BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemilikan
1. Pengertian Kepemilikan
Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk
memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan
menggunakannya untuk tujuan pribadi. Kepemilikan sebenarnya merupakan
kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut
dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi
kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu
barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat
mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu
secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari
memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.
2. Kelembagaan Kepemilikan lahan
Menurut Dassir (2009) kepemilikan lahan pertanian juga berhubungan
dengan kelembagaan kepemilikan petani . Kelembagaan kepemilikan petani yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Pemilik Penggarap
Yang dimaksudkan dengan petani pernilik penggarap adalah petani yang
penggarap mempunyai hak untuk memperoleh hasil yang diproduksi dari areal
yang dikelolanya serta mempertahankannya, termasuk dalam
mengembangkannya, seperti penanaman dan pemeliharaan.
b. Sanra / katenni
Kelembagaan sanra/katenni adalah kelembagaan yang berlaku di
masyarakat dalam pengelolaan lahan wanatani, di mana pemilik lahan
menyerahkan lahannya untuk diusahakan oleh orang lain dengan ketentuan
orang lain menyerahkan jaminan berupa uang kepada pemilik lahan. Adapun
lahan tersebut dikembalikan kepada pemiliknya selama beberapa waktu
kemudian yang telah disepakati bersama. Pada kelembagaan sanra/katenni ini
ada yang diistilahkan dengan passanra/pakkateni yaitu orang yang berhak
mengelola lahan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik lahan.
Passanra/pakkateni berhak mengelola lahan tersebut dan seluruh hasilnya
menjadi miliknya. Hasil baru dapat diperoleh pemilik lahan setelah hak sanra
telah berakhir atau jaminan telah dikembalikan dari pemilik kepada passanra/
pakkatenni. Nilai jaminan yang akan dikembalikan ke pakkatenni/passanra
setelah hak sanra berakhir berpatokan pada harga beras atau harga emas pada
saat pengembalian uang, sehingga uang yang dikembalikan oleh pemilik lahan
tidak mutlak harus sama banyaknya dengan jumlah uang yang diambil dari
pakkatenni/passanra. Sanra/katenni ini biasanya terjadi pada saat masyarakat
membutuhkan uang secara mendadak sehingga lahan yang dimiliki dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan uang secara cepat tanpa harus menjual
3. Bentuk-bentuk kepemilikan lahan
Menurut Kano (1984) dalam Iriani (2008) bentuk-bentuk pemilikan yang
ada hubungannya dengan sawah.
a. Milik perorangan turun-temurun merupakan suatu bentuk penguasaan tanah
dimana seseorang menduduki sebidang tanah secara kekal, dapat
menyerahkannya kepada ahli warisnya baik melalui pemindahtanganan hak
penguasaan tersebut sebelum meninggal, atas kemauannya, atau
pemindahtanganan hak tersebut pada saat meninggalnya dan yang paling khas,
dapat mengatur secara bebas dengan misalnya menjual, menyewakan, atau
menggadaikan. Bentuk pemilikan ini penyebarannya dinilai tidak merata.
b. Milik komunal merupakan bentuk penguasaan, dimana seseorang atau keluarga
memanfaatkan tanah tertentu hanya merupakan bagian dari tanah komunal desa
yaitu bahwa orang tersebut tidak diberi hak untuk menjualnya atau
memindahtangankan tanah tersebut dan pemanfaatannya biasanya digilir secara
berkala.
c. Tanah bengkok untuk pamong desa diperuntukkan bagi pejabat untuk
dimanfaatkan secara pribadi dibagi dalam dua golongan yaitu bagi para
penguasa pribumi yang berasal dari tanah apanage dan para lurah. Hak-hak atas
tanah bengkok diperuntukkan sesuai dengan kedudukan-kedudukan resmi bagi
keluarga tertentu dan telah diubah secara de facto menjadi milik perseorangan
turun- temurun. Distribusi tanah bengkok itu hampir seluruhnya bertepatan
B.Kepemilikan Lahan
1. Pengertian Kepemilikan Lahan
Pemilikan tanah atau lahan adalah penguasaan formal yang dimiliki
seseorang atas tanah atau lahan, yakni hak yang sah untuk menggunakan,
mengolah, menjual dan memanfaatkannya yang dapat diperoleh dari warisan
maupun transaksi jual beli (Iriani, 2008).
2. Manfaat Lahan Pertanian
Lahan pertanian mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan
hidup manusia. Manfaat itu tidak hanya dari sektor ekonomi saja, tapi juga sektor
lainnya seperti lingkungan dan biologis. Oleh sebab itu dengan semakin
banyaknya jumlah alih fungsi lahan yang terjadi selama ini akan menimbulkan
berbagai permasalahan.
Menurut Irawan (2005) menyebutkan bahwa manfaat lahan pertanian dapat
dibagi menjadi 2 kategori. Pertama use values atau nilai penggunaan yang dapat
pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari hasil
eksploitasi atau kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumber daya lahan
pertanian. Kedua adalah non use values yang dapat pula disebut sebagai intrinsic
values atau manfaat bawaan. Jenis manfaat yang termasuk kategori ini adalah
berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan
tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik lahan pertanian. Dari teori di atas
dapat diketahui bahwa manfaat lahan pertanian sangat besar untuk kelangsungan
hidup manusia serta makhluk lainnya. Banyaknya alih fungsi lahan akan
3. Status Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pemilik penggarap
(owner operator), penyewa (cash tenant) dan penyakap atau bagi hasil (share
tenant). Status penguasaan lahan yang berbeda secara teoritis akan menentukan
tingkat keragaman usaha tani yang berbeda pula. Secara teoritis kedudukan petani
penyakap palinglah lemah sehingga akan berpengaruh terhadap keragaan usaha
tani, tetapi secara faktual tidaklah tentu demikian yang disebabkan oleh berbagai
faktor yang perlu diteliti lebih lanjut (Mudakir, 2011).
Menurut Iriani (2008) Penguasaan lahan dan kepemilikan lahan merupakan
dua hal yang saling berkaitan. Menurut Wiradi (1984) bahwa konsep antara
kepemilikan, penguasaan, dan pengusahaan tanah perlu dibedakan, kata
”pemilikan” menunjuk pada penguasaan formal. Berkaitan dengan hak milik atas
tanah menurut Smith dan zopf (1970), diacu dalam Rahardjo (1999) mengatakan
bahwa hak milik atas tanah berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki seseorang atas
tanah, yakni hak yang sah untuk mengunakannya, mengolahnya, menjualnya dan
memanfaatkan bagian – bagian tertentu dari permukaan tanah. Hal tersebut
menyebabkan pemilikan atas tanah tidak hanya mengenai hak milik saja
melainkan juga termasuk hak guna atas tanah yaitu suatu hak untuk memperoleh
hasil dari tanah bukan miliknya dengan cara menyewa, mengarap dan lain
sebagainya. Menurut Kanto (1986), hak milik tanah merupakan hak penguasaan
C.Lahan
1. Pengertian Lahan
Menurut FAO, 1976 dalam Jamulya dan Tukidal (1996:3), lahan adalah
wilayah di permukaan bumi yang memiliki sifat agak tetap sifat biosfer yang
termasuk atmosfer, geologi, tanah, geomorfologi, hidrologi, vegetasi dan binatang
yang merupakan hasil kegiatan manusia, dimasa lalu maupun saat sekarang, dan
perluasan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh penggunaan lahan oleh
manusia disaat sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air, flora dan fauna serta bentukan hasil budaya manusia. Dalam hal ini
lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat Arsyad (1989) dalam
Jamulya (1996).
2. Fungsi Lahan
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam
kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah.
Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi
kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar, yakni:
a. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan
maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi dan lain-lain.
b. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk
sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa
yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.
Menurut Sihaloho (2004) dalam Iriani (2008) penggunaan tanah atau lahan
ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada
orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil.
b. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga
kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani.
c. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan
tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas.
