• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR- JANGKA MENENGAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REVIEW RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR- JANGKA MENENGAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2021"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RPI2-JM VII - 1

encana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu

pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air

minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase.

Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang

mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Selanjutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap

program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan.

Kemudian merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

7.1. Sektor Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan

yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di

kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari Permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan

kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat

R

(3)

RPI2-JM VII - 1

pertumbuhan, serta desa tertinggal.

7.1.1. Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh, Perdesaan, Nelayan dan Khusus

Kabupaten Rote Ndao sampai tahun 2016 belum memiliki dokumen SPPIP dan RPKPP. Sedangkan

untuk penetapan kawasan kumuh di Kabupaten Rote Ndao belum ada Peraturan Bupati yang

ditetapkan untuk melegalkan penetapan lokasi tersebut, sehingga untuk menjelaskan kondisi eksisting pengembangan permukiman di Kabupaten Rote Ndao menggunakan data dari BPS.

Kondisi eksisting permukiman pada tingkat daerah Kabupaten Rote Ndao sampai dengan

tahun 2013 belum ada yang dapat dikategorikan sebagai permukiman kumuh (jikalau menggunakan

persyaratan yang dikeluarkan oleh Ditjen CK sesuai UU No.1 tahun 2011 bahwa kawasan yang

dikategorikan sebagai kawasan kumuh kota adalah kawasan dengan kondisi sarana dan prasara yang memprihatinkan, ketidakteraturan & kepadatan bangunan yang tinggi, penurunan kualitas

rumah, pembangunan perumahan yang tidak sesuai RTRW) akan tetapi yang ada adalah rumah

penduduk yang dikategorikan sebagai rumah yang tidak layak huni, yang sebarannya tidak pada satu kawasan tetapi tersebar diantara rumah-rumah penduduk yang layak huni.

Untuk Penataan Kawasan permukiman perkotaan/Kumuh sampai dengan tahun 2015

belum dapat dilakukan karena belum ada SK dari Bupati tentang penetapan kawasan

kumuh di Kabupaten Rote Ndao.

Tabel 7.1. : Panjang Jalan Terbangun Tahun 2011-2015 (Sumber Dana APBN)

Sumber : Profil CK NTT 2016

Sektor permukiman memfokuskan pada penataan kawasan permukiman yang berada di kawasan

perkotaan (Kws.Kumuh) dan kawasan pedesaan yaitu pada kawasan desa potensial agropolitan dan

minapolitan. Penataan Kawasan ini lebih di arahkan pada pembangunan jalan lingkungan kawasan Permukiman perkotaan ataupun jalan akses pedesaan menuju kawasan potensial minapolitan atau

agropolitan. Penanganan infrastruktut Sektor Permukiman di Kabupaten Rote Ndao pada tahun

2011-2013 difokuskan pada penanganan kawasan pedesaan melalui pembangunan jalan akses sepanjang

9,47 KM di Desa Oelasin, dengan pagu dana mencapai Rp. 7.066.586.000,- .

No Uraian Satuan

Besaran Keterang

an

2011 2012 2013 2014 2015

1 Perkotaan

Panjang Jalan Lingkungan KM 2 Pedesaan

Panjang Jalan Akses/Poros

KM 5,36 (Lapen) 2,31 (Lapen) 1,8 (Lapen)

(4)

RPI2-JM VII - 1

Karena tidak tersedianya data untuk menunjukan capaian kabupaten Rote Ndao dalam menyediakan kawasan yang layak huni maka, digunakan data jumlah Kepala keluarga di tiap kecamatan, jumlah rumah

tangga miskin, dan jumlah rumah tidak layak huni tahun 2015 berdasarkan Kabupaten Rote Ndao dalam

Angka Tahun 2016. Data yang ada ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi perumahan di

Kabupaten Kupang skala kecamatan sehingga walaupun belum ada penetapan Kawasan kumuh namun masih dapat menggambarkan kondisi perumahan di tiap kecamatan Kabupaten Rote Ndao.

Kabupaten Rote Ndao menurut Data BPS tahun 2016, teridentifikasi 8 pulau, yakni Rote, Usu, Ndana,

Ndao, Landu, Nuse, Doo dan pualu lainnya. Salah satu pulau yakni Pulau Ndana termasuk dalam kelompok Pulau-pulau Kecil terluar (PPKT) menurut Perpres 179 Tahun 2014 tentang Rencana Tata

Ruang Perbatasan negara di Prov. NTT.

Selain kawasan kumuh kondisi perumahan di Kabupaten Rote Ndao juga perlu mendapatkan perhatian.

Berdasarkan data BPS tahun 2015 untuk Kondisi perumahan di Rote Ndao yang berdinding tembok

sebesar 65,52%, kayu 8,94% dan lainnya sebanyak 23,67%. Terdapat 71,34% berlantai bukan tanah,

dan 28,66% berlantai tanah.

Selanjutnya Data terbaru tentang Rumah Layak Huni di kabupaten Rote Ndao tidak tercata dalam BPS

sehingga untuk saat ini masih menggunakan data yang lama.

Di tahun 2011, tercatat perumahan kurang layak huni di kabupaten Rote Ndao sebanyak 6.412 buah.

Kemudian di tahun 2012, terdapat 7.687 buah rumah kurang layak huni. Meningkat 1.275 unit atau

19,9% dari tahun sebelumnya.

Rumah yang kurang layak huni karena tingkat pendapatan masyarakat dikabupaten Rote Ndao yang

rendah, dan jika dilihat dari angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS (data tahun 2013) angka

kemiskinan di Kabupaten Rote Ndao mencapai 29,09%.

Untuk lebih jelas tentang jumlah rumah kondisi perumahan dan kawasan kumuh di kabupaten Rote Ndao disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel. 7.2. Banyaknya Fakir Miskin, Perumahan tidak layak menurut Kecamatan di Kabupaten Rote Ndao Tahun 2011,2012

Kecamatan

Tahun 2011 Tahun 2012

Fakir Miskin (KK)

Prumahan Tidak Layak (bh)

Fakir Miskin (KK)

Prumahan Tidak Layak (bh)

Rote Barat 1.120 429 1.120 429

Ndao Nuse - - 875 537

Rote Barat Daya 2.619 1.458 2.619 1.458

(5)

RPI2-JM VII - 1

Lobalain 1.908 827 1.908 827

Rote Tengah 1357 569 1357 569

Rote Selatan 472 374 472 374

Pantai baru 2.016 893 2.013 893

Rote Timur 2.525 1.113 2.520 1.113

Landu Leko - - 965 738

Jumlah 14.965 6.412 16.797 7.687

Sumber : Rote Ndao Dalam Angka 2012,2013

Tabel 7.3. Kondisi RSH di Kabupaten Rote Ndao, 2013

LOKASI RSH PEMBANGUNAN TAHUN PENGELOLA PENGHUNI (jiwa) JUMLAH KONDISI PRASARANA CK YG ADA

Translok Oeteas-Rote Selatan 2006 Dinas Nakertrans 500 Air Minum, Jalan Translok Istuah Desa Kuli kec.

Lobalain 2011 Dinas Nakertrans 600 Air minum, jalan Translok Lalukoen-Rote Barat

Daya 2013 Dinas Nakertrans 500 Air Minum, Jalan

Sumber : Bid.CK PU Rote Ndao,2014

RSH di kabupaten Rote Ndao mulai dibangun tahun 2006, 2011, dan 2013 menyebar di Desa

Oeteas, Desa Kuli dan Lalukoen yang dikelola oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rote Ndao. Jumlah unit rumah sebanyak 350 unit buah dengan jumlah penghuni 1.600 jiwa. Prasarana

CK yang ada barulah jaringan air minum dan jalan lingkungan yang sudah dinikmati oleh

penduduk setempat.

Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan Pengembangan Permukiman diantaranya :

o Belum terpenuhinya kebutuhan pengembangan permukiman hampir di semua kecamatan di

kabupaten Rote Ndao (Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman)

o Kondisi Jalan rusak, pada musim hujan tranportasi terganggu di beberapa kecamatan potensial.

o Belum tersedianya permukiman yang layak huni, tersebar di semua desa yang ada di hampir

semua kecamatan di kabupaten Rote Ndao.

o Pemrograman dan perencanaan permukiman belum terorganisir dengan baik

o kekurangseimbangan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan

o Kurangnya dukungan kegiatan ekonomi melalui pengembangan permukiman

o Belum berkembangnya kawasan perdesaan agropolitan dan minapolitan

Tantangan pengembangan permukiman di kabupaten Rote Ndao adalah berupa kurangnya perhatian

pemerintah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan

(6)

RPI2-JM VII - 1

diperlukan membuat suatu kebijaksanaan khusus mengatur perumahan dan permukiman karena saat ini kabupaten Rote Ndao belum memiliki dokumen perencanaan SPPIP/RP2KP.

Tabel 7.4.

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Rote Ndao

NO PERMASALAHAN TANTANGAN ALTERNATIF SOLUSI

1 Aspek Teknis

- Belum terpenuhi PSD di semua kec.

- Kawasan kumuh menyebar dlm 4 kec

- Meningkatnya hunian tidak layak huni

- Belum berkembang kaw agroplitan & minapolitan

- Belum tersedia dokumen SPPIP/RP2KP

- Status Lahan

Pencapaian sasaran/target dalam rencana strategis sektor Pengembangan Permukiman

- Diprogramkan sesuai prioritas kebutuhan

- Pendekatan persuasif dengan aparat Desa

2 Aspek Kelembagaan

- Pemrograman dan perencanaan belum teroganisir dengan baik

- Pembenahan regulasi khusu pembebasan tanah bg masyarakat

- Penguatan Kelembagaan

3 Aspek Pembiayaan

- Kurang dukungan dana Peningkatan alokasi dana

Mengalokasikan dana sesuai prioritas kebutuhan

4 Aspek Peran masyarakat/swsta

- Kurang perhatian masyarakat dlm memelihara infrastruktur terbangun

- Rendahnya kesadaran masyarakat dlm memenuhi prosedur memperoleh legalitas hunian

Penghasilan yang minim mengakibatkan hanya terkonsentrasi pd usaha mencari nafkah

- Melibatkan masyarakat dalam pembangunan

- Sosialisasi pentingnya hidup sehat dan bermasyarakat

5 Aspek Lingkungan Permukiman

- Pemukiman yang padat & tak beraturan

- Pemukiman yang menyebar tak beraturan

- Terdapat beberapa kawasan yg belum terjangkau SP permukiman yang memadai

Peningkatan kualitas lingkungan

- Menata kembali sehingga pelayanan SP menjadi

Wilayah perkotaan merupakan kawasan yang digunakan sebagai pusat pergerakan berbagai kegiatan

dengan aglomerasi penduduk dan intensitas penggunaan lahan untuk permukiman yang tinggi, serta ditunjang oleh tersedianya berbagai sarana prasarana penunjang transportasi dan infrastruktur yang

memadai.

Wilayah perkotaan diKabupaten Rote Ndao memiliki pusat pelayanan terkonsentrasi di Kota Ba’a.

Orientasi pergerakan penduduk cenderung mengarah ke pusat kota di mana pada wilayah ini terdapat fasilitas pendukung yang lengkap.

Penggunaan lahan perkotaan (urban) termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk

perumahan/permukiman, kegiatan perdagangan / jasa, Perusahaan /industri dan fasilitas sosial yang

(7)

RPI2-JM VII - 1

Untuk pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Rote Ndao arahan kebijaksanaan yang ditetapkan mengacu pada :

- Memperhitungkan kecenderungan perkembangan pembangunan permukiman baru

- Memperhitungkan daya tampung perkembangan penduduk dan fasilitas/prasarana yang dibutuhkan

- Penggunaan lahan eksistingnya

Berdasarkan acuan-acuan tersebut di atas pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten

Rote Ndao lebih diarahkan pada penggunaan lahan non produktif dengan kebijaksanaan penataan ruang

secara rinci meliputi :

- Pemenuhan kebutuhan perumahan dengan penambahan luas kawasan permukiman perkotaan di

lahan yang tingkat produktivitasnya rendah, yaitu lahan pertanian kering (tegalan, tambak, dll)

- Tindakan preventif terhadap dampak bencana yang terjadi di kawasan rawan bencana alam.

- Penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman dengan memperhatikan proporsi

ketersediaan ruang terbuka hijau dan infrastruktur penunjang permukiman terhadap luas total sebesar 40%.

Permukiman lahan perkotaan berdasarkan deliniasi rencana kawasan perkotaan meliputi Kecamatan

yang merupakan daerah pengembangan pusat pelayanan. Selain itu perkembangan permukiman perkotaan di arahkan pada lokasi-lokasi yang disusun dalam perencanaan IKK.

B. Permukiman Perdesaan

Permukiman Pesisir

Untuk permukiman desa - desa pesisir terutama kampung nelayan yang berada di sekitar kawasan

pantai/pesisir, pengembangannya perlu dikendalikan secara ketat terutama disekitar sempadan pantai dan sekitar hutan mangrove. Sedangkan permukiman desa-desa pesisir yang terkait dengan kawasan

perkotaan pengembangannya dikendalikan terutama pada permukiman yang ada di sempadan pantai dan

muara sungai.

Rencana kawasan permukiman di wilayah pesisir adalah sebagai berikut:

 Membatasi dan merelokasi kawasan kawasan permukiman yang berada pada kawasan kawasan berfungsi

lindung dan dilindungi di wilayah pesisir

 Mendorong pengembangan dan pertumbuhan pusat pusat permukiman secara hierarkis dan terkait secara

fungsional.

Peruntukan Permukiman Khusus

Permukiman khusus dikembangkan untuk pengembangan kegiatan khusus seperti permukiman transmigran.

(8)

RPI2-JM VII - 1

jumlah kepala keluarga (KK) yang dimukimkan di lokasi tersebut. Secara hirarki pembangunan transmigrasi tersebut adalah mulai dari luasan wilayah dan jumlah KK yang terkecil yang disebut Satuan Permukiman

(SP), dengan jumlah KK 350 – 500 KK atau yang nantinya akan menjadi setingkat dengan desa, selanjutnya

4-5 SP dalam satu wilayah disebut dengan 1 (satu) Satuan Kawasan Permukiman (SKP) atau yang nantinya

akan menjadi kawasan berkembang pada tingkat kecamatan, dan 3-4 SKP dalam suatu wilayah disebut Wilayah Pengembangan Partial (WPP) atau yang nantinya akan menjadi kawasan berkembang pada tingkat

kabupaten.

Pengembangan ini dilakukan melalui upaya pengembangan KTM Batutua Kabupaten Rote Ndao, yang

bertujuan untuk :

b. Membentuk Pusat Pertumbuhan Baru;

c. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan;

d. Membuka Lapangan Kerja; dan

e. Sebagai upaya untuk mengurangi Urbanisasi dan mendukung pengembangan program transmigrasi.

