• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus Flavivirus, virus RNA dari keluarga

Flaviviridae yang dapat menyebabkan kematian (Soedarto, 2012). DBD ditandai dengan empat manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena Haemmorhagic, sering dengan hepatomegali dan, pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi (WHO, 1999).

World Health Organization melaporkan selama 5 tahun terakhir sekitar 50-100 juta jiwa terinfeksi DBD. Setengah dari populasi dunia berisiko terinfeksasi dengan rerata kematian mencapai 5% dari seluruh kasus. Sementara kasus Dengue sebesar 75% berada di wilayah Asia Pasifik (WHO, 2015). Kasus DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968, sampai sekarang penyakit ini belum mampu dikendalikan. Insidensi DBD, meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 DBD telah menyebar di seluruh provinsi di Indonesia (Sutaryo, 2004).

Saat ini penyakit DBD menjadi salah satu penyakit endemis hampir di seluruh propinsi (Depkes RI, 2005). Tahun 2010 Indonesia menjadi negara dengan kasus tertinggi di ASEAN dengan jumlah kasus 150.000 dan kematian 1.317 orang. Tahun 2011 dilaporkan 65.725 kasus dengan IR (incidence rate) sebesar 27,67/100.000 penduduk. Tahun 2012 dilaporkan sebanyak 90,245 kasus IR sebesar 37,27/100.000 penduduk dengan jumlah kematian 816 orang CFR (case fatality rate) sebesar 0,90%. Tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 112.511 kasus dengan IR sebesar 48,85/100.000 penduduk CFR 0,77%, tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus dengan IR 39,80/100.000 penduduk CFR 0,90 % (Kemenkes RI, 2015). Trend DBD 2009 s.d 2014 disajikan pada gambar 1

(2)

Sumber: Kemenkes RI (2015)

Gambar 1. IR DBD di Indonesia Tahun 2010 s,d 2014

Incidence rate kasus DBD di Sulawesi Selatan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 IR DBD sebesar 21,71/100.000 penduduk, meningkat pada tahun 2012 menjadi 28,49/100.000 penduduk, dan tahun 2013 mencapai 55/100.000 penduduk. Tahun 2015 sebesar 48/100.00 penduduk, Januari s.d Februari 2016 sebesar 0,36/100.000 penduduk. Demikian pula halnya dengan CFR DBD juga mengalami peningkatan walau tidak terlalu signifikan, tahun 2011 sebesar 0,80% meningkat menjadi 0,99% tahun 2012, pada tahun 2013 meningkat menjadi 1,01%, tahun 2014 sebesar 0,86%, tahun 2015 sebesar 0,51%, Januari s.d Februari 2016 sebesar 0,36% (Dinas Kesehatan Propinsi Sulsel, 2016).

Keterangan: IR (Angka kesakitan) CFR (Angka kematian) Sumber: Dinkes Kab. Soppeng (2016)

Gambar 2. IR dan CFR kasus DBD di Kabupaten Soppeng Tahun 2010 s.d Februari 2016 65,70 27,67 37,27 45,85 39,80 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 2010 2011 2012 2013 2014 p e r 1 0 0 .0 0 0 p e n d u d u k IR 46,53 8,68 5,64 28,24 39,50 67 62 0,090 0,000 0,076 0,015 0,000 0,000 0,000 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 (P e r 1 0 0 .0 0 0 p e n d u d u k) Tahun IR CFR

(3)

Berdasarkan gambar 2, kasus DBD di Kabupaten Soppeng tahun 2016 mengalami peningkatan, pada tahun 2010 terdapat 110 penderita dengan IR 46,5/100.000 penduduk dan CFR 0,09 %, tahun 2011 terjadi penurunan kasus dengan IR sebanyak 8,68/100,000 penduduk dan CFR 0 %, tahun 2012, IR sebanyak 5,64/100.000 penduduk dan CFR 0,076%, pada tahun 2013 IR DBD 28,24/100,000 penduduk dan CFR 0,015%, tahun 2014 mengalami peningkatan IR 39,5%, CFR 0%, tahun 2015 IR sebesar 67/100.000 penduduk CFR 0%, Januari s.d Februari 2016 IR sebesar 62/100.000 penduduk CFR 0%. Wilayah yang memiliki kasus DBD tertinggi dalam 3 tahun terakhir adalah kecamatan Lalabata rilau dan Lili riaja, House Index di dua kecamatan tersebut masih cukup tinggi 40-55% di setiap Desa (Dinas Kesehatan Kab. Soppeng, 2016).

Karena belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah DBD, perlindungan manusia dari gigiitan nyamuk, dan memberantas nyamuk yang menjadi vektor penular virus merupakan cara efektif mencegah penyebaran penyakit DBD (Soedarto, 2012). Akan tetapi pengendalian tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti oleh masyarakat Indonesia lebih dititik beratkan dengan meniadakan tempat perindukannya atau tidak memberikan kesempatan kepada nyamuk untuk berkembang biak yang dikenal dengan kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Metode ini tidak mudah dilakukan, karena lebih banyak membutuhkan partisipasi dari masyarakat secara aktif (Satoto, 2007).

Upaya untuk mengendalikan perkembangan Ae. aegypti telah banyak dilakukan, seperti dengan cara kimia dan pengendalian hayati. Sampai sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan pada penggunaan insektisida sintetik, namun demikian penggunaan insektisida sintetik secara terus-menerus dan berulang-ulang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas. Insektisida sintetik mengandung bahan kimia yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan (Achmad, 2004). Munculnya resistensi nyamuk aedes terhadap insektisida (malation dan temefos) dapat terjadi karena fogging dan larvasida hampir setiap tahun dilakukan. Efektivitas aplikasi kedua macam insektisida ini

(4)

sangat ditentukan oleh tingkat kerentanan nyamuk vektor DBD (Mardihusodo, 1995).

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sudah dilaksanakan di Kabupaten Soppeng, namun belum secara terpadu, sedangkan pemberantasan nyamuk secara kimiawi menggunakan insektisida dengan fogging selektif sudah dilakukan.

Upaya pencegahan DBD dalam pengelolaan lingkungan adalah memasang alat ovitrap (oviposision trap), pertama kali dikembangkan oleh Fay dan Eliason (1996), selanjutnya oleh CDC (Central for Diseases Control and Prevention) digunakan dalam kegiatan surveilans Ae. aegypti. Ovitrap standar dibuat dari bejana dengan mulut lebar dan volume sekitar 0,5 liter, dicat hitam bagian luarnya, dilengkapi dengan padel dari hardboard atau kayu yang dijepitkan secara vertikal pada dinding gelas dengan permukaan yang kasar menghadap ke dalam. Gelas diisi air sebagian dan diletakkan di daerah yang dicurigai sebagai habitatnya, di dalam atau sekitar rumah. Kertas saring pada ovitrap diambil dan diperiksa keberadaan telur Aedes sp berupa bintik-bintik hitam memanjang. Kemudian kertas saring diganti yang baru dan membuang airnya setiap 5-7 hari (Tokan, 2008).

Penggunaan insektisida dengan metode LO (Lethal ovitrap) akan lebih baik dengan mempertimbangkan konsentrasi yang tidak langsung menyebabkan nyamuk mati, akan tetapi mau hinggap pada ovistrip untuk meletakkan telurnya. Sehingga ada dua keuntungan yang didapat yaitu nyamuk akan hinggap di ovistrip dan meletakkan telurnya, kemudian akan mati dalam waktu beberapa saat dan telurnya tidak akan menetas karena efek dari insektisida yang ada (Zumrotus et al., 2010).

Beberapa hasil penelitian tentang modifikasi ovitrap, antara lain: pengaruh modifikasi ovitrap terhadap jumlah nyamuk aedes yang terperangkap di kota Semarang (Sayono, 2008) berhasil menangkap nyamuk lebih banyak pada atraktan yang bersisi air rendaman udang. Keefektifan penggunaan dua jenis

ovitrap untuk pengambilan contoh telur Aedes spp di lapangan (Endah, 2009). Dwinata (2012) tentang kajian lapangan penggunaan autocidal ovitrap terhadap penurunan angka populasi nyamuk Aedes di Kabupaten Gunung Kidul.

(5)

Sebagai alternatif lain dari pengelolaan lingkungan dalam upaya kegiatan pencegahan penyakit DBD dengan memasang ovitrap, Penggunaan autocidal ovitrap belum pernah dilakukan dalam pengendalian nyamuk Ae. aegypti di Kabupaten Soppeng. Penggunaan autocidal ovitrap dimodifikasi dengan penambahan ekstrak daun biduri (Calotropis gigantea), dengan mudah diperoleh masyarakat di Kabupaten Soppeng karena ketersediaan bahan bakunya yang banyak tumbuh, murah dan dan mudah didapatkan, modifikasi ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) diharapkan mampu menarik nyamuk untuk bertelur dan menangkap telur nyamuk lebih banyak sehingga diharapkan kepadatan vekor dan risiko DBD dapat dikendalikan di masyarakat, selain itu perlu dikaji lebih mendalam agar dapat diaplikasikan ke masyarakat.

Penelitian sebelumnya mengenai tanaman biduri yang dikaitkan dengan

Ae. aegypti antara lain: Oderna (2007) meneliti tentang pengaruh perbedaan dosis getah biduri (C. gigantea) terhadap kecepatan kematian jentik nyamuk Ae. Aegypti, Zanaria (2012) meneliti eksrak metanol akar biduri terhadap kematian larva nyamuk Ae. aegypti. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dosis getah biduri (C. gigantea) berpengaruh pada kecepatan kematian jentik nyamuk. Akan tetapi, setelah mengadakan penelitian awal ditemukan bahwa modifikasi ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) ternyata mampu menarik nyamuk untuk bertelur dan menangkap telur nyamuk lebih banyak. Penggunaan modifikasi ovitrap berpengaruh terhadap jumlah nyamuk Aedes yang terperangkap, efektivitas pengambilan contoh telur Aedes spp di lapangan dan dapat penurunan angka populasi nyamuk Aedes.

Penelitian lain di bidang pertanian (Witino, 2007) Purifikasi dan karakterisasi parsial enzim protease dari getah tanaman biduri (C. gigantea)

diperoleh hasil tanaman biduri (C. gigantea) dapat digunakan sebagai sumber enzim proteaze dan ekstrak kasar proteaze biduri (C. gigantea) mempunyai kemampuan untuk mengempukkan daging dan menggumpalkan susu, namun demikian, (Shahabuddin dan Wahid, 2002) ekstrak daun biduri (C. gigantea) menyebabkan terhambatnya aktifitas makan dan memperpanjang lama

(6)

perkembangan larva S. exigua. Penelitian tentang modifikasi ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) belum pernah dilakukan.

Berdasarkan hal ini maka penulis mencoba meneliti uji modifikasi

autocidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) sebagai atraktan terhadap nyamuk Aedes sp di Kabupaten Soppeng.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah,“Apakah hasil uji modifikasi autucidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) dapat digunakan sebagai atraktan terhadap nyamuk Aedes sp?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hasil uji modifikasi

autocidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) dapat digunakan sebagai atraktan terhadap jumlah nyamuk Aedes sp.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Jumlah nyamuk Aedes sp yang terperangkap berdasarkan jenis autocidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) dengan autocodal ovitrap air biasa di kabupaten Soppeng

b. Pengaruh tempat terhadap jumlah nyamuk Aedes sp yang terperangkap pada

autocidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea) dan autocidal ovitrap air biasa

c. Pengaruh waktu terhadap jumlah nyamuk Aedes sp autocidal ovitrap

ekstrak daun biduri (C. gigantea) dan autocidal ovitrap air biasa.

d. Perbedaan index Aedes (HI, BI, CI) sebelum dan sesudah pemasangan

autocidal ovitrap ekstrak daun biduri (C. gigantea).

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Program

Hasil penelitian dapat dijadikan masukan kepada pengelola program pemberantasan penyakit DBD mengenai salah satu alternatif dalam pengendalian DBD dengan menggunakan modifikasi auticidal ovitrap ekstrak daun biduri sebagai atraktan dalam pengendalian nyamuk Aedes sp. Apabila terbukti efektif autocidal ovitrap dapat dijadikan program pengendalian nyamuk yang ramah lingkungan, mudah, dan murah untuk disebarluaskan kepada masyarakat Kabupaten Soppeng.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan ekstrak biduri (C. gigantea) sebagai alternatif dalam pengendalian nyamuk Ae. aegypti. Tanaman ini dapat digunakan secara sederhana, banyak ditemukan di alam bebas, dan dapat dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Soppeng dan seluruh masyarakat Indonesia. Tanaman biduri ditemukan tumbuh di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat dapat membudidayakan untuk pengendalian nyamuk Ae. aegypti secara praktis, murah, mudah dan ramah lingkungan.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, pengalaman dan memperkaya wawasan ilmiah serta sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu teori yang diperoleh di kuliah sekaligus wujud pengabdian kepada masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan sendiri menjadi produk pengendalian nyamuk Ae. aegypti

yang ramah lingkungan oleh peneliti dan dikembangkan peneliti selanjutnya. E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti maka penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Berbagai penelitian yang berbeda dapat dijadikan bahan penelitin, antara lain:

(8)

Tabel 1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya

Peneliti Penelitian

Judul penelitian Persamaan Perbedaan Hasil

Oderna (2007)

Pengaruh perbedaan dosis getah biduri (C. gigantea) terhadap kecepatan kematian jentik nyamuk Ae. Aegypti

Bahan: tanaman biduri

Obyek: nyamuk aedes

Desain: eksperiment kuasi (the post test-only control group Design)

Bahan: getah biduri

Semakin tinggi dosis getah biduri semakin tinggi kecepatan kematian jentik nyamuk Ae. aegypti

Sayono (2008)

Pengaruh modifikasi ovitrap terhadap jumlah nyamuk yang terperangkap Desain penelitian: eksperimen lapangan, perlakuan dan intervensi

Jenis atraktan, lokasi penelitian Rerata nyamuk aedes yang terperangkap pada LO berbeda secara bermakna

berdasarkan jenis atraktan, rerata terbanyak terjadi pada LO yang berisi atraktan ekstrak udang, diikuti rendaman jerami dan air hujan

Nurendah (2009)

Keefektifan

penggunaan dua jenis ovitrap untuk mengambil contoh telur Aedes spp di lapangan Desain penelitian: experimen lapangan

Jenis ovitrap, perlakuan Jumlah telur yang diperoleh dari tempurung kelapa di kelurahan Karangklesem

Acawinangun dan Kober 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan telur dari ovitrap gelas kaca di tiga kelurahan yang sama

Zanaria, et al,, (2012)

Pengaruh ekstrak methanol akar biduri (C. gigantea) terhadap kematian larva

nyamuk Aa. aegypti

Bahan tanaman biduri

Desain: rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 kali perlakuan dan pengulangan Bahan: ekstrak methanol akar biduri

Ekstrak methanol akar biduri sangat berpengaruh terhadap kematian larva Ae. aegypti instar IV dengan LC 50 dan LC 90

(9)

Tabel 1, Lanjutan

Peneliti Penelitian

Judul penelitian Persamaan Perbedaan Hasil

Dwi nata (2012) Kajian lapangan penggunaan autocidal ovitrap terhadap penurunan angka populasi nyamuk Aedes di Kabupaten Gunung Kidul

Desain penelitian dan perlakuan intervensi

Jenis atraktan lokasi penelitian Rerata nyamuk yang terperangkap

berdasarkan jenis autocidal ovitrap dengan atraktan rendaman jerami lebih besar

dibandingkan rerata autocidal ovitrap dengan air biasa,

Ada perbedaan rerata nyamuk yang

terperangkap berdasarkan letak pemasangan autocidal ovitrap, nyamuk Aedes sp yang terperangkap lebih banyak pada autocidal ovitrap di luar rumah. Ada perbedaan rerata jumlah nyamuk yang terperangkap

berdasarkan waktu pengamatan.Tidak terdapat perbedaan rerata index kepadatan larva (HI,CI, BI) antara kelompok perlakuan selama intervensi berlangsung, spesies nyamuk yang banyak tertangkap adalah Ae. Albopictus.

Gambar

Gambar 2. IR dan CFR kasus DBD di  Kabupaten Soppeng   Tahun 2010  s.d Februari 2016 65,7027,6737,2745,85 39,800,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0020102011201220132014per 100.000 penduduk IR46,538,685,6428,2439,5067620,0900,0000,0760,0150,0000,0000,0000
Tabel 1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan pengaturan tata cara pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman terutama yang digunakan sebagai Bahan Baku dan bahan

I booked the room two days ago and bringing in a discount of 10% but by the time I check in I do not get the discount agreed 2 days ago.. and must pay all appropriate haraga how

Berdasarkan Peraturan Rektor Unnes Nomor 09 Tahun 2010 tentang Pedoman Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) bagi mahasiswa program pendidikan Universitas Negeri

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Jalan lingkungan ini juga sebagai jalur sirkualsi pejalan kaki sehingga bertolak dari kerangka berfkir bahwa den- gan adanya kepadatan pejalan kaki dan pengendara kendaraan

Maka hasil dari penelitian ini adalah gambaran implementasi dari analisa tingkat kematangan tata kelola sistem teknologi informasi dan komunikasi menggunakan COBIT

Biaya pendidikan adalah keseluruhan pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang, sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak (masyarakat, orang tua, dan