BAB IV
ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
4.1 Analisis Sosial
RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan
dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang
Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan
perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta
pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang
dibutuhkan.
4.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan
RPI2-JM Bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi
prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan
dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup:
2. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
4. Permen LH Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
5. Permen LH Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Prinsip Dasar Perlindungan
Analisis dampak Lingkungan dan sosial program/kegiatan adalah suatu kegiatan
diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting
dilaksanakan sebagai bagian dari upaya Perlindungan lingkungan dan sosial.
Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu-isu strategis
yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :
1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap
pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang
membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di
sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga
dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.
2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan
peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan,
perencanaan maupun tahap pembangunan.
3. Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan
dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi social yang ada di masyarakat.
4. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local
wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang
secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug
warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan,
solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas
perbedaan pendapat dan pandangan, dan lain-lain sebagai dasar bangunan kearifan
lokal.
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya prosesdemokratisasi dan
keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaanini dapat di lihat dari proses
dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari
proses paling awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan
pembangunan.
6. Transparansi dan Akuntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranyatransparansi dan
akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana
pembangunan).
7. Perubahan Pola Hidup atau Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahappersiapan, perencanaan sampai
tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap
sesamanya maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak
terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi
social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
8. Konflik Sosial
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang
sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik
vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari
masyarakat dengan kebjakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya
kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi
karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana
pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan
kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anak anak) untuk berpartisipasi
aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite
laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum
perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan
keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
10.Sikap atau Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya
tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan
menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan
kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi
negatif masyarakat terutama apabila kegiatan pembangunan menimbulkan dampak
negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi
negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di
masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.
11.Pembebasan Lahan atau Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan
digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya
akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses
pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan dampak
terjadinya perselisihan yang membutuhkan penanganan secara komprehensif
denganmelibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan cara yang
manusiawi dan berkeadilan.
Kerangka Perlindungan
1. Perlindungan Lingkungan dan sosial sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang
tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan secara
2. Safequard Pembangunan Kawasan Agopolitan, Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan adalah sebagai dasar untuk melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan,
pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi
manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan secara konsultasi public dengan
warga yang terkena dampak.
Pembiayaan
Berdasarkan prinsip dasar Perlindungan, pembiayaan Perlindungan sosial dan lingkungan
dapat di lakukan atau didanai dari banyak sumber, baik APBN, APBD Propinsi, APBD
Kabupaten/Kota, pendanaan dari swasta dan masyarakat. Namun pembiayaan ini
benar-benar diperuntukan untuk melindungi kehidupan sosial masyarakat dan kesinambungan
lingkungan tempat masyarakat beraktifitas. Pembiayaan tidak boleh dialokasikan untuk
kegiatan-kegiatan yang dapat merusak sosial masyarakat dan lingkungan atau berdampak
negatif seperti :
RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait
dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu
RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait
dengan kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik
berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai
spiritual
RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau
rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja
bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun
RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak diperuntukkan membiayai kegiatan
yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida serta bahan-bahan
beracun dan berbahaya lainnya (B3)
RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak diperuntukkan membiayai kegiatan
yang melakukan pengadaan bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau
produk-produk tembakau, asbes dan sebagainya.
Komponen Perlindungan ini akan meliputi komponen sosial ekonomi, komponen
sosial budaya dan komponen lingkungan
A. Komponen Sosial Ekonomi
Dalam penyusunan program dan kegiatan bidang pekerjaan umum/cipta karya,
komponen sosial ekonomi merupakan komponen yang langsung terpengaruh akibat dari
pembangunan tersebut. Semua program dan kegiatan ini harus dapat meningkatkan
ekonomi masyarakat sebagai pemanfaat dan juga meningkatkan taraf sosial masyarakat
itu sendiri. Dengan dibangunnya atau ditingkatkannya satu jalur jalan saja misalnya, akan
dapat memperlancar usaha masyarakat terutama untuk akses lalu lintas yang tentunya
akan dapat menghemat waktu dan biaya. Begitu pula dampaknya terhadap sosial
masyarakat, jika transportasi lancar tentunya masyarakat pada suatu wialayah akan lebih
dapat bersosialisasi dengan wilayah lain. Ini tentunya akan dapat meningkatkan
hubungan sosial diantara masyarakat.
B. Komponen Sosial Budaya
Dalam pelaksanaan program dan kegiatan bidang cipta karya yang menjadi
perhatian adalah manfaat atau dampak positif bagi kehidupan masyarakat baik hasil atau
output maupun dalam proses pelaksanaan kegiatan. Dampak positif dalam hal ini adalah
dimana pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah atau swasta tidak
bertentangan dengan sosial dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan program dan
kegiatan pembangunan bidang cipta karya diharapkan semaksimal mungkin dapat
memanfaatkan potensi dan sumber-sumber yang ada dalam lingkungan masyarakat,
seperti tenaga kerja, material dan juga ditunjang dengan adanya swadaya dari
masyarakat itu sendiri. Hal ini akan memberikan dampak positif yang langsung dirasakan
masyarakat terutama dalam peningkatan ekonomi masyarakat.
