• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

ABSTRACT

The witness is one of the evidences, whose information is required for the purpose of verification process before the Judge, in a case at the hearing. In such a way, the opinion, assumptions, assumptions, or attributes obtained from others are irrelevant to make a reaction. Also a witness must have rights and obligations. This study aims to determine the evidentiary system adopted in Law Number 51 of 2009 on the State Administrative Court and the position of witnesses in the process of proofing the State Administrative Court. The type of research used in this study is the normative legal research with the prevailing law enforcement approach. The evidentiary system in the procedural law of the State Administrative Court is conducted in order to obtain material truth and how the trial proceeds to find a judge's verdict. The procedural law of the State Administration Courts embraces a system or teaching of free unlimited discourse. In article 107 of the State Administrative Justice Act, it is stated that the judge determines what should be proved, the burden of proof and the verification of judgment, and for the validity of proof is required at least two evidences based on Judge's conviction. Similarly, the position of the witness becomes a supporter and strengthen from the evidence of letters or writings, so that the proof becomes more perfect. And the witness is one of the evidences set forth in articles 100 to 107 in the proof of the State Administration Peradiilan Law.

Key Words: Witness, Proof, State Administrative Court

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mencari kebenaran material maka peranan hakim dalam Hukum Tata Usaha Negara lebih aktif dibadningkna dengan peranan hakim menurut Hukum Perdata. Hal ini penting artinya mengingat bawah kedudukan antara penggugat dengan tergugat yang Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak seimbang. Keaktifan hakim ini dapat dilihat sejak awal yaitu sebagaimana yang diwajibkan oleh pasal 63, melakukan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas, begitu pula halnya pembuktian, berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara perdata, maka dengan memperhatikan hal-hal yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa tergantung

(2)

pada fakta-fakta dan hal-hal yang diajukan oleh pihak, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dapat menentukan sendiri :

a. Apa yang harus dibuktikan,

b. Siapa yang harus dibebani pembuktian, hal apa saja yang harus dibuktikan pihak berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan hakim sendiri,

c. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian, d. Kekuatan pembuktian yang telah diajukan.

Beban pembuktian dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara bukan saja merupakan kewajiban para pihak yang bersengketa tetapi hakim juga dapat menentukan fakta-fakta dan bahkan bila perlu dapat mencari dan menemukan fakta-fakta sendiri .

2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas dapat dikemukakan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana sistem pembuktian yang dianut Undang-undang nomer 51 tahun

2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ?

2. Bagaimana kedudukan saksi dalam proses pembuktian Peradilan Tata Usaha Negara ?

3. Tujuan Penelitian 1.3. Tujuan Umum

a. Untukmelaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Khususnya dibidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

b. Untuk melatih siswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis sebagai syarat akhir perkuliahan untuk mencapai kelulusan dan meraih gelar sarjana.

(3)

d. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa kedalam kehidupan sebelum terjun kemasyarakat.

4. Metode Penelitian

Berdasarkan judul skripsi beserta ruang lingkup yang akan dibahas, maka diperlukan adanya tertentu, yang dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normative artinya dengan menganalisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

SISTEM PEMBUKTIAN YANG DIANUT UNDANG-UNDANG NO 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Hukum acara Peradila Tata Usaha Negara menganut sistem atau ajaran pembuktian bebas terbatas. Dari sistem itu, jelas pembentukan undang-undang dipengaruhi oleh ajaran pembuktian bebas, dan sistem pembuktian negatif. Ajaran pembuktian bebas atau teori pembuktian bebas adalah ajaran atau teori yang tidak menghendaki adanya ketentuan-ketetuan yang mengikat hakim, sehingga sejauh mana pembuktian dilakukan diserahkan kepada hakim . dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil dan bagai mana jalannya persidangan untuk menemukan suatu putusan dari Hakim.

Dalam Pasal 107 Undang-undang PTUN disebutkan bahwa hakim menentukan apa yang harus dibuktiakan, beban pembuktian beserta penilain prmbuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alar bukti berdasarkan keyakinan hakim. dalam penjelasannya disebutkan bahwa Pasal ini mengatur ketentuan dalam rangka usaha menentukan kebenaran material.

(4)

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

kedudukan saksi menjadi pendukung dan memperkuat dari alat bukti surat atau tulisan, Agar pembuktiannya menajdi lebih sempurna. dan saksi merupakan salah satu alat bukti yang telah diatur dalam pasal 100 sampai dengan 107 dalam pembuktian Undang-Udang Peradilan Tata Usaha Negara” . begitupula saksi mempunyai kewajiban dan hak :

1. Kewajiban untuk memberikan kesaksian dipersidangan, Kewajiban untuk melakukan sumpah sebelum meberikan keterangan, Kewajiban untuk tidak bercakap-cakap selama jalannya persidangan.

2. Hak untuk tidak diajukan pertanyaan yang bersifat menjerat oleh hakim, Hak mengundurkan diri sebagai saksi apabila mempunyai hubungan sedarah atau semenda, mempunyai hubungan perkawinan, ataupun tidak mempunyai hubungan perkawinan lagi karena sudah bercerai, Hak untuk menadapat juru bahasa, apabila saksi tidak paham bahasa Indonesia, Hak untuk mengangkat penterjemah, apabila saksi bisu.

