• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH: MAHARDIKA PUTRA PURBA /BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI OLEH: MAHARDIKA PUTRA PURBA /BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BESAR ALIRAN PERMUKAAN (RUN-OFF) PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN Eucalyptus spp.

(Studi kasus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli)

SKRIPSI

OLEH:

MAHARDIKA PUTRA PURBA 051202019/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

(2)

ABSTRACT

Mahardika Putra Purba, Surface Run-off Value at Various of Ramp Type Under Strightened of Eucalyptus spp. Case Study in HPHTI PT. Toba Pulp

Lestari,Tbk. Sector of Aek Nauli. Under supervision by Dr. Delvian, S.P, M.P and Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P

This research aim to calculating surface run-off value under strightened of

Eucalyptus spp. at HPHTI PT. Toba Pulp Lestari,Tbk. Sector of Aek Nauli.

Surface run-off is important to be known to calculate of water loss, calculating number of transported land, and also precipitation of land able to lessen the depository capacities of water. Some the factors influence surface run-off is rainfall, ramp, and nature of land. Data asses the surface run-off equal to 0,0038 mm (8-15%), 0,0053 mm (15-25%), and 0,0071 mm (25-40%) indicating that the excelsior degree of inclination bevel hence ever greater also surface run-off that happened. Besides that, good progressively the nature of land hence smaller surface run-off that happened.

Keywords : Surface run-off, Surface run-off coefficient, Rainfall, Ramp, Nature of Land, Vegetation

(3)

ABSTRAK

Mahardika Putra Purba, Besar Aliran Permukaan Pada Berbagai Tipe Kelerengan dibawah Tegakan Eucalyptus spp. Studi Kasus di HPHTI PT. Toba

Pulp Lestari, Tbk. Sektor Aek Nauli, dibimbing oleh Dr. Delvian, S.P, M.P dan Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya laju limpasan permukaan yang terjadi dibawah tegakan Eucalyptus spp. Di HPHTI PT. Toba

Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli. Pentingnya aliran permukaan adalah untuk menghitung kehilangan air, banyaknya tanah yang terangkut serta pengendapan tanah yang dapat mengurangi kapasitas penyimpanan air. Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan adalah curah hujan, kelerengan dan sifat-sifat tanah. Data nilai aliran permukaan sebesar 0,0038 mm (8-15%), 0,0053 mm (15-25%), dan 0,0071 mm (25-40%) menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat kemiringan suatu lereng maka semakin besar pula aliran permukaan yang terjadi. Disamping itu, semakin baik sifat tanah maka semakin kecil aliran permukaan yang terjadi.

Kata kunci : Aliran Permukaan, Koefisien Aliran Permukaan, Curah Hujan, Kelerengan, Sifat tanah, Vegetasi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Adapun skripsi ini berjudul Besar Aliran Permukaan (run off) Pada

Berbagai Tipe Kelerengan Dibawah Tegakan Eucalyptus spp. Studi Kasus di

HPHTI PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli. Adapun skripsi ini disusun guna mendapatkan gelar kesarjanaan dari Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan teima kasih kepada Dr. Delvian, S.P, M.P dan Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P selaku komisi pembimbing penelitian yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2009

(5)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan ... 4

Koefisien Aliran Permukaan ... 5

Faktor-faktor yang mempengaruhi Terjadinya Aliran Permukaan ... 7

Proses Terjadinya Aliran Permukaan ... 8

Sifat Fisik Tanah ... 9

Tekstur dan Struktur Tanah ... 9

Kerapatan Lindak Tanah (bulk density) dan Porositas Tanah ... 11

Sifat Kimia Tanah ... 14

Kandungan Bahan Organik Tanah ... 14

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah... 16

Jenis Vegetasi ... ... 16

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan ... ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... ... 41 DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

No Teks Hal

1. Akibat Pengambilan Serasah Permukaan Pada Kapasitas Peresapan ... 5 2. Klasifikasi Persentase Kandungan Bahan Organik ... 15 3. Klasifikasi Kemiringan Lapangan Sektor Aek Nauli ... 16 4. Tipe struktur, penyifatan, diagram agregat dan lokasinya

pada profil tanah ... 23 5. Sifat – Sifat Tanah Dibawah Tegakan Eucalyptus spp

(7)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal

1. Petak percobaan Pengukuran Aliran Permukaan ... 7 2. Grafik Nilai Aliran Permukaan (run-off) Pada Berbagai Tipe Kelerengan

Yang Berbeda ... 15 3. Grafik Nilai Koefisien Aliran Permukaan (run-off) Pada Berbagai Tipe

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Hal

1. Data Curah Hujan Selama 10 Hari Hujan ... 44

2. Data Pengukuran Besar Aliran Permukaan ... 45

3. Rata-rata Aliran Permukaan Selama 10 Hari Hujan (ml) ... 46

4. Rata-rata Aliran Permukaan Selama 10 Hari Hujan (mm) ... 46

5. Koefisien Aliran Permukaan Selama 10 Hari Hujan ... 46

6. Kondisi vegetasi, Tumbuhan bawah, Penakar Hujan (Ombrometer) dan Petak Percobaan Penelitian dibawah Tegakan Eucalyptus spp ... 47

7. Pengukuran Aliran Permukaan dilapangan ... 48

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan hutan pada saat ini kian penting mengingat begitu banyak manfaat yang diperoleh dari kekayaan hutan, namun pemanfaatan hasil hutan saat ini mencapai satu titik kritis dimana seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan industri akan bahan baku kayu yang meningkat luasan hutan justru semakin terbatas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kehadiran Hutan Tanaman Industri (HTI) memberikan jawaban atas ketersediaan bahan baku kayu yang terbatas seiring dengan meningkatnya laju industri kayu.

Lokasi penelitian berada di areal konsesi HPHTI PT. Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli. Areal ini memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya dan masih termasuk kedalam kawasan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Daerah Tangkapan Air Danau Toba pada umumnya terdiri dari hutan alam, hutan campuran dan HTI yang berada disekeliling Danau Toba yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi yakni menyimpan cadangan air tanah untuk kemudian dialirkan ke Danau Toba demi menjaga stabilisasi volume air Danau Toba. HTI mengusahakan tanaman dengan spesies yang eksotik seperti Eucalyptus spp. dalam produksinya. Menurut Hardiyanto (2004), Tanaman

eksotik merupakan tanaman yang ditanam diluar dari habitat aslinya, penanaman tanaman eksotik secara tidak langsung turut mengubah kondisi lingkungan sekitarnya.

Selain mengubah kondisi lingkungan, kehadiran HTI di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba juga telah mengurangi ketersediaan dan kualitas

(10)

cadangan air tanah untuk dialirkan ke Danau Toba melalui pembukaan lahan untuk penanaman tanaman Eucalyptus spp. Pengolahan tanah secara

berulang-ulang mengakibatkan rusaknya struktur dan porositas tanah sehingga kapasitas daya serap dan volume air dalam tanah menjadi berkurang. Ditambah lagi kondisi curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya air hujan yang jatuh kepermukaan bumi, air hujan yang jatuh sebagian besar menjadi aliran permukaan. Air hujan yang mengalir dipermukaan tanah akan menghanyutkan partikel tanah permukaan sehingga menutupi pori tanah dan menimbulkan erosi yang dapat menyebabkan kehilangan unsur hara dan bahan organik tanah.

Mekanisme terjadinya limpasan permukaan dimulai dari adanya pengikisan tanah yang disebabkan oleh air hujan yang jatuh kepermukaan tanah sehingga mengikis lapisan top soil ataupun lapisan atas tanah (Arsyad,1983). Pengikisan tersebut membawa sebagian unsur hara yang terkandung dalam tanah. Limpasan permukaan sangat erat kaitannya dengan erosi, salah satu faktor yang sangat menentukan adalah vegetasi. Peranan vegetasi yang dapat dilihat dengan jelas adalah pengaruh kanopi pohon dalam mengurangi energi kinetik air hujan yang jatuh kepermukaan tanah dan pengaruh akar tanaman dalam agregasi tanah atau memberi kekuatan kepada tanah terhadap adanya daya perusak berupa air hujan maupun kemiringan lereng dan juga pengaruh akar tanaman sebagai penyedia reservoir ataupun penyedia air tanah alami (Harsono,1995).

Pengaruh elevasi dan topografi yang menyangkut kemiringan lereng memberikan dampak terhadap laju aliran permukaan dan jumlah unsur hara yang terangkut. Haridjaja dkk (1991) mengemukakan bahwa proses erosi merupakan proses perpindahan unsur hara dari satu tempat ketempat yang lainnya yang

(11)

umumnya lebih rendah ketinggiannya. Jadi, unsur hara tidak hilang melainkan berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Ini juga memperlihatkan bahwasanya ketinggian dan kemiringan lereng sangat mempengaruhi limpasan permukaan dan perpindahan unsur hara. Tempat yang ditinggalkannya menjadi marjin atau miskin unsur hara, sedangkan tanah atau tempat yang mengalami pengendapan unsur hara menjadi kaya akan unsur hara dan tanahnya menjadi subur (Asdak,1995).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai laju aliran permukaan pada berbagai tipe kelerengan dibawah tegakan eukaliptus pada daerah HPHTI PT.TPL sektor Aek Nauli.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung besarnya laju aliran permukaan yang terjadi pada berbagai tipe kelerengan dibawah Tegakan

Eucalyptus spp. (Tegakan Homogen) di HPHTI PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor

Aek Nauli.

Kegunaan Penelitian

1. Tersedianya data laju aliran permukaan dibawah tegakan Eucalyptus spp.

(Tegakan Homogen).

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Aliran Permukaan

Limpasan Permukaan atau aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju kesungai, danau dan lautan (Asdak,1995). Menurut Arsyad (1983) limpasan permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dimana dalam hal ini tanah telah jenuh air (Kartasapoetra dkk.1988). sifat aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju, kecepatan dan gejolak aliran permukaan menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi, dalam penelitian ini yang diukur adalah besar aliran permukaan dalam satuan mm (Haridjaja dkk.1991).

Dari hasil penelitian Martua (2006) serasah berpengaruh menurunkan aliran permukaan pada hutan pegunungan Lau Kawar. Faktor – faktor seperti kelerengan dan ketebalan humus juga berpengaruh dalam besar-kecil nya aliran permukaan yang terjadi, humus dengan ketebalan 10 – 20 cm dan serasah yang padat pada lantai hutan dapat menurunkan laju aliran permukaan. Penelitian yang sama oleh Tarigan (1994) pada daerah Taman Hutan Raya menunjukkan bahwa pengambilan serasah oleh masyarakat sekitar hutan dapat merusak sifat fisik tanah sehingga memperbesar laju aliran permukaan, menyebabkan erosi dan pada akhirnya menurunkan kandungan unsur hara dan bahan organik tanah. Hal ini membuktikan bahwa serasah berpengaruh dalam menjaga kestabilan agregat tanah dan menurunkan laju aliran permukaan.

(13)

Penelitian Rangkuti (2005) menunjukkan bahwa Aliran permukaan pada hutan bervegetasi pinus lebih rendah daripada aliran permukaan pada hutan bekas tebangan. Pada daerah bekas tebangan tegakan Pinus merkusii dengan kondisi

curah hujan yang cukup tinggi di daerah Aek Nauli, dari 100% hujan yang terjadi, hampir 80% nya terbuang menjadi aliran permukaan. Hasil ini sangat tinggi apabila dibandingkan pada daerah bervegetasi Pinus merkusii dimana dari 100%

hujan yang terjadi, hanya 20-30% saja yang terbuang menjadi aliran permukaan. Berdasarkan penelitian Tsukamoto (1975 dalam Kartasapoetra dkk.1988)

menunjukkan bahwasanya pengambilan serasah hutan di Jepang mengakibatkan laju peresapan air menurun dengan nyata di semua horison tanah (Tabel 1)

Tabel 1. Akibat Pengambilan Serasah Permukaan Pada Kapasitas Peresapan Horison Laju Peresapan Dengan Serasah

(mm/menit)

Laju Peresapan Tanpa Serasah (mm/menit) H A1 A2 B 120 60 14 5 2 0 4 3 Sumber: Tsukamoto (1975 dalam Kartasapoetra dkk. 1988)

Hasil penelitian Tsukamoto (1975 dalam Kartasapoetra, dkk.1988), pengambilan serasah hutan berpengaruh terhadap debit air sungai. Pada sepasang DAS di Shirasaka dalam hutan Tokyo University di Aichi selama 3 tahun berturut-turut, pengambilan serasah mengakibatkan pelepasan air tahunan meningkat paling sedikit 4% akibat naiknya air limpasan (run-off).

Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan. Misalnya koefisien aliran permukaan untuk hutan adalah 0.1 artinya 10% dari

(14)

total curah hujan akan menjadi air larian atau aliran permukaan. Angka koefisien ini merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan. Nilai koefisien ini juga menunjukkan besar kecilnya air hujan yang mengalami aliran permukaan. Nilai koefisien ini berkisar antara 0 – 1. Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa semua air hujan yang jatuh mengalir sebagai aliran permukaan. Dilapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari 1 (Asdak,1995).

Koefisien aliran permukaan biasanya diberi notasi C merupakan salah satu komponen hidrologi yang berpengaruh terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), sebagai contoh C = 0.65 artinya 65% dari curah hujan mengalir secara langsung menjadi aliran permukaan. Nilai C bisa digunakan untuk menentukan apakah suatu DAS memiliki kondisi yang masih baik atau tidak. Nilai C yang kecil menunjukkan suatu DAS masih dalam kondisi yang baik, sebaliknya C yang besar menunjukkan DAS yang sudah rusak. Nilai C dikatakan besar apabila C sama dengan 1 (Suripin, 2002).

Nilai koefisien aliran permukaan yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Kondisi ini tidak menguntungkan karena besarnya air yang akan menjadi air tanah akan berkurang, kerugian yang lainnya adalah dengan makin besarnya jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan maka ancaman terjadinya banjir dan erosi akan menjadi lebih besar.

(15)

Faktor – Faktor yang mempengaruhi Aliran Permukaan

Limpasan permukaan atau aliran permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan persatuan waktu, keadaan penutup tanah, topografi (terutama kemiringan lahan), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya. Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran (Rahim, 2000).

Hujan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya aliran permukaan dan erosi tanah. Tetesan air hujan yang menghantam permukaan tanah mengakibatkan terlemparnya partikel tanah ke udara. Karena gaya gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi dan sebagian partikel tanah halus menutup pori-pori tanh sehingga porositas menurun. Dengan tertutupnya pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi menjadi berkurang sehingga air yang mengalir dipermukaan sebagai faktor erosi semakin besar (Suripin, 2002).

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun total curah hujan untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian, hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah yang ditimbulkan oleh hujan tersebut (Asdak,1995).

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat uatama dari topografi yang mempengaruhi erosi. Semakin curam lereng, maka semakin besar pula kecepatan aliran permukaan sehingga air hujan yang terserap semakin

(16)

sedikit. Semakin curam dan semakin panjang lereng, maka semakin besar pula bahaya erosi serta aliran permukaan. Apabila keadaan ini dihubungkan dengan keadaan lereng yang gundul, tanpa vegetasi, serasah dan humus maka inilah kondisi yang paling mudah terjadinya erosi, karena kecepatan aliran permukaan dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah permukaan. Pada tanah yang landai atau datar, kecepatan aliran air lebih kecil dibandingkan dengan tanah yang miring. Pada tanah yang datar, kebanyakan air hujan meresap kedalam tanah dan menyebabkan terjadinya proses hidrolisa dan pencucian. Jika bahan induknya tidak dapat atau sukar dirembesi air, maka tanah yang terdapat diatasnya untuk jangka waktu tertentu akan tetap lembab atau basah (Bermanakusuma, 1978).

Proses Terjadinya Aliran Permukaan

Menurut Arsyad (1982 dalam Haridjaja dkk.1991) proses terjadinya aliran

permukaan adalah curah hujan yang jatuh diatas permukaan tanah pada suatu wilayah pertama-tama akan masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama air masih berada dibawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus berlangsung, dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depresion storage), selanjutnya setelah simpanan

depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan

(17)

(over land flow), kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi

walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Setelah proses-proses hidrologi diatas tercapai dan air hujan masih berlebih, baik hujan masih berlangsung atau tidak, maka aliran permukaan akan terjadi. Selanjutnya aliran permukaan ini akan menuju saluran-saluran dan akhirnya akan menuju sungai sebelum mencapai danau atau laut. Schwab dkk (1981 dalam Haridjaja dkk. 1991) mengemukakan bahwa aliran permukaan tidak

akan terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan, dan tambatan saluran terjadi.

Sifat Fisik Tanah

Tekstur Tanah dan Struktur Tanah

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 - 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm. Tekstur tanah dibagi atas 12 kelas, tanah disebut bertekstur pasir apabila mengandung minimal 85% pasir, bertekstur debu apabila berkadar minimal 80% debu, dan bertekstur liat apabila berkadar minimal 40% liat. Tanah yang berkomposisi ideal yaitu 22.5 – 52.5% pasir, 30 – 50% debu dan 10 – 30% liat disebut bertekstur lempung (Hanafiah, 2005).

(18)

Ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. Berdasarkan kelas teksturnya, Hanafiah (2005) menggolongkan tanah menjadi:

1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.

2. Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang mengandung minimal 37.5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.

3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung terdiri dari:

a. Tanah bertekstur sedang tapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (Sandy loam) atau lempung berpasir halus.

b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertektur lempung berpasir sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (Silty loam), atau

debu (Silty).

c. Tanah bertekstur sedang tapi agak halus mencakup lempung liat (Clay loam), lempung liat berpasir (Sandy-clay loam), atau lempung liat

berdebu (Sandy-silt loam).

Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas, dll. Istilah tekstur digunakan sehubungan dengan ukuran partikel tanah, tetapi apabila susunan partikel dipertimbangkan, maka digunakan istilah struktur.

Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer membentuk agregat-agregat, dimana satu agregat dengan yang lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Struktur dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dengan kelembaban, porositas, tersedianya unsur

(19)

hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur horison-horison profil tanah yang berbeda merupakan ciri penting tanah seperti halnya warna, tekstur atau komposisi kimia (Foth,1994). Menurut Hakim (1986) semakin besar ukuran agregat yang terdapat didalam tanah maka semakin berkurang kemantapannya. Dimana kemantapan agregat berkaitan dengan kandungan bahan organik karena bahan organik bertindak sebagai perekat antar partikel mineral primer (Foth,1994).

Tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi laju limpasan permukaan, semakin banyak jumlah pori-pori tanah maka kemampuan air untuk menyerap air semakin tinggi (infiltrasi) dan sebaliknya semakin sedikit jumlah pori-pori tanah maka semakin

rendah kemampuan tanah menyerap air dan pada akhirnya meningkatkan laju aliran permukaan (Asdak,1995). Selain itu kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (Poerwowidodo,1991).

Kerapatan Lindak Tanah (Bulk density) dan Porositas Tanah

Kerapatan lindak (bulk density) adalah bobot per satuan volume tanah

(20)

(gr/cm3). Ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman dan jumlah air yang bergerak melalui tanah sangat berkaitan dengan jumlah dan ukuran pori-pori tanah. Berat dan ukuran ruang pori-pori tanh bervariasi dari satu horison ke horison yang lain. Perubahan yang terjadi pada struktur tanah mungkin mengubah jumlah ruangan pori dan begitu juga per unit volume.

Apabila dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik, kerapatan lindak pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3. Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan lindak dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Foth,1994). Kerapatan partikel tanah adalah konstan dan tidak bervariasi dengan jumlah ruangan antar partikel, kerapatn ini di defenisikan sebagai massa (bobot) per unit volume partikel tanah, dan sering dinyatakan sebagai gram per sentimeter kubik (gr/cm3). Besarnya ruang pori pada tanah dihitung dari kerapatan lindak dan kerapatan partikel bila keduanya dinyatakan dalam unit pengukuran yang sama (Harsono,1995).

Kebanyakan tanah-tanah hutan memiliki volume pori antara 30 – 65%, pori-pori tersebut ditempati oleh udara dan air ketika tanah berada dalam keadaan alami dilapangan. Volume pori demikian juga menunjukkan tanah-tanah hutan tersebut memiliki kapasitas infiltrasi yang baik (Suripin, 2002).

Porositas adalah suatu indeks volume relatif, nilainya berkisar antara 30 – 60%. Ruangan pori pada tanah berpasir (tekstur kasar) adalah rendah, karena volume pori kecil penyusunnya sangat rendah, walaupun tersusun atas pori-pori besar yang sangat efisien untuk pergerakan air dan udara. Sehingga kapasitas

(21)

penahanan airnya juga rendah. Sedangkan tanah dengan permukaan yang bertekstur halus mempunyai ruang pori total yang lebih banyak dan relatif sebagian besar tersusun dari pori-pori kecil, sehingga memiliki kapasitas menahan air yang lebih tinggi. Bila dibandingkan antara tanah berpasir dengan tanah yang bertekstur halus, tanah yang bertekstur halus lebih baik untuk mencegah terjadinya aliran permukaan yang cukup besar sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi (Rahim, 2000).

Penutupan tanah dengan vegetasi dapat menjadi salah satu cara yang baik karena dapat meningkatkan infiltrasi, dimana perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah. Hal ini secara berkala tentunya akan dapat mengurangi laju limpasan permukaan dan dapat mengurangi erosi (Harsono, 1995).

Dalam masalah porositas persatuan volume tanah ini, Hanafiah (2005) mengklasifikasikan tiga fenomena yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu:

1. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro, sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per gram tanah) sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini mengakibatkan air mudah keluar-masuk tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori tersisi oleh udara sehingga pori-pori makro disebut juga sebagai pori aerasi atau dari segi kemudahannya dilalui air disebut juga sebagai pori drainase. Namun, meskipun ketersediaan air dan udara nya baik, ketersediaan nutrisinya rendah.

(22)

2. Dominasi fraksi liat akan menyebabkan terbentuknya pori mikro, sehingga luas permukaan sentuhnya menjadi sangat luas (8 juta cm2 per gram tanah), sehingga daya pegang terhadap air sangat kuat. Kondisi ini menyebabkan air yang masuk ke pori-pori segera terperangkap dan udara sulit masuk. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh air, sehingga pori-pori mikro ini disebut juga sebagai pori-pori kapiler. Namun, meskipun ketersediaan air dan nutrisi baik, ketersediaan udara menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah.

3. Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori dalam jumlah sedang, sehingga luas sentuhannya menjadi cukup luas (454 cm2 per gram tanah) dan menghasilkan daya pegang air yang cukup kuat. Hal ini menyebabkan air dan udara cukup mudah masuk-keluar tanah, sebagian air akan tertahan. Dilapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara dan air dalam jumlah yang seimbang sehingga pori-pori meso termasuk juga pori-pori drainase sehingga cukup permeabel.

Sifat Kimia Tanah

Kandungan Bahan Organik Tanah

Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah, karena bahan organik berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik itu sendiri mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menaikkan kondisi fisik yang dikehendaki. Sumber bahan organik primer adalah jaringan tanaman yang telah mengalami dekomposisi dan akan terangkut kelapisan bawah,

(23)

berupa akar, batang, ranting, daun, bunga maupun buah yang sebagian besar digunakan hewan tanah sebagai makanannya. Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah-tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan struktur tanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi. Disamping itu, Suriadi (2005) mengemukakan bahwa kandungan bahan organik tanah merupakan penentu kualitas tanah untuk tanah mineral, semakin tinggi kandungan bahan organik maka kualitas tanah mineral semakin baik. Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi persentase kandungan bahan organik.

Tabel 2. Klasifikasi Persentase Kandungan Bahan Organik No Kandungan Bahan Organik Keterangan 1 2 3 4 5 < 1 % 1 – 2 % 2 – 3 % 3 – 5 % > 5 % Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sumber: Suriadi, A dan M. Nazam (2005)

Peranan bahan organik tanah bagi ciri fisik tanah (pergerakan air, transfer panas, aerasi, bulk density, dan porositas) adalah memperbaiki struktur tanah dengan bantuan mikroorganisme tanah, sehingga meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air dengan cara meningkatkan porositas dan meransang kekuatan agregat tanah untuk saling mengikat. Pada akhirnya ketika hujan turun, aliran permukaan yang terjadi dapat diperkecil sehingga erosi yang terjadi tidak lebih besar dari air yang diserap (infiltrasi) kedalam tanah (Poerwowidodo,1991).

(24)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas Wilayah

HPHTI PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli, terletak pada koordinat 02040’00” – 02050’00” LU dan 98050’00” – 99010’00” BT, dengan ketinggian 500 – 1400 mdpl dan batas wilayah:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kotamadya Pematang Siantar. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Parsoburan. 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sipahutar. 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Parapat.

Sektor Aek Nauli terdiri dari 5 estate (blok kerja) yaitu: (1) Estate Aek Nauli, (2) Estate Siapas-apas, (3) Estate Gorbus, (4) Estate Rondang, dan (5) Estate Huta Tongah. Sektor Aek Nauli terdiri dari daerah dengan beragam topografi seperti disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi kemiringan Lapangan Sektor Aek Nauli Kelas Kemiringan

Lahan

Kemiringan Lahan ( % )

Luas (Ha) Luas ( % )

Datar 0 - 8 5964 32,60 Landai 8 – 15 5458 29,9 Sedang 15 – 25 4401 24,1 Curam 25 – 40 1880 10,3 Sangat Curam ≥40 572 3,1 Sumber: Environment PT.TPL,Tbk,2005 Jenis Vegetasi

Jenis tanaman yang terdapat pada sektor Aek Nauli adalah Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, Eucalyptus hybrid dan Eucalyptus pellita, dan

(25)

Eucalyptus spp. merupakan jenis yang eksotis karena ditanam diluar dari

habitat aslinya, tanaman ini umumnya berasal dari Australia dan Papua New Guinea dan dikembangkan di Indonesia. Eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang diprioritaskan untuk dikembangkan dalam program HTI, mengingat bahwa jenis ini adalah fast growing dan kegunaannya sebagai bahan

baku pulp dan kertas yang baik. Sutisna dkk (1998) mengemukakan bahwa tanaman Eukaliptus banyak dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim dan tempat tumbuh, sifat kayu yang cukup baik, dan memliki daur hidup yang cepat/pendek (5-6 tahun).

Sutisna, dkk (1998) mengemukakan bahwa tanaman Ekaliptus ini umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Eukaliptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, Lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah kurus gersang sampai tanah yang baik dan subur. Dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Badan Litbang Dephut,1994).

(26)

METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di bawah tegakan Eucalyptus spp. HPHTI PT.

Toba Pulp Lestari,Tbk. Sektor Aek Nauli dan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dimulai dari bulan Desember 2008 sampai Januari 2009.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah clinometer, plastik, pita

ukur, dinding pembatas dari plastik, bak penampung berupa ember plastik, penakar hujan, ring sampel, bambu, stopwatch, kalkulator, cangkul, parang, kamera digital, penggaris, ayakan 10 mesh, gelas ukur 10 ml, 100 ml dan 500 ml, timbangan, batang pengaduk, desikator, erlenmeyer 250 ml, shaker, hydrometer, buret, pipet takar volume 5 ml dan oven.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah kering udara, air/aquadest, amyl metil alkohol, kalium bikromat (K2Cr2O7), larutan natrium pirofosfat (Na4P2O7.10H2O), asam sulfat (H2SO4) pekat, asam fosfat (H3PO4) 85%, difenilamin, NaF 4%, Fe(SO4)2 0,5 N.

Metode Penelitian

(27)

ulangan yang terletak pada lereng yang seragam, serta perlakuan pada beberapa kelas lereng yang berbeda (disesuaikan dengan kondisi lapangan).

Prosedur Penelitian

1. Penentuan Petak contoh dilapangan

Penentuan petak dilapangan dilakukan dengan metode Purposive sampling

pada berbagai kelas kemiringan lapangan yaitu: 8 – 15% (landai),15 – 20% (sedang), dan 25 – 40% (curam), dengan ulangan sebanyak 3 kali ulangan pada setiap kelas kemiringan.

2. Penempatan Penakar Hujan

Penakar hujan yang digunakan terbuat dari plat besi tipis dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Penakar hujan dipasang dalam lokasi percobaan, penempatan penakar hujan dimaksudkan supaya besarnya data curah hujan yang diperoleh tidak bias.

3. Persiapan Petak Percobaan

Petak percobaan yang digunakan dilapangan menurut Syarief (1980) dibuat dengan panjang 22 m dan lebar 4 m, dinding pembatas tiap petak terbuat dari seng dengan tinggi ± 25 cm, selanjutnya dibuat suatu bak penampungan (water soil collector) berupa ember plastik untuk menampung aliran permukaan

yang keluar dari petak percobaan. Gambar 1 menunjukkan plot penelitian aliran permukaan yang digunakan dilapangan.

(28)

Gambar 1. Petak percobaan Pengukuran Aliran Permukaan

4. Penempatan Petak Percobaan

Menurut Kartasapoetra (1988), petak percobaan tersebut ditempatkan pada tanah dengan kondisi penutupan vegetasi yang seragam dan dengan kemiringan tertentu (ditentukan dengan menggunakan clinometer), solum tanahnya masih

cukup dalam (≥ 0,5 m), dan petak percobaan dilapangan ditempatkan searah lereng.

5. Pengambilan Contoh Uji Tanah dilapangan

Pengambilan contoh uji tanah dilapangan dilakukan secara Composite,

yaitu dengan mengambil sampel tanah dengan kedalaman 0 – 20 cm pada beberapa titik secara acak untuk tiap kelerengan, kemudian pada titik yang berbeda pada setiap ulangan. Contoh tanah yang diambil ditempatkan pada kantong plastik yang telah diberi label, lalu dicampurkan dengan merata berdasarkan tipe kelerengan. Seluruh contoh tanah diletakkan pada kantong

(29)

kerapatan lindak adalah contoh tanah utuh yang diambil dengan menggunakan ring sampel dan ditempatkan dalam kardus kecil. Selanjutnya contoh tanah tersebut akan diuji struktur, tekstur, permeabilitas, kerapatan lindak dan kerapatan porinya dilaboratorium.

6. Pengamatan dan Pengukuran

a. Besarnya curah hujan diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan (ombrometer), yang ditempatkan dilapangan terbuka yang tidak tertutupi tajuk

pohon. Pencatatan curah hujan dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30 Wib.

b. Besarnya aliran permukaan ditentukan dengan mengukur volume air yang masuk kedalam tempat penampungan yang telah disiapkan. Pengukuran limpasan permukaan dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Pengukuran dan pencatatan dilakukan setiap hari hujan. Volume air (ml) yang masuk kedalam bak penampungan dikonversikan kedalam satuan besaran aliran permukaan (mm) dengan cara membagi volume air yang tertampung dengan luasan petak percobaan dilapangan sehingga didapatkan besaran aliran permukaan dalam satuan mm.

c. Banyaknya tanah yang terangkut (total) saat aliran permukaan terjadi ditentukan dengan menimbang berat tanah basah yang terdapat dalam bak penampungan, kemudian hasilnya dikalikan dengan persentase kadar air tanah.

d. Analisis tanah dilakukan dilaboratorium, sebagai data sekunder ditentukan untuk mengetahui pengaruh sifat fisik tanah terhadap besar-kecil nya aliran

(30)

permukaan yang terjadi. Analisis tanah yang dilakukan meliputi: kadar air tanah, struktur tanah, tekstur tanah, kandungan bahan organik, serta kerapatan lindak tanahnya.

7. Analisis Tanah

Analisis tanah yang dilakukan di laboratorium meliputi: a. Tekstur Tanah

Dalam menentukan tekstur tanah, dilakukan dengan menggunakan metode

hydrometer bouyoucos yakni dengan menimbang 25 gr tanah kering udara

kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml larutan natrium pirofosfat kemudian dikocok dan didiamkan selama 24 jam, dituang kedalam gelas ukur 500 ml dan ditambah dengan aquadest, kemudian dikocok sebanyak 20 kali (ditambahkan amyl alkohol untuk menghilangkan buih),

setelah 40 detik pengocokan dimasukkan hydrometer untuk pembacaan pertama, setelah 3 jam berikutnya dimasukkan lagi hydrometer untuk pembacaan kedua, selanjutnya ditentukan persentase liat, debu, dan pasir sebagai berikut:

Pembacaan hidrometer setelah 40 detik

- % (Liat + Debu) = X 100% Berat contoh tanah

Pembacaan hidrometer setelah 3 jam

- % Liat = X 100% Berat contoh tanah

(31)

Adapun besarnya % liat, debu dan pasir kemudian dihubungkan dengan segitiga tekstur tanah untuk mendapatkan tekstur tanah yang diuji (Hanafiah, 2005).

b. Struktur Tanah

Penentuan struktur tanah dilapangan dilakukan dengan cara mengamati agregat tanah dengan bantuan lup atau dengan cara menggenggam dan meremas tanah. Struktur tanah yang terdapat dilapangan didasarkan pada pembagian struktur tanah menurut Hakim (1986) yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Tipe struktur, penyifatan, diagram agregat dan lokasinya pada profil

tanah

Tipe struktur Penyitaan Agregat Diagram Agregat Lokasi Pada horizon

Granular Remah (crumb) Lempeng (plate) Gumpal Gumpal bersudut Prisma Granular Kurang porous, ukuran kecil, padat, tidak terikat antara agregat bulat porous, bulat, ukuran kecil, agregat tidak terikat sesamanya Agregat berbentuk Lempeng

Gumpal berbentuk Kubus, agregat ber- Pegang erat dengan Yang lainnya, jika Terjadi agregat lebih Kecil

Berbentuk gumpal, Bermuka datar dengan Pinggir bersudut tajam Bentuk mirip prisma Bagian atas datar Agregat seperti tiang Dengan puncak ber- Bentuk agak bulat

Horizon A

Horizon A

Sering terdapat pada Horizon A2 tanah

hutan dan tanah clavan Horizon B Horizon B Horizon B Horizon B Sumber: Hakim dkk.1986

(32)

c. Kerapatan Lindak (bulk density)

Contoh tanah yang digunakan dalam menghitung besarnya kerapatan lindak menurut Hanafiah (2005) adalah contoh tanah utuh (pengambilan dilakukan dengan menggunakan ring sampel). Kemudian ditimbang contoh tanah utuh dengan tabung (X gr), dan berat ring sampelnya (Y gram), kemudian ditetapkan kadar air nya (Z gr), Bobot isi (BD) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

100(X – Y) / (100 + Z)

BD = gr/cm3 (Bulk Density) Volume Tanah

d. Kandungan Bahan Organik

Untuk menghitung besarnya kandungan bahan organik dilakukan dengan cara menimbang 0,1 gr tanah kering udara (ayakan 10 mesh) kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 DAN 20 ml H2SO4 pekat dan dikocok selama 2-3 menit, selanjutnya diamkan selam 30 menit, kemudian ditambahkan 200 ml air, 10 ml H3PO4 85% dan 20 tetes difenilamin lalu digoncang (larutan berwarna biru tua), tahap berikutnya adalah titrasi dengan FeSO4 0,5 N dari buret hingga berwarna hijau dan buat juga blanko serta titrasinya, kemudian hitung % bahan organik dengan rumus:

90 , 3 1 5 % x S T C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = % Bahan Organik = 1.72 X %C

(33)

e. Kadar Air Tanah

Menurut Hanafiah (2005) dalam menghitung kadar air tanah, beberapa hal yang dilakukan adalah ditimbang 10 gr tanah kering udara (BTKU), kemudian dilanjutkan dengan menimbang berat cawan yang digunakan. Tanah 10 gr tersebut kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 103±20C selama 24 jam. Setelah 24 jam, tanah tersebut dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit hingga beratnya konstan dan terakhir dihitung berat tanah setelah oven (BTKO). Kadar air tanah diperoleh dengan menggunakan rumus:

BTKU - BTKO

% Kadar Air Tanah = X 100% BTKO

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Aliran Permukaan

Kemiringan lahan/kelerengan berpengaruh terhadap besar dan laju aliran permukaan. Grafik pada Gambar 2 menunjukkan besarnya nilai aliran permukaan pada berbagai tipe kelerengan yang berbeda.

0.0038 0.0053 0.0071 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 A lir a n P e rm uk a a n 8-15% 15-25% 25-40% Kelerengan

Gambar 2. Grafik Nilai Aliran Permukaan (run-off) Pada Berbagai Tipe

Kelerengan Yang Berbeda

Dari Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa nilai aliran permukaan tertinggi terdapat pada kelerengan 25-40% (curam) yaitu sebesar 0,0071 mm dan yang terendah terletak pada kelerengan yang 8-15% (landai) yaitu sebesar 0,0038 mm. Ini menunjukkan bahwa semakin curam lereng, maka semakin besar pula nilai aliran permukaannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bermanakusuma (1978) yang menyatakan bahwa semakin curam suatu lereng maka kemungkinan terjadinya aliran permukaan juga semakin besar.

Penelitian dilakukan dengan membuat petak percobaan ukuran 22 m X 4 m, dimana pada petak percobaan tersebut seluruh kondisi diseragamkan mulai dari

(35)

hanya difokuskan hanya untuk melihat pengaruh kelerengan dan sifat-sifat tanahnya saja, maka seluruh humus dan serasah pada lantai hutan dibersihkan sehingga faktor yang berpengaruh hanya sifat fisik tanah dan kemiringan lahannya saja.

Pada pengamatan pengukuran aliran permukaan dilapangan, satuan nilai yang digunakan adalah mm, ini didapat dengan cara membagikan banyaknya air yang tertampung (ml) didalam ember dengan luas petak percobaan yang digunakan dilapangan (m2). Penelitian ini menggunakan petak percobaan dengan ukuran 22 m X 4 m (luas 88 m2). Konversi aliran permukaan dari ml ke mm didasarkan pada banyaknya aliran permukaan yang terjadi akibat air hujan yang jatuh pada petak percobaan.

Rata-rata curah hujan pada lokasi penelitian dengan pengamatan selama 10 kali hari hujan adalah 23,82 mm, dengan curah hujan tertinggi sebesar 30,57 mm dan curah hujan terendah adalah 15,28 mm (Lampiran 1). Apabila rata-rata curah hujan penelitian ini dikonversikan dalam satuan mm/thn maka didapatlah curah hujan rata-rata sebesar 869,43 mm/thn, kondisi hujan ini masih termasuk kedalam skala kecil dari kondisi hujan yang biasanya di Aek Nauli mencapai 1000-4000 mm/thn. Disamping itu, distribusi hujannya tidak merata walaupun hujan turun hampir setiap hari, namun intensitas nya adalah sangat kecil. Besar curah hujan yang turun mempengaruhi besarnya nilai aliran permukaan. Pada intensitas hujan kecil, nilai aliran permukaan yang terjadi juga kecil dan sebaliknya (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan merupakan faktor utama penentu terjadinya aliran permukaan.

(36)

Koefisien Aliran Permukaan

Pengukuran besarnya aliran permukaan dan curah hujan yang dilakukan bertujuan untuk menentukan besarnya koefisien aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan diperoleh dengan membandingkan nilai aliran permukaan dengan nilai curah hujan selam 10 kali hari hujan pengamatan. Nilai koefisien aliran permukaan berbanding lurus dengan besarnya aliran permukaan, hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (1995) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai aliran permukaan maka semakin besar pula nilai koefisien aliran permukaannya. Gambar 3 memperlihatkan hubungan antara koefisien aliran permukaan dengan berbagai tipe kelerengan yang berbeda.

0.000162 0.000222 0.000301 0 0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003 0.00035 Koe f. Al ir a n P e rm u k aan 8-15% 15-25% 25-40% Kelerengan

Gambar 3. Koefisien Aliran Permukaan (run-off) Pada Berbagai Tipe Kelerengan

Yang Berbeda

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kelerengan maka semakin besar pula nilai koefisien aliran permukaan nya. Nilai koefisien aliran permukaan yang diperoleh tersebut adalah rata-rata koefisien aliran permukaan pada setiap ulangan pada masing-masing kelerengan. Nilai koefisien aliran permukaan menunjukkan seberapa besar terjadinya aliran permukaan pada suatu lahan.

(37)

Sifat – Sifat Tanah

Kondisi tanah juga berpengaruh terhadap besar-kecilnya aliran permukaan yang terjadi. Pengujian dan pengukuran terhadap sifat fisik tanah dilaksanakan dilaboratorium. Data hasil pengukuran sifat fisik dan kimia tanah dilaboratoium dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat – Sifat Tanah Dibawah Tegakan Eucalyptus spp. PT.TPL sektor

Aek Nauli

Sifat – Sifat Tanah Hasil Pengamatan Keterangan Tekstur Tanah

Struktur Tanah

Bulk density Kadar Air Tanah C-Organik Lempung berpasir, dengan kandungan: Pasir (74,56%), Debu (14%), Liat (11,44%) Remah 0,553 gr/cm3 21,59 % 7,47 %

Kategori tekstur sedang, didominasi oleh fraksi pasir

Bentuk porous, ukuran kecil, agregat tidak terikat sesamanya

Rendah Sedang Sangat Tinggi

Tabel 5 secara keseluruhan memperlihatkan kondisi tanah yang ideal untuk menyerap air dengan baik sehingga mengurangi laju aliran permukaan yang terjadi.

Pembahasan Aliran Permukaan

Aliran permukaan berhubungan erat dengan erosi dan produktivitas lahan, Henry (1994) menyebutkan pentingnya aliran permukaan untuk diketahui adalah untuk menghitung kehilangan air, banyaknya tanah (nutrisi dan hara) yang terangkut serta mengendapnya tanah yang dapat mengurangi kapasitas penyimpanan air. Kesemua hal tersebut saling berhubungan dalam menjaga produktivitas lahan. Selain berhubungan erat dengan produktivitas lahan, aliran

(38)

permukaan juga sangat dipengaruhi oleh kemiringan dan panjang lereng, pernyataan ini dapat diterima karena pada kemiringan yang curam, air bergeak secara vertikal dan juga secara horizontal, sedangkan pada kemiringan yang agak datar pergerakan air didominasi oleh pergerakan secara vertikal yang memungkinkan air lebih banyak meresap kedalam tanah.

Dari hasil penelitian didapat data bahwa nilai aliran permukaan pada kelerengan 8-15% (landai) adalah sebesar 0,0038 mm, kelerengan 15-25% (sedang) sebesar 0,0053 mm dan kelerengan 25-40% (curam) sebesar 0,0071 mm. Hal ini menunjukkan bahwa besar-kecilnya aliran permukaan ditentukan oleh kemiringan lereng, semakin curam lereng maka semakin besar pula nilai aliran permukaannya dan sebaliknya semakin datar suatu lereng maka semakin kecil nilai aliran permukaannya. Hasil pengamatan Ispriyanto dkk (2001) pada penelitiannya mengenai Aliran Permukaan dan Erosi di Areal Tumpangsari Tanaman Pinus merkusii menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu pada

kondisi kemiringan diatas 40 % menghasilkan aliran permukaan sebesar 1,933 mm sedangkan untuk kemiringan dibawah 10% menghasilkan aliran permukaan sebesar 0,260 mm. Hal ini memperlihatkan bahwa kelerengan suatu lahan dapat memperbesar aliran permukaan.

Sifat topografi lain yang juga mempengaruhi besarnya nilai aliran permukaan adalah panjang lereng. Bermanakusuma (1978) mengatakan bahwa semakin panjang dan curam suatu lereng, maka semakin besar nilai aliran permukaan yang terjadi. Pada petak percobaan dilapangan, ukuran yang digunakan adalah 22 m x 4 m (Kartasapoetra,1987). Ukuran petak percobaan dengan panjang 22 m merupakan ukuran yang sangat panjang untuk sebuah petak

(39)

percobaan. Dengan ukuran panjang lereng yang sama, pada kelerengan 25-40% (curam) nilai aliran permukaan lebih besar dibandingkan pada kelerengan 8-15% (landai) dan 15-25% (sedang). Hal ini menunjukkan bahwa panjang lereng menentukan kecepatan aliran yang mengalir dipermukaan.

Ketebalan humus dan serasah juga mengambil suatu peranan penting dalam menentukan besar-kecilnya nilai aliran permukaan. Hasil penelitian Tarigan (1994) menunjukkan bahwa nilai aliran permukaan yang lebih besar terdapat pada petak percobaan tanpa serasah dan humus dengan ketebalan 0 cm. Sedangkan nilai aliran permukaan yang kecil ditemukan pada petak percobaan dengan serasah dan ketebalan humus 20-30 cm. Hal ini menunjukkan bahwa humus dan serasah melindungi tanah dari aliran permukaan. Namun, pada penelitian ini pengaruh serasah dan humus diabaikan yang artinya pada petak percobaan dilapangan humus dan serasah dibuang hingga lantai hutan bersih, karena pengamatan dipusatkan pada pengaruh kelerengan saja

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai aliran permukaan sebesar 0,0038 mm (kelerengan landai), 0,0053 mm (kelerengan sedang), dan 0,0071 mm (kelerengan curam) masih termasuk kedalam kategori yang kecil apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Martua (2006) yang menyebutkan bahwa nilai aliran permukaan tanpa serasah dan humus adalah sebesar 1,766 mm (kelerengan landai) dan 2,095 ( kelerengan curam), hal ini mungkin dikarenakan perbedaan intensitas hujan dan panjang lereng yang digunakan pada petak percobaan. Sekalipun panjang lereng yang digunakan cukup panjang (22m), apabila intensitas hujan sedikit maka air hujan yang jatuh akan langsung terinfiltrasi dan hanya sedikit terjadi aliran permukaan. Dalam hal ini waktu (lama

(40)

hujan) juga ikut berpengaruh, hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu singkat berpeluang tinggi menimbulkan aliran permukaan dibanding hujan dengan intensitas rendah dan dalam waktu yang lama.

Daya jatuh atau energi kinetik curah hujan yang berat (keras) akan memecahkan bongkah-bongkah tanah menjadi butiran yang lebih kecil dan halus, butiran-butiran yang halus akan terangkut dan terhanyutkan dengan berlangsungnya aliran permukaan, sedangkan sebagian akan mengikuti infiltrasi air, dibagian ini biasanya dapat menutupi pori-pori tanah dilapisan dalam sehingga infiltrasi air kedalam tanah menjadi terhambat dan aliran permukaan meningkat. Suripin (2002) menyimpulkan bahwa banyaknya tanah yang terlempar tiap satu tetesan air hujan yang memercik berbanding lurus dengan besar dan kecepatan butir air hujan dan intensitas hujan. Jumlah tanah maksimal dalam percikan air hujan diperkirakan terjadi 2-3 menit setelah hujan mulai turun, yaitu setelah permukaan tanah tertutup dengan air. Disamping itu suatu lereng dengan kelerengan diatas 10% akan menyebabkan kira-kira tiga perempatnya dari jumlah tanah yang terpercik akan jatuh kembali kesebelah bawah dari tempat asalnya. Akibat hal tersebut, maka terjadi pemindahan tanah erosi sebelum terjadi aliran permukaan, butir-butir tanah yang halus ini sebagian terbawa dalam aliran air dan sebagian lagi mengendap dan menutupi pori-pori tanah. Akibat air hujan yang tidak meresap kedalam tanah dan mengalir dipermukaan tanah sebagai aliran permukaan, maka tanah yang tadinya subur menjadi kurang subur dan akan memberikan hasil yang menurun dibandingkan dengan keadaan sebelum erosi.

Selain beberapa faktor yang telah dibahas diatas, intensitas hujan dan keadaan vegetasi juga berpengaruh terhadap besarnya aliran permukaan. Aliran

(41)

permukaan ditentukan berdasarkan seberapa besar air hujan yang turun yang tidak terserap kedalam tanah sehingga mengalir dipermukaan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa intensitas hujan, lama hujan dan distribusi hujan turut mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan yang terjadi, hal ini sesuai dengan pernyataan Rangkuti (2006) dalam penelitiannya bahwa hujan dengan intensitas yang besar akan menghasilkan aliran permukaan yang besar karena daya serap tanah ada batasnya. Selama penelitian berlangsung, intensitas curah hujan yang terjadi cukup kecil, dari 10 kali hari hujan pengamatan, rata-rata curah hujan adalah 23,,82 mm. Apabila rata-rata curah hujan penelitian ini dikonversikan dalam satuan mm/thn maka didapatlah curah hujan rata-rata sebesar 869,43 mm/thn, kondisi ini masih termasuk kecil dari kondisi curah hujan yang biasanya terjadi di Aek Nauli yang mencapai 1000-4000 mm/thn. Hal ini menyebabkan kecilnya aliran permukaan yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan cuaca yang tidak stabil akibat pergantian musim dari musim penghujan ke musim kemarau, disamping itu distribusi hujan yang tidak merata pada lokasi penelitian menyebabkan timbulnya perbedaan pada pengukuran curah hujan dilapangan.

Keadaan vegetasi seperti penutupan tajuk dari tanaman penutup tanah merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menghitung besarnya aliran permukaan. Ketika hujan turun sebagian dari air hujan akan tertahan karena adanya penutupan dari tajuk vegetasi hutan sebelum mencapai permukaan tanah, air akan tertahan oleh tajuk vegetasi dan kemudian langsung diuapkan kembali keudara. Vegetasi sangat berpengaruh dalam mengurangi jumlah aliran permukaan (Eka, 2001).

(42)

Selama peristiwa hujan, sebagian air hujan akan ditahan oleh tanaman sebelum mencapai permukaan bumi. Air ini sebagian pada akhirnya akan jatuh kebumi, dan sebagian lagi akan menguap ke udara. Pada kawasan yang rimbun, sebagian besar hujan akan ditangkap oleh dedaunan dan ranting. Suripin (2002) mengatakan bahwa jumlah air yang tertahan oleh tajuk vegetasi pada hutan adalah sekitar 8-45% dari total hujan, dan untuk kayu hutan campuran besarnya mencapai 20%. Ini menunjukkan bahwa air hujan yang turun tidak seluruhnya jatuh kepermukaan bumi. Pada areal penelitian di HPHTI PT.TPL sektor Aek Nauli, petak percobaan diletakkan dibawah vegetasi ekaliptus yang seragam baik dari segi umur dan kondisi penutupan vegetasinya, hal ini dimaksudkan supaya pengaruh vegetasi dianggap sama untuk seluruh petak percobaan sehingga kesalahan pengumpulan data dapat diperkecil.

Koefisien Aliran Permukaan

Dari hasil pengukuran besarnya laju aliran permukaan dan besarnya curah hujan dapat diperoleh suatu koefisien aliran permukaan (C). Koefisien aliran permukaan menunjukkan perbandingan antara rata-rata aliran permukaan dengan rata-rata curah hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar aliran permukaan nya maka semakin besar pula koefisien aliran permukaannya, hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (1995) yang menyatakan bahwa besar aliran permukaan dengan koefisien aliran permukaan adalah berbanding lurus. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada kelerengan 8-15%, koefisien aliran permukaannnya adalah sebesar 1,62.10-4, pada kelerengan 15-25% sebesar 2,22.10-4 dan pada kelerengan 25-40% sebesar 3,01.10-4, ini menunjukkan bahwa

(43)

koefisien aliran permukaan terbesar yaitu 3,01.10-4 justru terletak pada kelerengan yang curam. Hal ini semakin menegaskan bahwa faktor yang mempengaruhi aliran permukaan juga mempengaruhi koefisien aliran permukaan itu sendiri.

Koefisien aliran permukaan terkecil didapat pada kelerengan 8-15% (landai) sebesar 1,62.10-4 dan koefisien aliran permukaan terbesar terdapat pada kelerengan 25-40% (curam) yaitu sebesar 3,01.10-4, angka-angka tersebut menunjukkan banyak aliran permukaan yang terjadi. Koefisien aliran permukaan 1,62.10-4 berarti dari 100% hujan yang turun/terjadi, 0,0162 % nya menjadi aliran permukaan. Demikian juga dengan angka 3,01.10-4 berarti dari 100% hujan yang turun, 0,0301 % nya menjadi aliran permukaan dan sisanya sekitar 99% dapat terinfiltrasi langsung kedalam tanah ataupun menguap (karena tertahan di tajuk vegetasi). Koefisien aliran permukaan yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada dalam batas kewajaran untuk nilai koefisien aliran permukaan pada hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (1995) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan berkisar dari 0 sampai 1, dan angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi, sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (umumnya pada tanah gundul). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien aliran permukaan lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari 1.

Pentingnya koefisien aliran permukaan untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan, terutama bagi areal PT.TPL sektor Aek Nauli yang kawasannya masih berada diwilayah Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Pentingnya diketahui koefisien aliran permukaan untuk menentukan apakah

(44)

wilayah HTI tersebut masih mampu meresapkan air kedalam tanah dan menyimpan cadangan air tanah ketika air hujan turun untuk dialirkan ke Danau Toba, atau justru mengurangi volume air Danau Toba. Asdak (1995) mengemukakan bahwa nilai koefisien aliran permukaan yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran pemukaan, dimana kondisi ini akan sangat tidak menguntungkan dari segi pencagaran sumberdaya air, karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang.

Selain curah hujan yang tinggi, seringkali proses terjadinya banjir tidak terlepas dari besarnya koefisien aliran permukaan. Tingginya curah hujan dan besarnya aliran permukaan semakin memicu suatu kawasan rentan terhadap banjir. Hal ini terjadi di sebagian pulau Jawa pada musim penghujan, banjir hampir selalu menjadi masalah yang tidak dapat dihindari. Kondisinya yang demikian disebabkan oleh potensi air maksimum aliran permukaan dari curah hujan sangat besar yaitu 70-75% yang akan menjadi aliran permukaan, dan hanya 25-30% yang terinfiltrasi kedalam tanah, akibatnya pada musim penghujan aliran permukaan yang demikian besar sangat berpotensi untuk menjadi banjir dan sebaliknya pada musim kemarau akan rentan terhadap kekeringan.

Sifat – Sifat Tanah

Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap beberapa sifat fisik dan kimia tanah yang berpengaruh terhadap laju aliran permukaan tanah. Pengukuran parameter sifat fisik tanah meliputi: tekstur tanah, struktur tanah, kerapatan lindak, dan kadar air tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diamati adalah kandungan bahan organik (C-Organik).

(45)

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata kerapatan lindak tanah sebesar 0,553 gr/cm3, nilai ini termasuk dalam kategori rendah karena contoh tanah utuh yang diuji lebih didominasi oleh pasir (74,56%). Pada umumnya tanah-tanah dengan kandungan pasir yang tinggi lebih bersifat porous dan tidak padat sehingga mudah untuk meresapkan air sehingga mampu untuk mengurangi laju aliran air di permukaan. Kandungan pasir dalam tanah mempengaruhi besar-kecilnya kerapatan lindak tanah, Kartasapoetra dkk (1988) mengatakan bahwa tekstur tanah mempengaruhi kerapatan pori dalam tanah, semakin banyak pasir dalam tanah maka semakin kecil kerapatan lindak-nya dan sebaliknya, semakin sedikit pasir dalam tanah maka semakin besar kerapatan lindak-nya dan kerapatan tanah tersebut pun semakin padat, disamping itu tanah-tanah pada hutan bervegetasi umumnya memiliki ruang pori yang lebih banyak. Berbagai variasi yang ada pada kerapatan lindak tergantung pada keadaan bahan organik dan kandungan air pada waktu pengambilan contoh (cuplikan) untuk menentukan kerapatan lindak. Kerapatan lindak berhubungan dengan porositas tanah, Harsono (1995) mengemukakan bahwa kerapatan lindak berbanding terbalik dengan porositas tanah artinya apabila kerapatan lindak rendah, maka porositas nya tinggi. Kerapatan lindak menggambarkan kerapatan pori dalam tanah, kerapatan lindak yang rendah menunjukkan bahwa tanah memiliki pori-pori yang banyak sehingga dapat meresapkan air (infiltrasi) dengan baik dan dapat mengurangi laju

aliran permukaan. Tinggi rendahnya kerapatan lindak dalam tanah dipengaruhi oleh bahan organik. Bahan organik yang tinggi dapat memperkecil kerapatan lindak sehingga dapat memperbaiki pori-pori tanah.

(46)

Pada pengujian tekstur tanah didapat data bahwa tekstur tanah pada petak percobaan di areal HPHTI PT.TPL sektor Aek Nauli adalah Lempung Berpasir (Sandy loam), menurut Hanafiah (2005) tekstur tanah ini masuk kedalam kategori

tanah bertekstur sedang agak kasar, karena tanah ini didominasi oleh fraksi pasir sebesar 74,56%. Hal ini dipertegas Foth (1994) yang menyatakan bahwa tanah disebut bertekstur pasir apabila mengandung minimal 70% pasir. Tanah-tanah lempung berpasir pada umumnya memiliki kapasitas penyimpanan air dan udara yang baik, namun demikian mudahnya masuk-keluar udara pada tanah dengan tekstur lempung berpasir ini menyebabkan hanya sedikit air yang tertahan, karena sebagian besar pori terisi oleh udara (Hanafiah, 2005). Menurut Hakim dkk (1986) tanah bertekstur ringan (kandungan pasir tinggi), mudah diolah dan mudah merembeskan air (infiltrasi). Oleh karena itu, tanah-tanah bertekstur lempung

berpasir memiliki daya serap air yang tinggi dan kapasitas infiltrasi yang baik karena memiliki pori makro dan mikro yang dapat menyimpan air dan udara, hal ini sangat baik karena air hujan yang jatuh lebih banyak terinfiltrasi sehingga hanya sedikit yang menjadi aliran permukaan.

Struktur tanah merupakan partikel-partikel tanah seperti pasir, debu dan liat yang membentuk agregat tanah antara suatu agregat dengan agregat yang lainya. Dengan kata lain, struktur tanah berkaitan dengan agregat tanah dan kemantapan agregat tanah. Menurut Munir (1996) bahan organik berhubungan erat dengan kemantapan agregat tanah karena bahan organik bertindak sebagai bahan perekat antara partikel mineral primer. Berdasarkan pengamatan terhadap bongkah tanah yang diambil dibawah tegakan Eucalyptus spp. didapat hasil

(47)

bongkah tanah dengan menggunakan lup kemudian mengklasifikasikannya berdasarkan tipe struktur, penyifatan, diagram agregat dan lokasi pada profil tanah. Menurut Hakim dkk (1986), struktur tanah remah (crumb) pada umumnya

memiliki sifat porous, bulat, ukuran kecil, dan agregat tidak terikat sesamanya, pada umumnya tanah dengan tipe struktur ini terletak pada horizon A. Struktur remah memiliki ukuran agregat yang kecil sehingga mudah dalam meresapkan air (infiltrasi) pada saat turun hujan kondisi ini baik untuk mengurangi laju aliran

permukaan, namun juga pada kondisi jenuh mudah terangkut oleh air permukaan karena agregat-agregat tidak terikat kuat dengan sesamanya.

Berat tanah terangkut adalah persentase kadar air tanah dikalikan dengan jumlah keseluruhan tanah yang terangkut selama kejadian hujan yang terjadi, dari hasil penelitian diperoleh data kadar air tanah sebesar 21,95%, kadar air ini termasuk cukup tinggi. Tinggi rendahnya kadar air juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah lainnya seperti struktur, porositas dan tekstur tanah (Hanafiah,2005), sedangkan total berat tanah terangkut selama 10 hari hujan pengamatan adalah 2,0014 kg. Aliran permukaan membawa tanah-tanah yang terangkut bersama air hujan karena pada umumnya aliran permukaan mengangkut lapisan tanah paling atas (topsoil) yang kaya akan unsur hara (Arsyad,1983) sehingga mengurangi produktivitas lahan. Pentingnya diketahui berat tanah terangkut adalah untuk mengetahui berapa banyak hara yang hilang akibat aliran permukaan.

Kandungan bahan organik tanah tidak lepas dari serasah dan humus didalam tanah, karena bahan-bahan organik dalam tanah sepenuhnya adalah hasil dekomposisi jaringan tanaman berupa batang, daun, ranting, maupun buah yang disebut dengan humus dan serasah. Menurut Hardjowigeno (1987) kandungan

(48)

bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa kandungan organik tanah tegakan ekaliptus di areal HPHTI PT.TPL sektor Aek Nauli adalah sebesar 7,47%. Berdasarkan klasifikasi persentase kandungan bahan organik menurut Suriadi (2005) nilai ini termasuk kedalam kategori sangat tinggi karena persentase bahan organiknya berada diatas 5%. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi mempunyai kemampuan meresapkan air sampai beberapa kali berat keringnya dan juga memiliki porositas yang tinggi, disamping itu kandungan bahan organik tinggi selalu dicirikan dengan warna tanah yang hitam dan terdapat banyak organisme tanah didalamnya seperti misalnya cacing tanah, dll. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2002) yang menyatakan bahwa bahan organik dapat menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Selanjutnya Poerwowidodo (1991) menjelaskan bahwa peranan bahan organik tanah dan humus dalam pengendalian tata air dapat dilihat dari kemampuan memperbaiki peresapan air dalam tanah. Mengurangi aliran permukaan dan mengurangi perbedaan kandungan air dalam tanah dan sungai antara musim hujan dan musim kemarau. Dengan kata lain, bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan laju resapan air dan mengurangi laju aliran permukaan.

Kaitannya dengan besaran aliran permukaan pada lokasi penelitian di areal HPHTI PT.TPL Aek Nauli adalah bahwa laju aliran permukaan sesungguhnya adalah kecil sampai sedang, karena secara keseluruhan, sifat fisik tanah yang diuji memiliki sifat yang baik dan menunjukkan sifat meresapkan air yang baik dalam proses infiltrasi sehingga mampu mengurangi laju aliran permukaan pada saat hujan terjadi.

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kelerengan mempengaruhi besar nilai aliran permukaan yang terjadi, semakin tinggi derajat kemiringan suatu lereng maka semakin besar pula aliran permukaan yang terjadi dan sebaliknya semakin kecil derajat kemiringan lereng maka semakin kecil pula aliran permukaan yang terjadi.

Saran

1. Pada kelerengan yang curam sebaiknya ditanam tanaman yang tetap dan tidak ditebang sehingga dapat memperkecil laju aliran permukaan pada saat hujan terjadi karena akar tanaman akan menahan air didalam tanah.

2. Sebaiknya dilakukan pengamatan dan pengujian terhadap sifat tanah untuk setiap tipe kelerengan sehingga dapat dilihat lebih jelas pengaruh sifat-sifat tanah terhadap besar-kecil nya aliran permukaan yang terjadi.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S.1982. Pengawetan Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Asdak, C.1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-Jenis Kayu Komersil. Departemen Kehutanan. Jakarta

Bermanakusuma, R. 1978. Erosi, Penyebab dan Pengendaliannya. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung

Foth, HD.1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ke-enam. Gadjah Mada University Press. Yogayakarta

Ginting, AN dan ABK Semadi. 1986. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah dibawah Tegakan Acacia mangium di Gemawang-Sabanjariji. Sumatera Selatan.

Buletin Penelitian Hutan No.604 Hal 6-12

Hakim, NMY Nyakpa, AM Lubis, SG Nugroho, MR Saul, MA Diha, GB Hong, dan HH Bailey. 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Hanafiah, AS dan Elfiati, D. 2005. Penuntun Praktikum Ilmu Tanah Hutan. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Hardiyanto, EB dan Arisman, H. 2004. Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium. PT.Musi Hutan Persada. Palembang

Haridjaja O, Murtilaksono K, Sudarmo, dan Rachman LM. 1991. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Ispriyanto R, NM Arifjaya dan Hendrayanto. 2001. Aliran Permukaan dan Erosi di Areal Tumpangsari Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese. Jurnal

Manajemen Hutan Tropika Vol. VII NO.1. Hal 37-47

Kartasapoetra, AG. 1988. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Penebar Swadaya. Jakarta

(51)

Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Martua, D. 2006. Pengaruh Ketebaan Humus dan Kemiringan Lahan Terhadap Aliran Permukaan di Hutan Lau Kawar, Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Munir, M. 1996. Tanah – Tanah Utama di Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta

Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah: Proses Genesa dan Morfologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rahim, SE. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta

Rangkuti, I. 2006. Erosi dan Aliran Permukaan Pada Hutan Bekas Tebangan dan Bervegetasi Pinus Umur 35 Tahun di Hutan Penelitian Aek Nauli Kabupaten Simalungun. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sarief, S.1980. Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suripin. 2002. Peletarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta Sutisna, UT, Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di

Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor Suriadi, A dan M. Nazam. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan

Kandungan Bahan Organik (Studi Kasus di Kabupaten Bima). Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. //http: www.deptan.go.id/ntb/litbang/2005/penilaian.doc (28 maret 2009)

Tarigan, FM. 1994. Pengaruh Serasah Terhadap Sifat Fisik Tanah, Aliran Permukaan dan Erosi pada Tanah Andosol di Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan Berastagi. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Gambar

Tabel 1. Akibat Pengambilan Serasah Permukaan Pada Kapasitas Peresapan  Horison  Laju Peresapan Dengan Serasah
Tabel 2. Klasifikasi Persentase Kandungan Bahan Organik  No Kandungan  Bahan Organik  Keterangan  1  2  3  4  5  &lt; 1 %  1 – 2 % 2 – 3 % 3 – 5 % &gt; 5 %  Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi  Sumber: Suriadi, A dan M
Tabel 3. Klasifikasi kemiringan Lapangan Sektor Aek Nauli  Kelas Kemiringan
Gambar 1. Petak percobaan Pengukuran Aliran Permukaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(Area Below Upper limit) – (Area Below Lower Limit) h. Jika varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka di sebut homokedatisitas. Model

[r]

Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada kasus Ir Jakub Budiman yang digugat oleh Bank Permata karena tidak mampu dalam pembayaran hutangnya, dimana Bank

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait dengan pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif,

Konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG)

Berdasarkan pendekatan masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut: (1) Seberapa besar kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein