• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Lipid dari Mikroalga Scenedesmus sp. Pada Media Limbah Cair Tahu dengan Variasi Konsentrasi Limbah dan Photoperiod

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produksi Lipid dari Mikroalga Scenedesmus sp. Pada Media Limbah Cair Tahu dengan Variasi Konsentrasi Limbah dan Photoperiod"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan

Vol.5 No.2 – Maret 2020 (hal. 54-61)

p-ISSN: 2460-8815 , e-ISSN: 2549-1652

Al-Ard:

Jurnal Teknik Lingkungan

http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/alard/index

Produksi Lipid dari Mikroalga

Scenedesmus sp.

pada Media

Limbah Cair Tahu dengan Variasi Konsentrasi Limbah dan

Photoperiod

Shinta Elystia

1

, Dian Larasati

2

, Sri Rezeki Muria

3

1,2,3 Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia Shintaelystia@yahoo.com

Abstract

Most energy needs in various countries are met from fossil fuels and has increased every year while petroleum reserves are only enough for 18 years into the futures. Various studies have been conducted out to utilize microalgae as raw material for biodiesel. Scenedesmus sp. has a growth rate and high lipid production, and has adequate fatty acids for synthesis of biodiesel and can utilize organic materials as nutrients in the form of tofu liquid waste so that the synergies between wastewater treatment and biomass production can run well. In this study examined the potential of microalgae Scenedesmus sp. with variations of tofu liquid waste in the cultivation medium (0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) with the ratio of photoperiod light:dark (16: 8, 14:10, 12: 12, and 24: 0) and the time of data collection on days are 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, and 13. Based on the results of the study it was found that the highest lipid content was 27.12% at the added of 20% tofu liquid waste and photoperiod 12:12 with COD removal efficiency of 73.91%.

Keywords: COD, Lipid, photoperiod, Scenedesmus sp., tofu liquid waste

Abstrak

Kebutuhan energi di berbagai negara lebih banyak dipenuhi dari bahan bakar fosil dan mengalami peningkatan setiap tahunnya sementara cadangan minyak bumi hanya cukup untuk 18 tahun ke depan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan mikroalga sebagai bahan baku biodiesel.

Scenedesmus sp. memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi lipid yang tinggi dan memiliki asam lemak yang memadai untuk sintesis biodiesel serta dapat memanfaatkan bahan organik sebagai nutrisi berupa limbah cair tahu sehingga sinergi antara pengolahan limbah cair dan produksi biomassa dapat berjalan dengan baik.. Pada penelitian ini akan diteliti potensi mikroalga Scenedesmus sp. dengan variasi pemberian limbah cair tahu dalam medium kultivasi (0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) dengan perbandingan fotoperiod terang:gelap (16:8, 14:10, 12:12, dan 24:0) dan waktu pengambilan data pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, dan 13. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar lipid tertinggi sebesar 27,12% pada pemberian limbah cair tahu 20% dan fotoperiod 12:12 dengan efisiensi penyisihan COD sebesar 73,91%.

Kata Kunci: COD, gelap:terang, Lipid, Limbah Cair Tahu, Scenedesmus sp.,

1.

PENDAHULUAN

Kebutuhan energi di berbagai negara lebih banyak dipenuhi dari bahan bakar fosil dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa minyak bumi mendominasi 54% penggunaan energi di Indonesia dan cadangan minyak bumi tersebut hanya cukup untuk 18 tahun ke depan (Assadad dkk, 2010). Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan mikroalga. Mikroalga adalah sejenis makhluk hidup unisel

berukuran antara 1 mikrometer sampai ratusan mikrometer, membutuhkan karbon dioksida, beberapa nutrien dan cahaya untuk

berfotosintesis sehingga menghasilkan

biomassa (Widjaja, 2009). Harun dkk (2010) memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari mikroalga, diantaranya produk energi seperti biodiesel, serta untuk pengolahan limbah cair industri. Menurut Hadiyanto dan Azim (2012), limbah cair organik akan lebih aman dibuang ke lingkungan setelah digunakan sebagai medium

(2)

dihasilkan oleh mikroalga dapat difokuskan untuk energi, sehingga sinergi antara pengolahan limbah cair dan produksi biomassa dapat berjalan dengan baik.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan mikroalga sebagai bahan baku biofuel (Assadad dkk, 2010). Penelitian yang telah dilakukan cenderung memanfaatkan mikroalga sebagai bahan baku biodiesel (Widjaja, 2009). Hal ini dilakukan mengingat kandungan lipid yang ada pada mikroalga cukup tinggi. Lipid di dalam sel mikroalga berfungsi sebagai sumber energi cadangan apabila sel kekurangan karbohidrat sebagai sumber energi utama (Widianingsih dkk, 2011). Menurut Nurlita dkk (2007), semakin banyak kandungan asam lemak dalam suatu bahan maka semakin besar pula potensi bahan tersebut untuk dapat menghasilkan biodiesel.

Scenedesmus dianggap sebagai mikroalga yang menjanjikan untuk produksi biofuel karena spesies alga ini memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi lipid yang tinggi, dan memiliki asam lemak yang memadai untuk sintesis biodiesel (Soares dkk, 2017). Mikroalga

Scenedesmus sp. mempunyai kandungan

minyak nabati yang cukup banyak sekitar 40,8 – 53,9 mg/liter/hari (Mata dkk, 2010).

Industri di Indonesia sebagian besar menghasilkan limbah yang tidak dimanfaatkan secara optimal, salah satunya limbah dari industri tahu. Hal ini sering kali menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya karena

dapat menyebabkan pencemaran dan

terganggunya kualitas lingkungan perairan (Rossiana, 2006). Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan industri tahu dapat berupa protein 40 – 60%, karbohidrat 25 – 50%, dan lemak 10% (Herlambang, 2002). Secara teknis, mikroalga menyerap kandungan senyawa organik dan nutrien yang masih tersisa dalam limbah, kemudian menghasilkan oksigen yang dapat menurunkan kadar COD dalam limbah lewat bantuan bakteri pengurai zat organik (Hadiyanto dan Azim, 2012). Berdasarkan kandungan nutrisi yang masih terdapat pada limbah cair tahu, maka pemanfaatannya sebagai medium alternatif pertumbuhan mikroalga merupakan salah satu bentuk pemecahan masalah limbah cair tahu (Muttaqin dan Wachda, 2016).

Dalam penelitian ini akan diteliti potensi

mikroalga Scenedesmus sp. dengan variasi

pemberian limbah cair tahu dalam medium kultivasi yang didukung oleh variasi fotoperiod dan waktu pengambilan sampel

yang berbeda untuk mendapatkan kadar lipid tertinggi sebagai bahan baku biodiesel serta pengaruhnya dalam menyisihkan parameter COD dalam limbah cair tahu.

2.

METODE

PENELITIAN

Alat dan Bahan

Mikroalga Scenedesmus sp. yang diperoleh

dari Indonesian Culture Collection (InaCC), Research Center for Biology, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor. Bogor.

Kultur murni Scenedesmus sp.sebanyak 5 ml

dibiakkan dalam 250 ml Medium Basal Bold (MBB) pada suhu ruang, dan fotoperiod 12:12 dengan diberi aerasi selama 2 minggu.

Persiapan Media Kultur

Medium Basal Bold (MBB) berupa KH2PO4,

CaCl2.H2O, MgSO4.7H2O, NaNO3, K2HPO4, NaCl,

KOH, FeSO4.7H2O, H3BO3, EDTA, dan larutan

trace element metal berupa MnCl2.4H2O,

ZnSO4.7H2O, NaMoO4.2H2O, CuSO4.5H2O,

Co(NO3)2.6H2O. Preparasi dilakukan dengan

cara menambahkan 10 ml dari larutan MBB kedalam erlenmeyer 1 liter kemudian ditambahkan akuades. Larutan yang telah

dihomogenkan tersebut selanjutnya

disterilisasi menggunakan autoclave pada

suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 2

atm (Fadilla, 2010).

Limbah cair tahu dari industri tahu rumahan jalan Garuda Ujung, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Kemudian dilakukan

sterilisasi menggunakan autoclave pada suhu

121oC selama 15 menit. Preparasi limbah cair

tahu dilakukan sesuai perlakuan penelitian yaitu dengan volume 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100% masing-masing perlakuan akan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml yang

sudah terisi 2 ml mikroalga Scenedesmus sp.

dengan batas volume kultivasi sampai 250 ml.

Kultivasi Mikroalga

Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah chamber cahaya berukuran 100 cm

x 30 cm x 40 cm. Erlenmeyer 500 ml digunakan sebagai wadah kultivasi mikroalga

Scenedesmus sp. Mikroalga dalam erlenmeyer

diaerasi menggunakan aerator (aquarium

pump) yang berfungsi untuk mengontakkan mikroalga dengan media tumbuh dan nutrien (limbah cair tahu). Sumber cahaya pada

chamber ini menggunakan lampu TL (Tube Lamp). Rak ini dilapisi alumunium foil yang berfungsi untuk menjaga agar intensitas

(3)

p-ISSN: 2460-8815, e-ISSN: 2549-1652

cahaya yang dihasilkan terkuantisasi sehingga mikroalga dalam erlenmeyer mendapatkan cahaya yang maksimal (Daniyati dkk, 2012).

Aerator

Mikroalga + 100% Limbah cair tahu Mikroalga +

80% Limbah cair tahu + MBB Mikroalga +

40% Limbah cair tahu

+ MBB Mikroalga + 60% Limbah cair tahu

+ MBB

Lampu (Tube Lamp)

Erlenmeyer 500 ml

Mikroalga + 0% Limbah cair tahu +

MBB

Mikroalga + 20% Limbah cair tahu

+ MBB

Gambar 1. Chamber Cahaya

Erlenmeyer 500 ml diisi dengan medium kultur berupa limbah cair tahu bersamaan dengan Medium Basal Bold (MBB) sesuai masing-masing variasi perlakuan. Kultur

mikroalga Scenedesmus sp. ditambahkan

sebanyak 2 ml yang sudah dihitung jumlah sel awalnya. Dari 7 variasi medium, masing-masingnya dilakukan variasi fotoperiod (periode terang:gelap) yaitu 16:8, 14:10, 12:12, dan 24:0. Selanjutnya erlenmeyer ditutup rapat untuk mencegah kontaminasi, diberi aerasi dan lubang untuk udara keluar serta

pencahayaan dari lampu TL (Tube Lamp)

(Prihantini dkk, 2007) dengan intensitas cahaya 3000 lux (Widianingsih dkk, 2012).

2.4 Analisa Data

2.4.1 Perhitungan Jumlah Sel Mikroalga

Selama proses kultivasi, perhitungan jumlah sel mikroalga dilakukan pada variasi waktu 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 hari dimulai

dari t0 (hari ke-0) hingga t13 (hari ke-13).

Sebanyak 1 ml kultur diambil dari tiap-tiap perlakuan. Kemudian jumlah sel dihitung

menggunakan alat thomacytometer. Jumlah

sel/ml dihitung menggunakan persamaan berikut :

Dimana : P = Faktor pengenceran

L = Luas petak

K = Kedalaman petak (0,1 mm)

Analisa Lipid

Analisis kadar lipid diawali dengan pengujian berat kering atau bobot biomassa yang dilakukan dengan cara 1 ml sampel disaring menggunakan kertas saring dan

dipanaskan pada suhu 105oC. Sedangkan

ekstraksi lipid dilakukan dengan metode

Bligh-Dyer. Sel mikroalga sebanyak 1 ml diekstraksi dengan larutan kloroform:metanol (2:1 v/v) sehingga terpisah menjadi lapisan cairan kloroform dan metanol. Kemudian ditambahkan metanol dan air untuk menghasilkan rasio pelarut akhir dari kloroform:metanol:air sebesar 1:1:0,9. Total lipid ditentukan secara gravimetri (Putri, 2012).

% Total lipid = x 100 Dimana:

Lw = Bobot lipid (gram) Bw = Bobot Biomassa (gram)

2.4.3 Analisa Chemical Oxygen Demand

(COD)

Analisis kadar COD dilakukan diawal sebelum kultivasi dan setelah kultivasi. Analisis parameter COD mengacu pada SNI 6989.73:2009 dengan metode refluks tertutup

secara titrimetri. Untuk mengetahui efisiensi

penurunan parameter COD digunakan

persamaan berikut:

Dimana: Cin = Konsentrasi influen (mg/L)

Cef = Konsentrasi efluen (mg/L)

3.

HASILDANPEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Volume Limbah Cair Tahu dan Fotoperiod terhadap Jumlah Sel Mikroalga Scenedesmus sp.

Perhitungan jumlah sel dilakukan setiap hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 menggunakan

alat thomacytometer. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kultur yang

ditumbuhkan dalam medium limbah cair tahu dan Medium Basal Bold (MBB) menghasilkan kepadatan sel yang berbeda. Hal tersebut menandakan bahwa variasi media perlakuan yang digunakan berpengaruh terhadap

(4)

Gambar 2. Kultivasi mikroalga Scenedesmus sp. pada variasi volume limbah cair tahu (a) hari ke-0 dan (b) hari ke-13

Gambar 3. Bentuk sel mikroalga Scenedesmus sp. Dari Hasil Pengamatan Mikroskop

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah

sel, kepadatan sel mikroalga Scenedesmus sp.

tertinggi terdapat pada perlakuan 0% limbah cair tahu. Menurut Salim (2013), penggunaan MBB pada kultur tunggal yang sama dengan medium yang digunakan untuk isolasi jenis

Scenedesmus sp. memungkinkan sel dari

spesies ini dengan cepatnya bereproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa fase adaptasi sel

Scenedesmus sp. berlangsung cepat dan

pertumbuhan sel lebih banyak. Pada perlakuan medium dengan penambahan limbah cair tahu, sel memerlukan fase adaptasi lebih lama dan pertumbuhan menjadi lebih lambat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widayat dan Hadiyanto

(2015) dengan mikroalga Nannochloropsis sp.

pada medium 20% limbah cair tahu

memerlukan tahap pre-culture terlebih dahulu

sehingga pertumbuhannya lebih lambat dibanding medium air laut.

Pada perlakuan 60%, 80%, dan 100% limbah cair tahu, pertumbuhan jumlah sel cenderung lebih sedikit. Hal ini disebabkan kandungan volume limbah cair tahu yang lebih besar berarti memiliki kandungan unsur hara yang berlebih sehingga pertumbuhan sel menjadi tidak optimal. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim (2013) yang mana populasi puncak terendah dicapai pada perlakuan 50% limbah cair tahu pada hari ke-13. Pada penelitian ini, populasi puncak pada perlakuan volume limbah cair

tahu yang berlebih yaitu perlakuan 60% hanya

mencapai 8x105 sel/ml pada hari ke-13 untuk

fotoperiod 12:12. Ketersediaan unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan jumlah sel karen9a unsur hara dari limbah cair tahu dapat menyebabkan inhibisi bagi sel

Scenedesmus sp. sehingga setelah mencapai puncak maka segera pertumbuhan jumlah sel

Scenedesmus sp. menurun (Salim, 2013). Selain itu, menurut Muttaqin dan Wachda (2016) semakin tinggi konsentrasi medium akan menyebabkan pertumbuhan berkurang karena adanya peningkatan kepekatan medium sehingga menghambat cahaya masuk ke dalam medium.

(a)

(b)

(5)

p-ISSN: 2460-8815, e-ISSN: 2549-1652

Gambar 4. Grafik hubungan volume limbah cair tahu terhadap jumlah sel pada variasi fotoperiod (a) 16:8, (b) 14:10, (c) 12:12, dan (d) 24:0

Fotoperiod merupakan salah satu faktor yang penting dalam penentuan tingkat keberhasilan fotosintesis oleh mikroalga (Widianingsih dkk, 2012). Adanya variasi fotoperiod mempengaruhi pertumbuhan sel

mikroalga Scenedesmus sp. Pada Gambar 4,

jumlah sel tertinggi terlihat pada perlakuan fotoperiod 12:12 untuk setiap variasi pemberian limbah cair tahu. Hal ini sesuai dengan penelitian Manullang dkk (2013) dengan mikroalga yang berbeda yaitu

Spirulina platensis pertumbuhan lebih cepat pada fotoperiod 12:12. Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian Latiffi dkk (2017) yang melaporkan bahwa pertumbuhan mikroalga

Scenedesmus sp. yang terbaik pada fotoperiod 12:12. Bouterfas dkk (2006) menyatakan bahwa fotoperiod 12:12 memungkinkan

keseimbangan yang terbentuk antara

fenomena anabolik dan katabolik selama siklus fotoperiod. Bouterfas dkk (2006) juga menambahkan bahwa untuk aplikasi industri, fotoperiod 12:12 dianggap sebagai kondisi optimal untuk pertumbuhan mikroalga. Cahaya dibutuhkan pada fase fotokimia untuk menghasilkan energi berupa ATP dan NADPH, sedangkan kondisi gelap dibutuhkan pada fase biokimia untuk sintesis molekul-molekul metabolik yang berperan dalam proses pertumbuhan.

Pada kurva pertumbuhan terkadang memperlihatkan pola pertumbuhan yang tidak lengkap, bukan karena tidak adanya salah satu fase, tetapi fase tersebut berlangsung sangat cepat sehingga sulit digambarkan (Andriyono, 2001). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan fase stasioner masing-masing variasi tidak terlihat nyata. Fase

pertumbuhan mikroalga diawali dengan fase adaptasi yaitu penyesuaian mikroalga pada lingkungan yang baru, kemudian dilanjutkan dengan fase eksponensial. Menurut Rusyani (2001), pada awal kultur kandungan nutrien masih tinggi sehingga dapat dimanfaatkan oleh populasi mikroalga dengan baik untuk reproduksi dan pertumbuhan yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel.

Jumlah populasi meningkat namun tidak

ada penambahan nutrien, sedangkan

pemanfaatan nutrien oleh mikroalga terus berlanjut sehingga terjadi persaingan antar mikroalga yang menyebabkan terjadinya

penurunan pertumbuhan. Setelah sel

mencapai puncak pertumbuhan, maka tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel lagi karena pada fase stasioner terjadi keseimbangan antara nutrisi dengan jumlah sel di media kultur (Rusyani, 2001). Kemudian sel memasuki fase kematian yang disebabkan oleh mulai berkurangnya nutrien yang tersedia sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan sel. Fase kematian juga ditandai dengan perubahan kondisi media seperti warna dan pH medium (Irianto, 2011).

3.2 Pengaruh Volume Limbah Cair Tahu dan Fotoperiod terhadap Kadar Lipid Mikroalga Scenedesmus sp.

Berdasarkan seluruh variasi volume limbah cair tahu pada Gambar 5, lipid paling tinggi dihasilkan pada perlakuan 20% dan 0% limbah cair tahu untuk setiap variasi fotoperiod. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widayat dan Hadiyanto (2015)

dengan mikroalga Nannochloropsis sp. yang

dikultur pada 20% limbah cair tahu

menghasilkan lipid mencapai 34,25%,

sedangkan pada 0% limbah cair tahu menghasilkan lipid sebesar 32,50%. Menurut Muttaqin dan Wachda (2016), kandungan lipid sangat bergantung pada ion ammonium dan fosfat, karena dua ion tersebut berguna sebagai penyusun struktur lipid. Ion ammonium (sumber nitrogen) yang sudah terdapat pada medium limbah cair tahu dapat

digunakan secara langsung untuk

metabolisme sel. Sedangkan pada medium MBB, ion nitrat harus diubah dulu menjadi ion ammonium agar bisa digunakan oleh sel untuk proses fotosintesis sehingga memiliki efek pada lipid yang dihasilkan. Lipid berfungsi sebagai sumber energi cadangan apabila sel kekurangan karbohidrat (Widianingsih dkk,

(6)

2011). Pada penelitian ini, rendahnya kadar lipid yang dihasilkan pada volume limbah cair tahu yang lebih besar (40%, 60%, 80%, dan 100%) disebabkan energi hasil fotosintesis disimpan sebagai bentuk proses adaptasi sel

untuk mempertahankan hidup pada

lingkungan yang ekstrim atau pada keadaan diluar kondisi optimal untuk tumbuh. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan sel lebih lambat pada perlakuan volume limbah tahu yang lebih besar seperti pada Gambar 5.

(d)

Gambar 5. Grafik hubungan volume limbah cair tahu terhadap kadar lipid pada variasi fotoperiod (a) 16:8, (b) 14:10, (c) 12:12, dan (d) 24:0

Berdasarkan Gambar 5 diatas, kadar lipid tertinggi yang dihasilkan pada perlakuan 20% limbah cair tahu berturut-turut yaitu 27,12% (fotoperiod 12:12), 23,61% (fotoperiod 16:8), 21,05% (fotoperiod 24:0), dan 19,30% (fotoperiod 14:10). Menurut Harahap dkk (2013) pembelahan sel terjadi selama periode gelap, sedangkan proses metabolisme seperti pembentukan pigmen, sintesa lipid dan asam terjadi selama periode terang. Oleh sebab itu pada penelitian ini, pembelahan sel yang terjadi secara cepat pada 12 jam periode gelap menyebabkan sintesa lipid pada 12 jam periode terang menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widianingsih dkk (2012) yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan kandungan lipid total yang

maksimal, maka Nannochloropsis oculata

harus dikultur pada fotoperiod 12:12 dengan panen pada saat kultur memasuki fase stasioner yaitu 31,8%. Lebih kecilnya nilai lipid total pada perlakuan 24:0 disebabkan

adanya proses photoinhibition pada kultur

sehingga dapat menyebabkan rusaknya sel-sel yang mengandung lipid (Widianingsih dkk, 2012).

Pada penelitian ini, jika ditinjau dari

pola pertumbuhan Scenedesmus sp., kadar

lipid tertinggi yang dihasilkan berada pada fase stasioner, yaitu antara hari ke-9 sampai 13 untuk perlakuan 20% limbah cair tahu. Menurut Harahap dkk (2013), pada fase stasioner sel akan memiliki kadar lipid yang lebih besar dibanding pada fase eksponensial, karena pada fase eksponesial seluruh nutrien yang dibentuk pada sel masih digunakan untuk pertumbuhan. Menurut Safitri dkk (2013) produksi lipid atau penumpukan cadangan lemak terjadi pada fase stasioner, yaitu ketika nutrien utama seperti nitrogen

(a)

(b)

(7)

p-ISSN: 2460-8815, e-ISSN: 2549-1652

untuk sintesa protein atau untuk produksi biomassa sudah tidak mencukupi. Muttaqin dan Wachda (2016) menyatakan jika jumlah sel berkurang, maka lipid yang dihasilkan berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu pada saat sel memasuki fase kematian, lipid yang dihasilkan semakin berkurang.

3.3 Pengaruh Volume Limbah Cair Tahu dan Fotoperiod terhadap Efisiensi Penurunan Parameter COD

Berdasarkan Tabel 1, pada masing-masing medium kultur menunjukkan hasil konsentrasi COD awal dan akhir kultivasi. Penambahan limbah cair tahu ke dalam medium kultivasi selain untuk memberikan

nutrisi pada pertumbuhan mikroalga

Scenedesmus sp., juga bertujuan untuk

menurunkan kadar COD yang terkandung dalam limbah cair tahu. Pengolahan limbah

cair tahu menggunakan mikroalga

memberikan hasil yang cukup baik.

Tabel 1 Hasil Konsentrasi COD Awal dan Akhir Kultivasi Limbah Cair Tahu COD awal (mg/L) COD akhir (mg/L) 16:8 14:10 12:12 24:0 0% 450 250 250 150 200 20% 1150 450 500 300 400 40% 2200 1250 1300 1000 1100 60% 3250 2200 2250 2050 2150 80% 4450 3250 3350 3150 3200 100% 5400 4600 4650 4200 4600

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa

dengan menggunakan mikroalga jenis

Scenedesmus sp. dapat menurunkan COD

hingga 73,91% pada penambahan 20% limbah cair tahu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widayat dan Hadiyanto (2015) yang menunjukkan bahwa pada variabel 20%

limbah cair tahu, mikroalga Nannochloropsis

sp. mampu menurunkan COD hingga 77,40%. Menurut Widayat dan Hadiyanto (2015),

pertumbuhan mikroalga yang optimal

diindikasikan dengan penurunan COD yang lebih besar. Hal ini sebagai bukti adanya proses penguraian dan pemanfaatan senyawa organik oleh mikroalga untuk pertumbuhan.

