ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
MENGGUNAKAN METODE VALUE FOR MONEY
Studi kasus : Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi
Disusun oleh : STEPANUS YASIN
NIM : 031334063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
[|wâÑ twtÄt{ áâtàâ
ÑxÜuâtàtÇ? ÑxÜvÉuttÇ wtÇ
ÑxÇvÉuttÇ
Skripsi ini saya persembahkan kepada;
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menuntun
dan melindungi hidup saya.
Ayah ku Lorensius Yos Ape dan Ibu ku yang selalu
memberikan arti hidup buat saya.
Kakak-kakak ku tercinta, Hendrikus Yasin dan Welius
Yasin yang sering menasehati adik mu yang nakal ini.
Semua orang yang telah memberikan
Kasih sayang sama aku…..
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah
memberikan karunia dan berkat-Nya yang melimpah kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini degan baik. Skripsi yang bejudul,
“
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
MENGGUNAKAN METODE VALUE FOR MONEY (Studi Kasus:
Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat). Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan PendidikanIlmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan dan
keterbatasan mulai dari tahap awal maupun sampai tahap akhir Penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, nasihat, kerjasama,
bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Romo Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama SJ., M.Sc. Rektor Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Drs. T. Sarkim., M.Ed., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Akuntansi Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih karena sudah memberikan
kritis, saran, dan nasehat yang berarti kepada saya.
5. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.si., terima kasih karena sudah berkenen
membimbing, memberikan masukan dan bantuan dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd., yang berkenan mendampingi dan
mempertanggungjawabkan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Bambang Purnomo, SE., M.Si., yang berkenan mendampingi dan
mempertanggungjawabkan skripsi ini.
8. Bapak Drs. Wawiek Wakidjo dan Mbak Theresia Aris Sudarsilah serta segenap
dosen dan staf karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi.
9. Bapak Bupati Kabupaten Sanggau Yansen Akun Efendy, Sh, MBa, MSc, MSi,
MH yang telah memberikan izin kepada saya utuk melaksanakan penelitian.
10.Bapak Drs. H. Yus Suhardi, MM selaku Kepala BAPPEDA Kab. Sanggadan
Bapak Yastinus Pri Haroyo, SE selaku PJ. KaSubBag Umum dan Keuangan
BAPPEDA kab. Sanggau yang telah membantu saya dalam memperoleh data-data
penelitian.
11.Bapak Drs. Hadi Sudibyo, MM selaku Kepala BPKKD Kab. Sanggau dan Bapak
Imalit selaku Sub jabatan Staf bagian pembukuan BPKKD Kab. Sanggau yang
telah banyak membantu saya dalam memperoleh data-data penelitian.
12.Kepada Ayahnda Lorensius Yos Ape dan Ibunda Kristina yang telah memberikan
nasehat, doa, kasih sayang dan arti hidup buat saya, sehingga saya bisa berdiri
dikerasnya dunia ini dan memberikan arti hidup buat aku. Saya bangga sekali
menjadi anak dari seorang Ayah yang pekerja keras untuk keluarganya dan
seorang Ibu yang sangat sabar menghadapi saya yang sangat nakal ini.
13.Kepada kakak-kakakku Hendrikus Yasin beserta istri dan Welius Yasin yang
telah membimbing adikmu yang bandel ini.
14.Kepada Cristina Hestiyanti Eka Dewi terima kasih banyak atas nasehat,
dukungan, kasih yang telah kamu berikan selama setengah perjalanan skripsi ini
dan selama aku di Yogya. Tidak selamanya cinta harus memiliki……!
15.Kepada teman-teman satu atap, aspura Kabupaten Sanggau: Joe, Om Jes, Binjai,
Hendro, Budi, Dor, Bru senang banget tinggal bareng kalian…..hidup tu selalu
slow and enjoy tapi harus pasti.
16.Kepada teman-teman Forum IKBKSY: Bebe Modah, Jon, Bajai, Kobam, Iir,
Olen, Eni, Veron, Kampret, Dora, Oh Yes, Jimoi mak kasih atas kesempatannya
sehingga aku dapat berkreasi di sini.
17.Kepada teman-teman PAK angkatan 2003 Ari Bowo, Agus, Yudo, Santi, Lala,
Ana Ndut, Koko, Ari Hitam, Dewi, Dwi dan lain-lain, mak kasih ya atas pinjaman
buku, pen dan kertasnya ya selama aku kuliah, ha……
18.Kepada teman-teman Jeh Didi, Pa udak At, Fredi, Asmet, Bertus, Utoh, Een,
Beni, Welly, mak kasih udah diberi kesempatan berbudaya dengan kalian.
19.Kepada teman-teman Robet Pengadang, Eko Kerang, Agus, Toy, Puji, Bandi,
Arok, Pendi, Patik, Dopleh, Bajai, Sat, Kris dll terima kasih karena sudah banyak
membantu saya dalam banyak hal.
20.Kepada teman-teman ku di Kalimantan Barat, Cindy. Deni, Edo, Gio, Tomas,
Abok, Jek, Ferdi, terima kasih atas dukungannya ya.
21.Kepada semua saudara dan teman-teman ku yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan serta jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun.
Yogyakarta, 7 Oktobet 2008
Penulis
Stepanus Yasin
ABSTRAK
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
MENGGUNAKAN METODE VALUE FOR MONEY
(Studi kasus: Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat)
Stepanus Yasin
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas kinerja keuangan Kabupaten Sanggau pada tahun anggaran 2003 sampai 2007; (2) kemampuan pendapatan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Sanggau.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sanggau pada bulan Januari 2008. Sample penelitian ini adalah data penerimaan dan pengeluaran pendapatan daerah yaitu Sub Dinas Pendapatan Daerah, Kantor Pajak dan Kantor Statistik. Data dikumpulkan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektivitas kinerja keuangan Kabupaten Sanggau digunakan metode Value for Money.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan Kabupaten Sanggau (1) ekonomis rata-rata 91,84%; (2) efisien rata-rata 97,71%; (3) efektif rata-rata 98,80%; (4) tingkat kemandirian rendah sekali (instruktif) rata-rata 3,47%; (5) kemampuan dalam menghasilkan PAD sangat kecil, pajak rata-rata 0,68%, retribusi rata-rata 1,31%, BUMN rata-rata 2,23% dan pendapatan Lain-lain rata-rata 1,30%.
ABSTRACT
FINANCIAL ANALYSIS OF LOCAL GOVERNMENT BY APPLYING VALUE FOR MONEY METHOD
(A Case: Sanggau Regency, West Kalimantan Province)
Stepanus Yasin
Sanata Dharma Univercity Yogyakarta 2008
The purpose of this research is to perceive: (1) economical level, efficiency and effectives of finance of Sanggau Regency in 2003-2007; (2) the ability of local income in covering the activities of Government in Sanggau Regency.
The research was done in Sanggau Regency in January 2008. The samples of this research were the revenue and expence of local income of The Office of Local Income, Tax Office and Statistics Office. Data collected by interview method and documentation. To perceive economical level, efficiency and effetiveness of finance of Sanggau Regency, Value for Money Method was applied.
Observation result indicates that finance of Sanggau Regency (1) shows that economical average is 91,84%; (2) efficiency average is 97,71%; (3) effectiveness average is 98,80%; (4) independent work (instructive) average is 3,47%; (5) ability in Pure Local Income production is very small, tax average is 0,68%, restribution average is 1,31%, State Capital Enterprise Board average is 2,23% and others income ovaerage is 1,31%
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR... xvii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 3
C. Rumusan Masalah... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Keuangan Daerah ... 6
1. Pengertian Keuangan Daerah... 6
2. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah ... 8
B. Sumber Keuangan Pemerintah Daerah ... 9
1. Pendapatan Asli Daerah ... 10
a. Pajak Daerah ... 11
b. Retribusi Daerah... 20
c. Bagian Laba BUMN ... 24
d. Penerimaan dari Dinas-dinas... 26
e. Penerimaan lain-lain yang Sah... 26
2. Dana Perimbangan ... 27
a. Dana Bagi Hasil ... 27
b. Dana Alokasi Umum... 28
c. Dana Alokasi Khusus... 28
d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ... 28
C. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ... 28
1. Anggaran Sektor Publik ... 29
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 32
D. Kinerja Sektor Publik ... 34
1. Pengukuran Kinerja... 35
2. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik ... 35
E. Value for Money... 36
1. Ekonomis ... 37
2. Efisiensi ... 38
3. Efektivitas ... 39
4. Audit Ekonomis dan Efisiensi... 40
5. Audit Efektivitas ... 41
F. Kemandirian ... 45
G. Analytical Procedure... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48
1. Tempat ... 48
2. Waktu ... 48
C. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ... 48
1. Subjek Penelitian... 48
2. Objek Penelitian ... 48
D. Teknik Pengumpulan Data... 49
1. Wawancara... 49
2. Dokumentasi ... 49
E. Teknik Analisis Data... 49
1. Teknik Pengukuran Value for Money... 49
2. Kemandirian Daerah ... 51
3. Analytical Procedure... 52
BAB IV TEMUAN LAPANGAN A. Gambaran Umum ... 53
1. Iklim ... 53
2. Topografi ... 54
3. Jenis Tanah dan Keadaan Lapisan Tanah ... 54
4. Geologi ... 54
5. Pemerintahaan ... 54
6. Visi ... 55
7. Misi ... 56
8. Posisi Strategis ... 56
9. Sub Wilayah Pembangunan ... 57
10.Strategi Pembangunan... 57
B. Bidang Sosial Budaya ... 58
1. Pendidikan... 58
2. Kesehatan ... 58
3. Agama ... 59
4. Penduduk ... 60
5. Angkatan Kerja ... 61
6. Budaya ... 61
7. Pariwisata ... 61
C. Bidang Fisik dan Infra Struktur ... 63
1. Prasarana Jalan ... 63
2. Listrik ... 63
3. Air Bersih ... 63
4. Telekomunikasi ... 64
5. Perbankan ... 64
D. Perkebunan ... 64
1. Kelapa Sawit ... 65
2. Karet ... 66
3. Kakao ... 66
4. Lada ... 66
E. Pertanian ... 67
F. Perikanan ... 67
G. Kebijakan Pemerintah Daerah... 67
1. Bidang Agribisnis, Kehutanan, Pertambangan dan Pariwisata ... 67
2. Bidang Investasi dan Penanaman Modal ... 68
BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Deskripsi Data... 69
B. Analisis Data ... 77
1. Teknik Value for Money... 77
2. Tingkat Kemandirian dan Analytical Procedure... 83
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92
1. Analisis Value for Money... 92
2. Analisis Tingkat Kemandirian dan Analytical Procedure .... 99
BAB V Kesimpulan, Keterbatasan Penelitian dan Saran A. Kesimpulan ... 104
B. Keterbatasan Penelitian... 105
C. Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 107
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skematis Value for Money... 37 Gambar 2.2 Elemen-elemen Pengukuran Kinerja Value for Money... 42
Gambar 2.3 Pengukuran Value for Money... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Dana Bagi Hasil ... 17
Tabel 3.1 Pola Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah... 51
Tabel 4.1 Jumlah Guru, Murid dan Sarana Pendidikan ... 58
Tabel 4.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan ... 59
Tablel 4.3 Jumlah Penduduk Tahun 2007... 60
Tabel 4.4 Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Pedoman Wawancara... 110
Lampiran II Anggaran Pendapatan Daerah... 113
1. Anggaran Pendapatan Daerah 2003... 114
2. Anggaran Pendapatan Daerah 2004... 129
3. Anggaran Pendapatan Daerah 2005... 146
4. Anggaran Pendapatan Daerah 2006... 163
5. Anggaran Pendapatan Daerah 2007... 180
Lampiran III Perhitungan Value for Money, Kemandirian daerah, Analytical Procedure dan Trend ... 187
Lampiran IV Surat Ijin Penelitian... 210
BA B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara dengan wilayah yang luas, seperti Indonesia, membutuhkan
suatu sistem pemerintahaan yang efektif dan efisien, sistem ini diperlukan tidak saja
untuk melaksanakan program pemerintahaan, tetapi agar masyarakat dapat berperan
aktif dalam pembangunan dan mensejahterakan kehidupan bersama. Dengan berperan
serta masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada di lingkungan sekitar,
diharapkan dapat membantu pemerintah dalam membiayai pengeluaran pemerintah
daerah.
