• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEUNGGULAN BERSAING PRODUK MAKANAN UMKM DIBANDING INDUSTRI BESAR DI SUMBAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEUNGGULAN BERSAING PRODUK MAKANAN UMKM DIBANDING INDUSTRI BESAR DI SUMBAR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KEUNGGULAN BERSAING PRODUK MAKANAN UMKM

DIBANDING INDUSTRI BESAR DI SUMBAR

Yasri

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang yasrifeunp@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh (langsung maupun tidak langsung) dari keunggulan produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan citra terhadap perkembangan UMKM sektor makanan di Sumatera Barat. Populasi penelitian ini adalah konsumen UMKM makanan di Sumatera Barat. Ukuran sampel adalah 377 unit. Data dianalisis dengan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keunggulan produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan sitra mempunyai pengaruh terhadap pembelian konsumen UMKM makanan di Sumatera Barat (Sumbar). Keunggulan distribusi dan promosi mempunyai pegaruh yang lebih besar terhadap pembelian konsumen dan pelayanan mempunyai pengaruh terkecil.

Kata Kunci: Keunggulan bersaing produk, harga, distribusi, promosi, pelayanan dan citra Abstract

This study aims at analyzing the influence (including direct and indirect) of product advantage, price advantage, distribution advantage, promotion advantage, service advantage and image to business development of SME’s in foods sector at West Sumatera. Population of this research are customers of food SME’s in West Sumatera. Sample size is 377 units. The collected data are analyzed with path analysis. The study results revealed that, product advantage, price advantage, place advantage, promotion advantage, service advantage and image has the influences to customer buying of SME’s in foods sector in West Sumatera. Didistribution advantage and promotion advantage has the biggest influences on the customer buying and the smallest influences is services advantage.

Key Words: competitive advantage of product, price, distribution, promotion, services and product image

Latar Belakang Masalah

Usaha kecil dan menengah sektor makanan Sumatera Barat saat ini menghadapi persaingan yang semakin ketat. Hal ini disebabkan berbagai faktor. Perkembangan information and communication technology (ICT) yang semakin cepat berdampak luas terhadap kondisi perekonomian didunia saat

(2)

lainnya dengan cepat. Artinya dimana dan kapanpun konsumen dapat mengakses informasi tentang suatu produk, sehingga mereka dapat memilih dengan mudah. Jika dulu konsumen mengakses dengan

e-commerce maka saat ini mereka dapat

melakukannya dengan m-commerce. Dengan memanfaatkan mobile phone (hand phone) konsumen semakin mudah melakukan transaksi ekonomi, sambil berjalan, diatas kenderaan, diruang kerja, dirumah dan lain sebagainya. Dalam kondisi perkembangan internet yang cepat saat ini, menjadi sulit untuk menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan, dan posisioning strategic menjadi sangat penting. Jika suatu perusahaan tidak mempunyai operasional yang efektif dibanding pesaing, satu-satunya cara memberikan value ekonomik adalah melalui biaya lebih rendah atau harga premium dengan produk yang unik (different) (Porter, 2002).

Perkembangan ICT juga menghasilkan informasi yang semakin cepat, valid dan real time, sehingga perusahaan yang akses ke informasi dengan cepat memperoleh peluang dan ide pengembangan produk. Produk semakin cepat dikembangkan, sehingga daur hidup produk juga semakin pendek. Disamping itu peluncuran produk-produk baru semakin banyak. Kondisi ini menyebabkan semakin banyaknya variasi dan jenis produk memasuki pasar. Dampaknya adalah persaingan yang semakin tajam dan konsumen yang semakin kuat. Internet adalah suatu yang sangat penting sebagai teknologi baru, dan tidak mengherankan jika mendapat banyak

perhatian dari pengusaha, eksekutif, investor, dan pemerhati bisnis. Teknologi internet memberikan peluang yang sangat baik untuk perusahaan dalam rangka mengembangkan posisioning strategic dimasa datang. Keberadaan internet juga telah membuka berbagai industri dan dampak yang paling besar adalah menciptakan rekonfigurasi industri yang ada saat ini yang terkendala oleh biaya komunikasi yang tinggi, memperoleh informasi, atau kesulitan transaksi (Porter, 2002).

Sejalan dengan kondisi diatas, konsumen saat ini semakin smart. Artinya konsumen semakin membandingkan antara kelayakan harga dan kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Oleh karena makanan merupakan produk convenience, maka konsumen pada umumnya lebih membandingkan harga-kualitas, karena pada produk ini image kurang diperhatikan. Dengan demikian kondisi harga tinggi, kualitas tinggi tidak tepat diterpkan pada produk makanan.

(3)

Barat yang dihasilkan UMKM yang konsisten memperhatikan kualitas dan kesehatan. Hampir tidak ada makanan yang diproduksi UMKM di daerah ini yang secara jelas dan valid mencantumkan ingredient

(informasi) tentang produk tersebut. Kondisi ini disatu sisi karena pengusaha kecil dan menengah tidak memahami dengan baik perubahan keinginan dan kebutuhan pelanggannya, sehingga mereka cenderung menghasilkan produk sesuai dengan yang mereka ketahui bari dahulu. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa pengusaha kecil sektor makanan mengetahui bahwa produk yang mereka hasilkan kebanyakan dibeli oleh wisatawan, namun mereka tidak mampu menyesuaikannya dengan kebutuhan konsumen tersebut. Rendahnya kemampuan menyesuaikan tersebut berdampak langsung pada rendahnya pengembangan produk. Hampir tidak terjadi pengembangan produk yang berarti pada produk makanan yang dihasilkan UMKM di daerah ini, baik variasi, rasa, maupun kemasannya. Oleh sebab itu tidak diherankan jika pertumbuhan sektor wisatawan justru tidak berdampak signifikan pada perkembangan UMKM sektor makanan di daerah Sumatera Barat. Wisatawan kurang meminati produk mereka karena ketidak cocokan, rasa, varian dan kemasan yang sangat tradisional.

Globalisasi yang semakin luas disatu sisi mendorong pembukaan pasar yang semakin luas, namun disisi lain meningkatkan iklim persaingan. Sumatera Barat sebagai suatu daerah, akan semakin terbuka untuk kemungkinan masuknya berbagai produk

dari daerah lain maupun manca negara. Saat ini tidak ada lagi produk yang tidak bersaing secara global. Seluruh jenis produk menghadapi persaingan global, demikian juga halnya dengan makanan. Di Sumatera Barat terdapat berbagai jenis makanan seperti; sanjai, galamai, batiah, karak-kaliang, paniaram dan lain sebagainya. Namun perkembangan seluruh produk di atas sangat kecil dan tidak sesuai dengan trend perkembangan produk makanan lainnya. Rata-rata tingkat pertumbuhan penjualan UMKM sektor makanan didaerah ini hanya 4,5% pertahun.

(4)

adalah kunci dalam mempertahankan eksistensi mereka. Usaha ini akan efektif jika para pemangku kepentingan (stakeholders) mempunyai informasi tentang keunggulan bersaing yang akan dibangun.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung dari keunggulan produk, keunggulan harga, keunggulan distribusi, keunggulan promosi dan keunggulan biaya terhadap citra UMKM sektor makanan dan (2) menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung kelima variabel eksogen diatas dan citra terhadap pembelian konsumen atas makanan produksi UMKM di Sumatera Barat.

Landasan Teori

Agar perusahaan berhasil di masa persingan yang semakin tajam, pengusaha kecil harus dikendalikan oleh pandangan masa depan. Pemimpin perusahaan harus memutuskan bagaiamana perusahaan dipolakan pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang, apa yang harus dilakukan untuk menjamin agar pertumbuhan industri menguntungkan bagi perusahaan, apa skill dan capabilitas yang harus mulai dibangun sejak saat ini agar perusahaan bisa tumbuh dimasa datang. Perhatian untuk masa datang, suatu sense atas peluang yang ada, dan pemahaman masa datang itu bukanlah dimiliki oleh sekelompok orang tetapi semua orang yang ada dalam organisasi itu (Hamel and Prahalad, 1999). Perusahaan yang ingin tumbuh dan berkembang dalam kondisi persaingan yang sangat ketat saat inti haruslah mempunyai keunggulan bersaing.

Persaingan adalah inti dari keberhasilan dan kegagalan perusahaan. Persaingan menentukan ketepatan aktivitas perusahaan yang dapat menyokong kinerjanya, seperti inovasi, budaya kohesif atau pelaksanaan yang baik. Strategi bersaing adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan didalam suatu industri, arena fundamental tempat persaingan terjadi (Porter, 1980). Menurut Hofer and Schendel, (dalam Akmal, 2006) keunggulan bersaing merupakan posisi unik yang dikembangkan perusahaan dalam menghadapi para pesaing, yang memungkinkan perusahaan dapat mengungguli mereka secara konsisten. Menurut Coyne (1986), keunggulan bersaing mempunyai arti hanya bila dirasakan di pasar dan dicerminkan dalam atribut produk yang merupakan kriteria keputusan pembelian. Sedangkan Menurut Barney (1991), keunggulan akan berkelanjutan hanya bila para pesaing tidak bisa dengan mudah menirunya.

(5)

(2003,18) “perusahaan memperoleh

keunggulan bersaing dengan memberikan nilai lebih kepada para konsumen melalui (1) harga yang lebih rendah, (2) keunikan

manfaat yang dapat menutupi harga tinggi”.

Selanjutnya Porter (1980) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing pada dasarnya berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan untuk pembelinya yang melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayar dan nilai yang unggul berasal dari tawaran harga yang lebih rendah dari pada pesaing untuk manfaat yang sepadan atau memberikan manfaat unik yang lebih daripada sekedar mengimbangi harga yang lebih tinggi.

Sumber keunggulan bersaing terdiri dari sumber daya yang superior dan pengendalian yang superior harus dilaksanakan dengan baik untuk menghasilkan keunggulan posisi yang terdiri dari nilai konsumen yang superior juga serta biaya yang relatif rendah, sehingga pada akhirnya akan tercapai suatu prestasi hasil akhir yaitu loyalitas konsumen, kepuasan konsumen serta kemampuan untuk menghasilkan laba sehingga bisa dilakukan investasi laba yang berguna untuk mempertahankan keunggulan yang bersifat superior (Cravens, 2003). Sedangkan Porter (1980) menyatakan bahwa keunggulan bersaing dapat dibangun melalui lower cost

dan atau differentiation serta focus dalam pemasarannya. Selanjutnya dikemukakan bahwa pemimpin biaya harus mencapai paritas atau proksimitas sebagai dasar differensiasi dibandingkan dengan para

pesaingnya untuk menjadi perusahaan berkinerja di atas rata-rata dalam industrinya asalkan perusahaan tadi dapat menguasai harga pada atau dekat rata-rata industri. Paritas sebagai dasar diferensiasi memungkinkan pemimpin biaya mewujudkan keunggulan biayanya secara langsung ke dalam laba yang lebih tinggi dibandingkan laba pesaing. Proksimitas dalam diferensiasi berarti bahwa potongan harga yang diperlukan untuk mencapai bagian pasar yang dapat diterima tidak mengimbangi keunggulan biaya pemimpin biaya, sehingga pemimpin biaya tersebut bisa memperoleh keuntungan diatas rata-rata (Porter (1994:13).

Menurut Kotler dan Keller (2009:19)

“diferensiasi adalah kegiatan mendesain

sekumpulan perbedaan yang berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dari

penawaran pesaingnya”. Perusahaan berusaha menjadi unik dalam industrinya di sepanjang beberapa dimensi yang secara umum dihargai pembeli. Cara melakukan diferensiasi berbeda untuk tiap industri, diferensiasi bisa didasarkan pada produk itu sendiri, sistem penyerahan produk yang digunakan untuk menjualnya dan pendekatan pemasaran.

(6)

perusahaan dan bukan pesaingnya. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keunggulan suatu usaha dapat diciptakan melalui biaya lebih rendah dari pesaing dan atau diferensiasi. Diferensiasi itu dapat berupa produk maupun selain produk.

Menurut Kotler dan Keller

(2009:5)”parameter-parameter diferensiasi produk yang utama adalah atribut, kinerja, kesesuaian, ketahanan, keandalan, mudah

diperbaiki, style dan desain”. Disamping

diferensiasi produk secara fisik, perusahaan juga dapat melakukan diferensiasi terhadap layanan. Apabila produk fisik tidak mudah untuk diferensiasi, maka kunci keberhasilan persaingan terletak pada layanan tambahan dan mutu. Pembeda layanan utama adalah pengiriman, instalasi, pelatihan pelanggan, jasa konsultasi, perbaikan dan beberapa yang lainnya.

Secara umum produk adalah salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan. Namun produk bukanlah satu-satunya penentu kinerja, produk yang baik adalah produk yang cocok dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh sebab itu strategi produk menjadi komponen kunci bagi pengusaha dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Keinginan konsumen pada umumnya terus berubah dan berkembang setiap saat. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan dan individu konsumen yang bersangkutan. Untuk itu dibutuhkan pengembangan produk baru sejalan dengan perubahan kebutuhan dan keinginan tersebut. Pengembangan produk

dapat berupa modifikasi produk, peluncuran produk baru, atau mengeliminasi produk yang tidak relevan. Variabel yang paling mendasar dari pemasaran adalah produk, yang merupakan tawaran nyata ke pasar; meliputi ciri-ciri produk dan wujud produk, kemasan, merek, dan kebijaksanaan pelayanan. Konsumen akan membeli produk jika produk tersebut menawarkan kepuasan, manfaat atau keuntungan yang merupakan kebutuhan konsumen Kotler dan Keller (2009).

Menurut Porter (1994:61) Keunggulan biaya merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang mungkin dimiliki perusahaan. Biaya juga sangat penting bagi strategi diferensiasi karena diferensiator harus mempertahankan proksimitas biaya dengan para pesaing. Apabila premi harga yang dihasilkan melebihi biaya diferensiasi maka diferensiator akan tidak berhasil mencapai kinerja unggul. Perilaku biaya juga menimbulkan pengaruh kuat terhadap struktur industri secara menyeluruh.

Menurut Lamb and Daniel (2001: 372) Memiliki keunggulan bersaing dalam biaya

(cost competitive advantage) artinya menjadi

pesaing biaya rendah dalam industri sementara tetap mempertahankan tingkat keuntungan yang memuaskan. Suatu keunggulan bersaing dalam biaya memungkinkan suatu perusahaan untuk menghasilkan nilai yang unggul kepada konsumen.

(7)

melakukan pembelian, konsumen pada umumnya selalu memperhatikan harga produk sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu harga sebagai salah satu alat untuk mempengaruhi konsumen. Bagi konsumen, harga merupakan salah satu bentuk pengorbanan untuk dapat memenuhi keinginannya (Kotler dan Keller, 2009,473). Harga produk adalah faktor lain yang menentukan pencarian informasi oleh konsumen. Harga yang lebih tinggi akan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar mengenai risiko keuangan yang terlibat dalam pembelian (Yasri, 1997,60). Oleh sebab itu konsumen cenderung menuntut harga produk yang lebih rendah pada tingkat kualitas tertentu (Czepiel,1992, Keegen, 1995). Harga adalah salah satu komponen yang sangat menentukan seseorang membeli atau tidak. Harga sering dijadikan sebagai indikator mutu bagi konsumen. Konsumen sering memilih harga yang lebih tinggi diantara dua atau lebih jenis produk, karena mereka tidak mempuyai informasi lain selain harga. Apabila harga lebih tinggi, konsumen sering beranggapan bahwa mutu juga lebih baik. Harga sering juga digunakan sebagai indikator utama dalam menentukan nilai. Produk dengan harg tinggi dianggap mempunyai nilai superior dan sebaliknya (Kotler dan Amstrong, 2010).

Harga menentukan posisi bersaing dan pangsa pasar perusahaan. Harga mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap pendapatan dan laba bersih perusahaan. Sedangkan Kuriloff, Hemphill dan Cloud (1993,143) juga menggambarkan

kompleksitas harga bagi perusahaan. Harga adalah ukuran dari apa yang harus ditukarkan (diserahkan) konsumen agar memperoleh produk. Tetapi harga juga merupakan indikator dari nilai yang diterima konsumen. Harga harus didasarkan pada persepsi konsumen, pada apa yang ditawarkan dan nilai yang mereka terima. Harga harus mencerminkan potensi apa yang diyakini konsumen pada manfaat barang dan jasa.

Promosi menunjukkan pada berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan kebaikan, nilai, kualitas produknya dan membujuk para pelanggan dan konsumen sasaran untuk membeli produk tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Sedang McCharty (1999,217) menyatakan bahwa promosi adalah penyampaian informasi dari produsen/penjual kepada pembeli untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Tugas utamanya adalah memberitahu langganan sasaran bahwa produk yang baik tersedia ditempat yang benar dan harga yang tepat.

(8)

menginginkannya (Kuriloff, Hamphill dan Clound, 1993).

Strategi lokasi para pengecer adalah salah satu dari determinan paling penting dalam perilaku konsumen. Para pengecer dengan terlalu sedikit atau terlalu banyak toko sering gagal. Begitupula dengan pengecer yang terletak dijalan yang ssalah, dipusat perbelanjaan yang salah, dan dikota yang salah. Tiga tingkat keputusan mengenai lokasi dihadapi pleh para ahli strategi pemasaran; seleksi pasar, analisis area, dan evaluasi temapt. Mengerti bagaimana konsumen menentukan tempat berbelanja adalah masukan kritis dalam masing-masing tingkat ini (Engel dkk,2002,238). Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen mempertimbangkan beberpa faktor dalam memilih toko tempat membeli, yaitu jarak toko dari rumahnya, harga produk yang akan dibeli, dan pelayanannya (Spiggel dan Sewall, 1987,105).

Selanjutnya Kotler dan Keller (2009:18) menyatakan bahwa perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif yang kuat dengan merekrut karyawan dan melatih mereka lebih baik dari pada yang dilakukan oleh pesaingnya. Personil yang terlatih dengan baik memperlihatkan enam sifat:yaitu kompeten, sopan, kredibel, reliabel, responsif dan komunikatif.

Menurut Porter (1994:121),

“perusahaan dapat meningkatkan peran

saluran distribusi sebagai sumber diferensiasi dengan cara (a) menyeleksi pesaing untuk mencapai konsistensi dalam sarana, kemampuan dan citra, (b)

menetapkan standar dan kebijakan mengenai cara pengoperasian saluran, (c) menyediakan bahan pengiklanan dan pelatihan (training) untuk digunakan saluran dan (d) menyediakan dana supaya saluran dapat menawarkan kredit. Selanjutnya menurut hasil penelitian Ham, et al. (2003); Johnson, Sirikit (2002) kualitas layanan menciptakan keunggulan kompetitif.

Menurut Kotler dan Keller (2009:18) citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan orang mencari sifat-sifat tertentu dalam citra. Harus ada pesan tunggal yang menunjukkan keunggulan utama dan posisi produk. Citra harus dibangun lewat seluruh media yang ada secara berkelanjutan. Pesan harus disampaikan dengan simbol, media cetak dan audio visual, suasana dan peristiwa.

3. Metodologi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh konsumen yang mengkonsumsi makanan produksi UMKM di Sumatera Barat. Oleh karena ukuran populasi tidak diketahui dengan pasti, maka teknik penarikan sampel yang digunakan adalah convenience

sampling. Dalam penarikan sampel

(9)

225 unit dan penduduk Sumatera Barat sebesar 152 unit.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Sebelum kuesioner digunakan sebagai instrumen penelitian dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Untuk menguji validitas instrumen digunakan korelasi product

moment dan semua pernyataan adalah valid.

Sedangkan untuk menguji reliabilitas digunakan dengan koefisien alpha cronbach

dan instrumen termasuk reliabel. Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer. Untuk mengumpulkan data primer digunakan kuesioner, sedangkan data skunder dikumpulkan dengan dokumentasi.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil analisis diperoleh hasil bahwa keunggulan produk, keunggulan harga, keunggulan distribusi, keunggulan promosi mempunyai pengaruh signifikan terhadap keunggulan citra dan pembelian konsumen. Sedangkan keunggulan pelayanan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keunggulan citra, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap pembelian makanan produksi UKM Sumatera Barat. Oleh karena itu dilakukan trimming atas model yang diajukan dengan menghilangkan pengaruh keunggulan pelayanan terhadap pembelian konsumen, sehingga struktur model yang dihasilkan adalah sebagai berikut

Gambar 1: Hasil Struktur Jalur Penelitian

Dari hasil analisis sebagaimana tergambar dalam struktur penelitian di atas, diperoleh besaran pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel eksogen terhadap variabel endogen

Pengaruh Keunggulan Produk Terhadap Citra dan Pembelian Konsumen

(10)

bungkusnya, sehingga pelanggan kesulitan memperoleh informasi dan mengetahui dengan valid tentang kondisi riil makanan tersebut.

Sesuai dengan kerangka konseptual yang dibangun di atas, pada sub struktur pertama diduga ada 5 variabel eksogen yang mempengaruhi variabel endogen yaitu image. Jika dibandingkan produk makanan yang dihasilkan UMKM Sumatera Barat masih relatif lebih rendah kinerjanya dibandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh industri besar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata skor kinerja produk makanan UMKM Sumbar baru 2,80 dengan tingkat capaian 56 persen. Artinya secara umum produk makanan Sumbar tidak mempunyai keunggulan bersaing dibanding makanan yang hasilkan industri besar. Kondisi ini menggambarkan rendahnya eksistensi sektor ini. Kondisi ini juga memberikan informasi ketidakmampuan UMKM sektor makanan untuk bersaing, karena produk yang mereka hasilkan tidak mempunyai keunggulan. Dari 13 indikator yang dievaluasi tidak ada satu indikatorpun yang menunjukkan adanya keunggulan makanan yang dihasilkan UMKM Sumbar. Dari informasi yang diberikan rensponden hanya 5 indikator yang sama kondisi dengan produk sejenis yang dihasilkan industri besar, yaitu mempunyai kesamaan dalam rasa, kecocokan ukuran, kesesuaian dengan selera, relatif sedikit lebih unik, kemudahan mengkonsumsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keunikan makanan UMKM Sumbar juga tidak menonjol atau

belum dapat menjadi keunggulan bersaing yang dapat diandalkan. Hal ini sangat berbeda dengan informasi yang dipersepsikan banyak orang selama ini bahwa produk makanan yang dihasilkan UMKM Sumbar memiliki keunikan tertentu sehingga mampu bersaing dan eksis menghadapi persaingan global.

Pengaruh keunggulan produk terhadap image sebesar 0,130. Walaupun variabel ini berpengaruh signifikan terhadap keunggulan citra, namun jika dibandingkan dengan variabel eksogen lainnya, maka besaran koefisiennya relatif lebih kecil. Artinya keunggulan produk makanan produksi UMKM tidak memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan image (citra) produk ini di pikiran pelanggan. Variabel keunggulan produk juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembelian konsumen. Menurut Kotler (2002), para pelanggan memilih dari berbagai tawaran atau produk yang bersaing berdasarkan yang dapat memberikan paling banyak nilai pelanggan. Nilai pelanggan ditentukan antara perbedaan manfaat dengan pengorbanan pelanggan. Manfaat yang dicari pelanggan terdiri dari manfaat produk, manfaat jasa/layanan, manfaat personalia, dan manfaat citra.

(11)

meningkatkan pembelian konsumen tidak dapat hanya dengan menciptakan keunggulan produk, tetapi juga sangat ditentukan oleh keunggulan lainnya sebagai suatu bauran pemasaran. Brand image

berfungsi memperkuat pengaru bauran pemasaran terhadap pembelian konsumen. Jika dibandingkan dengan pengaruh variabel lainnya, diketahui bahwa besaran pengaruh keunggulan produk lebih kecil dibanding keunggulan distribusi dan keunggulan harga. Hal ini memberikan indikasi bahwa konsumen belum dapat melihat perbedaan yang nyata antar produk yang ditawarkan pengusaha kecil pada pelanggannya. Artinya pelanggan yang menyatakan produk unggul dengan yang tidak unggul mempunyai pembelian yang relatif tidak bervariasi. Kondisi ini dapat dipahami karena umumnya produk yang di hasilkan UMKM relatif homogen satu sama lain, sehingga cenderung menjadi komoditi. Kondisi ini terjadi sebagai akibat rendahnya inovatifitas pengusaha kecil dalam pengembangan produk yang dihasilkan. Disamping itu, pelanggan yang membeli makanan produksi UMKM Sumbar juga berasal dari segmen menengah bawah, oleh karena kualitas produk yang mereka hasilkan belum mempunyai keunggulan.

Pengaruh Keunggulan Harga Terhadap Citra dan Pembelian Konsumen

Harga bagi konsumen merupakan pengorbanan mereka untuk mendapatkan dan mengkonsumsi produk yang ditawarkan, namun disisi lain harga merupakan satu-satunya sumber penerimaan bagi perusahaan

(UMKM). Oleh sebab itu kedudukan harga penting bagi kedua belah pihak. Namun posisi dan kepentingan harga berbeda berdasarkan sensitifitas konsumen pada harga tersebut.

Kondisi harga produk makanan produksi UMKM lebih baik dibanding kinerja produknya. Secara umum harga yang ditawarkan oleh UMKM Sumbar relatif lebih murah dibanding harga makanan produksi industri besar. Hal ini ditunjukkan oleh skor yang diperoleh yaitu 3,47 dengan tingkat capaian 69,4 persen. Oleh sebab itu menurut konsumen harga produk UMKM lebih sesuai dengan daya beli mereka. Namun disisi lain juga mereka mengakui bahwa harga jual UMKM Sumbar sama saja dengan kualitas produk itu sendiri. Artinya harga lebih murah karena kualitasnya juga lebih rendah dibanding makanan yang dihasilkan industri besar. Artinya harga yang sedikit lebih murah menurut konsumen merupakan sesuatu yang wajar jika dibanding dengan kualitas produk yang ditawarkan ke konsumen. Artinya produk makanan UMKM Sumbar belum dapat memberikan nilai yang tinggi bagi konsumennya. Dengan demikian dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa UMKM Sumbar belum dapat mengandalkan harga murah sebagai keunggulan bersaing yang dapat diandalkan dalam membangun daya saing sektor makanan di daerah ini.

(12)

akan menurunkan citra produk. Hal ini dapat dipahami karena harga yang lebih murah cenderung menurunkan image, karena dalam pikiran pelanggan, harga murah berarti kualitas produk makanan yang dihasilkan relatif jelek. Variabel ini juga berpengaruh signifikan terhadap pembelian konsumen. Produk yang dibeli konsumen adalah produk yang dapat memaksimumkan perbedaan antara manfaat dan pengorbanannya untuk memperoleh produk tersebut (harga). Dengan demikian, nilai yang diterima konsumen akan menentukan intensitas permintaan. Produk mempunyai manfaat, fungsi, bentuk dan arti. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka berharap produk tersebut mempunyai suatu manfaat melalui fungsi yang dijalankannya (Engel dkk, 2002). Selanjtnya menurut (Cravens, 2003), harga adalah salah satu komponen yang sangat menentukan sesorang membeli atau tidak. Harga sering dijadikan sebagai indikator mutu bagi konsumen. Konsumen sering memilih harga yang lebih tinggi diantara dua atau lebih produk karena mereka tidak mempunyai informasi lain selain harga. Konsumen sering menggunakan harga sebagai indikator nilai dan mutu. Jika harga tinggi sering diartikan mutu tinggi dan sebaliknya. Produk dengan harga tinggi dianggap mempunyai nilai superior dan sebaliknya produk dengan harga rendah dianggap inferior.

Dari hasil nalaisis jalur diperoleh besaran pengaruh langsung 0,69 persen, sedangkan pengaruh tidak langsung sebesar 0,93 persen. Dengan demikian total pengaruh harga terhadap pembelian sebesar 1,62

persen. Oleh sebab itu pengaruh harga terhadap pembelian adalah yang terkecil dibanding variabel eksogen lainnya. Hal ini berarti harga tidak dapat diandalkan oleh pengusaha kecil untuk meningkatkan pembelian konsumen atau meningkatkan penjualan perusahaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumen yang dihadapi pengusaha bukanlah yang sensitif harga, karena pengaruh harga yang relatif kecil. Konsumen membeli makanan yang diproduksi bukan karena harga murah tetapi faktor selain harga. Informasi dari penelitian ini berbeda dengan keunggulan yang saat ini dikembangkan pengusaha kecil makanan. UKM sektor makanan Sumbar saat ini meletakkan harga sebagai daya saing mereka, padahal pengaruh harga sangat kecil terhadap pembelian konsumen. Berarti terdapat kesalahan pengusaha kecil dalam membangun keunggulan bersaing mereka. Pengaruh harga melalui variabel lain juga relatif kecil. Dengan demikian keunggulan harga yang dibangun sejalan dengan keunggulan variabel lainnya juga relatif kecil.

Pengaruh Keunggulan Distribusi terhadap Image dan Pembelian Konsumen.

(13)

pesaingnya. Demikian juga dengan ketersediaan produk yang sama saja dengan pesaing. Salah satu keunggulan kecil yang dimiliki produk makanan UMKM adalah dapat dibeli ditempat yang lebih dekat, karena banyak dijual dikaki lima dan dipinggir-pinggir jalan. Namun penampilan toko atau retailer tempat menjualnya jauh lebih jelek dibanding toko atau retailer yang menjual produk industri besar. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keunggulan bersaing UMKM juga tidak tercipta melalui kemudahan dan aksesibilitas oulet atau distribusinya. Justru yang ada adalah penataan dan penampilan retail tempat menjual produk UMKM yang relatif jelak dibanding pesaing. Hal ini dapat dipahami karena UMKM pada umumnya tidak mampu membangun sinergisme dengan retailernya, karena posisi tawar retailer yang lebih tinggi dibanding produksennya. Oleh sebab itu pengusaha kecil hanya menyalurkan produknya ke retailer yang bersedia menjualnya. Meskipun UMKM tersebut menjual langsung ke konsumen, namun akibat rendahnya pengatahuan dan ketrampilan mereka maka kondisi dan penataan outlet tersebut juga relatif jelek.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diketahui bahwa pengaruh keunggulan distribusi terhadap image sebesar 0,156, lebih besar dibandingkan pengaruh keunggulan produk. Dengan demikian terdapat pengaruh yang positif dan signifikan terhadap image produk. Variabel ini juga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian konsumen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penciptaan keunggulan distribusi dibanding pesaing akan dapat membangun citra dan sekaligus meningkatkan pembelian konsumen akan produk makanan UMKM Sumatera Barat. Sedangkan dari hasil analisis jalur diperoleh besaran pengaruh total keunggulan distribusi terhadap pembelian konsumen 29,55 persen, terdiri dari pengaruh langsung 19,18 persen dan pengaruh tidak langsung sebesar 10,37 persen. Pengaruh keunggulan distribusi adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan keempat variabel eksogen lainnya yang dianalisis. Kondisi ini menunjukkan bahwa distribusi sangat penting bagi produk yang berupa convinience goods, karena konsumen cenderung menginginkan produk yang mudah didapat dan tersedia relatif luas. Untuk mendapatkan produk konvinien biasanya konsumen tidak mau mencari informasi yang banyak dan tidak mau berkorban banyak untuk mendapatkannya, karena produknya relatif murah dan tidak beresiko tinggi jika terjadi kesalahan dalam pembelian. Oleh sebab itu keunggulan bersaing distribusi menjadi variabel yang sangat besar pengaruhnya terhadap brand

image (citra) dan pembelian konsumen. Hal

(14)

dan keandalan saluran distribusi yang dimiliki perusahaan dibanding pesaingnya.

Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa UMKM sektor makanan Sumatera Barat tidak mempunyai keunggulan dalam distribusi produknya dibanding pesaing. Salah satu kelemahan dalam distribusi UKM adalah tidak tertatanya outlet yang menjual produk UMKM itu sendiri. Disamping itu letaknya juga tidak strategis sehingga tidak mudah diakses oleh konsumennya. Dari hasil deep interview yang peneliti lakukan diperoleh informasi bahwa kemitraan antara pengusaha kecil dengan pemilik toko atau outlet jika sangat lemah. Pengusaha kecil tidak mempunyai bargaining power ketika berhadapan dengan mereka, sehingga kontrol atas kualitas dan harga dari produsen terhadap produk mereka yang dijual juga tidak ada sama sekali. Kondisi seperti ini merupakan kelemahan distribusi dan lokasi yang dimiliki produk UMKM sektor makanan di daerah ini, sehingga keunggulan distribusinya sangat lemah dibanding pesaingnya.

Pengaruh Keunggulan Promosi Terhadap Citra dan Pembelian Konsumen.

Promosi yang diberikan UMKM Sumbar juga relatif lemah dibandingkan pesaingnya industri besar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa skor promosi sangat kecil yaitu 2,20 dengan tingkat capaian 44 persen. Artinya potongan harga yang diberikan UMKM lebih rendah, iklan UMKM sedikit sekali, disamping itu jika ada promosi juga tidak menarik, publikasi dari UMKM sangat sedikit dan penataan produk di outlet-outlet

UMKM jauh lebih jelak dibanding di toko-toko yang menjual produk manakan industri besar. Kondisi ini dapat dipahami karena UMKM sangat lemah dalam hal promosi. Hal ini bukan saja depengaruhi oleh ketidaktahuan mereka, tetapi juga kemampuan finasial yang sangat lemah. Dengan kondisi seperti ini, sangat sulit diharapkan UMKM yang menghasilkan makanan di Sumatera Barat akan eksis dalam persaingan yang semakin global saat ini.

Dari hasil analisis diketahui bahwa keunggulan promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap image (citra) produk. Disamping itu juga diperoleh hasil bahwa variabel ini juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian konsumen. Berarti perbaikan atas keunggulan promosi akan dapat meningkatkan image dan sekaligus pembelian konsumen produk makanan produksi UMKM Sumatera Barat. Total pengaruh keunggulan promosi terhadap pembelian konsumen sebesar 10,86 persen, yang terdiri dari pengaruh langsung sebesar 1,14 persen dan pengaruh tidak langsung 9,72 persen. Dengan demikian besaran pengaruh variabel ini cukup kuat dibandingkan beberapa variabel lainnya. Hal ini memberikan informasi bahwa keunggulan promosi dapat mendorong pembelian konsumen pada makanan produksi UMKM Sumatera Barat.

(15)

menunjukkan bahwa aktivitas promosi UMKM di daerah ini relatif kecil dan tidak efektif. Penyebab utama dan klasik dalam hal ini adalah minimnya modal dan rendahnya pengetahuan pengusaha kecil dalam melakukan promosi. Dari hasil wawancara peneliti dengan pengusaha, diketahui pasar sasaran utama produk mereka adalah wisatawan, baik wisatawan daerah, wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Namun dalam melakukan promosi, para pengusaha kecil belum mampu membangun kemitraan dengan travel biro, agen-agen perjalanan, perusahaan penerbangan dan perhotelan. Padahal kemitraan seperti ini sangat dibutuhkan dan efektif dalam mendorong pertumbuhan penjualan dan pembangunan

produkimage.

Pengaruh Keunggulan Pelayanan Terhadap Citra dan Pembelian Konsumen

Variabel kelima yang dievaluasi adalah kemungkinan keunggulan pelayanan dari UMKM sektor makanan di Sumbar. Dari hasil penelitian di ketahui bahwa tingkat pelayanan UMKM di daerah ini lebih rendah dibanding pesaingnya. Dari 7 indikator yang diteliti diketahui bahwa enam indikator menunjukkan lebih jeleknya pelayanan oleh UMKM pada pelanggannya dibanding pesaing mereka. Secara rata-rata skor untuk variabel pelayanan hanya 2,84 atau tingkat capaian 56,8 persen. Artinya UMKM tidak mampu menciptakan keunggulan dari pelayanan, bahkan cenderung pelayanan pada UMKM lebih jelak dari pelayanan di

industri menengah-besar. Hanya indikator keramahan yang mempunyai skor yang sama antara UMKM dengan pesaingnya.

(16)

Pengaruh Keunggulan Citra Terhadap Pembelian Konsumen

Selanjutnya juga diteliti kondisi image makanan hasil UMKM di Sumbar. Hal ini didasarkan selama ini daerah Sumatera Barat mempunyai image yang baik sebagai salah satu daerah penghasil makanan di Indonesia. Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa image atau citra UMKM Sumbar sektor makanan lebih rendah dibanding pesaingnya. Skor untuk variabel ini hanya sebesar 2,64 atau tingkat capaian 52,80 persen. Dari 4 indikator yang diteliti semuanya berada pada posisi yang lemah. Artinya didalam pikiran pelanggan sudah tertanam suatu kondisi bahwa produk makanan UMKM Sumbar tidak terkenal, tidak bangga jika membelinya dan tidak memperhatikan sisi emosional pelanggan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan adanya kecenderungan menurunnya image masyarakat terhadap produk makanan UMKM Sumatera Barat. Jika dicoba dibandingkan posisioning image produk makanan UMKM Sumbar didalam pikiran pelanggan wisatawan dan penduduk Sumbar sendiri, dapat dilihat bahwa image pelanggan wisatawan lebih rendah dibanding penduduk Sumbar itu sendiri. Artinya kebanggaan daerah Sumatera Barat sebagai salah satu daerah penghasil makanan di Indonesia lambat laun akan terus menurun secara nasional.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa keunggulan image berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian konsumen. Berarti penciptaan keunggulan image dapat

mendorong pembelian konsumen. Dilihat dari besaran pengaruhnya, diketahui bahwa pengaruh image cukup kuat dibanding variabel produk, harga, promosi, dan pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa image (citra) sangat besar pengaruh terhadap pembelian konsumen. Hasil penelitian ini memberitahukan pentingnya penciptaan keunggulan image bagi produk makanan di daerah ini. Hal ini sesuai dengan fungsi produk makanan yang ditawarkan kepada pelanggan. Manfaat produk ini tidak hanya fungsional tetapi juga emosional. Konsumen yang sebagian besar wisatawan menggunakan produk sebagai ole-ole atau gift bagi saudara atau kerabatnya setelah mengunjungi Sumatera Barat, sehingga pada produk melekat fungsi emosional yang relatif besar. Namun jika dikaitkan dengan kondisi produk, harga, distribusi, promosi, dan pelayanan yang tidak memiliki keunggulan maka tergambar bahwa pengusaha kecil tidak berusaha membangun

image produknya dimata konsumen.

Sementara imege produk UKM ini relatif rendah dibanding pesaingnya. Artinya untuk menciptakan keunggulan bersaing dibutuhkan pembangunan image sehingga pembelian atas produk yang dihasilkan UMKM di daerah ini meningkat dari tahun ke tahun.

Simpulan

(17)

ini akan semakin kalah bersaing dan pada gilirannya akan gulung tikar. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa pembelian konsumen juga cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari skor variabel endogen ini yang hanya mencapai 2,93 atau tingkat capaian 58,60 persen. Dari hasil penelitian juga diperoleh informasi bahwa pelanggan enggan melakukan pembelian ulang, enggan memperbanyak pembelian, akan mengurangi frekuensi pembelian, tidak bersedia mengajak orang lain untuk membeli dan tidak bersedia mempromosikan produk makanan UMKM Sumbar pada orang lain. Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat saat ini dan masa datang, tidak ada jalan lain kecuali membangun keunggulan bersaing produk UMKM di masa datang. Tidak adanya produk makanan UMKM Sumbar yang mempunyai merek yang kuat dan tidakadanya igredient (informasi) yang memberitahu konsumen tentang isi, kondisi, dan input produk juga salah satu sisi lemah produk makanan daerah menurut konsumen. Wisatawan sebagai pasar sasaran utama produk makanan di daerah ini membutuhkan bauran pemasaran yang tidak hanya memberikan mereka fungsinya sebagai makanan atau kudapan, tetapi juga mereka sangat mengharapkan image atau manfaat emosional. Hasil penelitian juga memberikan informasi bahwa membangun dan mengembangkan UMKM sektor makanan membutuhkan perbaikan dan penciptaan keunggulan yang menyeluruh, tidak hanya dapat dilakukan dengan memberikan harga murah kepada konsumen,

karena harga murah justru membuat image

produk rendah dimata konsumennya.

REFERENSI

Akmal. 2006. Pencapaian Keunggulan Bersaing Berkelanjutan Melalui Reformasi Peran Sumberdaya Manusia. Jurnal Manajemen. Universitas Bung Hatta. Padang.

Barney, J.B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage.

Journal of Management. Vol. 17

January.

Coyne, K.P., 1986. Sustainable Competitive Advantage: The Cornerstone of

Strategic Thingking. MC Graw Hill.

Inc. New York.

Craven, David W. 2003. Strategic

Marketing. Seventh edition. Richard

D. Irwin, Inc. Illinois.

Czepiel, John A. 1992. Competitive

Marketing Strategy. Printice Hall

International Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Dess, Gregory G and Alex Miller. 1993.

Strategic Management. Mc-Graw

Hill. International Editions. New York.

Engel, James; Roger D Bluckwell dan Paul W Miniard. 2002. Perilaku

Konsumen. Edisi Kedelapan.

(18)

Ham, L.C., and Johnson, W., Weinstein, A., Plank, R., Johnson, L.P. 2003. Gaining Competitive Advantages: Analyzing the Gap between Axpectations and Perceptions of Service Quality. International

Journal of Value-Based

Management. Vol. 16/2.

ABI/INFORM Global.)

Hamel, Gary and C.K. Prahalad. 1999. Competing for the Future. Harvard

Business Review on Managing

Uncertainty. Harvard Business

School Press Boston.

Keegan, Warren J. 1995. Global Marketing

Mangement.Fifth Edition. Printice

Hall International. New Jersey.

Kotler, Philip dan Keller, Lane Kavin. 2009.

Marketing Management. Prientice

Hall Interantional Inc. New Jersey.

Kotler, Philiip and Gary Armstrong. 2010.

Principles of Marketing. Prientice

Hall International. New Jersey.

Kuriloff, Arthur H, John M. Hemphill Jr and Douglas Cloud. 1993. Starting and

Managing the Small Business. Third

Edition. McGraw Hill. New York.

Lamb Hair dan Daniel, Mc (2001) Perilaku

Konsumen, Edisi ke lima: Erlangga,

Jakarta.

McCharty, E Jemore. 2000. Dasar-dasar

Pemasaran. Terjemahan. Edisi

Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Porter, Michael E. 1980. Competitive Strategy; Techneques for Analyzing

Industries and Competitors.

McMillan Publishing Company. New York.

---. 1985. Competitive Advantage; Creating and Sustaining

Superior Performance. The Free

Press. Irwin Chicago.

---. 2002. Strategy and the Internet. Harvard Business Review

on Advances in Strategy. Harvard

Business School Press. Boston.

(19)

Gambar

Gambar 1: Hasil Struktur Jalur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Apabila tingkat suku bunga meningkat maka akan lebih menguntungkan berinvestasi pada deposito, sehingga harga obligasi di pasar akan mengalami penurunan, dan

Pernyataan if diatas akan mengecek apakah data yang terbaca pada port A (PINA) nilainya lebih dari 0x80 atau tidak, jika ya maka variabel dataku diisi dengan

Penatua baru : Dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, saya menyatakan dengan segenap hati saya, segenap jiwa saya, segenap kekuatan saya dan segenap akal budi saya, bahwa

Mengesahkan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia tentang Kerangka Kerja Sama Keamanan (Agreement between the Republic of Indonesia and Australia on the

Daftar Kode SMTA Wilayah Timur PROPINSI JAWA

Untuk meningkatkan produ ksi perikanan pendapatan pembud idaya ikan dan apakah yang menyebabkan peningkatan produksi maka perlu suatu kajian hubungan antara

Perhatikan kotak kuning yang bernilai 5, kolom kedua dan ketiga sudah terisi nilai 5, dimanakah nilai 3 kolom keempat.. Tentu saja berada di atas

Penggunaan ragam tertentu terjadi karena adanya tujuan dan tempat tertentu dengan partisipan tertentu (Coulthard, 1979). Dengan demikian peribahasa Banjar yang merupakan