C. Komponen Lingkungan
Pelaksanaan program dan kegiatan mulai dari perencanaan sudah harus
memperhatikan dampak terhadap lingkungan baik skala kecil (kawasan tempat
lingkungan dan diharapkan dapat ditunjang dengan pengelolaan lingkungan yang baik
pasca pembangunan. Pembangunan bidang cipta karya sangatlah memperhatikan kondisi
lingkungan sesuai dengan peruntukan lahan yang tertuang dalam RTRW Kota.
4.2.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan pembangunan cipta karya
memang tidak terlepas dari aspek lingkungan, budaya dan sosial masyarakat. Dampak
yang diakibatkan oleh pembangunan bidang cipta karya secara langsung bisa positif
maupun negatif. Perencanaan program dan kegiatan perlu didahului oleh kajian terhadap
perkiraan dampak yang akan terjadi. Pendugaan dampak yang akan terjadi dilakukan
terhadap lingkungan sosial dan budaya yang ada pada lokasi kegiatan.
1. Proses Pemilihan Alternatif
Dalam proses kajian terhadap dampak yang akan terjadi akibat pembangunan bidang
Cipta Karya akan ditampilkan kemungkinan-kemungkinan dampak baik yang bersifat
positif maupun negatif. Dari perkiraan dampak tersebut, dapat dilakukan
alternatif-alternatif pembangunan maupun perbaikan atau pemulihan terutama dampak negatif
yang akan mungkin terjadi. Secara umum pemilihan alternatif pembangunan
dilakukan dengan menonjolkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif.
Sehingga dari pemilihan ini dapat dihasilkan perencanaan, dan pembangunan bidang
cipta karya yang bermanfaat terhadap masyarakat dan berkelanjutan.
2. Penyajian Pemilihan Alternatif
Penyajian pemilihan alternatif dibuatkan dalam bentuk tampilan yang dapat
dipahami secara baik. Pemilihan alternatif ini perlu ditunjang dengan analisa yang
dapat meminimalkan dampak negatif yang akan terjadi akibat pembangunan bidang
cipta karya.
4.2.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya 1. Sistim Pengelolaan
Pengelolaan Perlindungan pada Kab/Kota mengacu kepada aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah dan instansi terkait seperti Undang-Undang Nomor: 32
Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan pasal 5 (1) mengenai rencana kegiatan
signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL. Pengelolaan Perlindungan harus
dilakukan dengan mengutamakan tujuan dari pengelolaan Perlindungan itu sendiri
yaitu untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan
yang bebas pencemaran air limbah permukiman. Secara teknis guna mengantisipasi
terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah sampah pasar, perkantoran,
permukiman, Pemerintah Kota Payakumbuh telah membangun TPA yang dapat
melayani 5 kabupaten/kota (Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Padang
Panjang, Kabupapaten Lima Puluh Kota dan Payakumbuh) secara kelembagaan
pengelola telah dibentuk oleh Pemerintah provinsi Sumatera Barat, berupa UPTD
TPA Regional akan mulai beroperasional tahun 2013, dan pengadaan IPLT dibawah
Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Payakumbuh. Kedepan diharapkan lembaga
ini dapat mengembangkan sistim dan teknologi pengelolaan limbah tersebut yang
dapat menjaga kondisi lingkungan permukiman khususnya agar tidak tercemar serta
dapat mengembalikan lingkungan yang bersih akibat pencemaran. Beberapa sistim
pengelolaan terkait kesehatan lingkungan masyarakat telah dilakukan di Kota
Payakumbuh. Dalam pengelolaan sampah, telah mulai dilakukan dengan sistim 3R
(reuse, reduce and recycling) serta dengan telah dibangunnya dan ditingkatkannya
TPA Regional berlokasi di Kapalo Koto akan menampung lima Kabupaten/Kota
yang difsilitasi oleh Pemerintrh Provinsi Sumtera Barat. Untuk sistim pengelolaan
limbah kedepan akan dilakukan dengan sistim pengelolaan terpusat (offsite system)
terutama pada kawasan permukiman atau perumahan serta pada industri-industri
rumah tangga seperti pabrik tahu serta pengelolaan limbah kimia seperti pada RSUD
Payakumbuh.