Dalam rangka mengelola sumber daya dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat umum, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, salah satunya
adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah di perbaharui menjadi
Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang mengandung
pengertian bahwa kepada pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, sebagai perwujudan otonomi
daerah. Dari keputusan tersebut terjadi perubahan sistem pemerintahaan yang
bermula bersifat sentralistik menjadi desentralistik yang dimulai pada tanggal 1
akibat dari perlimpahan wewenang yang semula dilakukan oleh pemerintah pusat
yang kemudian dialihkan kepada daerah.Undang-undang tersebut merefleksikan
pembagian kekuasaan dibidang pemerintahaan yang lebih luas kepada daerah dan
memberikan kepastian sumber dana pemerintah daerah dalam melaksanakan
fungsinya dan kebebasan dalam menggunakan dana tersebut sesuai dengan fungsinya
(local discretion).
Untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah dengan baik, tidak terlepas
dari kemampuan Pemerintah Daerah di bidang keuangan. Pemerintah Daerah
dituntut untuk lebih mandiri dalam pembiayaan pembangunan daerah dan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber
kekayaan daerah yang ada. Berdasarkan Undang-undang No.33 Tahun 2004, sumber
keuangan daerah terdiri dari:
a. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kakayaan daerah yang
di pisahkan dan lai-lain Pendapatan Asli Daerah yang dipisahkan;
b. Dana Perimbangan yang terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penerimaan dari
sumber daya alam, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK);
c. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah yang terdiri dari hibah dan penerimaan
Dari sumber keuangan Pemerintah Daerah yang ada di atas, Pendapatan Asli
Daerah merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kemandirian pemerintah
daerah dibidang keuangan. Dengan Pendapatan Asli Daerah yang semakin
meningkat diharapkan pemerintah daerah dapat lebih mandiri dalam membiayai
pelaksanaan pemerintah dan pembangunan daerah dan berkewajiban untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara merata.
Pengertian keuangan daerah (Supriatno 1993:174) adalah kemampuan daerah
untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan
kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan
daerah yang ditujukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Mengingat pentingnya keuangan daerah dalam menjalankan roda pemerintahan suatu
daerah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kinerja keuangan
daerah dengan menggunakan metode Value for Money.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti pendapatan daerah yang
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas maka permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Apakah kinerja keuangan daerah Kabupaten Sanggau pada tahun anggaran
2003 sampai 2007 sudah ekonomis, efisien dan efektif?
2) Apakah pendapatan daerah Kabupaten Sanggau pada tahun anggaran 2003
sampai 2007 sudah mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan?
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas kinerja
keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sanggau pada tahun anggaran
2003-2007?
2) Untuk mengetahui kemampuan pendapatan daerah Kabupaten Sanggau dalam
E. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
1. Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan sebagai
bahan referensi yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca dan memberikan arahan bagi penulisan yang selanjutnya.
2. Praktis dan Empiris
Memberikan informasi bagi pemerintah daerah Kabupaten Sanggau sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan keuangan pemerintah
daerah terutama dalam hal tingkat ekonomis, efisiensi dan efektivitas kinerja
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keuangan Daerah
Salah satu masalah yang terbesar dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan daerah adalah cukup tidaknya dana yang ada untuk menjalankan
pemerintahaan daerah agar bisa berjalan dengan ekonomis, efektif dan efisien. Untuk
mengatasi masalah itu, pemerintah daerah mendapatkan sumber keuangan dari
pemerintah pusat yang diperoleh pada dana perimbangan, selain itu juga pemerintah
daerah mempunyai hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan
sumber-sumber pendapatan lainya yang sah.
1. Pengertian Keuangan Daerah
Pengertian keuangan daerah (Supriatno 1993:174) adalah kemampuan daerah
untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan
kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan
daerah yang ditujukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pengertian keuangan daerah (Mamesah 1995:16) adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa
uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keuangan daerah
adalah segala hak dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengelola berbagai
sumber keuangannya baik berupa uang maupun barang dalam rangka pelaksanaan
desentralisai.
Menurut Mamesah (1995: 21-22) lingkup keuangan daerah meliputi 2 hal yaitu.
a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai
tingkat otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan
pelaksanaan tugas, wewenang, tanggung jawab baik dalam bidang
pemerintahaan maupun dalam bidang pembangunan.
b. Kekayaan milik daerah yang dipisahkan yaitu seluruh uang dan barang yang
pengurusannya tidak dimasukan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
tetapi di selenggarakan oleh perusahaan daerah yang juga berfungsi sebagai kas
daerah.
Menurut Mamesah (1995: 35-36) ada 3 Asas-asas keuangan daerah yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantu. Penjelasan masing-masing asas
adalah sebagai berikut.
a. Desentralisasi
Penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya
kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya yang menyangkut penentuan
kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan dan menyangkut segi-segi
b. Dekonsentrasi
Pelimpahaan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala
instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat daerah.
c. Tugas Pembantuan
Tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintah yang
ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan.
2. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah
Tujuan utama pengelolaan keuangan daerah menurut Maris (1989:279),
sebagai berikut.
a. Pertanggungjawaban (accountability)
Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya
kepada lembaga atau pihak yang berkepentingan yang sah. Adapun unsur-unsur
penting tanggung jawab mencakup: keabsahan, setiap transaksi keuangan harus
berpangkal pada wewenang hukum tertentu dan pengawasan, tata cara yang
efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penghamburan
dan penyelewengan dan memastikan semua pendapatan yang benar-benar
terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu
c. Kejujuran
Urusan keuangan daerah harus diserahkan kepada pegawai yang jujur
dan kesempatan untuk berbuat curang sangat kecil.
d. Hasil guna (effectiveness) dan gaya guna (efficiency) kagiatan daerah
Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
pembangunan daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu
secepat mungkin.
e. Pengendalian
Petugas keuangan pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua
tujuan dapat tercapai, mereka harus mengusahakan agar selalu mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran dan untuk memandingkan penerimaan dan pengeluaran dengan
rencana dan sasaran yang sudah di rencanakan.
