• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Zulfatun Ruscitasari

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Jl. Lowanu No.47, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta 55162.

Email: zzulfatunr@gmail.com

This research is motivated by the demand to improve accountability of government performance. The purpose of this study is to evaluate the suitability of information from planning documents to reporting document, as well as to identify factors that contribute in the implementation of a performance measurement system. The analytical tools used in this study include a blueprint performance model used to analyze the accuracy of indicators that have been prepared and thematic analysis for interview results data.

This research uses a qualitative method. The results of the research show that the performance measurement system from planning to performance achievements at the PUP-ESDM office, Yogyakarta Special Region has not fully demonstrated the suitability of information. In addition, the performance indicators of the official of PUP-ESDM DIY in 2016 they were still oriented for service providers. Factors that caused problems in performance accountability of PUP-ESDM office were: quality of personnel, regulations, leadership commitments, data availability and information systems, rewards and punishment.

Keywords: performance accountability, performance indicators, performance blueprint

(2)

226 LATAR BELAKANG

Pemerintah sebagai organisasi publik memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna mewujudkan sistem tata kelola yang yang lebih efektif dan efisien. Akan tetapi, saat ini instansi cenderung mengabaikan aspek efisiensi (Hafiez & Akbar, 2013). Oleh sebab itu, pemerintah mulai berfokus untuk peningkatan sistem akuntabilitas publik agar instansi pemerintah lebih memperhatikan aspek efektif dan efisien. Akuntabilitas di Indonesia telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 7 th 1999. Dalam Inpres tersebut mengatur mengenai pelaporan akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Peraturan tersebut selanjutnya disempurnakan dengan adanya Peraturan Pemerintah No 8 th 2006. Peraturan tersebut menjelaskan mengenai pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah.

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan sistem yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintah yang akan berorientasi pada outcome. Dimana SAKIP di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden No 29 th 2014 dan PermenPAN dan RB No 12 th 2015. Kedua peraturan tersebut mengatur perihal pedoman dalam melaksanakan evaluasi atas implementasi SAKIP yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pelaksanaan SAKIP disajikan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tetapi, saat ini instansi pemerintah cenderung hanya melaporkan kinerja yang baik dan meminimalkan informasi yang berlebihan tentang kegagalan program

(Ahyaruddin & Akbar, 2016). Hal tersebut mendorong munculnya suatu tuntutan baru untuk menilai kinerja dari suatu instansi pemerintah, yaitu dengan menggunakan suatu sistem pengukuran kinerja (SPK). Saat ini organisasi publik didorong untuk memperkenalkan reformasi birokrasi yang baru, yaitu New Public Management (NPM). Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja organisasi yang didasarkan pada pengukuran berbasis keluaran (output) dan hasil (outcome). Dengan adanya NPM, diharapkan kinerja pemerintah akan lebih transparan, akuntabel, dan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Namun demikian, beberapa tahun terakhir banyak organisasi publik telah di bawah tekanan besar untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi output, merasionalisasikan penggunaan sumber daya publik, dan meningkatkan kualitas pelayanan (Gomes et al. 2008).

Berdasarkan Perpres nomor 29 tahun 2014 menyebutkan bahwa penyelenggaraan SAKIP meliputi proses rencana strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja, pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, reviu dan evaluasi kinerja. Penelitian ini akan berfokus pada evaluasi terhadap seluruh komponen dari SAKIP (perencanan kinerja, pengukuran, pelaporan, evaluasi internal dan capaian kinerja/sasaran) yakni dengan menggunakan pendekatan

Performance Blueprint. Selanjutnya akan dianalisis terkait faktor-faktor yang berperan dalam penerapan SPK Dinas PUP-ESDM DIY. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi indikator kinerja utama (IKU) dengan

(3)

227

menggunakan pendekatan Performance Blueprint dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan sistem pengukuran kinerja di Dinas PUP-ESDM DIY.

Motivasi Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan membantu SKPD untuk bekerja lebih berorientasi pada outcome yang akan berdampak pada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat memberikan kontribusi solusi dan rekomendasi atas permasalahan tersebut dengan memperoleh pemahaman yang mendalam terkait implementasi SPK baik dalam evaluasinya maupun analisis faktor-faktor yang berpengaruh sehingga kedepannya kinerja instansi semakin lebih baik.

LANDASAN TEORI Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas digambarkan sebagai suatu konsep emas yang tidak bisa dilawan siapapun karena dapat menggambarkan suatu bentuk transparansi dan kepercayaan (Bovens, 2006). Bovens (2006), juga menjelaskan bahwa secara umum akuntabilitas publik merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dalam ranah publik. Sedangkan menurut Mardiasmo (2009), akuntabilitas adalah suatu kewajiban pemerintah untuk melaporkan segala aktivitas yang telah dilaksanakan kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja agar kinerjanya semakin lebih baik dari tahun ke tahun. Dengan begitu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah semakin tinggi. Selain itu, instansi pemerintah

akan lebih bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang manfaatnya akan dapat dirasakan masyarakat.

Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja

Kinerja merupakan suatu gambaran tingkat pencapaian dari suatu aktivitas atau program guna mewujudkan visi dan misi organisasi (Mahsun, 2013). Kinerja haruslah memiliki indikator keberhasilan sebagai dasar penilaian. Menurut Perpres No 29 th 2014, menjelaskan bahwa indikator kinerja merupakan sebuah ukuran keberhasilan dari program atau kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan apa yang direncanakan.

Implementasi sistem pengukuran yang telah berjalan hingga saat ini, masih saja menunjukkan hal yang buruk (Jurnali & Nabiha, 2015). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Sofyani et al. (2018), yang menyatakan bahwa pelaksanaan SPK di Indonesia belum mampu mencapai tujuan untuk meningkatkan kinerja. Sedangkan menurut Spékle dan Verbeeten (2009), SPK harusnya dapat membantu dalam peningkatan efektivitas organisasi.

Menurut Mardiasmo (2009), tujuan dari pengukuran kinerja instansi pemerintah yaitu untuk memperbaiki kinerja agar lebih efektif dan efisien, sebagai dasar dalam pengambilan suatu keputusan dan alokasi sumber daya, serta menciptakan komunikasi antar lembaga dan pertanggungjawaban publik. Dengan adanya SPK yang komprehensif, diharapkan dapat memberikan manfaat untuk jangka panjang. Oleh sebab itu, perlu

(4)

228

dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh dari perencanaannya, penyusunan program, penganggaran hingga pelaksanaan yang dilakukan secara berkelanjutan (Mahsun, 2013). Evaluasi tersebut diatur dalam Permenpan dan RB No 12 th 2015. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa evaluasi dari penerapan SAKIP bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintah.

Evaluasi SAKIP yang telah berjalan hingga saat ini, menggambarkan bahwa belum optimalnya instansi-instansi pemerintah dalam dalam melaksanakan sistem akuntabilitas kinerja. Salah satunya dikarenakan pelaksanaan SAKIP saat ini hanya sebatas formalitas semata. Akbar et al. (2012) mengatakan bahwa implementasi SPK di Indonesia lebih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan regulasi daripada membuat organisasi tersebut lebih efektif dan efisien. Padahal saat ini instansi pemerintah dituntut untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi output, merasionalisasi penggunaan sumber daya publik, dan meningkatkan kualitas pelayanan (Gomes et al. 2008). Oleh sebab itu, pelaksanaan SPK harus dievaluasi agar dapat berjalan secara optimal.

Hasil dari penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa SPK masih memiliki kendala dalam pengembangan dan implementasi (Akbar et al. (2012); Wijaya & Akbar, 2013). Beberapa diantaranya disebabkan karena kurangnya pelatihan, ketidakmampuan sistem informasi untuk menyediakan data, kesulitan memilih dan menafsirkan ukuran kinerja yang tepat, kurangnya komitmen organisasi untuk mencapai hasil, dan pengambilan keputusan

terbatas wewenang (Cavalluzzo & Ittner, 2004). Hal tersebut juga di dukung oleh penelitian Akbar et al. (2015) yang menyatakan bahwa komitmen manajemen, kurangnya keterampilan karyawan, motivasi dan campur tangan politik merupakan faktor-faktor yang dapat memperngaruhi pelaksanaan SPK.

