• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

H. Hiperurisemia dan Antihiperurisemia pada Kemoterapi

Antagonis purin merupakan salah satu kelompok kemoterapi pada

golongan antimetabolit. Salah satu contohnya adalah Merkaptopurin yang

utamanya digunakan dalam terapi pemeliharaan leukemia limfositik akut. Ada

perbedaan pada dosis awal penggunaan, dosis setelah terjadi perbaikan

hematologis dan klinis, dan dosis jika efek-efek yang diinginkan tidak tercapai

(Goodman dan Gilman, 2008).

Hiperurisemia dapat terjadi selama pengobatan menggunakan

merkaptopurin, akumulasi asam urat menunjukkan adanya penghancuran sel-sel

dengan pelepasan purin-purin yang dioksidasi oleh xantin oksidase, juga

penghambatan pengubahan asam inosinat menjadi prekursor asam-asam nukleat.

Keadaan inilah yang menjadi indikasi penggunaan alopurinol (Goodman dan

Keterangan : AICAR = aminoi PRPP = phosphor SAICAR = succi (1) adenylosuccinase; (2) cytosolic 5’ nucleot (3) adenylosuccinate s (4) AMP deaminase; (5) adenosine deamina (6) adenosine kinase; (7) hypoxanthine-gua (8) adenine phosphori Penggunaan cyclosporine, ethambut theophylline, vincristi

Gambar 3. Metabolisme Purin

inoimidazolecarb

phosphoribosyl pyrophosphate; S-Ado, suc succinylaminoimidazolecarbosuccinate. se; leotidase; te synthetase; inase; se; uanine phosphoribosyltransferase; phosphoribosyltransferase.

obat-obatan seperti alkohol, bumetani

butol, hydrochlorothiazide, isotretinoin, levodopa

istine, amiloride, chorthalidone, cyclophospham

succinyladenosine;

(Dedelis, 2007).

tanide, cisplatin,

vodopa, pentamide,

acid, furosemid, indapamide, ketoconazole, metolazone, phencyclidine, salisilat,

dan diuretik thiazid juga dapat mengakibatkan terjadinya hiperurisemia

(McAuley, 2003).

Obat-obatan di atas adalah obat yang paling sering menginduksi

hiperurisemia. Pada banyak kasus, diuretika merupakan obat yang paling sering

ditemukan sebagai penyebab terjadinya hiperurisemia. Umumnya kadar asam urat

akan kembali normal setelah penggunaan obat yang menyebabkan penurunan

fungsi ginjal dihentikan (McAuley, 2003).

Allopurinol berguna untuk mengatasi kondisi hiperurisemia karena dapat

menurunkan kadar asam urat. Allopurinol utamanya berguna untuk pengobatan

hiperurisemia sekunder akibat penyakit polisitemia vera, metaplasia pieloid,

leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat, dan radiasi. Mekanisme

kerjanya adalah menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin

menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan

balik alopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin.

Karena alopurinol menghambat oksidasi merkaptopurin maka dosis

merkaptopurin harus dikurangi 25-35% dari dosis lazimnya (Ganiswarna, 2003).

Pengobatan dengan allopurinol yang merupakan urate lowering agent

golongan xanthine oxidase inhibitor merupakan terapi pilihan pertama yang

diperlukan pada terapi jangka panjang hiperurisemia sehingga pengobatan dengan

allopurinol tidak digunakan dalam pengobatan hiperurisemia asimptomatik.

Menurut Strength of Recommendation Taxonomy (SORT) : Key Practise

menurunkan tingkat urat ini termasuk dalam Evidence Rating A (terbukti

konsisten, kualitas baik, dan berorientasi kepada pasien) (Larocque, 2009). Jenis

obat yang lain seperti febuxostat, yang merupakan non-purine xanthine oxidase

inhibitor yang cukup poten dan pegylated recombinant uricase, masih

dikembangkan (Hidayat, 2009).

Jenis urate lowering agent yang kedua adalah golongan uricosuric agent,

bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi urat di tubulus renalis. Obat yang

sering dipakai adalah probenesid dan sulfinpirazon. Urikosurik merupakan terapi

lini kedua untuk individu yang tidak dapat menggunakan allopurinol. Urikosurik

dikontraindikasikan untuk individu yang mempunyai riwayat nefrolitiasis dan

tidak efektif pada individu dengan nilai klirens kreatinin<50 ml/menit. Untuk

mendapatkan keuntungan yang maksimal dari terapi urikosurik, individu terkait

sebaiknya mengkomsumsi minimal 2 liter cairan per hari dan tidak mempunyai

riwayat urolitiasis atau mempunyai tingkat keasaman yang tinggi (pH urin<6)

(Larocque, 2009).

Pemakaian obat urikosurik lebih diindikasikan pada keadaan dengan

ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih

baik (klirens kreatinin >80 ml/menit). Resiko batu ginjal semakin besar pada

kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan

dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor

Tabel III. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia Untuk Geriatri MenurutDrug Information Handbook

Antihiperurisemia Dosis pasien normal

Dosis pemeliharaan pasien gangguan ginjal CrCl (ml/min) Dosis (mg) Allopurinol Oral : 100 mg/hari, ditingkatkan sampai

tingkat asam urat yang diinginkan

tercapai.

Dosis lebih dari 300 mg harus diberikan secara terbagi. 140 400 / hari 120 350 / hari 100 300 / hari 80 250 / hari 60 200 / hari 40 150 / hari 20 100 / hari 10 100 setiap 2 hari 0 100 setiap 3 hari *Tabel ini berdasarkan standard dosis pemeliharaan 300 mg allopurinol per hari

untuk pasien dengan CrCl 100 ml/min.

Probenesid Oral : Hiperurisemia dengan gout : 250 mg 2x1 untuk 1 minggu; meningkat menjadi 250-500 mg/hari; dapat meningkat menjadi 500mg/bulan, jika diperlukan, maksimum 2-3 g/hari (dosis mungkin meningkat 500 mg

setiap 6 bulan jika konsentrasi serum urat terkendali)

<30 Hindari Penggunaan

Tabel IV. Regimen Dosis Obat Antihiperurisemia Untuk Geriatri Menurut

McAuley (www.globalrph.com)

Antihiperurisemia Dosis pasien normal dan gout

Dosis pemeliharaan pasien gangguan ginjal CrCl

(ml/min) Dosis (mg) Allopurinol Oral : 100 mg/hari,

ditingkatkan sampai tingkat asam urat yang

diinginkan >80 Dosis biasa 60-80 200-250 mg sehari 40-60 150-200 mg sehari 20-40 100-150 mg sehari 10-20 100 mg sehari <10 100 mg setiap 1-2 hari Pasien gout :  biasa (ringan): 200-300 mg/hari.  sedang-berat: 400-600 mg/hari.

 dosis maksimum per hari: 800 mg

Atau :

>50 Tidak ada perubahan 20-50 100-300 sehari 10-20 100-200 sehari

<10 100 setiap 1-2 hari

Sulfinpirazon Pasien gout: 100-200mg ditingkatkan hingga 400 mg (Dosis maksimum per hari: 800 mg). Monitor konsentrasi asam urat. Turunkan hingga 200 mg/hari sebagai dosis pemeliharaan.

>50 <50

Tidak ada perubahan Hindari penggunaan

(McAuley,2011).

I. Penyesuaian Dosis pada Geriatri

Perubahan respon pasien geriatri disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor

pertama adalah penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli)

30% pada usia 65 tahun. Perubahan farmakokinetik lainnya adalah penurunan

kapasitas metabolisme beberapa obat, berkurangnya kadar albumin plasma

(sehingga dapat meningkatkan kadar obat bebas) pengurangan berat badan dari

cairan tubuh, serta penambahan lemak tubuh (sehingga dapat mengubah distribusi

obat) dan berkurangnya absorbsi aktif. Hasil dari semua perubahan ini adalah

kadar obat yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah dan jaringan.

Waktu paruh obat dapat meningkat sampai 50%.

Faktor kedua yang menyebabkan perubahan respon pasien geriatri adalah

perubahan faktor farmakodinamik, yaitu peningkatan sensitivitas reseptor,

terutama reseptor di otak (terhadap obat-obat bekerja sentral) dan penurunan

mekanisme homeostatik kardiovaskuler.

Adanya berbagai penyakit pada usia lanjut, yang menyebabkan pasien

mendapatkan banyak obat sehingga meningkatkan adanya interaksi obat juga

merupakan faktor yang menyebabkan perubahan respon pasien geriatri

(Katzung, 2004).

Prinsip penggunaan obat pada pasien geriatri harus memperhatikan hal

berikut yaitu :

1. Memberikan obat hanya yang benar-benar diperlukan. Artinya hanya apabila

ada indikasi yang tepat.

2. Memilih obat yang memberikan rasio manfaat-resiko paling menguntungkan

bagi penderita usia lanjut dan tidak berinteraksi dengan obat lain atau penyakit

3. Memulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang

biasanya diberikan kepada pasien dewasa muda.

4. Menyesuaikan dosis obat berdasarkan respon klinik pasien dan apabila perlu

dengan memonitor kadar obat dalam plasma pasien. Dosis penunjang yang

tepat pada umumnya lebih rendah daripada dosis untuk penderita dewasa

muda.

5. Memberikan regimen dosis yang paling sederhana (idealnya 1x sehari) dan

sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien.

6. Memeriksa secara berkala semua obat yang digunakan oleh pasien dan

menghentikan pemakaian obat yangtidak diperlukan lagi.

(ISFI, 2009).

Dokumen terkait