B. Sumber Keuangan Pemerintah Daerah
Pendapatan daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Berdasarkan Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yang telah
diperbaharui menjadi Undang-undang No.33 Tahun 2004 pada Pasal 5 ayat (2),
1. Pendapatan Asli Daerah
Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Azhari (1995: 51) adalah
sumber-sumber pendapatan daerah yang dihasilkan oleh daerah yang
bersangkutan dan merupakan pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli
Daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 adalah penerimaan yang
berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dari dinas-dinas, dan
penerimaan lain-lain serta penerimaan pembangunan (pinjaman daerah).
Pendapatan Asli Daerah (Devas 1989:31) adalah Pemerimaan dari
pungutan pajak daerah, pungutan jasa layanan, iuran dari penerimaan lain dinas,
laba dari perusaaan daerah dan penerimaan dari pembangunan yang digali atau
dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah sangat
diharapkan dapat sebagai penyangga utama dalam membiayai urusan rumah
tangga daerah. Semakin banyak kegiatan daerah yang dibiayai oleh PAD, berarti
semakin tinggi kualitas otonomi daerah sehingga akan memperkuat posisi
keuangan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sumber sumber PAD
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 adalah sebagai
a. Pajak Daerah (Local Tax)
1. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah menurut Azhari (1995:41) adalah pungutan daerah yang
menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan
rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Menurut Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000, tentang pajak dan retribusi. Pajak daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi dan Badan Kepala Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2001,
tentang pajak daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah, tanpa imbalan
langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pajak adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tanpa imbalan langsung.
1) Pajak dipungut berdasarkan/kekuataan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya yang dapat dipaksakan;
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah;
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah;
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, bila dari
pemasukannya masih terdapat suplus, dapat digunakan untuk membiayai
publik invesment;
5) Pajak dapat juga mempunyai tujuan yang tidak mengatur.
Pajak daerah dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu pajak daerah
yang ditetapkan melalui peraturan daerah dan pajak negara yang
pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan kepada daerah. Pungutan ini
dikenakan kepada semua objek pajak seperti orang atau badan dan benda
bergerak atau tak bergerak.
2. Dasar Hukum
Dasar hukum tentang pajak daerah adalah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah,
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1999 tentang sistem dan
prosedur administrasi pajak daerah, retribusi daerah, dan penerimaan
pendapatan lain-lain. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
3. Dana bagi hasil
Berdasarkan pasal 11 ayat 1 sampai dengan 3 Dana Bagi Hasil diatur
sebagai berikut.
1) Pajak
a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
dengan pembagian 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk
pemerintah daerah. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah sebagai berikut.
9 16.2% untuk daerah propinsi yang bersangkutan dan disetorkan ke rekening kas daerah propinsi;
9 64.8% untuk daerah kabupatan/kota yang bersangkutan dan disetorkan ke rekening kas kabupaten/kota;
9 9% untuk biaya pemungutan dan disetorkan ke rekening kas negara dan kas daerah.
b. Bagian daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dengan pembagian 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah. Bagian daerah dari penerimaan Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah sebagai berikut:
9 16% untuk daerah propinsi yang bersangkutan dan disetorkan ke rekening kas daerah propinsi;
9 64% untuk daerah kabupatan/kota yang bersangkutan dan disetorkan ke rekening kas kabupaten/kota.
Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang- Undang NO. 33 Tahun 2004
dinyatakan bahwa Dana Bagi Hasil dari penerimaan pajak penghasilan
Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c,
yang merupakan bagian daerah adalah sebesar 20% dan Dana Bagi
Hasil di Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Dalam Negeri dan Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan imbalan 60% untuk
kabupaten/kota dan 40 % untuk provinsi.
2) Sumber Daya Alam
a. Sektor Kehutanan
Penerimaan iuran hak pengusahaan hutan
Bagian daerah dari penerimaan negara iuran Hak Pengusahaan Hutan dibagi:
9 16% untuk daerah propinsi yang bersangkutan;
9 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil.
Bagian daerah dari penerimaan provisi Sumber Daya Hutan dibagi:
9 16% untuk daeah propinsi yang bersangkutan;
9 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil;
b. Sektor pertambangan umum
Penerimaan iuran tetap (land-rent)
Penerimaan iuran tetap yaitu seluruh penerimaan iuran yang diterima
negara sebagi imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi
dan eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. Bagian daerah
dari penerimaan negara iuran tetap adalah:
9 16% untuk daerah propinsi yang bersangkutan;
9 64% untuk daerah kabupaten/kota.
Penerimaan iuran eksploitasi dan iuran ekplorasi (royalty)
Penerimaan iuran eksploitasi dan iuran ekplorasi adalah iuran produksi
yang diterima negara dalam hal pemegang kuasa pertambangan
ekplorasi, mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas
kesempatan ekplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang
diperoleh dari usaha pertambangan ekploitasi satu atau lebih lahan
galian. Bagian daerah dari penerimaan iuran eksploitasi dan iuran
ekplorasi adalah sebagai berikut:
9 16% untuk propinsi;
9 32% untuk daerah kabupaten/kota;
9 32% untuk daerah kabupaten/kota lainnya. c. Perikanan
Dengan pembagian 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah. Bagian daerah dari penerimaan sektor perikanan
Penerimaan pungutan pengusaha perikanan dibagi:
9 16% untuk pemerintah propinsi yang bersangkutan;
9 64% untuk kabupaten/kota penghasil.
Penerimaan pungutan hasil perikanan di bagi:
9 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan;
9 32% untuk daerah kabupaten/kota penghasil;
9 32% untuk daerah kabupaten/kota lain dalam provinsi yang bersangkutan.
d. Pertambangan minyak bumi.
Dengan pembagian 85% untuk pemeintah pusat, 15% untuk daerah.
Bagian daerah dari penerimaan sektor pertambangan minyak bumi
adalah sebagai berikut:
9 3% untuk provinsi;
9 6% untuk kabupaten/kota penghasil;
9 6% untuk kabupaten/kota lain dalam provinsi yang bersangkutan. e. Pertambangan gas alam.
Dengan pembagian 70% untuk pemerintah pusat, 30% untuk daerah.
Bagian daerah dari penerimaan sektor pertambangan gas alam adalah
sebagai berikut:
9 6% untuk provinsi;
9 12% untuk kabupaten/kota penghasil;
f. Pertambangan panas bumi
Pertambangan panas bumi merupakan penerimaan negara bukan pajak
yang dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80%
untuk daerah. Bagian daerah dari penerimaan sektor pertambangan
panas bumi adalah sebagai berikut:
9 16% untuk provinsi yang bersangkutan;
9 32% untuk kabupaten/kota penghasil;
9 32% untuk kabupaten/kota lainnya dengan provinsi yang bersangkutan.
Berikut ini adalah tabel perincian Dana Bagi Hasil (Marbun 2005:175).
Tabel 2.1
Dana Bagi Hasil
No Penerimaan Negara Pusat Daerah
1 Pajak Bumi dan bangunan (PBB) 10% 90%
2 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) 20% 80%
3 Pajak Penghasilan (PPh) 80% 20%
4 Dana Reboisasi 60% 40%
5 Pertambangan Umum 20% 80%
6 Pertambangan Minyak Bumi 84.5% 15.5%*
7 Pertambangan Gas Bumi 69.5% 30.5%*
8 Pertambangan Panas Bumi 20% 80%
9 Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) 20% 80%
4. Pajak yang Dipungut Daerah Tingkat II
Jenis pajak dan tarif pajak menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun
1999 tentang pajak dan retribusi daerah
Jenis pajak dan tarif pajak kabupaten/kota terdiri dari:
1) Pajak Hotel 10%
2) Pajak Restoran 10%
3) Pajak Reklame 25%
4) Pajak Penerangan Jalan 10%
5) Pajak Hiburan 35%
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%
7) Pajak Parkir 20%
5. Tolak ukur untuk menilai pajak daerah
Untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada, digunakan ukuran (Devas,
1989: 61-62) sebagai berikut:
1) Hasil (Yield)
Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan dengan berbagai
layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan
besar hasil itu dan elastisitas hasil pajak dengan hasil pungutnya.
2) Keadilan (Equity)
Dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak
sewenang-wenang serta pajak bersangkutan harus adil secara horizontal artinya
beban pajak harusnya sama besar antara berbagai kelompok berbeda tapi
kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar
memberikan sumbangan yang lebih besar dari pada kelompok yang tidak
banyak memiliki sumber daya ekonomi. Pungutan tersebut harus adil
dalam arti tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan sewenang-wenang
dalam beban pajak dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali jika
perbedaan itu mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan
masyarakat.
3) Daya Guna Ekonomi (Economic Efficiency)
Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat)
penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi.
4) Kemampuan Melaksanakan (Ability to Implement)
Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan
kemauan tata usaha.
5) Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as a Local Revenue Source)
Harus jelas kepada daerah mana suatu pajak dibayarkan dan tempat
memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban
pajak, pajak tidak mudah dihindari dengan cara memindahkan objek
b. Retribusi Daerah (Local Retribution)
1. Pengertian Retribusi
Retribusi daerah menurut Supriatno (1993: 139) adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu, yang
khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau
badan.
Retribusi daerah menurut Munawir (1990: 4) adalah iuran kepada
pemerintah yang dapat dipaksakan, dapat balik secara langsung dan dapat
ditunjuk.
Unsur-unsur yang melekat pada retribusi sebagai berikut:
1) Pungutan retribusi harus berdasarkan Undang-undang;
2) Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
3) Pungutan dilakukan oleh negara;
4) Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum;
5) Kontraprestasi (imbalan) langsung dapat di rasakan oleh pembayar
retribusi.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam retribusi daerah, (Samudra
1995:51) yaitu.
1) Adanya pelayanan langsung yang sebagai imbalan pungutan yang
dikenakan;
2) Terdapat kebebasan untuk memilih pelayanan;
3) Ongkos pelayanan tidak melebihi dari pungutan yang dikenakan
Penerimaan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh jasa pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah daerah dan diperlukan oleh masyarakat.
Dilihat dari objeknya, retribusi daerah masih dapat dikembangkan melalui
peningkatan jasa pelayanan, sepanjang jasa pelayanan yang diberikan
tersebut benar-benar nyata, tidak dibuat-buat dan dibutuhkan oleh
masyarakat. Namun demikian, retribusi tersebut tidak dapat dipungut
terlalu tinggi dan tidak boleh merintangi keluar masuknya barang atau
pengangkutan barang ke dalam atau keluar daerah bersangkutan.
Retribusi daerah merupakan pendapatan yang tidak kecil di dalam
mengisi keuangan daerah. karena mempunyai arti penting bagi semua
pihak, maka berlakunya peraturan tentang retribusi daerah perlu
pengesahan dulu oleh pemerintah dan sesuai dengan peraturan yang
ditentukan dalam peraturan pemerintah.
Ciri-ciri pokok retribusi (Kaho, 1997:152) adalah sebagai berikut.
1) Retribusi dipungut oleh daerah
Dalam pungutan retribusi daerah terdapat hal yang diberikan daerah
yang langsung dapat ditunjuk.
2) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau
mengeyam jasa yang diberikan atu disediakan pemerintah daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, tentang pajak dan
jenis-jenis retribusi daerah, terdapat ketentuan mengenai objek, subjek dan
jenis masing-masing retribusi (Prakosa, 2003: 89) yaitu sebagai berikut.
a. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah pelayanaan yang disediakan atau
diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfataan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan.
Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai berikut:
1) Retribusi pelayanan kesehatan;
2) Retribusi persampahaan dan kebersihan;
3) Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP)
dan Akte Catatan Sipil;
4) Retribusi pelayanaan pemekaman dan pengabuan mayat;
5) Retribusi parkir di jalan umum;
6) Retribusi pasar;
7) Retribusi air bersih;
8) Retribusi pengujian kendaraan bermotor;
9) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran;
10)Retribusi alat cetak peta;
11)Retribusi pengujian kapal perikanan.
b. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanaan yang disediakan oleh
pelayanaan tersebut belum cukup disedikan oleh swasta. Jenis
retribusi jasa usaha adalah sebagai berikut:
1) Retribusi pemakain kekayaan daerah;
2) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan;
3) Retribusi terminal;
4) Retribusi tempat khusus parkir;
5) Retribusi tempat penitipan anak;
6) Retribusi tempat penginapan atau villa/pesanggrahan;
7) Retribusi penyedotan kakus;
8) Retribusi rumah potong hewan;
9) Retribusi tempat pendaratan kapal;
10)Retribusi penyeberangan di atas air;
11)Retribusi pengelolaan limbah cair;
12)Retribusi penjualan produksi usaha daerah;
c. Retribusi Perizinan tertentu
Retribusi Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan yang
dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang penggunaan sumber
daya alam, barang prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis
retribusi perizinan tertentu adalah sebagai berikut:
2) Retribusi izin mendirikan bangunan;
3) Retribusi izin tempat penjualaan minuman beralkohol;
4) Retribusi izin izin gangguan;
5) Retribusi trayek;
6) Retribusi pengambilan hasil hutan.
d. Tata cara pemungutan retribusi daerah
Pemungutan retribusi daerah tidak bisa diborongkan dan dipungut
dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen
lain yang dipersamakan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak
membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sangsi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan Surat Tagih Retribusi Daerah.
c. Bagian Laba BUMD
Sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanaan kepada masyarakat.
Kegiatan ini dapat dilakukan atas dasar nirlaba atau atas dasar mencari laba.
Apabila kegiatan yang dilakukan atas dasar nirlaba maka pembiayaannya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan jika kegiatan
yang dilakukan atas dasar mencari laba maka pembiayaan kegiataan itu
Undang-undang yang menjadi dasar pendirian perusahaan daerah ini
adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Perusahaan Daerah,
yang tujuannya untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah
khususnya, dan pembangunan ekonomi nasional umumnya, dalam rangka
ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
mengutamakan indutrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam
perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur. Jernis-jenis perusahaan
daerah yang terdapat di Indonesia meliputi kegiatan :
1) Penyediaan air minum;
2) Pengelolaan persampahaan;
3) Pengelolaan air kotor;
4) Rumah pemotongan hewan;
5) Pengelolaan pasar;
6) Pengelolaan objek wisata;
7) Pengelolaaan sarana wisata;
8) Perbankan dan pengkreditan;
9) Penyediaan perumahaan dan permukiman;
10)Penyediaan transportasi;
11)Industri lainnya;
d. Penerimaan dari Dinas-Dinas
Penerimaan dari Dinas-dinas menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah adalah penerimaan dari
Dinas-dinas yang tidak merupakan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah,
misalnya dinas Pertanian, dinas peternakan, dinas kesehatan, dan lain-lain.
Dinas-dinas daerah bertugas dan berfungsi untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat tanpa memperhitungkan untung dan rugi, tetapi dalam
batas-batas tertentu dapat didayagunakan dan bertindak sebagai organisasi
ekonomi dan pelayanan jasa. Sekalipun dinas-dinas daerah telah ditetapkan
sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi tidak berarti
sumbangan riil yang diberikan sektor ini cukup besar karena dalam kenyataan
sektor ini hanya sedikit memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah.
e. Penerimaan Lain-lain yang Sah (Other receips)
Penerimaan lain-lain terdiri dari hasil penjualan milik daerah, misalnya
penjualan barang-barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda empat dan
roda dua, cicilan rumh yang dibangun oleh pemerintah daerah, penerimaan jasa
daerah (Kas Giro) dan lain-lain. Penerimaan daerah dari sektor ini memiliki
proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan daerah dari sektor
pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan dari dinas-dinas. Bagi daerah
pemasukan kas daerah dari sumber penerimaan lain-lain memang tidak begitu
besar tetapi diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk membiayai
2. Dana Perimbangan
Berdasarkan Pasal 1 butir 18 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 disebutkan
dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah adalah merupakan suatu sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah
dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antara daerah secara proporsional,
demokratis, adil, dan transparan, dengan pemperhatikan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta
tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut.
Susunan dana perimbangan menurut pasal 10 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang No.33 tahun 2004 adalah sebagai berikut.
a. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil adalah salah satu komponen Dana Perimbangan yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan
perhitungan alokai keuangan berdasarkan angka prosentase dari daerah
penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari dana Bagi Hasil Pajak (DBH-P)
b. Dana Alokai Umum (DAU)
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan derah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada dearah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain Pendapatan terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana
darurat. Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara
asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah,
badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah
maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak
perlu dibayar kembali. Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar
biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
C. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
a. Anggaran adalah suatu rencana financial yang biasanya mencakup jangka
waktu satu tahun dan merupakan alat perencanaan jangka pendek dan
pengendalian organisasi (Anthony & Govindarajan, 1998);
b. Anggaran adalah suatu rencana terinci yang disusun secara sistematis dan
dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan
uang, untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber dari
suatu organisasi dalam jangka waktu tertenu, biasanya satu tahun (Suriyono,
2000);
c. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial (Mardiasmo, 2001).
1. Anggaran Sektor Publik
Dalam organisasi sektor publik anggaran merupakan instrumen
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program
yang dibiayai dengan uang publik. Penganggaran dalam organisasi sektor publik
merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan
alokasi dana untuk setiap program maupun aktivitas.
Anggaran sektor publik dapat berfungsi sebagai berikut.