D.Lahan Pertanian
1. Pengertian
a. Pengertian Pertanian
Pertanian merupakan kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang
nantinya menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen (Sutanto, 2002). Mulyo. B dan
Suhandini. P (2007) mendefinisikan pertanian sebagai suatu proses untuk
menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan
cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan.
b. Pengertian Lahan Pertanian
Lahan pertanian adalah lahan yang dikuasai dan pernah diusahakan untuk
pertanian selama setahun yang lalu. Lahan tersebut mencakup lahan sawah, huma,
ladang, tegal/kebun, tambak, lahan perkebunan, hutan dan lahan untuk
Lahan pertanian khususnya sawah dapat dibedakan menjadi :
(1) sawah irigasi
(2) sawah tadah hujan
(3) sawah lebak
(4) sawah pasang surut
(5) sawah bonorowo(sawah rawa) (Tohir, 1991).
Sedangkan luas lahan pertanian adalah luas lahan sawah yang dipakai untuk
komoditi padi dimana termasuk lahan sawah teknis dan non teknis yang di hitung
dalam satuan Ha (Addhitama, 2009).
Pada dasarnya lahan pertanian di bedakan menjadi 2, yaitu pertanian dalam
arti luas dan pertanian dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Peternakan
5. Perikanan
Pertanian dalam arti sempit atau pertanian rakyat adalah usahatani yang
dikelola oleh petani dan keluarganya. Umumnya mereka mengelola lahan milik
sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas dan menanam berbagai macam
tanaman pangan, palawija dan atau hortikultura. Usahatani tersebut dapat
diusahakan di tanah sawah, ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen
biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga, jika hasil panen mereka lebih
tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi
atau semi komersial. Ciri lain pertanian rakyat adalah tidak adanya spesifikasi dan
spesialisasi. Mereka biasa menanam berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun
musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan pangan
atau tanaman perdagangan.
E.Petani
1. Pengertian Petani
Petani adalah penduduk yang mempunyai penguasaan dalam bentuk tertentu
atas tanah pertanian, terlibat dalam hubungan penguasaan, pemilikan dan
pemanfaatan (Iriani, 2008).
Menurut Shanin (1971) seperti yang dikutip oleh Subali (2005), terdapat
empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang
berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua, selaku petani mereka
menggantungkan hidup mereka kepada lahan. Bagi petani, lahan pertanian adalah
segalanya yakni sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan
pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi
status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan
pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial mereka kental.
Keempat, cenderung sebagai pihak selalu kalah (tertindas) namun tidak mudah
ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan spolitik eksternal yang
mendominasi mereka.
Buruh tani memperoleh penghasilan dari upah bekerja pada tanah pertanian
lepas dengan upah harian, hanya sebagian kecil yang bekerja untuk jangka satu
tahun atau lebih. Selain dari upah sebagai pekerja, buruh tani juga melakukan
kegiatan dagang kecil-kecilan. Ada juga diantaranya yang menanami lahan hutan
dengan perjanjian tertentu. Secara stratifikasi sosial buruh tani menempati posisi
paling bawah pada lapisan masyarakat. Kegiatan ekonomi buruh tani berkisar
pada pekerjaan pertanian yang mereka lakukan untuk tuan tanah besar dengan
upah harian. Selepas masa panen, buruh tani dibebaskan untuk menanami tanah
pertanian tersebut dengan sistem bagi hasil (maro). Sewaktu senggang ketika
mereka tidak dipekerjakan sebagai buruh, mereka melakukan usaha perdagangan
kecil-kecilan dengan keuntungan yang kecil.
Berdasarkan penguasaannya atas sebidang lahan, petani dibedakan menjadi
petani pemilik-penggarap, petani penyewa, petani penyakap dan buruh tani yang
tidak mempunyai kewenangan sedikit pun atas sebidang tanah. Berdasarkan luas
lahan yang dimiliki ada petani kaya pemilik lahan luas, petani menengah pemilik
lahan sedang dan petani gurem pemilik lahan sempit (Hanafie, 2010) dalam
Mudakir (2011)
2. Lapisan Petani
Menurut Fadjar (2009) lapisan petani terdiri dari tujuh lapisan, yaitu :
a. Petani pemilik
Petani lapisan ini menguasai lahan melalui pemilikan lahan tetap (petani
b. Petani pemilik dan penggarap
Petani lapisan ini menguasai lahan melalui pemilikan tetap dan pemilikan
sementara (mengusahakan lahan milik petani lain).
c. Petani pemilik dan buruh tani
Petani lapisan ini menguasai lahan melalui pemilikan tetap. Selain itu,
mereka juga menjadi buruh tani.
d. Petani pemilik, penggarap dan buruh tani
Petani lapisan ini menguasai lahan melalui pemilikan tetap dan pemilikan
sementara serta menjadi buruh tani.
e. Petani penggarap
Petani lapisan ini menguasai lahan hanya melalui pemilikan sementara.