2. Pelaksanaan Pengelolaan
Untuk mencapai tujuan pengelolaan Perlindungan dalam pembangunan bidang
PU/Cipta Karya, pelaksanaan pengelolaan telah dilakukan mulai tahap perencanaan
dalam hal ini dalam proses perizinan apakah izin lokasi, izin usaha maupun IMB
dengan syarat-syarat pengurusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota
Payakumbuh Untuk urusan perizinan dikelola oleh Badan Penanaman Modal Dan
Secara teknis, pembangunan bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya dikelola oleh
instansi teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum Kota Payakumbuh. Pengelolaan
Perlindungan pembangunan Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya dilakukan secara
terus menerus mulai tahap perencanaan hingga pasca pembangunan. Keberadaan
unsur swasta dan masyarakat memberikan nuansa yang sangat positif terutama dalam
penyampaian keluhan yang dirasakan. Keluhan ini dapat menjadi masalah atau
kendala yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Keberadaan Satgas RPIJM dalam hal ini sangat dituntut untuk dapat mengantisipasi
dan merencanakan sekaligus melaksanakan pengelolaan Perlindungan sosial dan
lingkungan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan sosial masyarakat Kota
Payakumbuh guna mewujudkan pembangunan Kota Paykumbuh yang lebih maju dan
berwawasan lingkungan. Selain itu, Tim UKL/UPL dibawah koordinator Kantor
Lingkungan Hidup Kota Payakumbuh diharapkan dapat lebih memberikan kontribusi
dalam melakukan kajian dan memberikan persetujuan terhadap RKL/RPL.
3. Pembiayaan Pengelolaan
Saat ini pengelolaan Perlindungan pembangunan bidang pekerjaan umum/cipta karya
memang masih belum optimal. Banyak hal yang sangat mempengaruhi belum
optimalnya pengelolaan tersebut dan salah satunya adalah pembiayaan pengelolaan.
Pembiayaan selama ini memang masih sangat tergantung kepada APBD Kota
Payakumbuh yang masih jauh dari memadai. Keterbatasan jumlah dana menjadi
kendala utama. Untuk optimalisasi pengelolaan Perlindungan, pendanaan dari
sumber lain seperti APBN, APBD Propinsi serta pendanaan dari swasta dan
masyarakat sangat diharapkan. Pendanaan dari masyarakt dapat berupa partisipasi
aktif dalam pengelolaan terutama dilingkungan rumah tangga mereka sendiri.
Pendanaan dari swasta dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama. Selain itu perlu juga
dilakukan sosialisasi atau promosi dimana limbah rumah tangga juga dapat menjadi
sumber ekonomi atau bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan seperti usaha sedot
tinja yang selama ini masih dikelola oleh Dinas Tata Ruang dan Kebersihan serta
keberadaan WC umum yang dikelola oleh swasta.
4.2.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dalam pelaksanaan pembangunan bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya, semua
stakeholder dapat langsung menjadi pengawas sekaligus pemantau. Input, output
terlebih lagi impact (dampak) sangat penting dalam sebuah pelaksanaan kegiatan.
Pembangunan akan sangat berdampak bagi sosial masyarakat dan lingkungan.
Dampak positif merupakan harapan dari suatu kegiatan. Namun dampak negatif juga
akan terjadi. Pemantauan dari semua pihak akan menjadi bahan masukan dan data
yang dapat dijadikan referensi dalam melaksanakan pembangunan. Pemantauan yang
dilaksanakan tidak hanya dalam perencanaan dan pelaksanaan saja namun
pemantauan dampak pasca pembangunan merupakan hal yang sangat penting,
walaupun sangat sering dilupakan. Tipe pemantauan dapat berupa peninjauan
langsung kelapangan oleh Tim yang terintegrasi ataupun berupa masukan dari
masyarakat atau swasta yang mengerti dan peduli terhadap pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penanganan keluhan publik secara
transparan perlu dikembangkan dengan cara penyampaian jawaban atas keluhan
serta menyampaikan alternatif penyelesaian atau rencana tindak dari keluhan
tersebut.
2. Prosedur Pemantauan
Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari beberapa kegiatan utama, yakni pentapisan
awal subproyek sesuai dengan kriteria sesuai dengan persyaratan Perlindungan,
evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari
subproyek yang diusulkan, perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL
(KA-ANDAL, (KA-ANDAL, dan RKL/RPL), pelaksanaan, dan pemantauan pelaksanaan.
Tabel 4.1
Subproyek Menurut Dampak Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah
A
Subproyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
ANDAL dan RKL/RPL *)
B
Subproyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
C
Kategori Subproyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali
Hanya dapat dilakukan jika lahan produktif yang dihibahkan ≤10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau < garis sepadan bangunan, dan bangunan atau asset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai ≤Rp.1 juta
Surat Persetujuan yang
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau ≤10% dari asset produktif atau melibatkan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
RTPTPK sederhana
D
Pembebasan tanah berdampak pada ≥200 orang atau memindahkan warga > 100 orang
RTPTPK menyeluruh
3. Pelaksanaan Pemantauan
Pemantauan Pelaksanaan Perlindungan sebaiknya dimulai dari tahap awal sampai
pada tahap akhir kegiatan. Pemantauan dilakukan mulai pada tahap pelelangan, masa
konstruksi, sampai pada masa operasi. Pada tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota,
pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan oleh tim teknis yang dibentuk oleh
Bupati/Walikota yang diprakarsai oleh Bappeda, Bagian Pengendalian Administrasi
Pembangunan. Hasil pemantau harus dilaporkan kepada kepala daerah dalam hal ini