• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Jeruk

Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Sejak ratusan tahun lalu tanaman ini sudah terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman pekarangan (Soelarso, 1996). Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu genus dari family Rutaceae yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Menurut Steenis (2003), kedudukan jeruk ini dalam sistematika adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Klass : Angiospermae Sub Klass : Dicotyledoneae Ordo : Rutales

Family : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus nobilis Lour.

Di Indonesia tanaman jeruk dibudidayakan sebagai usaha agribisnis atau sebagai tanaman pekarangan. Selain itu jeruk juga banyak ditanam di dalam pot karena ukuran batangnya pendek, penuh dengan buah yang sangat eksotik sehingga mempunyai daya tarik tersendiri. Buah jeruk umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar, minuman segar atau sirup. Kulit dan biji jeruk mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai pengharum rambut, campuran minuman dan bahan wangi-wangian.

(2)

Tanaman jeruk keprok (Citrus nobilis Lour.) diduga berasal dari Asia Tenggara (Purseglove, 1979), kemudian menyebar ke seluruh dunia terutama di daerah subtropik. Ada beberapa jenis jeruk keprok yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti keprok Pulung (Ponorogo), keprok Tawangmangu (Karanganyar, Surakarta), keprok Grabag (Magelang) dan keprok Brastepu (Tanah Karo, Sumatera Utara) (Kanisius, 1994).

Pohon jeruk keprok mencapai ketinggian 6-10 m, berduri, dengan bentuk batang bulat dan mempunyai jumlah percabangan yang banyak. Dahannya kecil dan letaknya terpencar serta tidak beraturan. Bentuk daun bulat telur memanjang dengan pangkal tumpul dan mempunyai ujung yang runcing. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua mengkilat sementara permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Buah berbentuk bulat, kulit buah tebal, permukaannya kasar dan berpori-pori besar. Biji bersifat poliembrionik dan berwarna sedikit kekuningan sementara embrio berwarna hijau keputihan.

Jeruk keprok ini mengandung sejumlah nutrisi, di antaranya vitamin B1 dan vitamin C. Selain itu jeruk ini juga mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, karoten, asam sitrat dan glukosida. Jeruk ini bermanfaat sebagai pereda berbagai penyakit, misalnya sebagai obat batuk dan menghilangkan rasa mual (Ball, 1997). Keistimewaan lain dari jeruk keprok ini adalah kulit buah yang memiliki aroma yang sangat wangi yang dapat dijadikan sebagai pengharum rambut serta bahan wangi-wangian.

2.2 Kultur Jaringan Tanaman Jeruk

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik budidaya (perbanyakan) sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas dari mikroorganisme. Secara umum perbanyakan tanaman berdasarkan perkembangan dan siklus hidupnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan secara seksual dan perbanyakan secara aseksual (Santoso & Nursandi, 2004).

(3)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk kultur jaringan tanaman beberapa jenis jeruk. Penggunaan metode in vitro untuk kultur jaringan tanaman jeruk telah dimulai oleh Bove & Morel (1957) dalam Nurwahyuni (2001), dan sejak itu kultur jaringan tanaman jeruk banyak mendapat perhatian. Regenerasi tanaman jeruk secara kultur jaringan telah dilakukan diantaranya dari bagian tunas aksilar yang menghasilkan kalus (Altman & Goren, 1971 dalam Reinert & Bajaj, 1989), bagian daun dan batang serta bagian reproduktif lainnya seperti ovary, embrio somatik (Chaturvedi & Mitra, 1975 dalam Yeoman, 1986), bagian bakal buah (Carimi et al., 1998 dalam Nurwahyuni, 2001) dan bagian protoplas (Da Gloria, 2000 dalam

Nurwahyuni, 2001). Pembentukan embrio dan planlet untuk beberapa varietas jeruk telah dilakukan misalnya berasal dari kalus nucellar yang sama (Rangan et al., 1969; Bitters et al., 1972; Kochba et al., 1972 dalam Reinert & Bajaj, 1989). Peneliti lain Ranga Swamy (1961) & Sabharwal (1963) dalam George & Sherrington (1984) telah berhasil mengkulturkan embrio dari jaringan nucellar jeruk.