Lapisan petani penggarap termasuk tunakisma tidak mutlak karena mereka
termasuk petani yang menguasai lahan (pemilikan sementara).
f. Petani penggarap dan buruh tani
Petani lapisan ini menguasai lahan melalui pemilikan sementara. Selain
itu, mereka juga menjadi buruh tani. Lapisan ini termasuk tunakisme tetapi
tidak mutlak.
g. Buruh tani
Petani lapisan ini benar-benar tidak menguasai lahan sehingga termasuk
tunakisma mutlak. Mereka hanya memperoleh manfaat dari lahan sebagai
Kepemilikan tanah tidak selalu mencerminkan penguasaan tanah, karena
memang ada berbagai jalan untuk menguasai tanah, yaitu melalui sewa, gadai,
sakap, dan lain sebagainya.
3. Penggolongan Petani
Berdasarkan hal ini maka Wiradi (1984) dalam Iriani (2008) mengolongkan
petani menjadi :
a. Pemilik dan penggarap murni, yaitu petani yang hanya menggarap tanah
miliknya sendiri.
b. Penyewa dan penggarap murni, yaitu petani yang tidak memiliki tanah tetapi
menguasai lahan garapan melalui sewa atau bagi hasil.
c. Pemilik dan penyewa atau pemilik dan penyakap, yaitu petani yang disamping
mengarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain lewat
persewaan atau bagi hasil.
d. Pemilik bukan penggarap, yakni petani yang tanah miliknya disewakan atau
disakapkan kepada orang lain (penyakap, pengarap dan buruh tani).
e. Petani tunakisma dan buruh tani, yaitu petani yang benar-benar tidak memiliki
lahan pertanian dan bukan penggarap.
F. Kesejahteraan Keluarga
1. Pengertian
a. Pengertian Keluarga
Suatu unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggota-anggotanya terikat
oleh adanya hubungan. Perkawinan yang diatur oleh undang-undang serta
usaha untuk mencapai tujuan bersama untuk kelangsungan hidup yang dilandasi
rasa cinta kasih dan sayang seta tanggung jawab.
b. Pengertian Sejahtera
Suatu keadaan yang meliputi rasa aman, tentram lahir dan batin karena
merasa sebagian besar kebutuhan tercapai.
c. Pengertian Kesejahteraan Keluarga
Keluaraga yang terbentuk berdasar atas perkawinan yang sah yang mampu
memenuhi kebutuhan spritual dan kebutuhan material.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga
a. Faktor Nilai Hidup : Sesuatu yang dianggap paling penting dalam hidupnya.
Nilai hidup merupakan “Konsepsi”, Artinya gambaran mental yang
membedakan individual atau kelompok dalam rangka mencapai sesuatu yang
diinginkan.
b. Faktor Tujuan Hidup : sesuatu yang akan dicapai atau sesuatu yang
diperjuangkan agar nilai yang merupakan patokan dapat tercapai dengan
demikian tujuan hidup tidak terlepas dari nilai hidup.
c. Faktor Standart Hidup : Tingkatan hidup yang merupakan suatu patokan yang
ingin dicapai dalam memenuhi kebutuhan.