Desa-desa yang berada di wilayah administrasi Kawasan KTM Batutua beserta dengan luasnya dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 7.5. Luas Kawasan KTM Batutua

No Desa/Kelurahan Luas (Km²) Persentase luas terhadap kecamatan (%)

(9)

RPI2-JM VII - 1

No Desa/Kelurahan Luas (Km²) Persentase luas terhadap kecamatan (%)

2 Nemberela 9.8 7.52

3 Boa 20.28 15.56

4 Oelolot 17.79 13.65

5 Oenitas 30.56 23.44

6 Mbueain 13.59 10.42

7 Ndao-Nuse 14.09 10.81

8 Sedeoen 12.08 9.27

IV Kecamatan Lobalain 145.71 100

1 Kuli 24.30 16.68

2 23

Suelain 3.78 2.59

3 Bebalain 28.18 19.34

4 Kolobolon 12.10 8.30

5 Oematamboli 4.51 3.10

6 Helebeik 15.60 10.71

7 Oelunggu 12.61 8.65

8 Mokdale 12.01 8.24

9 Sanggaoen 8.80 6.04

10 Holoama 13.73 9.42

11 Tuanatuk 4.40 3.02

121 Baadale 3.89 2.67

13 Namodale 0.90 0.62

14 Metina 0.90 0.62

Jumlah 563.08/56308 Ha 100

Sumber : Kecamatan dalam angka tahun 2012

Orientasi Kawasan KTM yang akan direncanakan terdapat di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Rote Barat

Daya, Kecamatan Rote Barat Laut, Kecamatan Rote barat dan Kecamatan Lobalain yang akan menggunakan

lahan sebesar 56.308 Ha dimana lahan tersebut adalah lahan milik rakyat setempat.

Aksesibilitas Kawasan KTM Batutua dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dan roda dua dengan

kondisi jalan yang sudah beraspal dan sebagian jalan tanah. Sarana transportasi di Wilayah Kabupaten Rote Ndao terdiri dari angkutan pribadi dan angkutan umum yang berfungsi untuk melayani pergerakan penduduk

di dalam satu kawasan. Angkutan umum terdiri atas kendaraan roda empat dan roda dua. Kendaraan roda

empat melayani pergerakan antara ibu kota kecamatan dan antara desa, sedangkan angkutan roda dua

melayani pergerakan dalam satu kawasan.

7.1.2. Sasaran Program

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari kegiatan Non Fisik berupa pengaturan,

pembinaan, pengawasan dan kegiatan fisik berupa pembangunan dan pengembangan di kawasan

perkotaan; perdesaan dan kawasan khusus.

Pengembangan permukiman terdiri dari :

1. Peraturan Pengembangan Kawasan Permukiman

(10)

RPI2-JM VII - 1

2. Pembinaan dan Pengawasan Pengembangan Kawasan Permukiman

- Pendampingan Penyusunan NPSK

- Penyusunan Kebijakan, Strategi dan rencana Pengembangan Kawasan Permukiman

- Pembinaan, Pengawasan dan Kemitraan Penyelengaraan Pengembangan Kawasan

Permukiman

3. Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan meliputi :

- peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh

- peningkatan lingkungan permukiman perkotaan

- pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman nelayan

4. Pembangunan dan Pengembangan kawasan permukiman perdesaan meliputi :

- pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perdesan potensial

- pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan tetinggal, terpencil

dan pulau-pulau kecil terluar

- Pembangunan Infrastruktur Sosial ekonomi Wilayah

5. Pembangunan dan Pengembangan kawasan permukiman khusus meliputi :

- pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan

- Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pulau-pulau Kecil terluar

- pembangunan dan pengembangan kawasan rawan bencana, paska bencana, dan kawasan

tertentu

6. Infrastruktur Berbasis Masyarakat

- Program Peningkatan Kualitas Permukiman

7. Pembangunan Percontohan Kota Baru

- Perintisan Inkubasi Kota Baru

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari

kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

• Kesiapan lahan (sudah tersedia). • Sudah tersedia DED.

• Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP/RP2KP/RKP RPKPP,

Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

(11)

RPI2-JM VII - 1

• Ada unit pelaksana kegiatan.

• Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam

pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

permukiman kumuh memiliki ciri :

(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi

(2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum

(3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas

umum

(4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencanatata ruang

wilayah.

Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta

Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau

RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi

terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian

berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai

indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi

memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan

seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman

(12)

RPI2-JM VII - 1 3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana : a. Kondisi Jalan, b.Drainase, c. Air bersih, d. Air limbah

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi

penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand

scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

7.1.3. Usulan Program Kegiatan

Dari sejumlah sasaran dan program nasional pengembangan permukiman, diusulkan beberapa

program yang relevan dengan kondisi eksisiting dan permasalahan pembangunan permukiman di

Rote Ndao sebagaimana disajikan pada tabel berikut :

Tabel 7.6. Program Pengembangan Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Diusulkan

No Aspek Pengembangan Permukiman Lokasi Kondisi Saat

Ini Kondisi Akhir Rencana

1 Pengembalian Fungsi Kawasan melalui Peremajaan (Urban Renewal) Metina Kumuh Diremajakan

2 Penataan/Peningkatan Infrastruktur Permukiman Kawasan Kumuh Londalusi, Tesabela,Oelua, Batutua Namodale, Kumuh Diremajakan

3 Pembangunan RSH Beserta Infrastruktur Pendukungnya Oeteas, Kuli, Lalukoen Ada Diadakan/Ditingkatkan

4 Peningkatan Infrastruktur Perdesaan Kawasan Agropolitan &

Minapolitan Kurang Diadakan/Ditingkatkan

Melihat kondisi eksisiting dan permasalahan permukiman di Kabupaten Rote Ndao, maka

diusulkan beberapa kegiatan Pegembangan infrastruktur permukiman yang relevan dan pembiayaan pengembangan permukiman.

Secara rinci, usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan Pengembangan Permukiman Kabupaten

Rote Ndao disajikan dalam Matriks RPI2JM.

7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

(13)

RPI2-JM VII - 1

ISU STRATEGIS

Isu Strategis sektorr PBL di kabupaten Rote Ndao diidentifikasikan sebagai berikut :

Tabel 7.7. Isu Strategis sektor PBL di kabupaten Rote Ndao

No.

Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

di Kabupaten

Peraturan Penataan Bangunan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan gedung Penyelengaraan BG

Penyelenggaraan Penataan Bangunan Penyelenggaraan Penataan Bangunan Kawasan khusus

a. Pemenuhan ruang terbuka publik dan RTH di Kota Ba’a

b. Peningkatan kualitas lingk dalam pemenuhan SPM

c. Keikutsertaan swsta & masyarakat dalam pentaan bangunan & lingkungan d. Pencegahan kebakaran di kota Ba’a

e. Tertib pembangunan & keandalan bangunan gedung

f. P erlu mewujudkan bangunan gedung yg fungsional, tertib andal & mengacu pd lingk yg berkelanjutan

KONDISI EKSISTING

Gambaran umum bangunan-bangunan gedung di Kabupaten Rote Ndao, khususnya di Kota Ba’a

sebagai ibukota, dibedakan atas tiga kategori yaitu :

a. Bangunan gedung perkantoran dan fasilitas umum/sosial milik pemerintah

b. Bangunan fasilitas umum/sosial milik swasta

c. Bangunan rumah tinggal milik perorangan

Bangunan umum milik pemerintah dan sebagian bangunan umum milik swasta dibangun

berdasarkan perencanaan yang baik, dengan mengikuti ketentuan teknis ketertiban dan keselamatan

bangunan. Akan tetapi sebagian besar bangunan milik swasta dan masyarakat, dibangun tanpa

perencanaan dan tanpa pengendalian oleh instansi teknis terkait sehingga ketertiban, ketahanan dan

keselamatan bangunannya tidak terjamin.

Selain itu kepadatan bangunan yang sangat tinggi di Kota Ba’a dan kota-kota pesisir pantai, dimana

kepadatan ada yang mencapai 100 unit/Ha. Melihat kondisi tersebut menunjukan semakin dekat

suatu wilayah dengan pusat kota, maka intensitas pemanfaatan ruangnya akan semakin tinggi

sehingga membutuhkan penataan lebih lanjut mengenai bangunan dan lingkungan.

Tabel 7.8. Kondisi Eksisting Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun 2015

NO URAIAN SATUAN BESARAN KETERANGAN

1 Status Perda BG Ada/tidak Ada

2 Prosentasi Bangunan Ber-IMB % Belum terdata

(14)

RPI2-JM VII - 1

4 Pendataan Bangunan Gedung unit Belum terdata

5 Prosentasi RTH % 20% Data RTRW

6 Status Bangunan Pusaka (Nasional) Ada/tidak Tidak ada

7 Status Bangunan Pusaka (Dunia) Ada/Tidak Tidak ada

Sumber : Hasil Survey Satker Randal NTT tahun 2016

Dari tahun 2011- 2015 belum pernah dilakukan pembangunan Infrastruktur sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan yang didanai melalui APBN di Kabupaten Rote Ndao

Tabel 7.9. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun 2011-2015 (Sumber Dana APBN)

Sumber : Hasil Survey Satker Randal NTT tahun 2016

PERMASALAHAN DAN TANTANGAN

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain :

• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih

melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan

lingkungan permukiman;

• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,

kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang

diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas

lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam

pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh

Indonesia;

• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

NO URAIAN SATUAN 2011 2012 2013 2014 2015

1 Penat aan TH Kw s - - - - -

2 Revit alisasi Kw s.Strat egis Kw s - - - - -

3 Penat aan Kw s.Tradisional Kw s - - - - -

4 RTBL Kaw asan lap - - -

(15)

RPI2-JM VII - 1

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan

otonomi dan desentralisasi;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam

fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

C.1. Permasalahan dan tantangan Daerah:

Permasalahan dan tantangan di daerah hampir sebagian besar sama dengan yang ada di skala nasional , namun ada yang lebih spesifik , antara lain :

a. Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah,

padahal punya potensi wisata.

b. Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong

pertumbuhan kota.

c. Sarana lingkungan hijau, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan .

e. Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bangunan gedung

termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.

f. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat

perhatian

g. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah serta rendahnya kualitas

pelayan publik .

h. Sampai saat ini Pemberian perijinan dan pembangunan gedung belum didasarkan pada Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan;

i. Banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan,

keamanan, dan kenyaman

j. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang

cacat;

k. Penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara kurang tertib dan efisien

l. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

m. Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan peran masyarakat

n. Belum melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas

pembangunan.

(16)

RPI2-JM VII - 1

NO Aspek PBL Permasalahan yg dihadapi Pengembangan Tantangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis

- Belum memiliki Renti (RTH, RTBL, RISPK)

- ruang terbuka umum kurang tersedia - tidak jelas peruntukan kaw.hunian

Lokasi yang menyebar / tidak teratur

- menyediaan dok teknis perenc.

- pertegas peruntukan fungsi kaw.

2 Aspek Kelembagaan Belum siap landasan operasional Kerjasam antar instanti terkait

Perlu penegasan dlm penerapan aturan

3 Aspek Pembiayaan Minimnya dana Kerjasama dg swsta Ditingkatkan

4 Aspek Peran serta masyarakat/swsta

Masyarakat kurang memelihara

infrastruktur terbangun Kesadaran

Melibatkan dlm pembangunan 5 Aspek Lingkungan Permukiman Kesiapan status lahan

7.2.2. Sasaran Program

Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan di wilayah Kabupaten Rote Ndao, diperlukan tidak

hanya untuk mengendalikan pertumbuhan fisik suatu kawasan kota sejak dini dalam rangka memandu pertumbuhan kota, tetapi juga memelihara, melindungi dan mencegah dari segala

ancaman yang akan merusak eksistensi kota. Untuk dapat menciptakan tahap pembangunan dan

pengembangan wilayah dan kota, maka sangat diperlukan pemanfaatan ruang yang optimal.

Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang kota juga diharapkan dapat berfungsi sebagai dokumen perencanaan yang dapat dipedomani berbagai pihak

dalam pembangunan fisik kota serta mereduksi berbagai konflik kegiatan masyarakat dalam

pemanfaatan ruang kota.

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

1. Peraturan Penataan Bangunan :

 Penyusunan Rancangan UU dan RPP Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan;

 Penyusunan Standar /Pedoman/Kriteria (SPK)

2. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

 Pembinaan pengelolaan bangunan gedung

 Standarisasi dan Kelembagaan Bidang Pebataan Bangunan

 Fasilitasi Kemitraan Bidang Penataan Bangunan

 Fasilitasi Penguatan Pemda

 Pengawasan dan Evaliasu Kenerja Bidang Penataan Bangunan

 Pembinaan Pnengelolaan rumah Negara

 Pembinaan Penataan Bangunan Loinglungan Khusus

 Perencanaan dan Analisa Teknis

 Administrasi dan Penatausahaan Penataan Bangunan

(17)

RPI2-JM VII - 1

 Bangunan Gedung Pusaka/Tradisional

 Bangunan Gedung Hijau

 Bangunan Gedung Mitigasi Bencana

 Bangunan Gedung Perbatasan

 Pembangunan Bangunan Gedung Pendukung Kebun Raya

4. Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan

 Penataan Bangunan Kawasan Strategis

 Penataan Bangunan Kawasan Rawan Bencana

 Penataan Bangunan Kawasan Perbatasan

 Penataan Bangunan Kawasan Hijau

 Penataan Bangunan Kawasan Destinasi Wisata

5. Revitalisasi dan Pengembangan Kawasan Tematik Perkotaan

 Penataan Kawasan Pengembangan Kota HIjau

 Penataan Kawasan Revitalisasi Kota Pusaka

 Penataan Kawasan Revitalisasi Tradisional Bersejarah

 Penataan Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata

6. Fasilitasi Edukasi dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat Bidang Penataan

Bangunan

 Kegiatan Penyebarluasan Informasi PIP2B

 Fasilitasi Pemanfaatan Ruang terbuka Publik

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

(PBL) dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana

kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan

melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan

kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapanuntuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:

1. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

* Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

• Kawasan yang dilestarikan/heritage;

• Kawasan rawan bencana;

(18)

RPI2-JM VII - 1

dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta,

masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat

2. Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Pusaka, Rawan Bencana, kawasan hijau dan kawasan Destinasi Wisata, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan,program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta

DAED/DED.

Kriteria Umum:

• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas

kws perencanaan > 5 Ha) atau;

• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah

(jika luas perencanaan < 5 Ha);

• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta,

masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan

wilayahnya;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Pusaka Kawasan:

 Kab/kota yang telah memiliki Perda BG

• Memiliki Perda RTRW dan menetapkan Kawasan Perbatasan

• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai trategis;

 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Hijau

• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

(19)

RPI2-JM VII - 1

tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah

kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Destinasi Wisata

• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

• Memiliki nilai ketradisionalan atau wisata budaya/alam yang khas dan estetis;

• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

3. Kriteria dukungan PSD Untuk Kawasan Pusaka, Hijau, Rawan Bencana, Rdeatinasi Wisata dan Kawasan Strategis Nasional :

• Mempunyai dokumen Rencana Tindak

• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

• Ada DDUB;

• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan

pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang

menyentuh unsur tradisionalnya;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

4. Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal,

stasiun, bandara);

• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat

(taman, alun-alun);

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

(20)

RPI2-JM VII - 1

Usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Rote Ndao di sajikan pada matriks Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menegah

(RPI-2JM) .

7.3. SISTIM PENYEDIAAN AIR MINUM

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan

konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik

(teknik) dan non fisik penyed iaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta,

dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan.

7.3.1. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. ISU STRATEGI PENGEMBANGAN SPAM

Isu-isu strategis yang diperkirakan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target

pembangunan di bidang air minum yang diperoleh melalui serangkaian konsultasi dan diskusi

dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 100% bagi masyarakat sampai akhir tahun 2019

2. Pengembangan Pendanaan

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan

Penerapan Inovasi Teknologi.