Menurut Ghorbel et al. (1998) dalam Nurwahyuni (2001), perbanyakan tanaman jeruk secara in vitro melalui kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat menghasilkan bibit klonal secara massal dalam waktu yang singkat juga dapat meningkatkan kualitas tanaman karena menghasilkan tanaman jeruk yang seragam dan tingkat kesehatan lebih baik.

Pada kultur jaringan banyak faktor-faktor penting yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pengkulturan diantaranya adalah media yang digunakan. Media tanam dalam kultur jaringan harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan (Hendaryono & Wijayani, 1994). Media yang paling baik untuk diferensiasi kalus dan perkembangan planlet adalah media Murashige dan Skoog (1962) atau modifikasinya. Media dasar MS digunakan untuk hampir semua macam tanaman (Heinz & Mee, 1969 dalam Reinert & Bajaj, 1989) sedangkan media yang sering digunakan pada kultur jeruk adalah Murashige & Tucker (1969), Gamborg’s B5 dan EME (Tang et al., 2006) serta Cultivation media (Pena et al., 2004). Sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi, gandum, pisang, tomat, taoge, jeruk, kentang, apel, alpukat, pepaya, dan masih banyak lagi ( Hendaryono & Wijayani, 1994).

(4)

Menurut Suryowinoto (1996), dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yang baru. Dalam kultur jaringan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin sangat berpengaruh (Gunawan, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ.

Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi pemanjangan sel. Jenis auksin buatan yang biasa digunakan adalah IBA, 2,4-D dan NAA sedangkan yang alami biasa digunakan IAA (Katuuk, 1989). Sitokinin alamiah yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah zeatin dan 2-iP, sedangkan untuk sintetik meliputi BAP dan kinetin (Wattimena, 1992). BAP merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur in vitro karena sangat efektif dalam menginduksi pertumbuhan daun dan penggandaan tunas, mudah didapat dan harganya relatif murah (George & Sherrington, 1984). BAP merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 yang bersifat paling aktif (Wattimena, 1992). Dalam kultur jaringan zat pengatur tumbuh auksin atau sitokinin dapat diberikan secara bersama-sama ataupun salah satunya saja, tergantung dari tujuan kita (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah pemilihan eksplan diantaranya organ sumber eksplan, umur organ, musim, ukuran dan kualitas tanaman induk (Barlass & Skene, 1982 dalam Nurwahyuni, 2001). Eksplan yang digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif, karena jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi yang lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri dan relatif bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Sementara itu, jaringan tanaman yang sudah tua lebih sulit beregenerasi dan biasanya mengandung lebih

(5)

banyak kontaminan (Yusnita, 2003). Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, pH serta kelembaban juga akan menjadi perhatian dalam kultur jaringan tanaman dalam usaha perbaikan kualitas bibit jeruk.

2.3 Kultur Embrio

Dalam perbanyakan teknik kultur jaringan, eksplan merupakan faktor yang penting dalam penentuan keberhasilan. Menurut Gunawan (1995) faktor genotip, umur eksplan, letak pada cabang dan seks (pohon jantan atau betina) juga perlu diperhatikan dalam pemilihan eksplan pada kultur jaringan. Penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan selulosa yang menyebabkan kekakuan pada sel (Wulandari et al., 2004).

Pada pemilihan bagian tanaman perlu juga dipertimbangkan tujuan dari kultur yang akan dilakukan. Bagian tertentu akan memberikan variasi dalam jumlah kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Santoso & Nursandi (2004) menambahkan bahwa langkah pertama untuk menentukan bagian mana dari tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan adalah melihat potensi genetik yang ada pada tanaman di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan analisis jaringan secara in vivo untuk mengetahui bagian tanaman yang mempunyai kandungan tertinggi senyawa yang diinginkan. Tanaman yang mempunyai kandungan senyawa tertentu dalam jumlah besar akan mampu menghasilkan senyawa yang sama dalam jumlah besar pula apabila tanaman tersebut dikulturkan secara in vitro.

Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan secara lebih spesifik terdapat tipe-tipe kultur yaitu kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur anter, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur ovul dan kultur kuncup bunga. Kultur jaringan bermula dari adanya pembuktian sifat totipotensi sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh jika berada dalam kondisi yang sesuai.

(6)

Kultur embrio merupakan isolasi secara steril embrio matang ataupun belum matang, dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel. Terdapat 2 macam kultur embrio yaitu kultur embrio yang belum matang untuk mencegah keguguran (embryo rescue) dan kultur embrio matang untuk merangsang perkecambahan (embryo culture) (Ayu, 2009).

Pierik (1987) dalam Kosmiatin & Mariska (2005) menyatakan bahwa kultur embrio matang lebih mudah dibandingkan dengan kultur embrio muda. Pada umur 3 minggu setelah polinasi, kondisi embrio cukup baik dengan kotiledon yang sempurna. Meskipun beberapa embrio memiliki kotiledon yang besar sehingga kulit biji agak merekah, hal itu tidak mengganggu perkecambahan. Dengan kondisi embrio yang hampir sempurna, embrio tidak memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah dengan rata-rata waktu kecambah 4-5 hari setelah tanam.

Menurut Ayu (2009), kultur embrio memiliki beberapa aplikasi seperti memecahkan dormansi, perkecambahan parasit obligat, memendekkan siklus pemuliaan, menghasilkan tanaman haploid, mencegah aborsi embrio pada buah, mencegah aborsi pada persilangan interspesifik dan pembiakan vegetatif. Aplikasi ini juga dapat diperluas menjadi introgresi gen penting dari spesies liar yang masih kerabat dekat dengan spesies yang akan disilangkan, sintesa spesies alopoliploid, produksi triploid (buah tanpa biji) dan produksi tanaman haploid.

Pada kultur embrio, keberhasilan perkecambahan in vitro juga ditentukan oleh komposisi media dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam mediauntuk menggantikan peran endosperm. Pengecambahan embrio yang lengkap biasanya tidak memerlukan formulasi media yang rumit. Pada beberapajenis tanaman, embrio dapat tumbuh pada media dasar tanpa zat pengatur tumbuh, seperti pada embrio hasil persilangan S. khasianum dan S. capsicoides (Handayani, 1995).

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi petugas kesehatan di dalam Rumah Sakit Islam di Kota Semarang menunjukan komitmen yang semakin baik dan bergairah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan baik

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu : Pertama bagi perusahaan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kualitas produk mempunyai

1.1 Melafalkan, surat al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al-Ihlas, dan surat al-Lahab secara benar dan fasih.. 1.2 Menghafalkan, surat al- Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al- Ihlas, dan

Sensor infra merah kanan2 kanan1 dan kiri2 kiri1 berfungsi untuk mendeteksi burung walet dari dalam sarang yaitu apabila ada burung walet yang keluar maka

Hal-hal yang ditemukan : Masyarakat yang sedang ramai beraktifitas di pasar-pasar tradisional disekitar kota mataram dan pusat-pusat pertokoan dan perbelanjaan dan para tukang

Dengan peninjauan beberapa faktor seperti tingkat kerusakan, kapasitas pekerjaan, ukuran pekerjaan, biaya, waktu pengerjaan, jumlah tenaga kerja, keahlian tenaga kerja,

2 Tahun 2011 tentang pemulihan korban kekerasan seksual terhadap anak khususnya di Kabupaten Bantul belum dapat dilaksanakan dengan baik, khususnya apa yang tertuang

The author thanks Professors Evarist Gine and Jim Kuelbs for pointing out that the empirical results on a countable space can be formulated as results in the space l p.. He is