3. Fungsi Keluarga
Menurut BKKBN (2002) keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari suami-istri, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
a. Fungsi Keagamaan
Untuk mendorong dan mengembangkan kehidupan keluarga sebagai wahana
persemaian nilai-nilai luhur, budaya, bangsa sehingga seluruh anggota keluarga
dapat menjadi insan-insan agamis yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Fungsi Budaya
Untuk memberikan kesepakatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya
mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beranekaragam dalam satu
kesatuan.
c. Fungsi Cinta Kasih
Untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan
anak, suami dengan istri, oraang tua dengan anaknya, serta hubungan
kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama
berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih dan batin.
d. Fungsi Melindungi
Untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan dalam keluarga.
e. Fungsi Produksi
Untuk melanjutkan keturunan sebagai mekanisme yang direncanakan sehingga
dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia yang penuh iman dan
takwa di dunia.
f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Untuk memberikan peran kepada keluarga dalam mendidik keturunannya agar
g. Fungsi Ekonomi
Untuk mendorong fungsi ekonnomi keluarga sebagai unsur mendukung
kemandirian ketahanan keluarga.
h. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Untuk memberikan kemampuan kepada setiap keluarga dalam menempatkan
diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah secara dinamis.
Menurut BKKBN (2002) keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang
serasi, selaras, dan seimbang agar anggota keluarga dan antar keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan.
Menurut Buku Petunjuk Teknis Pendapatan dan Pemetaan Keluarga tahun
1994 dlam BKKBN (2002) secara operasional, pengertian keluarga sejahtera
dijabarkan lebih rinci sebagai berikut :
a) Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarag yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan
dasar pangan, sandang, papan, dan kesehatan.
b) Keluarga Sejahtera Tetap I (KS I)
Keluarga sejahtera tahap I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi
pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat
tinggal, dan transportasi.
c) Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II)
Keluarga Sejahtera Tahap II adalah keluarga-keluarga yang selain telah
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan perkembangannya (developmental needs seperti kebutuhan untuk
menabung, dan memoperoleh informasi).
d) Keluarga Sejahtera Tahap III (KS III)
Keluarga Sejahtera Tahap III adalah keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh dasar, kemudian sosio psikologisnya, kebutuhan
pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi)
yang teratur kepada masyarakat, seperti memberikan sumbangan dalam bentuk
material dan keuangan, serta berperan aktif dengan menjadi pengurus lembaga
masyarakat atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga pendidikan dan
sebagainya.
e) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III+)
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus adalah keluarga-keluarga yang telah
dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, maupun
sosial psikologis, dan telah dapat pula memberi sumbangan yang nyata dan
berkelanjutan bagi masyarakat.
Menurut BKKBN (2002) ada beberapa tahapan keluarga sejahtera, yaitu :
a. Keluarga Pra Sejahtera
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.
2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3) Seluruh anggota keluarag memiliki pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah, dan bepergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dam atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sarana
kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera I
Pada Keluarga Sejahtera I, kebutuhan dasar (a s.d e) telah terpenuhi namun
kebutuhan sosial psikologis belum terpenuhi, yaitu;
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
2) Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyediakan daging/ikan/telur.
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 steel pakaian baru per
tahun.
4) Luas lantai rumah paling kurang dalam 8 m² untuk tiap penghuni rumah.
5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
6) Paling kurang satu anggota keluarga usia 15 tahun keatas berpenghasilan tetap.
7) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin.
8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini.
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur
c. Keluarga Sejahtera II
Pada Keluarga Sejahtera II, kebutuhan fisik dan rasio psikologis telah
terpenuhi (a sampai n terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum
sepenuhnya terpenuhi, antara lain :
1) Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
2) Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
3) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
5) Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/ 6 bulan.
6) Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah.
7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi
daerah.
d. Keluarga Sejahtera III
Pada Keluarga Sejahtera III, kebutuhan fisik, sosial psikologis dan
pengembangan telah terpenuhi (a samapi dengan u terpenuhi), namun kepedulian
sosial belum terpenuhi, yaitu :
1) Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan
sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materil.
2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
e. Keluarga Sejahtera III Plus
Pada keluarga sejahtera III plus, kebutuhan fisik, sosial psikologis, dan
pengembangan telah terpenuhi serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi (a
sampai w harus terpenuhi).
G.Kerangka Pikir
Untuk mempermudah proses penelitian, peneliti menggunakan diagram alur
H.Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
Ha : Terdapat hubungan yang positif atau kuat antara luas kepemilikan lahan dan
tingkat kesejahteraan petani.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif atau kuat antara luas kepemilikan lahan