PTK masih sangat rendah, hal ini dipengaruhi oleh: 1) guru kekurangan buku/sumber belajar; 2) metode pelatihan yang digunakan belum efektif, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah peserta pelatihan sehingga peserta pelatihan hanya sekedar mengikuti pelatihan tetapi pada saat mengurus kenaikan pangkat tidak memiliki kemampuan untuk membuat laporan sehingga selalu menggunakan cara instan yaitu dengan memakai jasa penulis laporan PTK.

Temuan tersebut, mendorong peneliti melakukan upaya untuk membuat dan mengembangkan sebuah Modul PTK dengan harapan dapat mengatasi kesenjangan dan menjawab kebutuhan. Modul pelatihan dirancang berbasis andragogi bertujuan agar guru dapat melakukan pelatihan atau pembelajaran secara mandiri. Pemilihan

(29)

41

model ADDIE sebagai media penyampaian modul

pelatihan PTK karena model ini memberikan perangkat panduan yang dinamis serta fleksibel dalam membangun pelatihan yang efektif. Secara skema, kerangka berpikir dalam penelitian dan pengembangan seperti gambar 2.5.

Gambar 2.5 Kerangka Berpikir

Permasalahan:

Rendahnya kompetensi guru SMP berkaitan dengan penulisan laporan hasil PTK:

 guru kekurangan buku/sumber belajar

 metode pelatihan yang digunakan belum efektif

Tindakan: Mengembangkan modul pelatihan PTK berasis Andragogi Kompetensi guru SMP berkaitan dengan penulisan laporan hasil PTK meningkat Model ADDIE

Analysis: melakukan analisis

kebutuhan terhadap modul

Design: melakukan rancangan

awal modul pelatihan

Development:merealisasikan rancangan modul  Implementation: mengimplementasikan modul melalui pelatihan  Evaluation: melakukan

evaluasi terhadap pelatihan

Tujuan pengembangan modul pelatihan PTK berbasis andragogi: meningkatkan kompetensi guru SMP berkaitan dengan penulisan laporan hasil PTK

Gambar

Tabel 2.1 Komponen PKB
Gambar 2.1 Kerangka komponen PKB yang dikembangkan  peneliti untuk meningkatkan kompetensi guru SMP
Gambar 2.2 Model R&D menurut Borg and Gall (1989)   2.  Thiagarajan (1974)
Gambar 2.4 Model ADDIE (Brach, 2009: 2)  a.  Analysis (Analisis)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan modul yang dilakukan peneliti merupakan usaha untuk menyelaraskan berbagai aspek dari pelatihan sehingga proses pelatihan akan berjalan dengan baik dan

Unit Kompetensi : Melaksanakan pengoperasian excavator sesuai dengan aplikasi dan teknik operasi yang benar untuk jenis pekerjaan konstruksi tertentu dengan waktu

Untuk itu telah disusun 6 (enam) Modul Pelatihan untuk Fasilitator Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yaitu Modul Pengetahuan Bahan Berbahaya; Modul

Untuk itu telah disusun 6 (enam) Modul Pelatihan untuk Fasilitator Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yaitu Modul Pengetahuan Bahan Berbahaya; Modul

Pada algoritma Fuzzy C-Means, pusat cluster dan derajat keanggotaan masing-masing titik data diperbaiki secara berulang dengan tujuan menentukan lokasi yang tepat

Pemberian fraksi air ekstrak etanol kulit buah salak secara oral pada dosis 100, 150 dan 200 mg/kgBB mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih

(1) Bidang Pelayanan lnformasi dan Komunikasi mempunyai tugas melakukan pengelolaan kebijakan teknis, koordinasi, pembinaan dan pengawasan di Bidang Pelayanan

Segmentasi mahasiswa adalah pembagian mahasiswa menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil yang memiliki ciri/ karakteristik yang berbeda dan mungkin memerlukan