Selain isu-isu di tingkat nasional, ada pula isu-isu strategis di kabupaten Rote Ndao yang

mempengaruhi upaya untuk mencapai target pengembangan di bidang air minum antara lain :

a. pembangunan PS Air Minum Untuk Desa Miskin dan Rawan Air, dengan target desa miskin,

desa rawan air dan desa pesisir dan pulau-pulau kecil.

b. pengembangan air minum di kota Ba’a, dengan target kota-kota yang telah memiliki PDAM

c. pembangunan air minum di ibukota Kecamatan (IKK), dengan target IKK yang belum

memiliki sistem penyediaan air minum dan IKK yang telah diverivikasi dan memiliki DED

(21)

RPI2-JM VII - 1

d. penyediaan air minum bagi kawasan RSH, dengan target kawasan yang merupakan lokasi

pembangunan RSH yang telah dibangun dan telah berpenghuni

e. penyehatan PDAM, dengan target PDAM yang tidak sehat/kurang sehat dengan

permasalahan teknis yang dominan dalam memberikan kontribusi ketidak sehatannya

B. KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN SPAM

Berdasarkan data capaian untuk akses rumah tangga terhadap air minum layak di Kabupaten Rote Ndao

sampai dengan tahun 2015 sebesar 76,17% atau 23,83% rumah tangga di Kabupaten Rote Ndao belum

mendapatkan/belum mengakses air minum layak. Dari data tersebut juga menjelaskan bahwa jumlah

Rumah Tangga yang mengakses air minum layak yang berasal dari leding hanya 8,67%, menggunakan

pompa sebesar ,7% sedangkan akses air minum layak paling banyak berasal dari sumur terlindung yang mencapai 48,61%.

Penyediaan air minum dengan sistem perpipaan di kabupaten Rote Ndao untuk kawasan perkotaan

maupun IKK dikelola oleh PDAM Kabupaten Rote Ndao dan sampai dengan akhir tahun 2015 cakupan

layanan baru mencapai 9,04% atau 4.968 Sambungan Rumah Untuk membantu meningkatkan pelayanan air minum layak di Kabupaten Rote Ndao maka Pemerintah Pusat melalui Satuan Kerja

PSPAM Provinsi NTT Direktorat Air Minum telah membangun pipa sepanjang 76.984 meter dengan

pagu mencapai Rp 26.949.495.000,- yang dilaksanakan dari tahun 2012- melalui kegiatan Bantuan

Program untuk PDAM, Pengembangan SPAM IKK dan Pengembangan SPAM Pedesaan.

Tabel 7.11. Data Pengolahan Air Minum Oleh Kabupaten PDAM Rote NDao

NO Uraian Satuan Besaran

2013 2014 2015

Pelayanan Penduduk

1 Jumlah Penduduk Jiwa 124.835 127.911 128.010

2 Jumlah Pelanggan Jiwa 9835 10490 11580

3 Penduduk Terlayani % 7,88 8,20 9,05

Data Produksi

1 Kapasitas Produksi Lt/detik 34,5 48,5 13,5

2 Kondisi PDAM Sehat/Sakit Sakit Sakit Sakit

3 Biaya Produksi PDAM Rp. - - 3.318.000

Data Distribusi

1 Kapasitas Distribusi Lt/detik - - -

2 Asumsi Kebutuhan Air Lt/Org/hr 60 60 60

3 Air Terjual M3/th 411.267 494.025 453.452

4 Air Terdistribusi M3/th - - -

5 Total Penjualan Air Rp. 1.239.592 1.934.954 1.960.444

6 Cakupan Pelayanan Air % 6 15 20,6

7 Cakupan Penduduk Jiwa - - -

Data Tarif

1 Rumah Tangga Rp 3.000 3.000 3.000

2 Niaga Rp 4.500 4.500 4.500

3 Industri Rp 9.000 9.000 9.000

4 Instansi Rp 3.000 3.000 3.000

5 Sosial Rp 3.000 3.000 3.000

6 Tarif Rata-rata Rp 4.158 4.158 4.158

(22)

RPI2-JM VII - 1

1 Jumlah Sambungan Rumah (SR) Unit 2.019 2.098 2.583 2 Konsumsi Rumah Tangga Unit 1.717 1.731 2.201

3 Konsumsi Non Rumah Tangga Unit 302 267 382

4 Jumlah Jiwa/Sambungan Rumah Tangga Unit 10.095 10.490 12.915 Sumber : PDAM Kabupaten Rote Ndao Hasil Audit

Tabel 7.12. : Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Tahun 2015

NO SUM BER AIR M INUM PRESENTASI KETERANGAN

Sumber : BPS, Rote Ndao Dalam Angka Tahun 2015

Tabel. 7.13

Akses Air Minum Layak Desa dan Kota Tahun 2013-2015

NO URAIAN CAPAIAN

Pembangunan sektor Air Minum di kabupaten Rote Ndao tahun 2011-2015 sebagai berikut :

Tabel 7.14. Pembangunan Sektor Air Minum di Kota Kupang Tahun 2011 – 2015

(23)

RPI2-JM VII - 1

Sumber : Satker PSPAM NTT, dan Hasil Survey

Kapasitas air minum eksisting di Kabupaten Rote Ndao adalah 130,22 liter/detik pada musim kemarau

dan 324,5 liter/detik pada musim hujan, maka PDAM Kabupaten Rote Ndao sebagai penyelenggara SPAM di Kabupaten Rote Ndao cukup berat untuk menambah produksi 61,5 L/det, sehingga

membutuhkan biaya yang sangat besar.

(24)

RPI2-JM VII - 1

Tabel 7.15. Data Sumber Mata Air Kabupaten Rote Ndao

NO NAMA MATA AIR

LOKASI

DEBIT PEMANFAATAN KONDISI FISIK MASALAH

DESA DUSUN

1 Oemau Mokdale / Lobalain Mokdale 29. 95 Air minum dan pertanian Rusak Pompa yang ada tidak berfungsi menggerakkan air ke reservoir

2 Tanggaloi Oelunggu / Lobalain Lekik 57.48 Air minum dan pertanian Belum

dikelola Baru diusulkan

3 Oelalumbu Oetutulu / Rote Barat

Laut 1.30 Pertanian

Belum dikelola

4 Oesamboka Holoama / Lobalain 30.80 Air minum dan pertanian Rusak

Pompa yang ada rusak Tidak dikelola dengan baik Kendala

pada biaya operasional

5 Oemina Oenitas / Rote Barat 7.76 Air minum Belum dikelola

6 Oelasin Oelasin / Rote Barat Daya 1.15 Pertanian

7 Nioen Londalusi / Rote Timur 92.77 Air minum dan pertanian Baik

8 Oemaspoka Edalode / Pantai Baru 44.75 Air minum Baik Tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mengandung kadar garam

9 Oematalilok Suelai / Lobalain 66.90 Pertanian Belum dikelola

10 Oematadale Suelai / Lobalain 13.93 Pertanian Belum dikelola

11 Oekode Suelai / Lobalain 13.10 Pertanian Belum dikelola

12 Oemata Ina Oematamboli / Lobalain 11.47 Pertanian dan air minum Belum dikelola

13 Kaden Suebela / Rote Tengah 166.67 Pertanian dan air minum Rusak 21 Dudikoen Lidabesi / Rote Tengah 30.80 Air minum dan pertanian Baik 22 Leli Onatali / Rote Tengah 5.26 Air minum dan pertanian Baik - Tidak adanya tenaga untuk menjaga mesin pompa

32 Meokoen Tesabela/Pantai Baru 10.08 Air Minum Belum di kelola

33 Lalukoen Lalukoen/Rote Barat

Daya 8.47 Air Minum

Belum di kelola

Sumber : RTRW Rote Ndao 2011

Yang menangani jaringan air bersih adalah Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) kabupaten Rote

Ndao. Kinerja dari PDAM sebagai lembaga yang menangani dan mengatur masalah jaringan air bersih

belum dapat bekerja secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi dalam melakukan pengelolaan air bersih ditambah lagi dengan kurangnya sarana dan prasarana serta tenaga

(25)

RPI2-JM VII - 1

Pada tanggal 31 Juli 2013 ditetapkan Peraturan Bupati Rote Ndao Nomor 23 Tahun 2013 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Daerah Air minum Kabupaten Rote Ndao sebagai pengganti dari PerBup No.