Performance Blueprint

Performance Blueprint

merupakan gabungan dari logic model

(model logika) dan Pendekatan Empat Kuadran milik Friendman (Longo, 2002). Friedman (2005), mengatakan bahwa pendekatan empat kuadran dapat digunakan untuk mengukur sistem akuntabilitas kinerja dengan mengkategorikan indikator kinerja. Dalam model ini menggunakan model logika standar (input, aktivitas, output,

dan outcome) yang outputnya dianalisis dengan menggunakan Pendekatan Empat Kuadran Friedman Selain itu,

performance blueprint juga

menawarkan strategi untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan empat jenis ukuran kinerja yang terkait dengan upaya (effort) dan hasil (effect)

yang masing-masing akan terbagi lagi dalam kuantitas (jumlah /individu) dan kualitas (tingkat dan presentase).

Performance Blueprint juga

membedakan antara outcome penyedia layanan dan outcome masyarakat. Menurut Longo (2002), Peta Kategori Pengukuran Kinerja ialah sebagai berikut

(5)

229

Gambar 1 Peta Kategori Pengukuran Kinerja Output

Pengelompokan dilakukan dengan mengacu pada pertanyaan berikut:

1. Kuantitas upaya: seberapa banyak pelayanan yang diberikan?

2. Kualitas upaya: seberapa baik pelayanan yang diberikan?

3. Kuantitas hasil: seberapa banyak konsumen yang menjadi lebih baik? 4. Kualitas hasil: berapa persen konsumen yang menjadi lebih baik dan bagaimana mereka menjadi lebih baik?

Dalam hal ini, identifikasi dilakukan dengan melihat satuan target sebagai berikut:

a. Dalam kuantitas: jumlah layanan, jumlah aktivitas, dan jumlah manfaat yang diterima pelanggan.

b. Dalam kualitas: persentase layanan yang baik, tingkat atau rasio capaian aktivitas, persentase kepuasan pelanggan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang isu penelitian dan dapat digunakan untuk menjelajahi topik baru atau memahami masalah yang kompleks (Hennink et al. 2012). Creswell (2015)

juga mengatakan bahwa pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk menyelidiki dan memahami makna masalah sosial yang berasal dari individu atau kelompok. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yakni untuk menemukan data yang dapat dipercaya dalam upaya mengeksplorasi implementasi sistem pengukuran kinerja.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan melakukan sesi tanya jawab langsung terhadap narasumber yang berkaitan dengan penelitian. Responden yang diwawancarai dipilih dengan teknik

snowball sampling karena bertujuan untuk menemukan informan-informan kunci yang memiliki banyak informasi (Hennink et al. 2012). Teknik wawancara yang digunakan adalah semi terstruktur (semistructured

interview). Kemudian, pihak yang

diwawancara diantaranya dari Inspektorat, Bappeda, dan Dinas PUP-ESDM DIY. Sedangkan dokumen yang digunakan akan disesuaikan dengan kebutuhan untuk membantu menjawab pertanyaan penelitian, seperti RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), Renstra (Rencana Strategis), RKT (Rencana Kerja Tahunan), PK (Penetapan Kinerja), LAKIP, serta dokumen terkait lainnya.

Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan alat analisis tematik. Braun & Clarke, (2006) menjelaskan bahwa analisis tematik dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menyajikan pola atau tema berdasarkan data-data yang telah diperoleh.

(6)

230

Beberapa tahapan-tahapan dalam analisis ini diantaranya:

1. Mentranskripkan data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dikumpulkan kemudian kemudian diubah dari bentuk lisan ke bentuk tulisan. 2. Membuat kode data awal

Membuat kode data awal kemudian data-data tersebut dikelompokan dan disusun sesuai kodenya masing-masing. 3. Mencari tema

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap kode-kode data awal tersebut untuk pencarian tema yang selanjutnya digabungkan menjadi tema.

4. Melakukan evaluasi tema

Meninjau kembali dan disempurnakan sehingga tema yang dihasilkan menjadi relevan dengan topik.

5. Menamakan dan mendefinisikan tema

Mengidentifikasi esensi dari setiap tema secara keseluruhan dan menentukan aspek data pada tiap tema.

6. Pembuatan laporan

Laporan analisis disajikan ringkas dan menjelaskan tentang argumen dalam kaitannya dengan pertanyaan penelitian.