Gambar 6. Grafik hubungan volume limbah cair tahu dan fotoperiod terhadap efisiensi penurunan parameter COD

4.

KESIMPULAN

Kultivasi dengan variasi pemberian limbah cair tahu dan fotoperiod memberikan pengaruh terhadap kadar lipid mikroalga

Scenedesmus sp. Kadar lipid tertinggi

diperoleh pada pemberian limbah cair tahu 20% dan fotoperiod 12:12 pada hari ke- 11 yaitu sebesar 27,12% dengan efisiensi penyisihan COD sebesar 73,91%.

5.

DAFTARPUSTAKA

Andriyono, S. 2001. Pengaruh Periode Penyinaran terhadap Pertumbuhan

Isochrysis galbana klon Tahiti. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Assadad, L., Utomo, B.S.B., dan Sari, R.N. 2010. Pemanfaatan Mikroalga Sebagai Bahan

Baku Bioetanol. Jurnal Squalen.

5(2):51-58.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 6989.73:2009. Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand (COD)) dengan refluks tertutup secara titrimetri.

Bouterfas, R., Belkoura, M., dan Dauta, A. 2006.

The Effects of Irradiance and

Photoperiodon The Growth Rate of Three Freshwater Green Algae Isolated

from A Eutrophic Lake. Jurnal Limnetica.

25(3):647-656.

Daniyati, R., Yudoyono, G., dan Rubiyanto, A. 2012. Desain Closed Photo bioreaktor

Chlorella vulgaris sebagai Mitigasi CO2.

Jurnal Sains dan Seni. 1:1-5.

Fadilla, Z. 2010. Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan

Mikroalga Scenedesmus sp. Skripsi.

Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Hadiyanto, dan Azim, M. 2012. Mikroalga

Sumber Pangan dan Energi Masa Depan.

(8)

Harahap, P.S., Susanto, A.B., Susilaningsih, D., Delicia, Y.R. 2013. Pengaruh Substitusi Limbah Cair Tahu untuk Menstimulasi

Pembentukan Lipida pada Chlorella sp.

Journal of Marine Research. 2(1):80-86. Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., dan Danquah,

M.K. 2010. Bioprocess Engineering of Microalgae to Produce a Variety of

Consumer Products. Renewable and

Sustainable Energy Reviews. 14:1037-1047.

Herlambang, A. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lingkungan (BPPT) dan Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan

Samarinda.

Irianto, D. 2011. Pemanfaatan Mikroalga Laut

Scenedesmus sp. Sebagai Penyerap

Bahan Kimia Berbahaya dalam Air

Limbah Industri .Skripsi. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Latiffi, N.A.A, Mohamed, R.M.S.R., Apandi, N.M., dan Tajuddin, R.M. 2017. Experimental Assessment on Effects of Growth Rates

Microalgae Scenedesmus sp. Different

Conditions of pH, Temperature, Light

Intensity and Photoperiod. Jurnal Key

Engineering Materials. 744:546-551. Manullang, C., Widianingsih, dan Endrawati, H.

2012. Densitas dan Kandungan Total

Lipid Mikroalga Spirulina platensis yang

Dikultur pada Tingkatan Perbedaan

Fotoperiod. Journal of Marine Research.

1(1):24-28.

Mata, T.M., Martins, A.A. dan Caetano, N.S.

2010. Microalgae for Biodiesel

Production and Other Applications: A

review. Renewable and Sustainable

Energy Reviews. 14:217-232.

Muttaqin, S.S., dan Wachda. 2016. Peningkatan

Kandungan Lipid pada Kultur

Arthrospira Maxima (Setchell & N.L Gardner) sebagai Biodiesel dengan

Medium Limbah Cair Tahu. Inovation

Science Writing Competition (Instinct). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Nurlita, A., Zuhdi, A.M.F, dan Sukesi. 2007.

Potensi Mikroalga Skeletonema costatum,

Chlorella vulgaris, dan Spirulina platensis

sebagai Bahan Baku Biodiesel. Jurnal

Biologi. 1-10.

Prihantini, N.B, Damayanti, D., dan Yuniati, R. 2007. Pengaruh Konsentrasi Medium

Ekstrak Tauge (MET) Terhadap

Pertumbuhan Scenedesmus Isolat

Subang. Jurnal Makara Sains. 11(1):1-9.

Putri, E.V. 2012. Cultivation of Microalgae Using Palm Oil Mill Effluent for Lipid

Production. Thesis. Universiti Teknologi

Malaysia.

Rossiana, N. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi

Daphnia carinata King. Laporan

Penelitian. Universitas Padjajaran. Rusyani, E. 2001. Pengaruh Dosis Zeolit yang

Berbeda terhadap Pertumbuhan

Isochrysis galbana klon Tahiti Skala Laboratorium dalam Media Komersial.

Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Safitri, M.E., Diantari, R., Suparmono, dan

Muhaemin, M. 2013. Kandungan Lemak

Total Nannochloropsis sp. pada

Fotoperiod yang Berbeda. Jurnal

Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1(2):128-134.

Salim, M.A. 2013. Penggunaan Limbah Cair Tahu untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Biodiesel dari Mikroalga

Scenedesmus sp. 7(1). ISSN 1979-8911. Soares, J., Loterio, R.K., Rosa, R.M., Santos, M.O.,

Nascimento, A.G., Santos, N.T., Williams, T.C.R., Nesi A.N., dan Martins, A.M. 2017.

Scenedesmus sp. Cultivation Using

Commercial-Grade Ammonium Sources.

Jurnal Annals of Microbiology. 1-12. Widayat, dan Hadiyanto. 2015. Pemanfaatan

Limbah Cair Industri Tahu untuk

Produksi Biomassa Mikroalga

Nannochloropsis sp. sebagai Bahan Baku

Biodiesel. Reaktor. 15(4):253-260.

Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H., dan Hilal, M. 2011. Kajian Kadar Total Lipid

dan Kepadatan Nitzschia sp. yang

Dikultur dengan Salinitas yang Berbeda.

Ilmu Kelautan. 1-9.

Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H., dan Iriani, V.R. 2012. Kandungan Lipid Total

Nannochloropsis oculata pada Kultur

dengan Berbagai Fotoperiod. Ilmu

Kelautan. 12(3):119-124.

Widjaja, A. 2009. Lipid Poduction from Microalgae As a Promising Candidate for

Biodiesel Production. Makara Teknologi.

Gambar

Gambar 1. Chamber Cahaya
Gambar 3.  Bentuk  sel  mikroalga  Scenedesmus  sp.  Dari Hasil Pengamatan Mikroskop
Gambar 4.  Grafik hubungan volume limbah cair tahu  terhadap  jumlah  sel  pada  variasi  fotoperiod  (a)  16:8,  (b)  14:10,  (c)  12:12,  dan (d) 24:0
Gambar 5.  Grafik  hubungan  volume  limbah  cair  tahu  terhadap  kadar  lipid  pada  variasi  fotoperiod  (a) 16:8, (b) 14:10, (c) 12:12, dan (d) 24:0  Berdasarkan Gambar 5 diatas, kadar lipid  tertinggi yang dihasilkan pada perlakuan 20%  limbah  cair
+2

Referensi

Dokumen terkait

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebihbesar dari pada sistem

Secara keseluruhannya, kaedah ataupun pedagogi yang digunakan dalam penyampaian pendidikan awal kanak-kanak ialah belajar melalui bermain, yang mana belajar melalui

Dengan mengetahui kedudukan dari kekar (fracture), penyusun dapat mengetahui perkembangan struktur geologi yang ada pada daerah tersebut serta daerah-daerah ini

Buku yang digunakan untuk membuat kumpulan-kumpulan motif batik Trusmi Cirebon adalah buku yang tidak berdasarkan muatan informasi dari kaca mata pemerintahan melainkan

a) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan referensi pada penelitian di bidang akuntansi keperilakuan guna meningkatkan minat mahasiswa untuk

validitas dilakukan kepada masing-masing instrumen yang meliputi minat, motivasi kualitas, motivasi karir, motivasi ekonomi, biaya pendidikan dan persepsi. Berikut hasil uji

Hasil analisis regresi sederhana yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa kualitas produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen Gee Eight Clothing

Yang perlu diingat jaga harga diri anak ini di depan umum, jangan permalukan, karena mudah terprovokasi teman-temanya untuk melakukan sesuatu dalam kelas, atau