04 Tahun 2007 tentang Tarif Air Minum PDAM.

Untuk mendukung tugas dan fungsi PDAM kabupaten Rote Ndao saat ini maka komposisi Sumber

Daya Manusia yang bekerja pada PDAM kabupaten Rote Ndao sebagaimana tergambar dalam Tabel

berikut ini.

Tabel 7.16. Banyaknya Pekerja Tetap dan Honor menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di PDAM kabupaten Rote Ndao tahun 2014

Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

Pekerja Teknis

Pegawai tetap Pegawai Honor Jumlah

SLTP 1 - 1

SLTA 28 27 55

D3/SM 2 - 2

Si 3 - 3

Jumlah 34 27 61

Sumber : PDAM kab.Rote Ndao 2014

Apabila ditelaah lebih lanjut, sistem pelayanan air bersih non-perpipaan di kabupaten Rote Ndao

kurang memenuhi syarat secara bakteriologis, sebab air tersebut digunakan langsung tanpa melalui proses desinfeksi, padahal kualitas air yang digunakan erat kaitannya dengan kesehatan. Untuk

mengantisipasi hal ini perlu dilakukan kaporisasi secara rutin pada sistim penyediaan air non

perpipaan.

Selain itu dalam hal pemeliharaan sebagian besar masyarakat belum sadar betul tentang pentingnya

air bagi kehidupan, hal ini nampak pada fasilitas sarana dan sarana yang sudah ada tidak dijaga malah di rusakkan.

C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan SPAM

Berdasarkan kondisi dan sasaran penyediaan dan pengelolaan air minum, maka dapat digambarkan

masalah yang dihadapi dalam penyediaan Air Minum di kabupaten Rote Ndao antara lain :

 Perkembangan penduduk tidak diimbangi dengan perhitungan tekanan jaringan pipa untuk

sambungan baru

 Sebagian besar pipa jaringan yang ada sudah sangat tua, sehingga koefisien geseran air dan

dinding pipasemakin besar yang mengakibatkan pada pengaliran air yang tidak sempurna

(26)

RPI2-JM VII - 1

 Akibat lainnya, karena tekanan yang semakin berkurang maka akan mempengaruhi debit

aliran ke pemakai,antara lain air tidak sampai kekonsumen karena tekanannya sudah lemah

atau tidak ada sama sekali

 Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah penyambungan tambahan yang tidak

memperhatikanbesarnya tekanan air yang ada di pipa.

Untuk jelasnya tentang permasalahan pengembangan SPAM disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 7.17. Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM

No Aspek Pengelolaan AM Permasalahan yang Dihadapi

Tindakan

Yang sudah dilakukan Yang sedang dilakukan

A.

Tata Laksana (SOP, Koordinasi, dll)

SDM

- Ada 3 unit reservoir yg perlu peningkatan daya tampungnya.

- Di kota baa dan papela sdh berumur diatas 30 thn.

Banyak pipa yg kropos, & belum terlayani

umur teknis 1500 Meter air diatas 4thn

- PDAM sdh melakukan pendekatan dgn pemilik MA tetapi belum mencapai kesepakatan.

- Belum direhab krn keterbatasan dana.

- Krn membutuhkan dana yg besar maka PDAM belum melakukan baru 137 Meter air yg diganti

- Membantu

- Mekanisme penarikan retribusi - Realisasi penerimaan retribusi

- PDAM belum mempunyai dana

- Masih rendahnya kesadaran pelanggan utk membayar rekening tepat waktu

(27)

RPI2-JM VII - 1

Pengembangan jaringan air minum untuk masyarakat di perkotaan diarahkan untuk menggunakan sumber air yang bersumber dari PDAM.

Pengembangan jaringan air minum untuk masyarakat di daerah pedesaan, pelayanan air minum

dilakukan melalui proyek air minum pedesaan, dengan memanfaatkan mata air yang ada

kemudian menyalurkannya ke bak penampungan air yang dibangun di dalam lingkungan permukiman penduduk.

Sebagian sarana/infrastuktur air minum yang sudah ada hampir merata di semua desa, namun

belum memenuhi secara keseluruhan, karena beberapa wilayahnya sulit dijangkau.

Dalam mendukung pencapaian target dalam RPJMN 2015-2019 melalui Gerakan Rencana Aksi Daerah (RAD) 100-0-100 terkait air minum, maka dilakukan kegiatan Pengaturan, Pembinaan,

Pengawasan, dan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. Adapun indikator kinerja

programnya adalah meningkatnya kontribusi pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat

yang terdiri dari peningkatan sambungan rumah SPAM jaringan perpipaan dan peningkatan cakupan SPAM bukan jaringan perpipaan. Rincian di sajikan dalam tabel berikut :

Tabel 7.18

Proyeksi Kebutuhan Air Perkotaan Tahun 2015- 2019 di Provinsi NTT

Sumber : RAD 100-0-100 Prov.NTT 2016

perpipaan non perpipan Total 2015 2016 2017 2018 2019 Re rata 01.   Sumba Barat 0 39,42 39,42 50,28 51,11 51,87 52,74 53,50 51,90 02.   Sumba Timur 89,6 13,1 102,71 116,27 117,84 119,30 120,67 122,03 119,22 03.   Kupang 11,8 20,4 32,19 58,34 60,39 62,50 64,95 67,66 62,77 04.   Timor Tengah Selatan 81,3 5,1 86,49 97,43 97,93 98,42 98,85 99,27 98,38 05.   Timor Tengah Utara 13,0 45,9 58,83 67,77 68,46 69,16 69,79 70,39 69,11 06.   Belu 27,3 45,9 73,25 95,20 96,83 98,34 99,82 101,34 98,31 07.   Alor 53,3 37,3 90,56 94,44 95,20 95,84 96,56 97,13 95,83 08.   Lembata 35,4 10,7 46,08 55,39 56,40 57,71 58,83 59,96 57,66 09.   Flores Timur  98,6 2,1 100,66 109,72 110,55 111,78 112,75 113,69 111,70 10.   Sikka 33,2 13,6 46,87 134,68 135,53 136,31 137,00 137,64 136,23 11.   Ende 112,2 42,5 154,67 192,64 193,47 194,33 194,97 195,64 194,21 12.   Ngada 40,6 1,0 41,52 44,09 44,48 45,34 45,93 46,52 45,27 13.   Manggarai 125,2 21,2 146,45 169,63 171,97 174,72 177,23 179,63 174,64 14.   Rote Ndao 22,4 1,0 23,41 26,55 27,63 28,67 29,79 30,91 28,71 15.   Manggarai Barat 31,6 1,9 33,51 54,23 55,50 56,72 57,96 59,18 56,72 16.   Sumba Tengah 0,0 0,0 0,00 - - - -17.   Sumba Barat Daya 0,0 38,1 38,09 47,09 48,06 48,97 49,94 50,87 48,99 18.   Nagekeo 4,7 3,2 7,91 9,32 9,44 9,54 9,65 9,74 9,54 19.   Manggarai Timur 0,0 0,0 0,00 - - - -20.   Sabu Raijua 0,0 7,0 6,97 10,87 11,24 11,58 11,94 12,32 11,59 21.   Malaka *) 0,0 78,6 78,55 82,98 84,36 85,71 87,05 88,28 85,68 22.  Kota Kupang 336,4 231,1 567,50 892,46 918,51 942,31 967,64 993,14 942,81 1.117 659 1.776 2.409 2.455 2.499 2.544 2.589 2.499

Kebutuhan Volume air (ltr/ detik) Kota Kabupate n

Propinsi

(28)

RPI2-JM VII - 1

Tabel 7.19

Proyeksi Kebutuhan Air Perdesaan Tahun 2015- 2019 di Provinsi NTT

Sumber : RAD 100-0-100 Prov.NTT 2016

perpipaan non perpipan Total 2015 2016 2017 2018 2019 Rerata 01.   Sumba Barat 0 19 19,10 55,94 56,85 57,71 58,67 59,51 57,74 02.   Sumba Timur 7 48 54,49 120,48 122,09 123,61 125,03 126,44 123,53 03.   Kupang 8 118 126,56 229,46 237,52 245,79 255,49 266,10 246,87 04.   Timor Tengah Selatan 13 120 132,34 325,11 326,79 328,41 329,82 331,25 328,28 05.   Timor Tengah Utara 4 97 101,58 155,13 156,72 158,30 159,75 161,13 158,21 06.   Belu 6 73 78,71 113,54 115,48 117,28 119,03 120,86 117,24 07.   Alor 1 43 43,56 105,69 106,53 107,26 108,04 108,69 107,24 08.   Lembata 6 62 67,96 79,32 80,76 82,65 84,25 85,86 82,57 09.   Flores Timur  7 111 117,72 135,10 136,14 137,63 138,83 139,98 137,54 10.   Sikka 26 96 122,09 166,26 167,30 168,26 169,13 169,91 168,17 11.   Ende 3 102 104,89 116,65 117,16 117,67 118,07 118,47 117,60 12.   Ngada 11 59 69,15 81,58 82,32 83,89 85,01 86,07 83,77 13.   Manggarai 12 72 83,60 151,40 153,48 155,94 158,17 160,31 155,86 14.   Rote Ndao 5 74 79,51 102,18 106,34 110,37 114,64 119,00 110,51 15.   Manggarai Barat 13 68 81,38 151,65 155,21 158,59 162,10 165,52 158,61 16.   Sumba Tengah 0 13 13,38 41,42 42,08 42,75 43,40 44,01 42,73 17.   Sumba Barat Daya 2 57 59,22 157,17 160,41 163,46 166,68 169,78 163,50 18.   Nagekeo 10 52 62,80 78,37 79,34 80,18 81,08 81,88 80,17 19.   Manggarai Timur 7 65 71,83 173,04 175,64 177,87 179,89 182,37 177,76 20.   Sabu Raijua 1 28 28,96 61,84 63,89 65,82 67,91 70,05 65,90 21.   Malaka *) 0 41 41,55 99,07 100,72 102,33 103,92 105,39 102,29 22.  Kota Kupang 5 5 10,14 10,35 10,65 10,92 11,21 11,51 10,93 147 1.424 1.571 2.711 2.753 2.797 2.840 2.884 2.797

Kebutuhan Volume air (ltr/ detik) Asumsi Debit air tersedia 2015

(liter/ det)

Propinsi

(29)

RPI2-JM VII - 1

Tabel .7.20

Sasaran Program Penanganan Air Minum di Provinsi NTT tahun 2015-2019

Sumber : RAD 100-0-100 Prov.NTT 2016

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai berikut:

1 Peraturan Pengembangan SPAM

- Penyusunanan Rancangan Undang-undang

2. Pembinaan dan Pengawasan Pengembangan SPAM

- Fasilitasi Penguatan Kapasitas Pemda

- Rekomendasi Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Air Minum

- Laporan Fasilitasi Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan SDM Bidang Air Minum - Rencana Induk Bidang Air Minum

3. Pembangunan SPAM Kawasan Perkotaan Terfasilitasi

2016 2017 2018 2019

SPAM Ber basis Masyar ak at

(30)

RPI2-JM VII - 1

- Bantuan Program

- Pengembangan Jaringan Perpipaan

4. Pembangunan SPAM Kawasan Rawan Air Terfasilitasi

- Bantuan Program

- Pengembangan Jaringan Perpipaan

5. Pegembangan SPAM Perkotaan

- Pembangunan SPAM IKK

- Pembangunan SPAM Ibu Kota Pemekaran

- Pembangunan SPAM Perluasan Perkotaan - Penurunan Kebocoran SPAM Perkotaan

- Pemanfaatan Idle SPAM Perkotaan

6. Pembangunan SPAM Berbasis Masyarakat

- Pamsimas

7. Pembangunan SPAM Kawasan Khusus

- Pembangunan SPAM di Kawasan kumuh

- Pembangunan SPAM di Kawasan nelayan

- Pembangunan SPAM di Kawasan perbatasan - Pembangunan SPAM di Kawasan Pulau Terluar

- Pembangunan SPAM Strategis

8. Pembangunan SPAM Regional

- Pembangunan SPAM Regional

9. Pembangunan SPAM Kawasan Rawan Air

- Pembangunan SPAM di Kawasan Rawan Air - Pemanfaatan Iddle SPAM di Kawasan Rawan Air

10. Pembangunan Jaringan Perpipaan di Kawasan Khusus - Pengembangan Jaringan Perpipaan di Kawasan kumuh

- Pengembangan Jaringan Perpipaan di Kawasan nelayan

- Pengembangan Jaringan Perpipaan di Kawasan perbatasan

- Pengembangan Jaringan Perpipaan di Kawasan Pulau Terluar - Pengembangan Jaringan Perpipaan Strategis

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana

Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

(31)

RPI2-JM VII - 1

3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Mas yarakat;

5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

Tabel 7.21. Lingkup Penyusunan RISPAM

Kegiatan

Wilayah Administrasi Kab/Kota

Wilayah Pelayanan

Satu Wilayah Lintas Kab./Kota Lintas Provinsi

Penyusun Pemda

Penyelenggara di Kab./Kota

Penyelenggara

Regional Penyelenggara Regional

Acuan RTRW RTRW & RISPAM Kab./Kota RTRW & RISPAM Kab./Kota Terkait

RTRW Provinsi, RTRW & RISPAM Kab./Kota Terkait

Penetapan Bupati/ Walikota Bupati/ W alikota

Gubernur setelah berkonsultasi

Sendiri Penyedia Jasa/ Sendiri Penyedia Jasa/ Sendiri

Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah

kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8

dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPI2JM

3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

o Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa

JDU terbesar ≥ 250 mm

o Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau

diameter pipa JDU terbesar 200 mm;

o Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter

pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007 pasal 21)

5. Ada indikator kinerja untuk monitoring

o Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

o Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun

yang sama

6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan

(32)

RPI2-JM VII - 1

dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)

9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan

menyediakan syarat-syarat di atas.

7.3.3. Program-Program Pengembangan SPAM

Usulan dan prioritas program m komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan paket-paket

fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPI2JM. Penyusunan tersebut

memperhatikan kebutuhan air minum berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan

kebutuhan pembangunan ekonomi.

Secara rinci, usulan dan prioritas pengembangan air minum di Kabupaten Rote NDao disajikan dalam

bentuk Matriks RPI2JM .

7.4. PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman meliputi aspek air limban, sampah dan drainase.

Dalam RPI2JM lebih mengarahkan pada perencaanaan program dan pembiayaan dalam

pengemabangan PLP khususnya dalam rangka pencapaian Gerakan Nasional 100-0-100.

7.4.1. Kondisi Eksisting Air Limbah, Persampahan dan Drainase

7.4.1.1. Kondis Eksisting Air Limbah

Jenis air limbah yang terdapat di kabupaten Rote Ndao umumnya adalah air limbah lokal atau air limbah

produksi rumah tangga, yaitu air bekas buangan dari kamar mandi/wc atau cucian dapur. Banyaknya rumah tangga yang sebagian besar membuang limbah dari kamar mandi/wc pada Tangki/SPA atau

Lobang Tanah.

Dari segi jumlah/kuantitas, volume air limbah rumah tangga di kabupaten Rote Ndao tidak melampui

ambang batas, terbukti tidak menimbulkan genangan pada kawasan-kawasan permukiman. Kalupun ada genangan di saluran drainase sekitar kawasan-kawasan pertokoan dan sekitar daerah pasar itu lebih

karena tersumbatnya saluran bukan karena over kapasitas, seperti terjadi di kawasan kot Ba’a.

Sedangkan dari segi kualitas, selain limbah rumah sakit atau pusat kesehatan lainnya dapat dikatakan

bahwa limbah cair di kabupaten Rote Ndao tidak mengandung zat kimia yang berbahaya. Walaupun ada

(33)

RPI2-JM VII - 1

dilihat dari rendahnya kasus penyakit yang berkaitan dengan masalah lingkungan seperti diare atau muntaber yang ditangani oleh RSUD dan pusat-pusat kesehatan lainnya di kabupaten Rote Ndao.

Data akses sanitasi dasar layak di Kabupaten Rote Ndao sampai dengan tahun 2015 baru mencapai

15,76% yang terdiri dari Kota 30,34% dan desa 14,88%. Berarti 84,24% rumah tangga di Kabupaten

Rote Ndao belum mendapatkan akses sanitasi dasar yang layak. Dari 84,24% yang belum layak tersebut 36,86% belum memiliki Fasilitas Buang Air Besar sedangkan sisanya 47,38% sudah memiliki atau

sudah mengakses tetapi masih dikategorikan sanitasi yang belum layak. Berdasarkan data yang ada

untuk Penanganan Sanitasi dan air limbah pada kawasan permukiman baik itu di perkotaan maupun

perdesaan masih dilakukan dengan sistem setempat (on-site), yakni dengan meresapkan langsung ke dalam tanah, dengan atau tanpa sumur resapan sedangkan penanganan dengan sistim off site belum ada.

Dalam usaha untuk meningkatkan pelayanan Sanitasi dasar kepada masyarakat, Pemerintah Daerah

Kabupaten Rote Ndao melalui Dana DAK Sanitasi telah membangun MCK++,Toilet Umum atau Septik

Tank Komunal yang dilakukan melalui Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di beberapa kawasan yang termasuk daerah rawan Sanitasi. Sedangkan melalui dana APBN dilaksanakan

melalui Program SANIMAS (sanitasi Berbasis Lingkungan) pada tahun 2015.

Tabel 15.11 : Data Capaian Akses Sanitasi Dasar

NO URAIAN CAPAIAN

2013 2014 2015

1 Tot al Akses Saniat si 9,45% - 15,76% 2 Tot al Akses

Perkot aan

0,18% - 30,34% 3 Tot al Akses

Pedesaan

9,99% - 14,88% Sumber : BPS Provinsi NTT

Penanganan limbah cair pada permukiman perdesaan dan perkotaan umumnya dilakukan secara

individual dengan cara diresapkan langsung ke tanah atau tanpa sumur resapan. Tidak tersedia data yang

akurat mengenai kepemilikan kakus bagi masyarakat perdesaan di kabupaten Rote Ndao. Namun sejak di tahun 2011 telah dibangun MCK ++ di beberapa lokasi di kelurahan maupun desa yang ada di Rote

Ndao. Cakupan pelayanan untuk setiap lokasi 75 KK. Dan ini sangat membantu masyarakat yang belum

memiliki Kakus sendiri. Namun masih juga ada keluhan dari masyarakat khususnya mengenai jarak

pencapaian dari rumah masyarakat ke MCK++ yang terasa cukup jauh, ada yang mencapai jarak ± 150

(34)

RPI2-JM VII - 1

Data lapangan menunjukan bahwa kepadatan penduduk di perdesaan di kabupaten Rote Ndao masih sangat rendah dengan jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya cukup jauh, namun salah satu

tuntutan peryaratan membangun MCK ++ adalah minimal jumlah KK mencapai 75 KK. Sehingga

kehadiran MCK++ tidak sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan dalam membuang air

besar.

Kondisi eksisting cakupan pelayanan air limbah komunal dan pengembangan air limbah secara teknis

disajikan pada tabel-tabel dibawah ini :

Tabel 6.29. Cakupan Pelayanan Air Limbah Komunitas Berbasis Masyarakat

No Lokasi

Sistem

Dibangun Tahun

Cakupan

Pelayanan (KK) Kondisi MCK ++

(bh)

Ipal Komunal

1 Ds.Nuse 1 - 2011 75 Berfungsi

2 Kel.Onatali 1 - 2011 75 Berfungsi

3 Kel.Busalangga 1 -- 2011 75 Berfungsi

4 Kel. Namodale 2 - 2011/2012 75 Berfungsi 5 Kel. Londalusi 2 -- 2012/2013 75 Berfungsi

6 Ds.Nemberala 1 - 2013 75 Berfungsi

7 Ds.Kuli 1 - 2013 75 Berfungsi

8 Ds. Oelua 1 - 2013 75 Berfungsi

9 Ds.InaOe 1 - 2013 75 Berfungsi

10 Ds. Landu 1 - 2013 75 Berfungsi

11 Ds. Ndao 1 - 2013 75 Berfungsi

12 Ds.Nggodimeda 1 - 2013 75 Berfungsi

13 Ds. Faifuah 1 - 2013 75 Berfungsi

Sumber : Dinas PU Bid. CK Kab. Rote Ndao 2013

Tabel 6.30.

Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Buang Air Besar per Rumah Tangga tahun 2015

No Uraian %

Sendiri 55,55

Bersama 7,74

Umum 1,39

Tidak Ada 35,32

Total

100

Sumber : Rote Ndao Dalam Angka 2016

7.4.1.2. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan

Defenisi pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan

sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan

mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

Gambar

Tabel. 7.2.  Banyaknya Fakir Miskin, Perumahan tidak layak  menurut Kecamatan  di Kabupaten Rote Ndao Tahun 2011,2012
Tabel 7.3. Kondisi RSH di Kabupaten Rote Ndao, 2013
Tabel 7.4.
Tabel 7.5. Luas Kawasan KTM Batutua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mazhab Syafi’i, Hambali, dan para Ulama mazhab lainnya sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana mengatakan bahwa batas wasiat seseorang yang

Untuk klasifikasi keterlambatan 1 sampai dengan 29 hari dilakukan dengan Short Message Service (SMS) dan telepon; untuk keterlambatan 30 hari sampai dengan 180

(3) Harga Satuan Standar BATAN yang berfungsi sebagai estimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan besaran biaya yang dapat dilampaui dalam

Dalam Proses pembuatan dan pengesahan Perubahan Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009 menjadi Pasal 84 dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 dalam ketentuan perubahan ini adanya

Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gardner (2001) di Ghana, yang menyatakan bahwa densitas energi memiliki hubungan

Predictors: (Constant), Persepsi Wajib Pajak Atas Manfaat Pajak, Pengetahuan dan Pemahaman tentang Peraturan Pajak, Persepsi yang Baik Atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Kesadaran

Pengembangan profesionalitas dosen dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya peningkatan kompetensi, antara lain meliputi: (a) penguasaan bidang keahlian yang

f) menerapkan tindakan yang perlu untuk mencapai hasil yang direncanakan dan peningkatan berkelanjutan dari proses tersebut. Proses-proses itu harus dikelola oleh