1) Alat perencanaan (Planning tool)
Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah, beberapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil
2) Alat pengendalian (Control tool)
Anggaran sektor publik berfungsi sebagai instrumen yang dapat
mengendalikan terjadinya pemborosan-pemborosan pengeluaran;
3) Alat kebijakan fiscal (Fiscal tool)
Anggaran sektor publik digunakan sebagai instrumen yang dapat
mencerminkan arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan
prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi, yang akan mendorong, memfasilitasi,
dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi;
4) Alat politik (Political tool)
Anggaran sektor publik merupakan dokumen politik berupa komitmen
dan kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana
publik;
5) Alat koordinasi dan komunikasi. (Coordination and Communication tool)
Anggaran sektor publik merupakan instrumen untuk melakukan koordinasi
antar bagian dalam pemerintahan;
6) Alat penilaian kinerja (Performance measurement tool)
Anggaran sektor publik merupakan wujud komitmen dari pihak eksekutif
sebagai pemegang anggaran kepada pihak legislatif sebagai pemegang
7) Alat pemotivasi (Motivation tool)
Anggaran sektor publik dapat memotivasi pihak eksekutif beserta stafnya
untuk bekerja sevara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan
tujuan organisasi yang telah ditetapkan;
8) Alat untuk menciptakan ruang publik (Public shhere)
Anggaran sektor publik merupakan wadah untuk menampung aspirasi dari
kelompok masyarakat.
Jenis anggaran sektor publik dibedakan menjadi dua, yaitu.
1) Anggaran operasional, yaitu anggaran yang berisi rencana kebutuhan sehari-hari oleh pemerintah pusat/daerah untuk menjalankan kegiatan pemerintahan.
Belanja operasi merupakan bagian dari anggaran operasional . belanja operasi
adalah belanja yang manfaatnya hanya untuk satu periode anggaran dan tidak
dimaksudkan untuk menambah aset pemerintahan. Klasifikasi belanja operasi
antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang noninventasi, pembayaran
bunga utang, subsidi dan belanja operasional.
2) Anggaran modal atau investasi, yaitu anggaran yang berisi rencana jangka panjang dan pembelanjaan aktiva tetap. Belanja modal merupakan bagian dari
anggarn modal/investasi. Belanja modal adalah belanja yang dilakukan untuk
investasi permanan, aset tetap, dan aset berwujud lainnya dalam menunjang
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 yang telah diudah, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 33 Tahhun 2004 adalah suatu rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Pengertian APBN menurut Mamesah (1995: 20) adalah rencana operasional
keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan
perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang
meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Lain-lain
pensapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran tahun berikutnya
Menurut Mamesah (1995:20-21) definisi tersebut diatas mengandung unsur
sebagai berikut.
1. Rencana pengeluaran daerah yang mengambarkan adanya aktivitas atau
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, yang telah diuraikan secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas tersebut. Biaya-biaya yang ada
merupakan batas maksimal pegeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3. Dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek.
4. Untuk keperluan satu tahun anggaran, yaitu 1 April sampai 31 Maret tahun
berikutnya dan untuk tahun anggaran 2000, yaitu 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Fungsi dari APBD menurut Mamesah (1995: 18), sebagai berikut.
1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan pada rakyat daerah yang
bersangkutan.
2. Merupakan suatu saran untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan
kepala daerah khususnya karena APBD itu menggambarkan seluruh
4. Merupakan suatu sarana untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah
daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah di dalam batas-batas
tertentu.
D. Kinerja Sektor Publik
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (IAI, 2002:4). Kinerja biasa juga disebut performance (prestasi kerja), kinerja menurut Suyadi (1992:2) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun
etika.
Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika
individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang
telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target
tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau
1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson,2002)
Sementara menurut Lohman (2003) pengukuran kinerja merupakan suatu
aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan
strategis organisasi. Whittaker (BPKP, 2000) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja
merupakan suatu alat menajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpukkan elemen pokok suatu
pengukuran kinerja antara lain:
1. menetapkan tujuan, sasaran, dan stretegi organisasi;
2. merumuskan indicator dan ukuran kinerja;
3. mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi;
4. evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas)
2. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Sektor publik tidak bisa lepas dari kepentingan umum sehingga pengukuran
kinerja mutlak diperlukan untuk mengetahui seberapa berhasil misi sektor publik
perspektif internal organisasi, pengukuran kinerja juga sangat bermanfaat untuk
membantu kegiatan manajerial keorganisasian. Berikut manfaat pengukuran kinerja
baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik (BPKP,2000).
1. memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk
pencapaian kinerja;
2. memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati;
3. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya
dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja;
4. memberikan penghargaan dan hukuman yang obyektif atas prestasi pelaksana
yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah
disepakati;
5. menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi;
6. mengidetifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi;
7. membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah;
8. memastikan bahwa pengambilan keputusan dikasanakan secara obyektif;
9. menunjukan peningkatan yang perlu dilaksanakan;
10.mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
E. Value For Money
menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Definisi audit kinerja
menurut Malan (Mardiasmo 2002:179-180) adalah suatu proses sistimatis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, agar dapat melakukan penilaian
secara indipenden atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian
hasil yang diinginkan, dan keputusan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang
berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
pihak-pihak pengguna laporan tersebut, menurut Mardiasmo (2002:5) secara skematis
Value for Money dapat digambarkan sebagai berikut.
Ekonomi Efektivitas
Output Input
Nilai Input (Rp)
Outcome Efisiensi
Gambar 2.1
Skematis Value for Money
1. Ekonomi
Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dengan
kuantitas dan kualitas tertentu pada harga yang paling rendah. Ekonomi merupakan
Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir
sumber-sumber input yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang
boros dan tidak produktif.
2. Efisiensi
Menurut Anthony (1993:203) efisiensi adalah perbandingan antara keluaran dan
masukan, atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari suatu unit input yang digunakan.
Berhubungan erat dengan konsep efektivitas, yaitu rasio yang membandingkan
antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan
operasional dapat dilakukan secara efisien apabila suatu target kinerja tertentu
(outcome) dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan biaya yang serendah-rendahnya.
Suatu pusat pertanggungjawaban dikatakan efisien, jika pusat
pertanggungjawaban tersebut:
1) menggunakan sumber atau biaya atau masukan lebih kecil untuk menghasilkan
keluaran yang lebih besar;
2) menggunakan sumber atau biaya atau masukan sama untuk menghasilkan
keluaran yang lebih besar.
Pada kebanyakan pusat pertanggungjawaban, pengukuran efisiensi dapat
dikembangkan dengan cara membandingkan antara kenyataan biaya yang digunakan
dengan standar pembiayaan yaitu gambaran tingkat biaya tertentu yang dapat
mengekspresikan berapa besar biaya yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
telah ditetapkan.
3. Efektivitas
Menurut Anthony (1993:203) efektifitas adalah hubungan antara keluaran suatu
pusat tanggung jawab dengan sasaran yang harus dicapainya, semakin besar
kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka
dapat dikatakan semakin efektif pula unit tersebut.
Unit-unit kerja dalam organisasi selain efisien harus efektif karena keduanya
merupakan hal yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipilah-pilah. Pusat
pertanggungjawaban yang efektif adalah unit kerja yang mampu mempergunakan
sedikit mungkin bahan masukan atau sumber daya untuk mencapai suatu tingkat
keluaran atau hasil tertentu, seandainya tingkat keluaran dari unit kerja tidak
mencukupi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebagai kontribusi dari unit
kerjanya, maka dikatakan bahwa unit kerja tersebut tidak atau kurang efektif.
Merupakan kaitan atau hubungan antara keluaran suatu pusat
pertanggungjawaban dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapainya. Efektivitas
dalam pemerintah daerah dapat diartikan sebagai penyelesaian kegiatan tepat pada
waktunya dan didalam batas anggaran yang tersedia, dapat berarti pula mencapai
tujuan dan sasaran seperti yang telah direncanakan. Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yaitu menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan, dibandingkan dengan target yang ditetapkan
4. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Audit ekonomi dan efisiensi ditujukan pada pengeluaran yang dianggap tidak
perlu, sia-sia, tidak bermanfaat atau berlebihan, dan perjanjian keuangan dianggap
merugikan. The General Accounting Office Standards (1994) menegaskan bahwa audit ekonomi dan audit efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat;
2) melakukan pengadaan sumber daya sesuai dengan kebutuhan pada biaya
terendah;
3) melindungi dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai;
4) menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau kurang
jelas tujuannya;
5) menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah pegawai yang
berlebihan;
6) menggunakan prosedur kerja yang efisien;
7) menggunakan sumber daya yang minimum dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat;
8) mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya negara;
9) melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai
5. Audit Efektivitas
Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan.
1) tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan;
2) kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya;
3) apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif yang
memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah.
Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah
1) menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah perjalan, apakah
sudah memadai dan tepat;
2) menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;
3) menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur program secara
terpisah/sendiri-sendiri;
4) mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan
memuaskan;
5) menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk
melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih
baik dan dengan biaya yang lebih rendah;
6) menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang-tindih atau
bertentangan dengan program lain yang terkait;
7) mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan
lebih baik;
8) menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
9) menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk
mengukur, melaporkan dan memantau tingkat efektivitas program.
Menurut Mardiasmo (2002:13) secara garis besar pengukuran kinerja
menggunakana metode Value for Money mengandung elemen-elemen sebagai berikut.
Distribusi Manfaat
Outcome
Gambar 2.2
Elemen-elemen Pengukuran Kinerja Value For Money
Output
Throughput
Fungsi Produksi
Equity dan Equality
Efisiensi 2 Efektivitas
Kapasitas
Nilai Input (Rp) Input
Efisiensi 1
VFM
Dalam pengukuran kinerja sektor publik menggunakan Value for Money menurut Merdiasmo (2006:184), secara umum ada tiga kategori kegiatan yang dilakukan yaitu.
1. ‘By-product’ VFM work
Pekerjaan VFM audit yang merupakan tujuan sekunder di samping
pekerjaan-pekerjaan utama yang lebih penting, pekerjaan ini biasanya kurang
terstruktur dibandingkan dengan kegiatan/tugas yang lainnya. Tipe pekerjaan ini
biasanya berupaya untuk mencari penghematan dengan jalan melakukan sedikit
perubahan dalam praktik kerja. Perubahan yang dilakukan mungkin hanya
sebagian kecil tapi seringkali memiliki manfat yang substansial.
2. An ‘Arrangement Review’
Pekerjaan VFM audit yang dilakukan untuk menjamin/memastikan bahwa
klien telah melakukan tugas administrasi yang diperlukan untuk mencapai VFM.
Dalam organisasi yang memberikan jasa yang komplek, operasi yang ekonomis,
efisien, dan efektif hanya dapat dilakukan jika terdapat serangkaian teraturan
formal untuk mengontrol penggunaan sumber daya. Auditor dapat mengecek dan
menilai keberadaan peraturan formal semacam ini. Arrangement Review akan memberikan gambaran bagi auditor untuk me-Review kinerja dan mereview jasa-jasa tertentu.
3. Performance Review
Pekerjaan yang dilakukan untuk menilai secara objektif VFM yang telah
dicapai dengan kinerja masa lalu, target yang telah ditetapkan sebelumnya atau
kinerja organisasi sejenis lainnya.
Indikator efisiensi dan efektivitas harus digunakan secara bersama-sama,
karena di satu pihak, mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan secara ekonomis
dan efisie akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang
diharapkan, begitu juga sebaliknya. Jika program dapat dilakukan dengan efisien
dan efektif maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectivenes. Menurut Mardiasmo (2006:182) langkah-langkah pengukuran Value for Money adalah sebagai berikut.
Nilai Input
EKONOMI (hemat)
Outcome Input Proses Output
EFISIENSI (berdaya guna)
EFEKTIVITAS (berhasil guna)
Cost- Effectiveness
Tujuan (Rp)
Gambar : 2.3