• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Penyesuaian Dosis Obat Antihiperurisemia Berdasarkan LFG

Antihiperurisemia merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi

peningkatan kadar asam urat dalam darah. Semua pasien kemoterapi geriatri di

RSUP DR. Sardjito tahun 2010 yang mendapatkan terapi antihiperurisemia

menggunakan obat yang sama yaitu allopurinol. Pengobatan dengan allopurinol

yang merupakan urate lowering agent golongan xanthine oxidase inhibitor

merupakan terapi lini pertama yang diperlukan pada terapi jangka panjang

hiperurisemia (Larocque,2009).

Allopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang

mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat yang

merupakan produk akhir metabolisme purin pada manusia. Allopurinol

dimetabolisme di hati dan mempunyai waktu paruh 1 hingga 3 jam, tetapi

oxypurinol yang merupakan metabolit aktif dari allopurinol dan diekskresikan di

urin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang yaitu 12 hingga 17 jam.

Oxypurinol juga bekerja sebagai inhibor xantin oksidase. Berdasarkan profil

farmakokinetika tersebut maka allopurinol biasanya diberikan sekali sehari dan

dosis yang dibutuhkan untuk menurunkan tingkat asam urat sebaiknya lebih

rendah pada pasien dengan nilai LFG yang rendah (Zawawy dan Mandell, 2010).

Obat ini mempunyai efek samping terutama reaksi alergi kulit, nyeri kepala serta

kerusakan hati dan ginjal juga pernah dilaporkan (Tjay dan Raharja, 2010).

Penyesuaian dosis allopurinol perlu dilakukan karena allopurinol dalam

bentuk utuh dikeluarkan melalui ginjal sebanyak 12% dan bentuk metabolit aktif

merupakan salah satu obat yang banyak digunakan oleh pasien geriatri dalam

urate lowering theraphy.

Salah satu efek samping allopurinol adalah toksisitasnya pada ginjal yang

terkait dengan adanya gangguan metabolisme pirimidin. Pada sebuah penelitian

pada tikus yang menguji hubungan antara efek toksik allopurinol dan metabolisme

pirimidin ditemukan bahwa induksi allopurinol meningkatkan level plasma

transaminase pada tikus yang tersensitisasi dinitrofluorobenzene (DNFB) tidak

terpengaruh oleh uridin. Selain itu pada tikus normal yang diberikan allopurinol

pada dosis tinggi menunjukkan kelainan pada metabolisme pirimidin bersamaan

dengan toksisitas ginjal yang dapat diperbaiki dengan uridin. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pada dasarnya allopurinol dapat menyebabkan kelainan

metabolisme pirimidin yang dapat menyebabkan tokisisitas pada ginjal (Horiuchi,

2000).

Efek samping allopurinol banyak ditemukan pada pasien dengan

penurunan fungsi ginjal. Pembentukan kristaluria dan batu ditemukan bersama

dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN). Terjadinya interstitial nefritis

akut karena hipersensitivitas dan granulomatosa nefritis juga telah dilaporkan.

Studi pada pasien dengan terapi allopurinol yang menginduksi terjadinya

kristaluria dan nefrolitiasis menunjukkan kalkuli urat yang disebabkan oleh

allopurinol beserta metabolitnya yaitu oxypurinol (Drugs.com, 2011). Alasan

tersebut menjelaskan perlunya penyesuaian dosis allopurinol terutama pada pasien

Gambar 6. Persentase Kasus Peresepan pada Pasien Kemoterapi Geriatri yang memerlukan Penyesuaian Dosis dalam Pengobatan Antihiperurisemia yang Mengalami Penurunan Nilai LFG <80ml/min/1,73 m2apabila dihitung dengan

FormulaCGdanMDRDdi RSUP Dr.Sardjito tahun 2010

Dari gambar 6 diketahui dari 25 kasus peresepan pengobatan kemoterapi

geriatri yang menggunakan antihiperurisemia seluruhnya (100%) memerlukan

penyesuaian dosis jika dianalisis menggunakan formula CG. Sedangkan jika

dianalisis dengan formula MDRD terdapat 22 kasus peresepan (88%) yang

memerlukan penyesuaian dosis. Pasien kemoterapi geriatri yang memerlukan

penyesuaian dosis utamanya adalah pasien dengan penurunan LFG hingga kurang

dari 60 ml/min/1,73 m2 apabila dihitung dengan Formula CG dan MDRD. Pada

penelitian ini semua pasien kemoterapi geriatri menggunakan obat

antihiperurisemia yaitu allopurinol. Menurut Drug Information Handbook,

penyesuaian dosis untuk pengobatan allopurinol pada pasien geriatri dilakukan

apabila nilai LFG kurang dari 80 ml/min/1,73 m2(DIH, 2008).

100% 0% 88% 12% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Perlu penyesuaian dosis Tidak perlu penyesuaian dosis

Pada pasien geriatri terjadi penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus

dan sekresi tubuli). Penurunan glomerulus sekitar 30% pada usia 65 tahun.

Perubahan farmakokinetik lainnya adalah penurunan kapasitas metabolisme

beberapa obat, berkurangnya kadar albumin plasma (sehingga dapat

meningkatkan kadar obat bebas) pengurangan berat badan dari cairan tubuh, serta

penambahan lemak tubuh (sehingga dapat mengubah distribusi obat) dan

berkurangnya absorbsi aktif. Hasil dari semua perubahan ini adalah kadar obat

yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah dan jaringan. Waktu paruh

obat dapat meningkat sampai 50% (Katzung, 2004). Terkait dengan waktu paruh

yang panjang dari allopurinol dan metabolit aktifnya yaitu oxypurinol maka

penyesuaian dosis diperlukan untuk mencegah timbulnya kerusakan ginjal yang

lebih parah pada pasien kemoterapi geriatri dengan nilai LFG yang rendah.

Obat-obatan yang diekskresikan lewat ginjal yang diberikan kepada pasien

geriatri harus melalui tahap penyesuaian dosis terlebih dahulu, dengan indikasi

yang tepat dan dimonitoring kreatinin serumnya. Penyesuaian dosis pada pasien

dengan LFG yang telah mengalami penurunan perlu dilakukan karena penurunan

nilai LFG di bawah laju aliran darah ginjal akan meningkatkan fraksi filtrasi

(hiperfiltrasi). Kompensasinya berupa peningkatan tekanan pada glomeruli.

Tekanan berlebih ini akan memicu terjadinyaglomerulosclerosis(Rooke, 2008).

Nilai LFG yang didapatkan dari formula MDRD dan CG dijadikan

pedoman untuk penyesuaian dosis pengobatan antihiperurisemia pada pasien

kemoterapi geriatri di RSUP Dr. Sardjito. Penyesuaian dosis antihiperurisemia

ml/menit.Guideline yang digunakan sebagai dasar penyesuaian dosis allopurinol

adalah dari GlobalRPh.com (McAuley, 2011) yang merupakan situs kesehatan

tersertifikasi dan disusun oleh McAuley, seorangclinical pharmacist.

Penyesuaian dosis yang dilakukan kepada pasien kemoterapi geriatri yang

mendapatkan pengobatan antihiperurisemia di RSUP Dr. Sardjito dilakukan

berdasarkan nilai LFG yang kemudian disesuaikan dengan dosis obat yang sudah

ditentukan dari guideline berdasarkan nilai LFG masing-masing pasien.

Penyesuaian yang dilakukan dapat berupa pengurangan atau penambahan dosis

pasien berdasarkan nilai LFG yang dimiliki.

Gambar 7. Kesesuaian Dosis Penggunaan Antihiperurisemia pada Pasien Kemoterapi Geriatri Berdasarkan LFG dengan FormulaCGdi RSUP Dr. Sardjito

tahun 2010

Gambar 7 menunjukkan kesesuaian dosis antihiperurisemia berdasarkan

formula CG. Seluruh kasus peresepan memerlukan penyesuaian dosis obat

antihiperurisemia, dari keseluruhan kasus peresepan terdapat 17 kasus (68%) yang

mendapatkan pengobatan obat antihiperurisemia yang tidak sesuai dengan 68%

32%

Tidak Sesuai dosis Sesuai dosis

guideline dan 8 kasus (32%) mendapatkan pengobatan yang sesuai dosis dengan

guideline.

Gambar 8. Kesesuaian Dosis Penggunaan Antihiperurisemia pada Pasien Kemoterapi Geriatri Berdasarkan LFG dengan FormulaMDRDdi RSUP Dr.

Sardjito tahun 2010

Gambar 8 menunjukkan kesesuaian dosis antihiperurisemia berdasarkan

LFG dengan formula MDRD. Terdapat 3 kasus peresepan (12%) yang tidak

memerlukan penyesuaian dosis antihiperurisemia, 6 kasus (24%) yang sudah

mendapatkan dosis yang sesuai dengan guideline, dan 16 kasus (64%)

mendapatkan dosis yang tidak sesuai denganguideline.

Obat antihiperurisemia pada kelompok pasien yang memerlukan

penyesuaian dosis hendaknya dosisnya disesuaikan dengan nilai LFG

masing-masing pasien. Penelitian Kuo, Tsai, Tiao, Liu, Lee, dan Yang (2010) juga

menyatakan bahwa pasien dengan nilai LFG pada tahap CKD III, IV, dan V

mempunyai risiko peningkatan menjadi penyakit ginjal tahap akhir dengan

multivariable-adjusted odd ratiosebesar 1,56, 95% Cl (1,32-1,85). 64%

24%

12%

Pada hasil penelitian diperoleh 25 kasus peresepan (100%) yang apabila

dihitung dengan formulaCG seluruhnya membutuhkan penyesuaian dosis, hal ini

terkait dengan dosis maksimum yang memerlukan penyesuaian regimen dosis.

Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan penambahan maupun pengurangan

dosis antihiperurisemia. Terdapat 17 kasus (68%) yang dosisnya tidak sesuai

dengan guideline dimana 8 kasus (32%) membutuhkan penambahan dosis dan 9

kasus (36%) membutuhkan pengurangan dosis antihiperurisemia. Evaluasi kasus

peresepan yang memerlukan penyesuaian regimen dosis adalah sebagai berikut :

Tabel VII. Penyesuaian Regimen Dosis Pemberian Allopurinol sebagai Obat Antihiperurisemia berdasarkan LFG yang dihitung dengan FormulaCG

No. Nilai LFG

Dosis

(mg) Frekuensi Penyesuaian Dosis KD Keterangan 1 24 100 1x1 100-150 mg/hari S

2 47 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

3 41 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

4 45 300 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis berlebih

5 55 300 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis berlebih

6 70 300 1x1 200-250mg/hari TS Dosis berlebih

7 73 300 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis berlebih

8 11 300 1x1 100 mg/hari TS Dosis berlebih

9 15 300 1x1 100 mg/hari TS Dosis berlebih

10 17 300 1x1 100 mg/hari TS Dosis berlebih

11 34 100 1x1 100-150 mg/hari S

12 40 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

13 42 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

14 42 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

15 41 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

16 29 100 2x1 100-150 mg/hari TS Dosis berlebih

17 39 100 2x1 100-150 mg/hari TS Dosis berlebih

18 40 100 2x1 150-200 mg/hari S

19 43 100 2x1 150-200 mg/hari S

20 46 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

21 34 100 1x1 100-150 mg/hari S

22 34 100 1x1 100-150 mg/hari S

23 46 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

24 20 100 1x1 100-150 mg/hari S

25 57 200 1x1 150-200 mg/hari S Keterangan :

LFG = Laju Filtrasi Glomerulus KD = Kesesuaian Dosis S = dosis sesuai TS = dosis tidak sesuai

Pada hasil penelitian diperoleh 25 kasus peresepan (100%) yang apabila

dihitung dengan formula MDRD terdapat 3 kasus (12%) yang tidak memerlukan

penyesuaian dosis antihiperurisemia, 16 kasus (64%) mendapatkan pengobatan

antihiperurisemia yang tidak sesuai dosis dengan guideline dan 6 kasus (24%)

mendapatkan pengobatan antihiperurisemia yang sudah sesuai dosis dengan

guideline.Sebanyak 16 kasus (64%) yang dosisnya tidak sesuai dengan guideline

terdiri dari 11 kasus (44%) membutuhkan penambahan dosis dan 5 kasus (20%)

membutuhkan pengurangan dosis antihiperurisemia Evaluasi kasus peresepan

yang memerlukan penyesuaian regimen dosis adalah sebagai berikut :

Tabel VIII. Penyesuaian Regimen Dosis Pemberian Pemberian Allopurinol sebagai Obat Antihiperurisemia berdasarkan LFG yang dihitung dengan FormulaMDRD

No. Nilai LFG

Dosis

(mg) Frekuensi Penyesuaian Dosis KD Keterangan 1 32 100 1x1 100-150 mg/hari S

2 68 100 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis kurang

3 68 100 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis kurang

4 74 300 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis berlebih

5 93 300 1x1 S Tidak perlu penyesuaian

6 125 300 1x1 S Tidak perlu penyesuaian

7 130 300 1x1 S Tidak perlu penyesuaian

8 16 300 1x1 100 mg/hari TS Dosis berlebih

9 21 300 1x1 100-150 mg/hari TS Dosis berlebih

10 25 300 1x1 100-150 mg/hari TS Dosis berlebih

11 46 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

12 54 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

13 58 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

14 57 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

15 56 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

16 37 100 2x1 100-150 mg/hari TS Dosis berlebih

17 52 100 2x1 150-200 mg/hari S

18 54 100 2x1 150-200 mg/hari S

19 59 100 2x1 150-200 mg/hari S

20 67 100 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis kurang

21 46 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

22 46 100 1x1 150-200 mg/hari TS Dosis kurang

23 67 100 1x1 200-250 mg/hari TS Dosis kurang

24 29 100 1x1 100-150 mg/hari S

25 64 200 1x1 200-250 mg/hari S Keterangan :

LFG = Laju Filtrasi Glomerulus KD = Kesesuaian Dosis S = dosis sesuai TS = dosis tidak sesuai

Penyesuaian regimen dosis untuk allopurinol sebaiknya juga mengarah

pada frekuensi pemberian obat. Berdasarkan profil farmakokinetika allopurinol

yang mempunyai waktu paruh yang panjang dari metabolit aktifnya maka

allopurinol sebaiknya diberikan sekali sehari (Zawawy dan Mandell, 2010). Pada

penelitian ini terdapat 4 kasus peresepan yang frekuensi pemberian obatnya lebih

dari sekali sehari. Pada 4 kasus peresepan tersebut diketahui bahwa frekuensi

pemberian allopurinol diberikan 2x sehari. Penyesuaian pengaturan frekuensi

pemberian allopurinol diperlukan agar tidak semakin memperparah penurunan

fungsi ginjal pasien.

Hasil penelitian Hubner (2011) menyatakan bahwa penyesuaian dosis

berdasarkan estimasi nilai LFG menggunakan formulaCGakurat dan aman untuk

pasien kanker paru yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Hasil yang sama dan

lebih spesifik pada pengobatan dengan allopurinol ditunjukkan pada penelitian

Ruiz et al (2005) yaitu penyesuaian dosis allopurinol sebaiknya dilakukan

berdasarkan kreatinin klirens atau estimasi LFG menggunakan formula CG. Hal

tersebut dikarenakan formula CG cukup sensitif untuk mendeteksi penurunan

fungsi ginjal pasien sehingga risiko adanya overdosis pengobatan dengan

allopurinol dapat dicegah. Penggunaan formulaCGuntuk melakukan penyesuaian

dosis allopurinol khususnya bagi pasien kemoterapi geriatri yang mengalami

penurunan fungsi ginjal direkomendasikan oleh penelitian ini. Dengan adanya

rekomendasi ini diharapkan permasalahan yang timbul dalam penentuan

penggunaan formula untuk menghitung nilai LFG dan penyesuaian dosis

Dokumen terkait