HASIL ANALISIS DAN

PEMBAHASAN

Analisis Empat Kuadran Friedman (Four Quadran Analysis)

Analisis tersebut akan menggambarkan kondisi indikator kinerja Dinas PUP-ESDM DIY dalam suatu peta indikator sehingga akan terlihat prioritas indikator kinerja yang telah ditetapkan, apakah telah

berorientasi pada manfaat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat

(community outcomes) atau masih

sebatas penyediaan layanan (services delivery outcomes). Indikator kinerja yang akan dianalisis berasal dari data LAKIP tahun 2016. Pada LAKIP tahun 2016, jumlah indikator kinerja sasaran sebanyak delapan indikator dan 33 indikator kinerja program.

Gambar 2 Identifikasi Peta Indikator Empat Kuadran Friedman

Sedangkan urutan prioritas indikator kinerja ialah sebagai berikut: 1. Kualitas hasil: 10 (24,39%)

2. Kuantitas hasil: 9 (21,95%) 3. Kualitas upaya: 12 (29,27%) 4. Kuantitas upaya: 10 (24,39%)

Berdasarkan hasil analisis empat kuadran Friedman, sebagian besar indikator kinerja yang digunakan pada Dinas PUP-ESDM DIY tahun 2016, sebagian besar indikator kinerja yang digunakan masih berada dalam kategori kualitas upaya. Hal tersebut menandakan bahwa kinerja yang dilakukan Dinas PUP-ESDM DIY masih berada dalam upaya penyediaan layanan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan kinerja agar bisa berada pada kategori kualitas hasil.

ANALISIS IMPLEMENTASI

SISTEM AKUNTABILITAS

KINERJA INSTANSI

PEMERINTAH

Analisis Perencanaan Strategis

Dalam menganalisis alur logika perencanaan, dokumen yang digunakan ialah Renstra, RKT, dan PK.

(7)

Dokumen-231

dokumen tersebut dievaluasi dengan melihat kesesuaian atau keselarasan dari komponen-komponen yang ada di dalamnya. Komponen-komponen tersebut meliputi; misi, tujuan, sasaran dan indikator kinerja. Dari sisi kesesuaian dan keselarasan, komponen-komponen ini telah tergolong cukup baik. Akan tetapi, masih terdapat kendala penyusunan Renstra terutama mengenai pengumpulan data informasi karena penyusunan Renstra harus disesuaikan dengan kondisi terkini. Namun, secara keseluruhan, komponen-komponen dalam dokumen perencanaan sudah sangat baik dan sudah menunjukkan alur berpikir yang logis.

Analisis Pengukuran Kinerja

Dalam menganalisis alur logika pengukuran, komponen yang dievaluasi antara lain indikator kinerja utama (IKU), implementasi pengukuran dan hasil pengukuran atau capaian. Dinas PUP-ESDM telah memiliki IKU yang penyusunannya dilakukan bersama dengan bappeda. Penyusunan IKU haruslah berdasarkan pada IKU gubernur, karena kinerja dari SKPD itu merupakan bentuk upaya perwujudan dari visi misi gubernur. Meskipun Dinas PUP-ESDM DIY telah melaksanakan pengukuran kinerja secara terstruktur dari unit terbawah, akan tetapi masih terdapat kendala-kendala pada saat melakukan pengukuran kinerja kendala dalam pengukuran kinerja adalah data yang diserahkan tiap-tiap bidang kurang valid dalam perhitungannya. Oleh sebab itu, diperlukan koordinasi yang baik antar bidang agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengukuran kinerja. Secara keseluruhan, analisis alur logika pengukuran kinerja telah dilaksanakan

dengan baik dengan menggunakan indikator-indikator yang telah ditetapkan.

Analisis Pelaporan Kinerja

Komponen yang digunakan dalam menganalisis pelaporan kinerja yaitu LAKIP. Dalam mencapai sasaran, ditempuh dengan melaksanakan strategi, kebijakan, program, dan kegiatan seperti yang dirumuskan dalam Renstra. Hal-hal yang dijadikan dasar dalam menganalisis alur logika pelaporan yakni dari sisi ketaatan pelaporan, pengungkapan, dan penyajian serta pemanfaatan informasi kinerja untuk perbaikan kinerja. Dinas PUP-ESDM DIY telah menyusun LAKIP sesuai dengan PermenPAN dan RB No 53 th 2014 dan Pergub DIY No 94 th 2016. LAKIP yang disusun oleh Dinas PUP-ESDM DIY juga telah meliputi perencanaan, penyajian akuntabilitas kinerja, evaluasi, dan capaian kinerjanya.