SIMPULAN DAN SARAN 1. SIMPULAN

1. Dalam sistem pembuktian yang bebas terbatas, hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil dan bagai mana jalannya persidangan untuk menemukan suatu putusan dari Hakim. Pembuktian merupakan tahapan dalam proses beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara dalam rangka menyelesaikan suatu sengketa, berupa penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak berperkara kepada Hakim dalam persidangan bertujuan membantu Hakim memperoleh keyakinan dan kepastian untuk dijadikan dasar pertimbangannya dalam merumuskan putusannya,

(5)

2. kedudukan saksi menjadi pendukung dan memperkuat dari alat bukti surat atau tulisan, Agar pembuktiannya menajdi lebih sempurna. dan saksi merupakan salah satu alat bukti yang telah diatur dalam pasal 100 sampai dengan 107 dalam pembuktian Undang-Udang Peradilan Tata Usaha Negara.

2. SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka sara-saran yang dapat diberikan :

1. Agar pembuktian mendpatkan putusan dari Hakim yang seadil-adilnya, maka hakim tidak hanya memiliki pengetahuan hukum saja, tetapi pengetahuan akan nilai-nilai moral dan luhur bangsa sehingga sebaiknya perekrutan hakim harus berasal dari para praktisi hukum yangsudah berpengalaman dan memiliki integritasyang tinggi. 2. Untuk memperoleh kebenaran dari keterangan saksi, dan alat bukti lainnya, oleh

karnea itu selain dilakukan pengambilan sumpah, namun mungkin perlu ditambahkan juga carai lain.

DAFTAR BACAAN

Achmad Ali, Wiwie Herayani, 2012, Asas-asas Hukum Pembuktian, cetakan Pertama, Kencana Perdana weda Group, Jakarta

Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta

Bachsan musafa, 2002, Poko-poko Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta. CTS, Kansil, Cristine, 1991, Peradilan Tata Usaha Negara, Jakrta

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, PustakaSinarHarapan, Cetakan IV, Jakarta

Jamaludin Saragih, Hak dan Kewajiban Seorang Saksi Dalam Perkara Perdata.EPB

Kuntjoro Purbapranoto, 1975, Beberapa catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumi, Bandung.

(6)

Martiman Prodjohamidjojo, 1997, Hukum Pembuktian Dalam Sengketa Tata Usaha Negara, PT. PradnyaPramita, Jakarta.

O.C. Kaligis, 2002, Praktek-praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Buku ketiga, Alumni, Jakarta. PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomer 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomer 9 Tahun 2004 tentangPerubahan PertamaatasUndang-undangRepublik Indonesia Nomer 5 Tahun 1986

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomer 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara INTERNET http://bandakatik.blogspot.co.id/2012/02/teori-pembuktian-dalam-ptun.html?=1, http://sayetmdahri.blogspot.co.id/2015/02/pembuktian-dalam-hukum-acara-perdata.html?m= http://www.hetanews.com/article/192/hak-dan-kewajiban-saksi-dalam-perkara-perdata http://www.gresnews.com/berita/tips/95465-syarat-syarat-saksi/0/ http://bendakatik.blogspot.co.id/2012/02/teori-pembuktian-dalam-ptun.html?m=1

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Ultra Petita dalam fungsi peradilan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta mempunyai kendala teknis, yaitu belum banyak praktisi

yang lebih di permasalahkan adalah pembuktian penguasaannya atau kepemilikan bidang yang diatasnya terbit objek sengketa a quo yaitu Pihak Para Penggugat mendalilkan

Kompetensi absolut dari peradilan tata usaha Negara adalah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa yang timbul dalam bidang tata usha Negara antara seseorang atau badan

Salah satu persamaan asas yang dianut, dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara/ dalam hukum acara peradilan tata usaha negara ada asas praduga rechtmatieg

Khusus untuk sengketa- sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 48Undang-Undang Nomor

9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa TUN adalah sengketa yang timbul antara orang atau Badan Hukum perdata baik di pusat maupun di daerah, sebagai

Asas Praduga Rechmatig: Setiap tindakan badan pemerintahan dianggap benar dan sah hingga ada pembatalannya. Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bebas: Pengadilan harus beroperasi secara merdeka dan bebas dari campur tangan kekuasaan. Asas Hakim Aktif: Hakim PTUN memiliki peran aktif dalam mencari kebenaran materiil selama persidangan. Asas Kesatuan Beracara: Terdapat satu panduan beracara untuk perkara sejenis, mencegah simpang siur penerapan hukum. Asas Sidang Terbuka untuk Umum: Setiap sidang harus terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya. Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan: Proses peradilan harus efisien, cepat, dan biaya ringan agar dapat dijangkau oleh masyarakat. Asas Pembuktian Bebas: Hakim bebas menentukan bukti apa saja yang relevan dalam sengketa, tidak terikat pada bukti dari para pihak. Asas Audi et Alteram Partem: Hakim harus mendengar kedua belah pihak yang bersengketa untuk menjaga keseimbangan hak. Asas Objektivitas: Hakim wajib menjaga objektivitas, termasuk mengundurkan diri jika terdapat konflik kepentingan. Asas Peradilan Berjenjang: Sengketa dapat diajukan ke pengadilan yang lebih tinggi untuk pengoreksian putusan. Asas Erga Omnes: Putusan PTUN mengikat secara publik, tidak hanya pada pihak yang bersengketa. Asas Ultimatum Remedium: Pengadilan sebagai upaya terakhir dalam mencari keadilan setelah upaya

Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.1 Dalam Pasal 47 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986