PENGGUNAAN ANTIHIPERURISEMIA PADA PENGOBATAN KEMOTERAPI GERIATRI BERDASARKAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS MENGGUNAKAN FORMULAMODIFICATION OF
DIET IN RENAL DISEASE (MDRD)DANCOCKCROFT-GAULT (CG) DI RSUP DR. SARDJITO TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Fransisca Dian Permanasari
NIM : 088114086
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PENGGUNAAN ANTIHIPERURISEMIA PADA PENGOBATAN KEMOTERAPI GERIATRI BERDASARKAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS MENGGUNAKAN FORMULAMODIFICATION OF
DIET IN RENAL DISEASE (MDRD)DANCOCKCROFT-GAULT (CG) DI RSUP DR. SARDJITO TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Fransisca Dian Permanasari
NIM : 088114086
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
Kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala berkat
serta pencurahan rahmat-Nya
Bapak, Ibu, dan Kakak-kakakku tercinta
Teman-teman dan almamaterku
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Antihiperurisemia pada Pengobatan Kemoterapi Geriatri Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus Menggunakan Formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan Cockcroft-Gault (CG) di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2010” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung
baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Sardjito Yogyakarta.
2. Seluruh apoteker, praktisi laboratorium, dan petugas rekam medis di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu selama
proses pengambilan data.
3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini,
viii
4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan
kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
5. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan dr. Fenty, M. Kes., Sp. PK. selaku penguji
yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam
proses menyempurnakan naskah skripsi.
6. Herman Joseph Roedatin dan MI Sunarti WS, bapak dan ibuku tersayang atas
begitu banyak kasih sayang, doa, dukungan, semangat, pengertian serta
seluruh bantuan dan pengorbanan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
7. Kedua kakakku tersayang, Mas Yudhi dan Mas Yoyok yang telah memberikan
doa, semangat, dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi.
8. Martinus Wahyu Dyan Purnomo yang selalu memberikan motivasi, doa,
dorongan, serta bantuan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman kelompok payung, yaitu Ratih, Linda, Jefta, Yuli, Ika, Memey,
dan Ayu yang telah saling menguatkan, memberikan semangat dan bantuan
kepada peneliti serta bersama-sama menjalani suka dan duka selama
menjalankan penelitian ini.
10. Sahabat-sahabatku Ratih, Vita, Intan, Novia, Ani, Siska, Nindi, Wawan, Mbak
Yoc, Ipong, dan masih banyak lagi yang telah memberikan semangat dan
banyak bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
11. Teman-teman kelas B 2008, FKK A 2008, terima kasih atas kebersamaannya
ix
dan praktikum serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada peneliti
selama penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman kos di pondok biru 202B, Tika, Winas, Evi, Sisca, dan Mba
Nana yang telah memberikan dorongan, dukungan, masukan, dan bantuan
kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman KKN XLII Kelompok 21, Indro, Heny, Dessy, Desi, Ayen,
Denny, Lanny, dan Carol yang telah memberikan perhatian, semangat, dan
warna baru dalam hidup peneliti dalam menyelesaikan naskah.
14. Teman-teman dari angkatan 2006-2011 yang penulis kenal yang telah
memberikan perhatian dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
naskah.
15. Dan seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu disini, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.
xii
2. Tujuan Khusus...
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………...
A. Kanker dan Kemoterapi pada Kanker...
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal………..
C. Geriatri………...
D. Perubahan Sistem Ginjal pada Geriatri...
E. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)………...
F. Modification of Diet in Renal Disease (MDRD)………...
G. Cockcroft-Gault (CG)………...
H. Hiperurisemia dan Antihiperurisemia pada Kemoterapi………...
I. Penyesuaian Dosis pada Geriatri………...
J. Landasan Teori………..
K. Keterangan Empiris...
BAB III METODE PENELITIAN...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
B. Variabel Penelitian………
C. Definisi Operasional...
D. Bahan atau Materi Penelitian...
E. Alat atau Instrumen yang Digunakan...
F. Tata Cara Penelitian...
1. Analisis Situasi...
2. Pengambilan Data...
3. Tata Cara Analisis Hasil...
xiii
G. Kelemahan Penelitian………...
1. Kesulitan Penelitian………
2. Keterbatasan Penelitian………..
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Profil Pasien Berdasarkan Nilai Laju Filtrasi Glomerulus...
B. Derajat Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG...
C. Penyesuaian Dosis Obat Antihiperurisemia Berdasarkan LFG....
D. Obat-obatan yang Menginduksi Hiperurisemia...
E. Jenis Kanker yang Menginduksi Terjadinya Hiperurisemia pada
Pengobatan Kemoterapi...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Nilai rata-rata LFG Berdasarkan Pertambahan Usia…………
Tabel II. TahapChronic Kidney Disease (CKD)Berdasarkan LFG….
Tabel III. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia untuk Geriatri
menurutDrug Information Handbook……….
Tabel IV. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia untuk Geriatri
menurutMcAuley (www.globalrph.com)………..
Tabel V. Profil Pasien Kemoterapi Geriatri di RSUP Dr. Sardjito
tahun 2010 Berdasarkan Umur…...………...
Tabel VI. Persentase Nilai LFG Kasus Peresepan pada Pasien
Kemoterapi Geriatri Berdasarkan Formula MDRD dan CG
yang Menggunakan Obat Antihiperurisemia di RSUP Dr.
Sardjito tahun 2010………...……….
Tabel VII. Penyesuaian Regimen Dosis Pemberian Allopurinol
sebagai Obat Antihiperurisemia Berdasarkan LFG yang
dihitung dengan FormulaCG………
Tabel VIII. Penyesuaian Regimen Dosis Pemberian Allopurinol
sebagai Obat Antihiperurisemia Berdasarkan LFG yang
dihitung dengan FormulaMDRD………
Tabel IX. Obat-obatan yang Menginduksi Hiperurisemia pada
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Fungsional Nefron...
Gambar 2. Letak Glomerulus Pada Ginjal...
Gambar 3. Metabolisme Purin...
Gambar 4. Persentase Tahapan Terjadinya Chronic Kidney Disease
(CKD) menurut nilai LFG Pasien Kemoterapi Geriatri
dengan Pengobatan Antihiperurisemia berdasarkan
Formula MDRD di RSUP Dr. Sardjito tahun
2010...
Gambar 5. Persentase Tahapan Terjadinya Chronic Kidney Disease
(CKD) menurut nilai LFG Pasien Kemoterapi Geriatri
dengan Pengobatan Antihiperurisemia berdasarkan
Formula CG di RSUP Dr. Sardjito tahun
2010...
Gambar 6. Persentase Kasus Peresepan pada Pasien Kemoterapi
Geriatri yang memerlukan Penyesuaian Dosis dalam
Pengobatan Antihiperurisemia yang Mengalami
Penurunan Nilai LFG <80ml/min/1,73 m2 apabila
dihitung dengan Formula CG dan MDRD di RSUP
Dr.Sardjito tahun 2010...
Gambar 7. Kesesuaian Dosis Penggunaan Antihiperurisemia pada
Pasien Kemoterapi Geriatri Berdasarkan LFG dengan
13
14
21
39
41
xvi
FormulaCGdi RSUP Dr. Sardjito tahun 2010...
Gambar 8. Kesesuaian Dosis Penggunaan Antihiperurisemia pada
Pasien Kemoterapi Geriatri Berdasarkan LFG dengan
FormulaMDRDdi RSUP Dr. Sardjito tahun 2010...
Gambar 9. Persentase Diagnosis Utama Pasien Kemoterapi Geriatri
di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010...
49
50
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia beserta Dosis,
Frekuensi, Usia, Jenis Kelamin, Tinggi Badan, Berat
Badan, dan Pemeriksaan Serum Kreatinin yang
digambarkan sebagai Profil nilai LFG Berdasar Formula
CG dan MDRD di RSUP DR. Sardjito tahun
2010...
Lampiran 2. Uji Persebaran Data dan Uji Mann-Whitney Secara
Statistik...
Lampiran 3. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia beserta Usia,
Jenis Kelamin, Kreatinin Serum dan Kesesuaian
Dosisnya berdasar LFG dengan Formula CG di RSUP
DR. Sardjito tahun 2010...
Lampiran 4. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia beserta Usia,
Jenis Kelamin, Kreatinin Serum dan Kesesuaian
Dosisnya berdasar LFG dengan Formula MDRD di
RSUP DR. Sardjito tahun 2010...
Lampiran 5. Data Profil Umur Pasien Geriatri Penggunaan
Antihiperurisemia...
Lampiran 6. Data Derajat Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan
LFG...
Lampiran 7. Perbandingan antara Allopurinol, Probenesid, dan
69
71
75
78
81
xviii
Sulfinpirazon sebagai Uric Acid Lowering
Treatments………...
Lampiran 8. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia Pada Pasien
Kemoterapi Geriatri beserta Usia, Jenis Kelamin, Tinggi
Badan, Berat Badan, Kadar Kreatinin Serum, Kadar
Asam Urat, dan obat-obatan yang menyebabkan
penggunaan Antihiperurisemia………...
Lampiran 9. Data Kasus Penggunaan Antihiperurisemia beserta Usia,
Jenis Kelamin, Tinggi Badan, Berat Badan, Kadar
Kreatinin Serum, Dosis, dan Urutan dari Frekuensi
Terendah hingga Tertinggi...
Lampiran 10. Kwitansi Pembayaran Biaya Pengambilan Data di RSUP
Dr. Sardjito...
Lampiran 11. Kwitansi Pembayaran Biaya Penelitian di RSUP Dr.
Sardjito...
Lampiran 12. Permohonan Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta...
Lampiran 13. Surat Ijin Pengambilan Data Rekam Medis di RSUP Dr.
Sardjito...
Lampiran 14. Pernyataan Peneliti di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta...
82
83
90
92
92
93
95
xix
INTISARI
Kemoterapi sitostatika yang bertujuan membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker mempunyai salah satu efek samping yaitu terjadinya hiperurisemia. Penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatri dapat dilihat dari nilai LFG. Ketepatan penyesuaian dosis diperlukan agar pengobatan kemoterapi sitostatika dapat mengurangi resiko hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko penurunan fungsi ginjal yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peresepan obat antihiperurisemia pada pasien kemoterapi geriatri berdasarkan LFG yang dihitung dengan formula Modification of Diet in Renal DiseasedanCockcroft-Gaultdi RSUP Dr. Sardjito tahun 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Data yang diperoleh melalui rekam medis RSUP Dr. Sardjito tahun 2010 meliputi nomor rekam medis, tanggal periksa, umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, nilai serum kreatinin, serta dosis dan frekuensi penggunaan antihiperurisemia. Pengolahan data dilakukan secara analisis deskriptif.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa kasus peresepan pada pasien kemoterapi geriatri di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010 memiliki persentase nilai LFG terbesar pada tahap III, pada 25 kasus penggunaan antihiperurisemia sebesar 22 kasus mengalami penurunan fungsi ginjal dimana 16 kasus memerlukan penyesuaian dosis antihiperurisemia dengan formula MDRD sedangkan dengan formula CG terdapat 25 kasus dimana 17 kasus memerlukan penyesuaian dosis antihiperurisemia. Hasil ini merekomendasikan perlu adanya perhatian khusus dalam pengobatan antihiperurisemia pada pasien kemoterapi geriatri dengan penurunan fungsi ginjal.
xx
ABSTRACT
Cytotoxic drug is used to kill or slow the growth of cancer cells have one of it’s side effect, the occurrence of hyperuricemia. In geriatric patients there are decreasing in kidney function that can be seen from the GFR value. Dose adjustments accuracy is required in order the treatment of cytotoxic drug can reduce the risk of hyperuricemia and does not increase the risk of a significant decreasing in kidney function. This study aims to evaluate antihyperuricemia prescribing in chemotherapy geriatric patients based on GFR which is calculated by the Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) and Cockcroft-Gault (CG) formulas in RSUP Dr. Sardjito in 2010.
This is an observational descriptive evaluative study with retrospective design. Data is obtained from the medical records department of RSUP Dr. Sardjito in 2010 including medical record number, check up date, age, body weight, height, sex, serum creatinine, as well as dose and frequency of the antihyperuricemia usage. The data was processed by descriptive analysis.
The result describes that most geriatric in RSUP Dr. Sardjito in 2010 have GFR value on stage III, from total 25 antihyperuricemia usage cases, according to MDRD formula there are 22 cases decreasing in kidney function where 16 of them require dose adjustment of antihyperuricemia drugs whereas according to CG formula all cases decreasing in kidney function where 17 of them require dose adjustment of antihyperuricemia drugs. This result recommends the requirement of intensive attention in the treatment of antihyperuricemia drugs in chemotherapy geriatric patients with decreased kidney function.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan epidemiologi yang
ditandai dengan beralihnya penyebab kematian utama yang semula adalah
penyakit menular bergeser ke penyakit yang tidak menular (non communicable
disease) termasuk di antaranya adalah kanker. Di negara maju yang telah berhasil
membasmi penyakit infeksi, penyakit kanker merupakan penyebab kematian
nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler (Katzung, 2004).
Kanker merupakan penyakit sel yang ditandai dengan adanya pergeseran
mekanisme kontrol yang menentukan proliferasi dan diferensiasi sel (Katzung,
2004). Menurut penelitian yang dilakukan pada dasawarsa terakhir ini, kanker
disebabkan oleh terganggunya siklus sel akibat mutasi dari gen-gen yang
mengatur pertumbuhan (Tjay dan Raharja, 2010).
Berbagai penanganan kanker, antara lain pembedahan, penyinaran,
kemoterapi, hormon terapi, imunoterapi, dan hipertermi dilakukan untuk
mencapai penyembuhan apabila dilakukan sedini mungkin dan bila belum terjadi
metastasis. Salah satu penanganan kanker yang dapat menyembuhkan sejumlah
kecil jenis kanker adalah kemoterapi dengan sitostatika. Kemoterapi sitostatika
merupakan proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan kimia yang
2006). Pengobatan kanker saat ini hanya memberikan terapi paliatif, yakni
meringankan gejala tanpa menyembuhkan penyakit (Tjay dan Raharja, 2010).
Hal memberatkan terhadap semua sitostatika adalah sifatnya yang toksis
dan efek sampingnya yang hebat (Tjay dan Rahardja, 2010). Efek samping yang
hampir selalu dijumpai adalah gejala gastrointestinal dan supresi sumsum tulang
(leukopenia, trombositopenia, dan anemia). Efek samping yang muncul pada
jangka panjang antara lain toksisitas pada hepar dan ginjal. Untuk menghindari
efek samping intolerable, sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat (Herdata,
2008).
Efek samping lain akibat penggunaan sitostatika adalah hiperurisemia
(Goodman dan Gilman, 2008). Hiperurisemia merupakan keadaan di mana terjadi
peningkatan kadar asam urat serum di atas normal. Pada manusia, asam urat
merupakan produk akhir degradasi purin (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana,
Setiadi, dan Kusnandar, 2008). Pada pengobatan sitostatika, hiperurisemia terjadi
karena pembentukan urat yang berlebihan setelah perombakan masal protein inti
(Tjay dan Raharja, 2010). Untuk mengatasi keadaan tersebut dibutuhkan agen
antihiperurisemia. Allopurinol, sebagai salah satu obat suportif pada terapi
sitostatika merupakan penghambat xantin-oksidase yang kuat yang mempengaruhi
perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat (Goodman
dan Gilman, 2008).
Sebuah penelitian di Amerika menyebutkan bahwa pengobatan
sitostatika-hiperurisemia dapat menyebabkan peningkatan risiko penurunan fungsi ginjal
karena adanya penggunaan allopurinol yang mengakibatkan terakumulasinya
xantin yang akhirnya dapat mengkristal dan mengendap di tubulus ginjal (Boslyet
al., 2003).
Kreatinin serum merupakan salah satu parameter fungsi ginjal. Akan
tetapi, nilai kreatinin serum tidak dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit
ginjal pada tahap ringan hingga moderat (Johnson, 2005). Nilai kreatinin serum
juga tidak sensitif apabila diterapkan pada pasien geriatri. Hal ini karena produksi
kreatinin serum tergantung dari massa otot total, sedangkan pada geriatri telah
terjadi penurunan massa otot. Oleh karena itu pada pasien geriatri terdapat
kemungkinan tidak terdeteksinya penurunan fungsi ginjal. Pada pasien geriatri
juga mengalami penurunan massa nefron disertai timbulnya sklerosis (Roderick,
2007).
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan parameter terbaik yang
digunakan untuk mengukur fungsi ginjal dan mengetahui seberapa parah
penurunan fungsi ginjal (Dipiro et al., 2008). Metode Modification of Diet in
Renal Disease (MDRD) dan Cockcroft-Gault (CG) merupakan formula yang
paling banyak digunakan dalam memperkirakan fungsi ginjal dalam estimasi nilai
LFG, yang dipengaruhi oleh usia dan indeks massa tubuh(BMI)(Verhave, 2005).
Diketahui adanya perbedaan hasil antara formula MDRD dan CG ketika
diterapkan pada geriatri sehingga diperlukan evaluasi formula MDRD dan CG
untuk memperkirakan fungsi ginjal geriatri (Pedone, Corsonello & Incalzi, 2006).
Pasien kemoterapi geriatri perlu diberikan pengobatan yang tepat
dapat mengurangi hiperurisemia dan tidak meningkatkan risiko penurunan fungsi
ginjal yang signifikan. Dalam hal ini hendaknya farmasis bertanggung jawab
membantu pasien geriatri dalam menyesuaikan dosis obat yang dikonsumsi terkait
dengan kondisi ginjalnya yang telah mengalami penurunan LFG.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul
“Analisis Laju Filtrasi Glomerulus pada Pengobatan Kemoterapi dan
Penatalaksanaan Kasus Kelainan Hematologi serta Penggunaan Antiemetika
Pasien Kanker RSUP Dr. Sardjito Tahun 2010”. Adapun pemilihan RSUP Dr.
Sardjito karena rumah sakit ini mempunyai Unit Tulip yang merupakan unit
terpadu untuk pelayanan pasien kanker (Menkes, 2011). Besar harapan penulis
agar penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas dan menyeluruh
mengenai apakah terjadi ketidaksesuaian pengobatan antihiperurisemia pada
pasien kemoterapi geriatri dengan kondisi telah mengalami penurunan LFG,
karena ketidaksesuaian pengobatan ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi ginjal sampai gagal ginjal akut.
1. Permasalahan
a. Bagaimana profil nilai LFG penggunaan antihiperurisemia pada
pengobatan kemoterapi geriatri di RSUP Dr. Sardjito menggunakan
formulaMDRDdanCGpada tahun 2010?
b. Berapa persentase kasus peresepan pada pasien geriatri yang mengalami
penurunan LFG serta memerlukan penyesuaian dosis dalam penggunaan
obat antihiperurisemia dalam kemoterapi kanker berdasarkan formula
c. Bagaimana penyesuaian dosis obat antihiperurisemia yang dilakukan
dalam pengobatan kemoterapi kanker geriatri yang mengalami penurunan
LFG berdasarkan formula MDRD dan CG di RSUP Dr. Sardjito pada
tahun 2010?
2. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penggunaan
antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi terhadap penurunan laju filtrasi
glomerulus yang pernah dilakukan, antara lain:
a. Rascaburicase (Recombinant Urate Oxidase) for The Management of
Hyperuricemia In Patients With Cancer, dengan hasil penggunaan
rascaburicase pada sampel pasien anak dan dewasa terbukti menurunkan
tingkat asam urat dan dapat mencegah tumor lysis syndrome selama
tingkat asam urat pada kemoterapi berkurang (Boslyet al., 2003).
b. Influence of co-morbidity on renal function assessment by Cockcroft-Gault
calculation in lung cancer and mesothelioma patients receiving
platinum-based chemotherapy, dengan hasil Creatinine clearance (CrCl) yang
dihitung dengan metode Cockcroft-Gault (CG) adalah akurat pada pasien
kanker paru (Hubner, 2011).
c. Accuracy of GFR estimation by the Cockcroft and Gault, MDRD, and
Wright equations in Oncology patients with renal impairment,meneliti 62
pasien kanker yang memiliki LFG ≤ 60 ml/menit di sebuah pusat kanker
regional. 29 pasien diobati platinum monodentat, penggunaan formula
yang penting untuk panduan kemoterapi. Menyatakan bahwa formula
MDRDmerupakan formula yang paling akurat pada pasien kanker dengan
gagal ginjal, terutama dalam perawatan menggunakan platinum
monodentat (Clive, Faluyi, Hayward & Masinghe, 2011).
d. Drug Dosing and Renal Toxicity in the Elderly Patient, menyatakan
bahwa penggunaan metode Cockcroft-Gault adalah pendekatan yang
paling aman dan paling efektif untuk penyesuaian dosis pada pasien
geriatri dengan gangguan ginjal (Olyaei dan Bennett, 2009).
e. Gout and Hyperuricemia, dengan hasil beberapa penurunan fungsi ginjal
sekunder terhadap hiperurisemia terjadi pada sekitar 10% dari individu
dengan leukemia dan limfoma yang telah menjalani kemoterapi intensif
dan radiasi dan Intravena Rascaburicase yang merupakan recombinant
urate oxidase dapat digunakan untuk mencegah hiperurisemia selama
sindrom lisis tumor (Larocque, 2009).
f. Use of Allopurinol in Preventing Hyperuricemia in Leukemia and
Lymphoma, dengan hasil Allopurinol merupakan agen yang efektif dan
berguna untuk menurunkan bahaya asam urat nefropati pada pasien
dengan leukemia dan limfoma pada sel yang mengalami lisis secara cepat
(Krakoff, 2006).
g. Analisa Drug Related Problems Pada Pasien Hiperurisemia di Bangsal
Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang, dengan hasil adanya DRP kategori ketidakpatuhan pasien, efek
adanya DRP kategori obat tanpa indikasi, kelebihan dosis obat, efek
samping, dan interaksi obat pada bangsal rawat inap penyakit dalam
(Anjelin, Arifin, Raveinal, Darwin, 2011).
Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai
“Penggunaan Antihiperurisemia Pada Pengobatan Kemoterapi Geriatri
Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus Menggunakan FormulaModification of
Diet in Renal Disease (MDRD) dan Cockcroft-Gault (CG)” belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
mengenai analisis laju filtrasi glomerulus penggunaan antihiperurisemia pada
pengobatan kemoterapi geriatri menggunakan formula MDRD dan CG dalam
pengambilan keputusan oleh farmasis dan tenaga kesehatan lain dalam
mempraktikkan pelayanan kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya
pengobatan antihiperurisemia yang tidak sesuai.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui laju filtrasi glomerulus penggunaan antihiperurisemia
pada pengobatan kemoterapi geriatri di RSUP Dr. Sardjito menggunakan
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui profil nilai LFG penggunaan antihiperurisemia pada
pengobatan kemoterapi geriatri di RSUP Dr. Sardjito menggunakan
formulaMDRDdanCGpada tahun 2010.
b. Mengetahui persentase kasus peresepan pada pasien geriatri yang
mengalami penurunan LFG serta memerlukan penyesuaian dosis dalam
penggunaan obat antihiperurisemia dalam kemoterapi kanker berdasarkan
formula MDRD dan CG di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun
2010.
c. Mengetahui penyesuaian dosis obat antihiperurisemia yang dilakukan
dalam pengobatan kemoterapi kanker geriatri yang mengalami penurunan
LFG berdasarkan formula MDRD dan CG di RSUP Dr. Sardjito pada
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker dan Kemoterapi pada Kanker
Kanker merupakan suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau
kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada
organisme multiseluler (Ganiswarna, 2003).
Kemoterapi kanker merupakan terapi kanker dengan obat sitostatika.
Sitostatika adalah zat yang dapat memperlambat atau menghentikan pembelahan
sel ganas (Tjay dan Rahardja, 2010).
Terapi dengan obat sitostatika berdasarkan pada eliminasi sel-sel tumor
dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan tehadap jaringan normal. Sel
kanker tumbuh potensial lebih cepat daripada jaringan normal. Karena itu zat- zat
penghambat pertumbuhan dapat memperlambat progresi proses penyakit, tetapi
untuk penyembuhan sesungguhnya diperlukan sel tumor yang paling akhir harus
juga terbunuh ( Smets, Pinedo, dan Van de Velde, 1999).
Terapi sitostatika hanya dapat dikatakan berhasil baik apabila dosis yang
digunakan dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak terlalu mengganggu
sel normal yang berproliferasi. Pengawasan yang ketat diperlukan sebelum,
selama, dan setelah pengobatan dengan sitostatika untuk melihat efek samping
dari dosis terapi yang diberikan kepada pasien (Ganiswarna, 2003).
Sitostatika menurut asal dan mekanisme kerjanya dibagi beberapa
1. Anti Metabolit, yang termasuk golongan ini adalah sitosin-arabinosid,
5-fluorourasil, 6-merkaptopurin, dan metotrexat. Golongan ini berhubungan erat
dengan unsur bangun asam nukleat sehingga dapat ikut serta dalam sistem
transport dan proses metabolit sampai strukturnya berbeda memblokade
proses selanjutnya.
2. Zat Pengalkil, meliputi sejumlah derivat nitrogen mustard seperti melfalan,
klorambusil dan cyclophoshamid. Mereka mempunyai satu atau dua alkil yang
reaktif yang merubah ekspresi nukleotida DNA. Cross-link yang terjadi
menyebabkan RNA polimerase tidak dapat memotong rantai double helix
DNA.
3. Antibiotik, golongan anti tumor antibiotik umumnya obat yang dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme, yang umumnya bersifat sel non spesifik, terutama
berguna untuk tumor yang tumbuh lambat. Mekanisme kerja terutama dengan
jalan menghambat sintesa DNA dan RNA. Yang termasuk golongan ini antara
lain aktinomisin-d, mitomisin, doksorubisin, mithramisin, daunorubisin,
epirubisin, bleomisin, mitosantron, dan idarubisin.
4. Mitotic Spindle
Golongan obat ini berikatan dengan protein mikrotubuler sehingga
menyebabkan disolusi struktur mitotic spindle pada fase mitosis, antara lain
5. Topoisomerase Inhibitor
Obat ini mengganggu fungsi koenzim topoisomerase sehingga menghambat
proses transkripsi dan replikasi, diantaranya irinotekan, topotekan, dan
etoposit.
6. Cytoprotective agents
Macam-macamnya antara lain amifostin dan dekrazosan.
7. Lain-lain, seperti L-asparaginase, okreotide, estramustine, anagrelide,
lavamisol, hexamethylmelamine, dan suramin.
(Tjay dan Raharja, 2010).
Obat-obatan dalam kemoterapi diberikan selama beberapa hari dan
diseling dengan istirahat beberapa minggu untuk memberikan kesempatan bagi
jaringan normal untuk tumbuh kembali. Demikian ada satu jarak waktu di antara
siklus kemoterapi untuk restorasi jaringan normal (Tjay dan Raharja, 2010).
Kombinasi dari tiga atau lebih sitostatika sering digunakan, pada
umumnya obat dengan mekanisme dan titik kerja pada siklus pertumbuhan sel
tumor yang berlainan. Hal ini menyebabkan daya kerja kombinasi sitostatika
saling dipotensiasi dan terjadinya resistensi dihindari atau diperlambat. Begitu
pula dosis masing-masing dapat dikurangi dan efek toksis total dapat
diminimalisir (Tjay dan Raharja, 2010).
Indikasi pemberian kemoterapi adalah untuk :
a. Menyembuhkan kanker, hanya beberapa jenis kanker yang dapat disembuhkan
dengan kemoterapi : limfoblastik leukemia, Burkit limfoma, dan Wilm tumor
b. Memperpanjang hidup dan remisi, ditujukan pada kanker yang kemosensitif
walaupun penyakit berjalan progresif.
c. Memperpanjang interval bebas kanker, walaupun kanker tampak masih lokal
setelah operasi atau radioterapi.
d. Menghentikan progresifitas kanker, yang ditunjukkan secara subyektif
maupun obyektif, tumor dapat diterapi sitostatika asalkan kemungkinan
berhasilnya 25% atau lebih.
e. Mengecilkan volume tumor, baik prabedah maupun pra-radioterapi
f. Terapi paliatif, ditujukan pada kanker stadium lanjut atau kanker yamg
lokasinya pada tempat-tempat yang tidak cocok untuk radiasi, misalnya :
instalasi sitostatika, intrapleural, injeksi intramural.
g. Menghilangkan gejala paraneoplasma
(Sukardja, 2000).
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang sedikit lebih
bawah dari tulang rusuk bagian belakang dengan panjang sekitar 7 cm dan tebal
sekitar 3 cm yang terbungkus dalam kapsul terbuka ke bawah. Daerah antara
ginjal dan kapsul terdapat lemak yang berfungsi membantu melindungi ginjal dari
goncangan (Wibowo, 2005).
Ginjal memiliki satuan unit fungsional yaitu nefron, kurang lebih
kapiler (glomerulus a
tubulus kolektivus (W
Fungsi ginjal se
a. Menyaring dan m
kreatinin, dan asam
dan renin untuk pe
1. Glomerulus
a) Filtrasi glomerulus
us atau badan Malpighi), tubulus proksimal, tubul
(Wibowo, 2005).
Gambar 1. Struktur Fungsional Nefron (Dipi
al secara normal antara lain adalah sebagai berikut
membuang sampah metabolisme dari darah
sam urat) serta zat kimia asing,
bangan kimia dalam tubuh (homeostasis), ter
pH (kadar asam) dan garam, ion (Na+, K+, Cl-, H
osfat, dan lain-lain)
dan memodifikasi hormon, seperti : erythr
vitamin D untuk pengaturan kalsium, angiotensi
pengaturan tekanan darah (Rodgers, 2009).
Pori membran glomerulus akan menghalangi masuknya partikel dengan
ukuran lebih dari 7 nanometer contohnya protein plasma (Setiadi, 2007).
b) Laju filtrasi glomerulus (LFG)
Laju filtrasi glomerulus merupakan jumlah filtrat yang terbentuk setiap
menit dalam semua nefron pada kedua ginjal. Tekanan dalam kapiler
glomerulus akan menyebabkan filtrasi cairan melalui membran kapiler ke
dalam kapsul bowman (Setiadi, 2007).
Gambar 2. Letak Glomerulus pada Ginjal
(Rodgers, 2009).
2. Tubulus
Dalam tubulus terjadi reabsorbsi dan sekresi secara selektif oleh epitel
tubulus, kemudian cairan yang dihasilkan akan memasuki pelvis ginjal dan
dieskresikan sebagai urin. Mekanisme dasar absorbsi dan sekresi dalam
tubulus adalah transport aktif melalui dinding tubulus dan transport pasif
C. Geriatri
Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia meliputi tiga tingkatan
(menurut WHO), yaitu :
a) Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun,
b) Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c) Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun
(Walker and Edward, 2003).
Pasien geriatri (elderly) merupakan pasien dengan karakteristik khusus
karena terjadinya penurunan massa dan fungsi sel, jaringan, serta organ. Hal ini
menimbulkan perlu adanya perubahan gaya hidup, perbaikan kesehatan, serta
pemantauan pengobatan baik dari segi dosis maupun efek samping yang mungkin
ditimbulkan (David, 2010).
Kimble, et al. (2008) menyatakan bahwa geriatri juga telah mengalami
perubahan dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Perubahan
farmakokinetik yang terjadi karena adanya penurunan kemampuan absorbsi yang
disebabkan oleh perubahan dari saluran gastrointestinal, perubahan distribusi
terkait dengan penurunan cardiac output dan ikatan protein-obat, perubahan
metabolisme karena penurunan fungsi hati dan atau ginjal, serta penurunan laju
ekskresi karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.
D. Perubahan Sistem Ginjal pada Geriatri
Seiring dengan pertambahan usia akan terjadi pengurangan ukuran, massa,
50 tahun ke atas akan mengalami penurunan jumlah nefron secara progresif
sampai 1.000.000 serta hampir 35% nefron ginjal akan mengalami sklerosis
(Olyaei and Bennett, 2009). Kondisi ginjal pada geriatri juga akan diperparah
dengan penyakit yang umumnya diderita oleh para geriatri, antara lain hipertensi,
diabetes, dan atau hiperlipidemia (Rockwood, 2010).
Pada studi kasus dari McLean dan Le Couteur tentang panjang, luas, dan
kemampuan untuk berkembang dari ginjal, mereka menemukan bahwa panjang
ginjal berkurang 0,5 cm per dekade setelah mencapai usia 50 tahun. Dengan
bertambahnya usia, banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus,
dan tubulus. Jumlah total glomerulus berkurang 30%-40% pada usia 80 tahun, dan
permukaan glomerulus berkurang secara progresif setelah 40 tahun dan yang
terpenting adalah terjadi penambahan jumlah jaringan sklerotik. Meskipun kurang
dari 1% glomerulus sklerotik pada usia muda, persentase ini akan meningkat
10-30% pada usia 80 tahun (McLean dan Couteur, 2004).
Pasien berusia 60 tahun ke atas akan mengalami penyempitan pembuluh
darah yang menyuplai darah ke organ ginjal. Umumnya penyempitan yang terjadi
akan terlambat deteksinya. Kadangkala beberapa pembuluh darah akan tersumbat
sehingga menimbulnya terjadinya hipertensi, penyakit ginjal progresif, ataupun
keduanya (Cohen, 2005).
E. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah jumlah darah yang terfiltrasi melalui
dalam pengukuran fungsi ginjal pada orang sehat maupun sakit. Nilai LFG
tergantung dari jenis kelamin, umur, dan luas permukaan tubuh. Nilai LFG pada
individu dewasa mendekati 120-130 mL/min/1,73 m2 dan akan menurun seiring
dengan meningkatnya usia. Penurunan LFG merupakan tanda awal dari gagal
ginjal, oleh karena itu nilai LFG digunakan untuk mendiagnosa dan menentukan
kriteria dari penyakit ginjal kronis (Patel, 2009).
Tabel I. Nilai rata-rata LFG Berdasarkan Pertambahan Usia
Umur (tahun)
Rata-rata perkiraan nilai LFG (ml/min/1,73m2)
20-29 116
30-39 107
40-49 99
50-59 93
60-69 85
70+ 75
(National Kidney Foundation, 2010).
Menurut National Kidney Foundation, nilai LFG pada individu normal
yaitu 90-120 ml/min/1,73m2dan akan menurun seiring dengan peningkatan usia
(Patel, 2009).
Regulasi aliran darah dan kecepatan filtrasi glomerulus secara umum
diatur melalui resistensi vaskular dan secara khusus dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor autoregulasi (respon miogenik dan tubulo-glomerular
feedback), faktor neural yang terkait dengan aktivitas saraf simpatis, dan faktor
hormonal. Sistem renin angiotensin, prostaglandin, dan kinin merupakan hormon
yang berperan besar dalam hemodinamika dan filtrasi pada ginjal (Auckermann,
Tabel II. TahapChronic Kidney Disease(CKD) Berdasarkan LFG TahapChronic Kidney Disease(CKD) Berdasarkan LFG
Tahap
I 90+ Fungsi renal normal
(tetapi urinalisis dan struktur abnormal atau faktor genetik mengindikasikan penyakit ginjal)
Observasi dan mengkontrol tekanan darah
II 60-89 Fungsi renal sedikit menurun (CKD tahap II tidak dapat didiagnosa dari LFG saja tapi juga membutuhkan urinalisis dan struktur abnormal atau faktor genetik
IIIa 45-59 Fungsi renal menurun dalam tahap moderat, dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya IIIb 30-44 Fungsi renal menurun dalam
tahap moderat, dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya IV 15-29 Penurunan fungsi renal yang
berat
Memikirkan rencana untuk mengatasi gagal ginjal tahap akhir V <15 Gagal ginjal tahap akhir Transplantasi atau
dialysis
(Knott, 2010).
Klirens tubuh total merupakan parameter untuk menetapkan dosis obat
yang tepat. Klirens kreatinin paling banyak digunakan sebagai pengukur LFG.
beberapa metode untuk memperkirakan aturan dosis yang tepat untuk seorang
penderita dengan kerusakan ginjal (Shargel, 2005).
Metode Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan
Cockcroft-Gault (CG) merupakan formula yang paling banyak di gunakan dalam
memperkirakan fungsi ginjal dalam estimasi nilai LFG (Verhave, 2005).
F. Modification of Diet in Renal Disease (MDRD)
Formula MDRD kurang tepat bila digunakan untuk estimasi nilai LFG
pada pasien yang berumur kurang dari 18 tahun dan atau obesitas, oleh karena itu
formula ini digunakan untuk mengestimasi nilai LFG pada usia 18 tahun ke atas
(Levey, Coresh, Greene, Stevens, Zhang, Hendriksen, et al., 2006). National
Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI)
merekomendasikan persamaan tes klirens kreatinin (TKK) yang menggunakan
kadar kreatinin serum pada orang dewasa dengan Modification of Diet in Renal
Disease (MDRD) Study atau studi MDRD yang memperhitungkan faktor usia,
jenis kelamin dan ras. Persamaannya adalah sebagai berikut :
LFG (ml/min/1,73 m2) = 186 x (Scr)-1.154 x (Age)-0.203 x (0.742 jika wanita) x
(1.212 bilaAfrican American) (SI units)
Keterangan :
LFG = Laju Filtrasi Glomerulus SCr = Kreatinin serum (mg/dl)
G. Cockcroft – Gault (CG)
Nilai LFG dapat diperkirakan dengan menggunakan data kadar kreatinin
serum pada orang dewasa yaitu dengan persamaan Cockcroft-Gault, sesuai
rekomendasiNational Kidney FoundationKDOQI persamaannya sebagai berikut
Cockcroft-Gault (CG)=
Keterangan : BB = berat badan
SCr = kreatinin serum (mg/dl)
(K/DOQI, 2002).
H. Hiperurisemia dan Antihiperurisemia pada Kemoterapi
Antagonis purin merupakan salah satu kelompok kemoterapi pada
golongan antimetabolit. Salah satu contohnya adalah Merkaptopurin yang
utamanya digunakan dalam terapi pemeliharaan leukemia limfositik akut. Ada
perbedaan pada dosis awal penggunaan, dosis setelah terjadi perbaikan
hematologis dan klinis, dan dosis jika efek-efek yang diinginkan tidak tercapai
(Goodman dan Gilman, 2008).
Hiperurisemia dapat terjadi selama pengobatan menggunakan
merkaptopurin, akumulasi asam urat menunjukkan adanya penghancuran sel-sel
dengan pelepasan purin-purin yang dioksidasi oleh xantin oksidase, juga
penghambatan pengubahan asam inosinat menjadi prekursor asam-asam nukleat.
Keadaan inilah yang menjadi indikasi penggunaan alopurinol (Goodman dan
Keterangan :
AICAR = aminoi
PRPP = phosphor
SAICAR = succi
(1) adenylosuccinase;
(2) cytosolic 5’ nucleot
(3) adenylosuccinate s
Gambar 3. Metabolisme Purin
inoimidazolecarb
phosphoribosyl pyrophosphate; S-Ado, suc
succinylaminoimidazolecarbosuccinate.
obat-obatan seperti alkohol, bumetani
butol, hydrochlorothiazide, isotretinoin, levodopa
istine, amiloride, chorthalidone, cyclophospham
succinyladenosine;
(Dedelis, 2007).
tanide, cisplatin,
vodopa, pentamide,
acid, furosemid, indapamide, ketoconazole, metolazone, phencyclidine, salisilat,
dan diuretik thiazid juga dapat mengakibatkan terjadinya hiperurisemia
(McAuley, 2003).
Obat-obatan di atas adalah obat yang paling sering menginduksi
hiperurisemia. Pada banyak kasus, diuretika merupakan obat yang paling sering
ditemukan sebagai penyebab terjadinya hiperurisemia. Umumnya kadar asam urat
akan kembali normal setelah penggunaan obat yang menyebabkan penurunan
fungsi ginjal dihentikan (McAuley, 2003).
Allopurinol berguna untuk mengatasi kondisi hiperurisemia karena dapat
menurunkan kadar asam urat. Allopurinol utamanya berguna untuk pengobatan
hiperurisemia sekunder akibat penyakit polisitemia vera, metaplasia pieloid,
leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat, dan radiasi. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin
menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan
balik alopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin.
Karena alopurinol menghambat oksidasi merkaptopurin maka dosis
merkaptopurin harus dikurangi 25-35% dari dosis lazimnya (Ganiswarna, 2003).
Pengobatan dengan allopurinol yang merupakan urate lowering agent
golongan xanthine oxidase inhibitor merupakan terapi pilihan pertama yang
diperlukan pada terapi jangka panjang hiperurisemia sehingga pengobatan dengan
allopurinol tidak digunakan dalam pengobatan hiperurisemia asimptomatik.
Menurut Strength of Recommendation Taxonomy (SORT) : Key Practise
menurunkan tingkat urat ini termasuk dalam Evidence Rating A (terbukti
konsisten, kualitas baik, dan berorientasi kepada pasien) (Larocque, 2009). Jenis
obat yang lain seperti febuxostat, yang merupakan non-purine xanthine oxidase
inhibitor yang cukup poten dan pegylated recombinant uricase, masih
dikembangkan (Hidayat, 2009).
Jenis urate lowering agent yang kedua adalah golongan uricosuric agent,
bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi urat di tubulus renalis. Obat yang
sering dipakai adalah probenesid dan sulfinpirazon. Urikosurik merupakan terapi
lini kedua untuk individu yang tidak dapat menggunakan allopurinol. Urikosurik
dikontraindikasikan untuk individu yang mempunyai riwayat nefrolitiasis dan
tidak efektif pada individu dengan nilai klirens kreatinin<50 ml/menit. Untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimal dari terapi urikosurik, individu terkait
sebaiknya mengkomsumsi minimal 2 liter cairan per hari dan tidak mempunyai
riwayat urolitiasis atau mempunyai tingkat keasaman yang tinggi (pH urin<6)
(Larocque, 2009).
Pemakaian obat urikosurik lebih diindikasikan pada keadaan dengan
ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih
baik (klirens kreatinin >80 ml/menit). Resiko batu ginjal semakin besar pada
kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan
dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor
Tabel III. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia Untuk Geriatri MenurutDrug Information Handbook
Antihiperurisemia Dosis pasien normal
Dosis pemeliharaan pasien
Dosis lebih dari 300 mg harus diberikan 10 100 setiap 2 hari
0 100 setiap 3 hari *Tabel ini berdasarkan standard dosis pemeliharaan 300 mg allopurinol per hari
untuk pasien dengan CrCl 100 ml/min.
Probenesid Oral :
Hiperurisemia dengan gout : 250 mg
2x1 untuk 1 minggu; meningkat menjadi
setiap 6 bulan jika konsentrasi serum urat terkendali)
<30 Hindari Penggunaan
Tabel IV. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia Untuk Geriatri Menurut
McAuley (www.globalrph.com)
Antihiperurisemia Dosis pasien normal dan gout
Dosis pemeliharaan pasien gangguan ginjal CrCl
(ml/min) Dosis (mg) Allopurinol Oral : 100 mg/hari,
ditingkatkan sampai tingkat asam urat yang
diinginkan
>80 Dosis biasa
60-80 200-250 mg sehari 40-60 150-200 mg sehari 20-40 100-150 mg sehari 10-20 100 mg sehari
<10 100 mg setiap 1-2 hari
dosis maksimum per hari: 800 mg
Atau :
>50 Tidak ada perubahan 20-50 100-300 sehari 10-20 100-200 sehari
<10 100 setiap 1-2 hari
Sulfinpirazon Pasien gout: 100-200mg ditingkatkan hingga 400 mg (Dosis maksimum per hari: 800 mg). Monitor konsentrasi
I. Penyesuaian Dosis pada Geriatri
Perubahan respon pasien geriatri disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor
pertama adalah penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli)
30% pada usia 65 tahun. Perubahan farmakokinetik lainnya adalah penurunan
kapasitas metabolisme beberapa obat, berkurangnya kadar albumin plasma
(sehingga dapat meningkatkan kadar obat bebas) pengurangan berat badan dari
cairan tubuh, serta penambahan lemak tubuh (sehingga dapat mengubah distribusi
obat) dan berkurangnya absorbsi aktif. Hasil dari semua perubahan ini adalah
kadar obat yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah dan jaringan.
Waktu paruh obat dapat meningkat sampai 50%.
Faktor kedua yang menyebabkan perubahan respon pasien geriatri adalah
perubahan faktor farmakodinamik, yaitu peningkatan sensitivitas reseptor,
terutama reseptor di otak (terhadap obat-obat bekerja sentral) dan penurunan
mekanisme homeostatik kardiovaskuler.
Adanya berbagai penyakit pada usia lanjut, yang menyebabkan pasien
mendapatkan banyak obat sehingga meningkatkan adanya interaksi obat juga
merupakan faktor yang menyebabkan perubahan respon pasien geriatri
(Katzung, 2004).
Prinsip penggunaan obat pada pasien geriatri harus memperhatikan hal
berikut yaitu :
1. Memberikan obat hanya yang benar-benar diperlukan. Artinya hanya apabila
ada indikasi yang tepat.
2. Memilih obat yang memberikan rasio manfaat-resiko paling menguntungkan
bagi penderita usia lanjut dan tidak berinteraksi dengan obat lain atau penyakit
3. Memulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang
biasanya diberikan kepada pasien dewasa muda.
4. Menyesuaikan dosis obat berdasarkan respon klinik pasien dan apabila perlu
dengan memonitor kadar obat dalam plasma pasien. Dosis penunjang yang
tepat pada umumnya lebih rendah daripada dosis untuk penderita dewasa
muda.
5. Memberikan regimen dosis yang paling sederhana (idealnya 1x sehari) dan
sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien.
6. Memeriksa secara berkala semua obat yang digunakan oleh pasien dan
menghentikan pemakaian obat yangtidak diperlukan lagi.
(ISFI, 2009).
J. Landasan Teori
Kemoterapi sitostatika merupakan proses pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan kimia yang bertujuan membunuh atau memperlambat
pertumbuhan sel kanker. Salah satu efek samping dari pengobatan ini adalah
terjadinya hiperurisemia. Selain itu pada pasien kemoterapi geriatri juga terjadi
penurunan fungsi ginjal yang dapat dilihat dari penurunan nilai LFG. Pasien
kemoterapi geriatri perlu diberikan pengobatan yang tepat termasuk diantaranya
penyesuaian dosis obat antihiperurisemia agar nantinya pengobatan kemoterapi
sitostatika ini dapat mengurangi resiko hiperurisemia dan tidak meningkatkan
Parameter terbaik untuk mengukur kualitas fungsi ginjal adalah dengan
pengukuran LFG. Nilai LFG dapat digunakan dalam mendeterminasi kecepatan
eliminasi dari kreatinin dan mengetahui seberapa parah penurunan fungsi ginjal.
Pengukuran LFG dapat dilakukan dengan dua formula sesuai rekomendasi
National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF
KDOQI) yaitu metode Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) yang
memperhitungkan faktor usia, jenis kelamin, ras dan metode Cockcroft- Gault
(CG)yang memperhitungkan faktor usia, jenis kelamin dan berat badan.
Persamaan formulaModification of Diet in Renal Disease (MDRD):
LFGMDRD(ml/min/1,73 m2) = 186 x (Scr)-1.154x (Age)-0.203x (0.742 jika wanita)
x (1.212 bilaAfrican-American) (SI units)
Persamaan formulaCockcroft-Gault (CG):
CG=
Dari dua formula tersebut nantinya dapat dievaluasi formula mana yang
memberikan hasil terbaik terkait dengan regimen dosis penggunaan
antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi geriatri. Penyesuaian regimen
dosis antihiperurisemia dilakukan berdasarkan penurunan nilai LFG yang dihitung
dengan formulaMDRDdanCG.
K. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta evaluasi
berdasarkan nilai LFG yang dihitung dengan formula Modification of Diet in
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Penggunaan Antihiperurisemia pada Pengobatan
Kemoterapi Geriatri Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus Menggunakan
Formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan Cockcroft-Gault
(CG)di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2010 merupakan jenis penelitian observasional
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.
Penelitian observasional merupakan penelitian dengan menggunakan
teknik pendekatan guna mendapatkan data primer dengan cara langsung
mengamati objek datanya (Jogiyanto, 2008). Rancangan penelitian deskriptif
evaluatif karena tujuan penelitian yaitu memberikan gambaran dan evaluasi
mengenai penggunaan antihiperurisemia pada pengobatan kemoterapi geriatri
berdasarkan LFG menurut formulaMDRDdanCG(Notoatmodjo, 2002).
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu
pada lembar rekam medis pasien di RSUP Dr.Sardjito tahun 2010.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : nilai LFG yang dihitung dengan menggunakan formula
MDRDdanCG.
2. Variabel Terkendali
a. Umur
3. Variabel Tak Terkendali
a. Berat Badan
b. Kreatinin Serum
c. Jenis Kelamin
C. Definisi Operasional
1. Pasien adalah pasien kemoterapi yang berusia lebih dari 60 tahun yang
menerima terapi antihiperurisemia serta mengalami penurunan LFG di mana
pada rekam medis tercantum data laboratorium kreatinin serum yang bila
dihitung dengan formula MDRD dan CG memiliki nilai LFG kurang dari 80
ml/menit/1,73 m2. Satu pasien dapat menyumbang satu atau lebih dari satu
kasus peresepan.
2. Karakteristik pasien geriatri yang memerlukan penyesuaian regimen dosis
adalah pasien yang menjalani kemoterapi sitostatika dan terdiagnosis
mengalami penurunan LFG serta belum mencapai tahap gagal ginjal pada saat
pasien menerima pengobatan antihiperurisemia di RSUP Dr. Sardjito tahun
2010.
3. Nilai LFG dihitung dengan formula MDRD dan CG. Formula MDRD dalam
menghitung LFG adalah sebagai berikut:
LFG (ml/min per 1,73 m2) = 186 x (Scr)-1,154x (umur)-0.203x (0,742 jika
Sedangkan untuk formulaCGdalam menghitung LFG adalah sebagai berikut :
CG =
LFG (ml/min/1,73m2) = eGFR= estimasi LFG, untuk setiap formulaSCr
dalamμmol/L; usia dalam tahun; berat badan dalam kg.
D. Bahan atau Materi Penelitian
Bahan penelitian ini adalah data lengkap pasien pada lembar rekam medis
pasien kemoterapi geriatri yang telah menjalani pemeriksaan laboratorium nilai
kreatinin serum di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010, dengan kriteria eksklusi
diagnosa gagal ginjal akut maupun kronis dan pasien dengan nilai kreatinin serum
lebih dari 5 mg/dL. Adapun lokasi penelitian yaitu RSUP Dr.Sardjito yang
beralamat di Jalan Kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333.
E. Alat atau Instrumen yang Digunakan
1. Lembar pengambilan data
2. Alat hitung
F. Tata Cara Penelitian 1. Analisis situasi
Analisis situasi dengan melakukan perijinan dan observasi lokasi di
RSUP Dr. Sardjito. Alasan pemilihan tersebut karena rumah sakit ini memiliki
klinik pelayanan kanker terpadu Tulip. Perijinan dilakukan dengan
pengembangan pendidikan dan penelitian RSUP Dr. Sardjito. Observasi
dilakukan dengan melihat jumlah pasien kemoterapi geriatri yang menjalani
kemoterapi tahun 2010 dan data laboratorium mengenai serum kreatinin serta
penggunaan obat antihiperurisemia, yang diperoleh dari laboratorium dan
instalasi catatan medik di RSUP Dr. Sardjito pada bulan Januari 2010 hingga
bulan Desember 2010.
2. Pengambilan data
Data pasien yang diperoleh dari lembar rekam medis dipilih sesuai
dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh penulis.
Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, tanggal periksa, data
kreatinin serum, umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan dosis
serta frekuensi obat yang diperoleh yaitu obat antihiperurisemia.
3. Tata Cara Analisis Hasil
Data kualitatif yang diperoleh dibahas dalam bentuk uraian dan secara
deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar diagram. Adapun data pasien akan
dikelompokkan terlebih dahulu sebagai berikut :
a. Pengelompokan nilai LFG pasien kemoterapi geriatri berdasarkan formula
MDRD dan CG yang menggunakan obat antihiperurisemia di RSUP Dr.
Sardjito tahun 2010. Kemudian dilakukan uji normalitas untuk melihat
persebaran data dari nilai LFG berdasarkan formula MDRD dan CG.
Setelah mengetahui bahwa persebaran data di antara kedua formula ini
apakah ada perbedaan berbeda bermakna pada nilai LFG antara formula
MDRD dan CG.
b. Pengelompokan pasien kemoterapi geriatri yang mengalami penurunan
fungsi ginjal dengan nilai LFG kurang dari 80 ml/menit per 1,73 m2
berdasarkan formula MDRD dan CG yang memperoleh obat
antihiperurisemia.
c. Pengelompokan pasien kemoterapi geriatri dengan penurunan fungsi ginjal
yang memerlukan penyesuaian regimen dosis dalam pemberian obat
antihiperurisemia berdasarkan nilai LFG menurut formula MDRD dan CG
di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010.
d. Penyesuaian regimen dosis dan evaluasi untuk pasien kemoterapi geriatri
yang menerima obat antihiperurisemia serta mengalami penurunan nilai
LFG kurang dari 80 ml/menit per 1,73 m2 apabila dihitung berdasarkan
formula MDRD dan CG di RSUP Dr.Sardjito tahun 2010.
G. Kelemahan Penelitian 1. Kesulitan penelitian
Terdapat beberapa pemeriksaan yang tidak diikuti dengan pencatatan data
berat badan dan tinggi badan, sehingga untuk data tersebut digunakan data
pada pemeriksaan sebelumnya untuk setiap nomor rekam medis yang sama.
2. Keterbatasan penelitian
Data yang disajikan terbatas hanya untuk diagnosis sepuluh penyakit
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi penggunaan
obat antihiperurisemia pada pasien kemoterapi geriatri berdasarkan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) menurut formula Modification of Diet in Renal Disease
(MDRD) dan Cockcroft Gault (CG) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pada
penelitian ini disertakan mengenai profil pasien terkait LFG di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada tahun 2010.
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data sekunder berupa data
rekam medis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pemilihan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta sebagai lokasi penelitian ini karena merupakan rumah sakit rujukan
tipe A dan merupakan rumah sakit pendidikan penelitian yang mempunyai
pelayanan spesialis kanker terpadu. Subyek penelitian adalah semua pasien yang
berusia lebih dari 60 tahun yang telah menjalani pemeriksaan laboratorium nilai
kreatinin serum dan memperoleh peresepan antihiperurisemia di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada tahun 2010. Karakteristik pasien kemoterapi geriatri
yang memerlukan penyesuaian regimen dosis adalah pasien yang menjalani
kemoterapi dan mendapatkan pengobatan antihiperurisemia yang bila dihitung
dengan formulaMDRDdanCGmemiliki nilai LFG <80 ml/min/1,73 m2.
Populasi pasien geriatri yang mendapat pemeriksaan kreatinin serum
adalah sebanyak 123 pasien dan terdapat 145 kasus peresepan dimana 26 dari
dari lembar rekam medis dipilih sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan dan didapatkan 25 kasus peresepan. Kasus peresepan yang sesuai
dengan kriteria inklusi didapatkan dari data rekam medis 8 pasien. Data yang
diambil meliputi nomor rekam medis, tanggal periksa, data kreatinin serum, usia,
jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dosis serta frekuensi obat
antihiperurisemia. Pada 25 kasus peresepan yang diperoleh dilakukan evaluasi
menurut formula CG dan MDRD untuk menentukan nilai LFG kemudian
dilakukan evaluasi terkait kesesuaian dosis obat antihiperurisemia.
Pada penelitian ini, LFG digunakan untuk mengukur tingkat kerusakan
ginjal pasien serta sebagai dasar penyesuaian dosis antihiperurisemia pada pasien
kemoterapi geriatri. Filtrasi glomerulus merupakan proses penyaringan yang
terjadi di glomerulus, yang menghalangi masuknya partikel dengan ukuran lebih
dari 7 nanometer contohnya protein plasma. LFG adalah suatu parameter fungsi
ginjal yang menggambarkan efisiensi ginjal dalam menyaring kotoran atau zat
limbah yang ada dalam darah. Nilai yang didapat dari perhitungan LFG berupa
volume total dari cairan yang terfiltrasi oleh glomerulus per satuan waktu.
Menurut rekomendasi National Kidney Foundation, ada dua formula
yang dapat digunakan untuk mengukur nilai LFG pada pasien geriatri yaitu
formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan Cockcroft Gault
(CG). Formula MDRD memperhitungkan faktor usia, jenis kelamin, ras
sedangkan formula CG memperhitungkan faktor usia, jenis kelamin, dan berat
A. Profil Pasien Berdasarkan Nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Penurunan fungsi ginjal sering terjadi pada pasien geriatri. Terjadinya
penurunan fungsi ginjal seringkali tidak terdiagnosa karena adanya screening
yang tidak adekuat. Pada pengambilan data dicatat data pasien terkait umur, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, kreatinin serum, dan suku bangsa agar dapat
dihitung nilai LFG menurut formula MDRD dan CG. Nilai Laju Filtrasi
Glomerulus bervariasi tergantung dari usia, jenis kelamin, ras, berat badan, dan
nilai serum kreatinin. Pada penelitian ini, profil pasien kemoterapi geriatri yang
diamati meliputi umur dan derajat penurunan fungsi ginjal berdasarkan LFG.
Pada orang dewasa atau di atas 18 tahun digunakan formula MDRD dan
CGuntuk menghitung eLFG (K/DOQI, 2002). Interval kepercayaan yang dimiliki
oleh estimasi LFG (eLFG) yaitu sebesar 90% sebagai estimasi untuk melihat
fungsi ginjal, namun perlu diperhatikan pada pasien anak-anak danelderlykarena
akan dipengaruhi oleh massa otot, asupan nutrisi serta ukuran tubuh (The Renal
Association Founded, 2002). Usia merupakan faktor yang diperhitungkan dalam
perhitungan LFG menggunakan formulaMDRD danCG. Nilai normal LFG pada
usia dewasa muda ±120-130 ml/min/1,73 m2 sedangkan pada individu normal
adalah 90-120 ml/min/1,73 m2 dan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia (NKF, 2010). Dalam formula MDRD, usia dari pasien merupakan faktor
pengali dan dipangkat -2,03 sedangkan pada formula CG usia merupakan faktor
pengurang dari konstanta sebesar 140. Proses penuaan menyebabkan
akan mempengaruhi nilai LFG dari pasien kemoterapi geriatri dan mempengaruhi
kerja ginjal.
Pembagian pasien kemoterapi geriatri yang mendapatkan pengobatan
antihiperurisemia berdasarkan umurnya disajikan pada tabel V.
Tabel V.Profil Pasien Kemoterapi Geriatri di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010 Berdasarkan Umur
Umur Jumlah Persentase (%)
Elderly(60-75 tahun) 8 100
Old(76-90 tahun) 0 0
Very old(>90 tahun) 0 0
Total 8 100
Dari tabel V dapat dilihat bahwa didapati semua pasien kemoterapi geriatri
yang memperoleh pengobatan antihiperurisemia terdapat pada golongan umur
elderly (60-75 tahun). Jumlah pasien elderly sebanyak 8 pasien dan dari jumlah
tersebut terdapat 25 kasus peresepan. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi DIY
(2008), didapati bahwa persentase kelompok umur usia lanjut di provinsi DIY
sebesar 10,2% dan merupakan yang tertinggi di Indonesia.
B. Derajat Penurunan Fungsi Ginjal Berdasarkan LFG
Profil penurunan fungsi ginjal dari pasien kemoterapi geriatri yang
mendapatkan pengobatan antihiperurisemia dikelompokkan berdasarkan nilai
LFG. Nilai normal LFG pada usia dewasa ±120-130 ml/min/1,73 m2 dan akan
menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan nilai LFG di bawah <60 ml/
min/1,73 m2 akan menjadi onset dari penurunan fungsi ginjal dan meningkatkan
Gambar 4. Persent menurut nilai Antihiperurisemia be
Berdasarkan pe
seperti terlihat pada g
CKD menurut nilai L
Pada gambar 4 menunj
pada rentang 45-59
penurunan fungsi ginj
ginjal lainnya, sehin
tekanan darah untuk m
4 sebanyak 12% kasus
nilai tersebut normal
sebanyak 8% dan ta
sebanyak 16%.
8%
sentase Tahapan terjadinyaChronic Kidney Dise
lai LFG Pasien Kemoterapi Geriatri dengan Pen berdasarkan FormulaMDRDdi RSUP Dr.Sardj
n penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Sardj
gambar 4 yang menggambarkan persentase taha
i LFG pasien kemoterapi geriatri berdasarkan f
enunjukkan bahwa 40% kasus peresepan mem
59 ml/min/1,73 m2 yaitu pada tahap IIIA di
injal dalam tahap moderat, dengan atau tanpa t
hingga dilakukan action plan berupa observa
uk mencegah risiko kardiovaskular (Knott, 2010)
kasus peresepan mempunyai nilai LFG ≥ 90 m
al untuk pasien sehat. Pada tahap lainnya y
tahap IV dimana terjadi penurunan LFG 12%
n formula MDRD.
Pada tahap II dimana terjadi sedikit penurunan fungsi renal terdapat 24%
kasus peresepan, besarnya persentase kasus peresepan pada pasien di tahap ini
merupakan keadaaan fisiologis yang umum terjadi dan ditemui pada pasien
geriatri. Pada tahap ini dikatakan normal apabila tanpa adanya kerusakan ginjal,
jika dilakukan pemeriksaan rutin≥3 bulan dengan hasil yang sama artinya adanya
tanda penyakit ginjal tahap awal. Oleh karena ituaction plan pada pasien dengan
tahap II ini berupa perkiraan peningkatan kerusakan (NKF, 2010). Rockwood
(2010) menyatakan bahwa pada populasi geriatri umumnya terjadi penurunan
struktur dan fungsi ginjal seiring pertambahan usia dimana pada usia 75 tahun ke
atas 15-20% berat ginjal berkurang dibanding saat berusia 25 tahun.
Pernyataan bahwa persamaan MDRD cenderung tidak menggambarkan
fungsi normal atau mendekati normal sehingga terjadi perbedaan estimasi
kreatinin di laboratorium yang signifikan telah dinyatakan oleh The Renal
Association Founded(2002).
Berdasarkan data yang diperoleh NHANES III, setidaknya 25% populasi
geriatri Australia di atas 70 tahun mempunyai nilai LFG di bawah 60 ml/min/1,73
m2. Sepertiga dari populasi tersebut tidak mengetahui tentang dampak penurunan
Gambar 5. Persent menurut nilai Antihiperurisemia be
Gambar 5 menunj
LFG pasien kemoter
fungsi ginjal yang pa
tahap IIIB yaitu sebesa
IIIA yaitu sebanyak
terdapat sebanyak 8%
adalah pasien dengan
ginjal (jika telah terjadi
sentase Tahapan terjadinyaChronic Kidney Dise
lai LFG Pasien Kemoterapi Geriatri dengan Pen ia berdasarkan FormulaCGdi RSUP Dr.Sardjit
enunjukkan persentase tahapan terjadinyaCK
oterapi geriatri berdasarkan formula CG, ting
paling banyak diderita pasien kemoterapi geria
besar 44% kasus, kemudian terbanyak kedua ad
ak 24% kasus. Pada tahap IV terdapat 20%
8%, pada tahap V terdapat sebanyak 4%. Pasie
an gagal ginjal dan memerlukanaction planber
rjadi uremia) (NKF, 2010). 0%
sien pada tahap V
Tabel VI. Persentase Nilai LFG Kasus Peresepan pada Pasien Kemoterapi Geriatri Berdasarkan FormulaMDRDdanCGyang Menggunakan Obat Antihiperurisemia
di RSUP Dr.Sardjito tahun 2010
Degree of
Total 25 (100%) 25 (100%)
Tabel VI menunjukkan bahwa sebagian besar kasus peresepan pada pasien
kemoterapi geriatri berada pada tahap III, baik pada tahap IIIA maupun IIIB,
berdasarkan perhitungan nilai LFG dengan formulaCGdan MDRD. Berdasarkan
perhitungan nilai LFG dengan formula CG sebagian besar kasus peresepan pada
pasien kemoterapi geriatri berada pada tahap IIIB, IV, dan II sedangkan
berdasarkan perhitungan dengan metodeMDRDsebagian besar berada pada tahap
IIIA, II, dan IV. Penelitian Smith, Lichtman, Bracken, Shlipak, Philips, dan Paul
(2006) menemukan hasil yaitu terdapat 29% dari 80098 sampel mengalami
penurunan fungsi ginjal tahap III (30-59 ml/min/1,73 m2) hingga tahap IV (15-29
ml/min/1,73 m2) di Amerika Serikat. Pasien dengan tahap III membutuhkan
action planberupa evaluasi dan penanganan komplikasi dan untuk pasien dengan
tahap IV membutuhkan action plan berupa persiapan untuk terapi ganti ginjal
(NKF, 2010).
National Kidney Disease Education Program menganjurkan agar
laboratorium melaporkan nilai LFG di samping kadar kreatinin serum.