Analisis Evaluasi Internal

Dalam melakukan evaluasi internal, komponen yang dievaluasi ialah LAKIP. Sebagai bentuk penilaian atas kualitas kinerja, LAKIP juga bertujuan untuk mendorong peningkatan kinerja agar instansi pemerintah di lingkungan Pemda DIY semakin akuntabel. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil dari pelaksanaan program-program dan kegiatan yang telah direncanakan. Dalam evaluasinya, Dinas PUP-ESDM DIY dinilai telah cukup baik dalam menjalankan akuntabilitas kinerja. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan peringkat BB dengan jumlah nilai yang meningkat dari tahun sebelumnya.

(8)

232 Analisis Capaian Kinerja/Sasaran

Dalam melaksanakan kinerjanya, Dinas PUP-ESDM DIY memiliki tugas dan fungsi untuk masing-masing bidangnya. Banyaknya bidang yang dinaungi berimplikasi pada tuntutan untuk saling bersinergi antara satu bidang dengan yang lainnya semakin tinggi karena terkadang satu program itu bisa diampu oleh beberapa bidang. Tahun 2016, Dinas PUP-ESDM DIY menerima rekomendasi dari inspektorat untuk meningkatkan capaian kinerjanya. Penilaian kinerja yang berkaitan dengan SAKIP untuk SKPD di lingkungan pemda DIY didasarkan pada data-data capaian setiap program dan kegiatan SKPD yang telah dilaporkan. Oleh sebab itu, penilaian dari inspektorat yang menyatakan bahwa capaian belum optimal dikarenakan beberapa program dan kegiatan yang direncanakan targetnya masih belum optimal dalam pencapaiannya. Dalam pengukuran kinerja instansi pemerintah, instansi diharapkan dapat mencapai kinerjanya hingga 100%. Akan tetapi, sering kali yang diekspektasikan tidak sesuai dengan realita, sehingga untuk meningkatkan capaian kinerja pada Dinas PUP-ESDM DIY, maka perlu dilakukan pengawasan-pengawasan terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu, juga diperlukan evaluasi internal untuk memperbaiki kinerja-kinerja yang belum optimal.

Faktor-Faktor yang Berperan dalam Implementasi SPK

Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi SPK, diantaranya:

1. Kualitas Pegawai

Kualitas sumber daya manusia sangatlah berperan penting dalam implementasi SPK. Akan tetapi, masih ada pegawai-pegawai yang kesulitan dalam pendistribusian pekerjaan. Beberapa pegawai hanya menguasai apa yang biasa mereka kerjakan. Apabila terjadi mutasi pegawai, pegawai tersebut akan kesulitan beradaptasi pada pekerjaan barunya. Oleh sebab itu, ketika terjadi mutasi atau rotasi harus dilakukan pelatihan ulang bagi pegawai yang baru. Hal ini juga sejalan dengan hasil temuan dalam penelitian (Syachbrani & Akbar, 2013) yang menyatakan bahwa kondisi pegawai memiliki pengaruh terhadap implementasi SPK.

2. Peraturan-peraturan

Peraturan juga merupakan salah satu faktor pendukung dalam implementasi SPK. Temuan ini diperoleh dari hasil wawancara. Meskipun peraturan berdampak pada sebuah pemaksaan, tetapi dengan adanya peraturan-peraturan yang mengikat akan lebih mendorong instansi untuk bekerja lebih baik lagi. Selain itu, peraturan yang jelas dapat dimanfaatkan sebagai pedoman atau acuan dalam melaksanaan SPK, sehingga akan memperjelas arah gerak dalam pelaksanaan kinerja.

3. Komitmen Atasan

Peran pimpinan sangatlah penting dalam peningkatan kinerja instansi. Hal tersebut dikarenakan, pimpinan merupakan teladan atau motivasi bagi pegawai untuk terus meningkatkan kinerja pegawai. Komitmen pimpinan memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan kinerja SKPD. Dengan pimpinan yang senantiasa memegang komitmennya, maka akan memotivasi

(9)

233

pegawai untuk memberikan kinerja yang optimal. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Akbar et al., 2012) yang menyatakan bahwa komitmen dari atasan dapat membantu dalam pelaksanaan SPK. 4. Ketersediaan Data dan Sistem

Informasi

Ketersediaan sistem informasi berkaitan dengan pengumpulan data kinerja dan ketepatan waktu. Sistem informasi itu merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat membantu proses implementasi SPK. Dengan adanya sistem tersebut, data kinerja dapat dikumpulkan secara terstruktur. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian (Syachbrani dan Akbar, 2013) yang menyatakan bahwa jika sistem informasi tidak tersedia, pelaksanan SAKIP akan dilaksanakan secara manual dan hal tersebut dapat menghambat alur komunikasi informasi.

5. Reward and Punishment

Reward dan punishment akan

memotivasi pegawai untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya dan lebih bertanggungjawab terhadap tugas dan kewajibannya. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian (Syachbrani & Akbar, 2013) yang menyatakan bahwa insentif memiliki dampak terhadap implementasi SPK karena dapat mendorong pencapaian kinerja instansi. Dengan adanya insentif, perlu juga diterapkan punishment agar pegawai lebih bertanggungjawab terhadap kinerja yang telah dilakukan dan lebih terpacu untuk memberikan kinerja yang terbaik.

KESIMPULAN

1. Implementasi SPK Dinas PUP-ESDM DIY dari mulai perencanaan kinerja,

pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi internal hingga pencapaian kinerjanya masih belum sepenuhnya optimal. 2. Hasil analisis performance

blueprint dari indikator kinerja tahun 2016 masih berorientasi pada penyediaan layanan

(services delivery outcomes).

3. Faktor-faktor yang berperan dalam implementasi SPK yakni: a. Kondisi kualitas SDM yang

masih kesulitan dalam pendistribusian pekerjaan. a. Peraturan

perundang-undangan yang dijadikan sebagai acuan pelaksanaan SAKIP.

b. Komitmen atasan untuk terus berusaha meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi.

c. Ketersediaan data dan sistem informasi yang memadai agar pelaporan dapat berjalan tepat waktu.

d. Reward and punishment

untuk memotivasi kinerja pegawai

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka direkomendasikan untuk melakukan hal-hal berikut

1. Melakukan perbaikan dengan menyusun rencana tidak lanjut yang realistis.

2. Melaksanakan perbaikan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab terhadap beberapa faktor-faktor diatas yang dirasa belum optimal, seperti kualitas pegawai dengan

(10)

234

mengadakan pelatihan.

3. Menyusun sistem pengumpulan data melalui Standard

Operating Procedure (SOP)

mengenai mekanisme pengumpulan data dari masing- masing bidang terutama dalam pelaporan data kinerja.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahyaruddin, M. & Akbar, R. 2016. The relationship between the use of a performance measurement system, organizational factors, accountability, and the performance of public sector organizations. Journal of

Indonesian Economy and

Business, 31(1): 1–22.

[2] Akbar, R., Pilcher, R. & Perrin, B. 2012. Performance measurement in Indonesia: The case of local government.

Pacific Accounting Review,

262–291.

[3] Akbar, R., Pilcher, R. & Perrin, B. 2015. Implementing Performance Measurement Systems: Local Government under Pressure. Qualitative Research in Accounting and

Management (QRAM), Vol. 12

(1), 3-33.

[4] Bovens, M. 2006. Analysing and Assessing Public Accountability: A Conceptual Framework. European

Governance Papers

(EUROGOV), No. C-06-01.

[5] Braun, V. & Clarke, V. 2006. Using thematic analysis in

psychology. Qualitative Research in Psychology. 3: 77– 101.

[6] Cavalluzzo, K. S., & Ittner, C. D. 2004. Implementing Performance Measurement Innovations: Evidence From Government. Accounting, Organizations and Society. [7] Creswell, J.W. 2015. Penelitian

Kualitatif & Desain Riset. 1st ed. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

[8] Friedman, M. 2005. Trying Hard is Not Good Enough: How

to Produce Measurable

Improvements for Customers

and Communities. Washington

D.C.: FSPI.

[9] Gomes, P., Mendes, S. & Carvalho, J. 2008. Use of performance measurement in the public sector: the case of the police service. Implementing

Reforms in Public Sector

Accounting, 407–426.

[10] Hafiez, S. & Akbar, R. 2013. Hubungan Faktor Internal Institusi dan Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Pemerintah Daerah. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan

Indonesia (JAKI), Vol.10, No.2, p.184-205.

[11] Hennink, M., Hutter, I. & Ajay Bailey 2012. Qualitatif

Research Methods.

Washington D.C.: SAGE.

[12] Instruksi Presiden (Inpres)

(11)

235

Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah. [13] Jurnali, T. & Nabiha, S. 2015.

Performance management system for local government: The Indonesian experience.

Global Business Review, 16(3), 351-363.

[14] Kellogg, W. 2004. Logic Model Development Guide. Battle Creek, Michigan.

[15] Keputusan Kepala Lembaga

Administrasi Negara (LAN)

Nomor 589/IX/6/Y/1999 tentang

Pedoman Implementasi

Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

[16] Keputusan LAN Nomor

239/IX/6/8/2003 tentang

Perbaikan Pedoman

Penyusunan Pelaporan

Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah.

[17] Longo, Paul J. 2004. “Logic Models in Evaluation Design.” Ohio Program Evaluator Group, Evaluation Basic Workshop, November 15&16, 2004, 2011. An Approach to performance Measurement: Using the performance blueprint and Related Ongoing performance Measurement & Management (OPM&M) Techniques). Lates Version.http://paullongo.org/pro ducts.html.

[18] Mahsun, M. 2013. Pengukuran

Kinerja Sektor Publik.

Yogyakarta: BPFE.

[19] Mardiasmo. 2009. Akuntansi

Sektor Publik. Yogyakarta:

ANDI.

[20] Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015.

[21] Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

[22] Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

[23] Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

[24] Sofyani, H., Akbar, R. & R.D. Ferrer. 2018. 20 Years of Performance Measurement System (PMS) Implementation in Indonesian Local Governments: Why is Their Performance Still Poor?. Asian

Journal of Business and

Accounting (AJBA), Vol.11,

No.1, p.151-183.

[25] Syachbrani, W. & Akbar, R. 2013. Faktor-faktor Teknis dan Keorganisasian yang Mempengaruhi Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah. Jurnal Reviu Akuntansi.

[26] Speklé, R. F., & Verbeeten Frank H.M., 2009. The Use of Performance Measurement Systems in The Public Sector:

(12)

236

Effects on Performance.

Nyenrode Research &

Innovation Institute (NRI)

Research Paper, No. 09-08

(JRAK), Vol.3, No.2, p.447-463.

[27] Wijaya, A. C. H., & Akbar, R. 2013. The Influence of Information, Organizational Objectives and Targets, and External Pressure towards the Adoption of Performance Measurement System in Public Sector. Journal of Indonesian Economy and Business (JIEB), Vol.28, No.1, p.62-83.

Gambar

Gambar 1 Peta Kategori Pengukuran  Kinerja Output

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang selalu dilimpahkan kepada saya, serta berkat doa restu kedua

Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa mempunyai kontribusi positif dan signifikan terhadap hasil belajar mata kuliah Genetika

Asam folat penting untuk pembentukantabung saraf yang pada masa embrioakan berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang.Pencegahan pembentukan NTD dapat

NTP-BPS, yang dihitung sebagai rasio indeks harga seluruh barang yang dijual (hasil usahatani) terhadap indeks harga seluruh barang yang dibeli (barang konsumsi maupun input

Di dalam penjara bukan berarti mematikan pemikiran-pemikiran Erdogan yang berjuang untuk negerinya, selama empat bulan dipenjara ternyata memberikan

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan kecenderungan perilaku prokrastinasi

Formulasi masalah dalam penelitian ini adalah analisis mengenai fungsi penggunaan fukushi zenzen dalam percakapan yang terdapat dalam serial drama Jepang atau

tersebut, masyarakat sangat antusias dalam mendukung suksesnya program kerja.. Sehingga setiap program kerja yang terlaksana mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan