BAB VI
KAPASITAS KEUANGAN
DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
6.1 Gambaran Umum Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebagai rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah, maka pada hakekatnya
APBD mencerminkan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam
kurun waktu satu tahun.
Selain sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah, APBD merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan
pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara, disamping sebagai instrumen untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumberdaya serta pengembangan investasi daerah.
Oleh karena itu, sebagai instrumen kebijakan fiskal daerah, APBD
memiliki peranan sangat penting dalam penyediaan anggaran
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah,
disamping alokasi anggaran untuk tujuan peningkatan
pertumbuhan distribusi pendapatan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta stabilitas ekonomi makro daerah.
Sehubungan peranannya yang sangat strategis tersebut
dan sejalan dengan arah kebijakan ekonomi daerah, maka strategi
kebijakan fiskal daerah masih tetap konsisten diarahkan untuk
melanjutkan dan memantapkan langkah-langkah konsolidasi
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
umum, disamping sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan
kemandirian daerah. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa kebutuhan pembiayaan anggaran yang semakin besar
seiring dengan dinamika tuntutan pembangunan daerah.
Dalam upaya memantapkan proses konsolidasi fiscal
daerah, maka prioritas kebijakan fiscal daerah lebih diarahkan
dan diorientasikan untuk : (1) meningkatkan pendapatan daerah,
baik pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Perimbangan serta Pendapatan Daerah lainnya yang
sah; (2) mengendalikan dan mempertajam prioritas alokasi dan
pemanfaatan anggaran belanja daerah dengan tetap menjamin
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat; (3) meningkatkan
pengelolaan keuangan daerah agar lebih efektif, efisien dan
berkesinambungan melalui perbaikan manajemen keuangan
daerah dengan mengacu pada paket Undang-Undang di bidang
Keuangan Negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara.
Berdasarkan perkembangan anggaran pendapatan daerah
dan volume anggaran belanja daerah, yang konsisten dengan
langkah-langkah konsolidasi fiskal sebagaimana diuraikan diatas,
maka dalam kurun waktu 3 tahun terakhir rasio defisit anggaran
terhadap PRBD dapat dikendalikan, dari semula 6,43 % terhadap
PDRB pada tahun 2009 menjadi 4,58% terhadap PDRB pada
tahun 2010, serta pada tahun 2011 rasio defisit anggaran
terhadap PDRB sebesar 0,90 %.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka
a.Untuk dapat membiayai pengeluaran dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien
serta bebas dari pemborosan;
b.Untuk turut serta dalam memelihara dan memantapkan
stabilitas perekonomian daerah dan berperan sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi;
c. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah mendasar yang
menjadi prioritas pembangunan tahun 2014, yaitu : (1)
Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran; (2)
Peningkatan investasi daerah dan kesempatan kerja; (3)
Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan
kesehatan; (4) Penegakan Hukum dan HAM serta
pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi; (5) Peningkatan
stabilitas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta mencegah
munculnya konflik vertikal maupun horisontal; dan (6)
Peningkatan daya saing daerah melalui pemanfaatan potensi
wilayah.
d.Untuk mendukung keberlanjutan proses konsolidasi fiskal
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
6.1.1 Komponen Keuangan Daerah
6.1.1.1 Kebijakan Anggaran Pendapatan
Pendapatan daerah mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis dalam meningkatkan kapasitas fiskal, baik
dalam membiayai anggaran belanja daerah, mengendalikan defisit
anggaran maupun memelihara dan memantapkan ketahanan
fiskal daerah yang berkelanjutan.
Sejalan dengan perkembangan kegiatan perekonomian
daerah serta berbagai langkah kebijakan optimalisasi
sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini
antara lain ditunjukkan pada perkembangan pendapatan daerah
dalam tiga tahun terakhir, yang mengalami peningkatan rata-rata
33,49 % per tahun, yaitu dari Rp. 380.464.679.377,- pada tahun 2009 menjadi Rp. 401.911.33.532,- pada tahun 2010 dan menjadi
Rp. 505.438.974685pada tahun 2011,- . Dengan perkembangan
kinerja pendapatan daerah tersebut, maka kemampuan fiscal
daerah dalam pembiayaan belanja dalam periode yang sama juga
mengalami peningkatan.
Meskipun dari sisi kemampuan fiscal daerah telah
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, akan tetapi
secara umum struktur pendapatan daerah masih didominasi oleh
sumber pendapatan dari Dana Perimbangan, sehingga dalam
rangka membentuk landasan yang kuat bagi proses konsolidasi
fiscal daerah, khususnya dalam mendorong peningkatan
kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, maka
Pemerintah Kota Magelang selalu berupaya untuk
mengembangkan dan menggali potensi pendapatan yang ada.
Untuk mengetahui perkembangan Pendapatan Daerah
dalam tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.1 sebagai
berikut :
Tabel 6.1 Perkembangan Pendapatan Daerah Tahun 2009 – 2011
NO SUMBER PENDAPATAN 2008 2009 2010 2011 1 PAD 185,630,270,000.00 47.704.618.780 59.546.717.600 63.557.701.976
a. Pajak Daaerah 5.969.582.485 6.717.893.095 9.463.834.368 b Retribusi Daerah 4.489.923.608 18,675,813.00 5.281.990.063 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah Yang dipisahkan 2.984.760.553 3.143.872.745 3.112.554.238 d. lain-lain Penerimaan Yang Sah 34.260.352.134 45.067.478.103 45.699.323.307
2 DANA PERIMBANGAN 307.435.557.554 298.383.144.888 340.256.009.361
a. Bagi Hasil Pajak 17.420.842.921 23.223.352.888 23.333.614.361 b Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber
NO SUMBER PENDAPATAN 2008 2009 2010 2011 c. DAU 256.728.827.000 260.112.799.000 292.580.295.000 d. DAK 29.932.000.000 15.046.993.00 24.342.100.000
3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 25.324.503.043 43.980.089.544 101.625.263.348
a. Hibah 0 0 0
b Dana Darurat 0 0 0
c.
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah
lainya
11.261.078.043 11.345.174.144 15.895.218.628
d. Dana Penyesuaian dari Otonomi
Khusus 5.015.325.000 23.072.768.400 50.379.975.720 e. Bantuan Keuangan dari Provinsi
atau Pemerintah Daerah Lainnya 9.048.100.000 9.562.147.000 35.350.069.000
Jumlah 380.464.679.377 401.911.336.532 505.438.974.685
*) RAPBD Tahun 2009-2011
Peranan penerimaan pajak daerah sebagai salah satu
sumber penting pendapatan asli daerah telah dan akan terus
diupayakan peningkatannya, dengan melakukan berbagai
kebijakan penyempurnaan dan evaluasi terhadap kinerja
penerimanaan pajak daerah dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan agar dicapai hasil guna dan daya guna yang
maksimal dari penarikan pajak daerah dari tahun ke tahun,
sejalan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang
menuntut daya saing yang tinggi daerah. Dengan demikian,
diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat prinsip
persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity) dan keadilan
(fairness) dapat tercapai, sehingga tidak hanya diorientasikan pada
peningkatan kapasitas fiscal daerah semata, namun juga harus
mempertimbangkan dampaknya terhadap perkembangan kondisi
ekonomi makro daerah.
Langkah-langkah penyempurnaan dan evaluasi di bidang
perpajakan daerah, telah berhasil menunjukkan hasil yang cukup
signifikan, meskipun masih banyak kendala terutama berkaitan
gambaran, dalam empat tahun terakhir, penerimaan pajak daerah
mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 16,5%, yaitu
dari Rp.5.969.582.485 ,- pada tahun 2009 menjadi Rp.
6.717.893.095,- dalam tahun 2010, dan dalam tahun 2011
meningkat menjadi menjadi Rp. 9.463.834.368,-
Sejalan dengan hal tersebut, maka berbagai upaya
perbaikan administrasi pemungutan pajak daerah telah dilakukan
akan terus dilanjutkan antara lain melalui : (1) program
ekstensifikasi bagi wajib pajak, (2) program intensifikasi
pemungutan pajak daerah melalui penegakan hukum secara tegas
dan konsisten, (3) peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib
pajak dalam rangka mendorong kepatuhan dalam membayar
pajak, dan (4) upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran wajib
pajak dalam menunaikan kewajibannya dalam membayar pajak.
Retribusi daerah mempunyai peranan yang sangat
signifikan dalam pendapatan asli daerah. Dalam tiga tahun
terakhir, realisasi pendapatan dari retribusi daerah tersebut
menunjukkan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 15,66%,
yaitu dari Rp. 4.489.923.608,- pada tahun 2009 menjadi Rp.
4.618.858.157,- dalam tahun 2010, dan dalam tahun 2011
sebesar Rp. 5.281.990.063,-.
Dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah dari
retribusi daerah, berbagai kebijakan di bidang pendapatan
retribusi daerah yang telah ditempuh, terus diupayakan perbaikan
dan penyempurnaan melalui : (1) Intensifikasi dan ekstensifikasi
penarikan retribusi daerah, (2) peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat, (3) peningkatan SDM dalam pengelolaan
pendapatan daerah, (4) peningkatan koordinasi antara unit
penghasil dalam pelaksanaan pemungutan retribusi daerah, dan
(5) peningkatan sarana dan prasarana penunjang operasional.
Salah satu komponen yang menjadi sumber pendapatan
kapasitas fiskal daerah adalah hasil perusahaan milik daerah dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Besarnya penerimaan
dari BUMD tentunya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain : (1) laba bersih setelah pajak, (2) rencana strategis
BUMD dalam melakukan ekspansi usaha, (3) kondisi
perekonomian yang mempengaruhi kinerja BUMD, disamping (4)
langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya
meningkatkan kesehatan dan kinerja BUMD, melalui berbagai
langkah penyempurnaan, baik yang menyangkut organisasi,
manajemen maupun operasionalnya.
Selanjutnya Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
antara lain berasal dari penerimaan yang diperoleh pengelolaan
asset daerah. Dalam tiga tahun terkahir lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah mengalami kenaikan rata-rata sebesar 39,32%,
yaitu pada tahun 2009 sebesar Rp. 34.260.352.134.000,-, pada
tahun 2010 sebesar Rp. 45.067.478.103,-, dan pada tahun 2011
sebesar Rp. 45.699.323.307,- .
Mengingat kebijakan anggaran pendapatan pada
hahekatnya merupakan rencana tahunan sebagai upaya
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang diinginkan di
bidang pendapatan daerah dalam rangka memperkuat
pelaksanaan otonomi daerah, maka secara umum kebijakan
anggaran pendapatan pada tahun anggaran 2014 diarahkan
untuk memberdayakan potensi pendapatan daerah, melalui:
a.Intensifikasi dan ekstensifikasi pelaksanaan pemungutan
pendapatan daerah;
b.Peningkatan pengendalian dan pengawasan pengelolaan asset
daerah yang berdaya guna dan berhasil guna untuk
meningkatkan pendapatan daerah;
c. Peningkatan kesehatan dan kinerja BUMD yang telah ada
disertai dengan langkah-langkah penerapan good corporate
d.Peningkatan efisiensi dan efektifitas unit pelayanan teknis
daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
e. Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia dalam
pengelolaan pendapatan daerah;
f. Peningkatan koordinasi dengan unit-unit penghasil PAD;
g. Pengembangan fasilitas sarana dan prasarana sumber
pendapatan daerah;
h.Peningkatan pengawasan di dalam pelaksanaan pemungutan
sumber-sumber PAD dan penyetorannya ke kas daerah.
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut diatas di
bidang pendapatan daerah, maka pendapatan daerah tahun 2014
diprediksikan sebagai berikut :
Tabel 6.2
Prediksi Pendapatan Daerah Tahun 2014 (Dalam ribuan rupiah)
NO SUMBER PENDAPATAN 2014
1 PAD 79,413,460,000.00
a. Pajak Daaerah 12,672,200,000.00
b Retribusi Daerah 7,587,899,750.00
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah Yang dipisahkan 3,467,675,000.00
d. lain-lain Penerimaan Yang Sah 55,685,685,250.00
2 DANA PERIMBANGAN 454,715,290,950.00
a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil
Bukan Pajak 33,678,875,550.00
b DAU 374,578,565,300.00
c. DAK 46,457,850.100.00
3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 188,786,583,850.00
a. Hibah
b Dana Darurat
c. Dana Bagi Hasil Pajak dari
NO SUMBER PENDAPATAN 2014
lainya
d. Dana Penyesuaian dari Otonomi Khusus 120,575,980,750.00
e. Bantuan Keuangan dari Provinsi
atau Pemerintah Daerah Lainnya 50,334,053,000.00
Jumlah 722,915,334,800.00
Sumber : APBD Kota Magelang Tahun 2013, diolah
6.1.1.2 Kebijakan Anggaran Belanja
Kebijakan Anggaran Belanja merupakan salah satu piranti
kebijakan fiscal daerah, sehingga pengalokasian anggaran belanja
daerah senantiasa diarahkan untuk mendukung upaya
konsolidasi fiscal dalam pembiayaan fungsi-fungsi pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Langkah-langkah konsolidasi fiscal daerah diupayakan melalui
pengalokasian anggaran secara efisien dan efektif agar dapat
memberikan hasil yang optimal sesuai dengan skala prioritas serta
kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang baik.
Sesuai dengan arah kebijakan fiskal daerah sebagaimana
diuraikan diatas, maka fokus pengelolaan kebijakan alokasi
anggaran belanja daerah selain diarahkan untuk mendukung
proses konsolidasi fiskal daerah, juga ditujukan untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi daerah melalui upaya pemberian stimulus
fiskal dalam batas-batas kemampuan keuangan daerah dengan
tetap menjaga kelancaran penyelenggaraan berbagai fungsi
pemerintahan. Hal ini dilakukan, oleh karena sebagai salah satu
instrumen fiskal, anggaran belanja daerah mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam mendukung upaya memperkuat
kerangka ekonomi makro daerah yang kokoh dan berkelanjutan.
Dukungan terhadap langkah-langkah konsolidasi fiskal
tersebut pada sisi belanja daerah diupayakan melalui
memberikan hasil yang optimal sesuai dengan skala prioritas,
sementara itu, pemberian stimulus fiskal di bidang belanja daerah
dilakukan antara lain melalui pengeluaran investasi daerah
dengan prioritas pada pembangunan infrastruktur dan berbagai
program pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta program yang
langsung bersentuhkan dengan kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya, dalam rangka mendukung kelancaran
penyelenggaraan fungsi pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan umum, maka kebijakan alokasi anggaran belanja
daerah diprioritaskan untuk : (1) pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yaitu urusan
wajib dan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; (2) belanja daerah dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintahan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas
sosial dan fasilitas umum yang layak serta pengembangan sistem
jaminan sosial; serta (3) menunjang efektivitas pelaksanaan tugas
dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka
melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi
tanggungjawabnya, dengan berpegang pada prinsip penganggaran
sebagai berikut :
a.Partisipasi Masyarakat
Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan
dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat
mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga
masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam
pelaksanaan APBD.
b.Transparansi dan akuntabilitas Anggaran
APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara
sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/obyek belanja
serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan
hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus
bertanggungjawab terhadap penggunaan sumber daya yang
dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
c. Disiplin Anggaran
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang harus
diperhatikan antara lain: (1) pendapatan yang direncanakan
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja
yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja; (2) penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang
belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
APBD; (3) semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam
APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
d.Keadilan Anggaran
Pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya
yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan
kemampuan untuk membayar, disamping itu dalam
mengalokasikan belanja daerah harus mempertimbangkan
keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.
e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan
dan kesejahteran yang maksimal guna kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisensi
harus memperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan
sasaran, hasil dan manfaat serta indikator kinerja yang ingin
dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan
beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2009-20011),
anggaraan belanja daerah mengalami peningkatan rata-rata
26,92% per tahun, yaitu dari Rp. 412.723.983.672,- dalam tahun
2009 menjadi sebesar Rp. 401.911.336.532,- dalam tahun 2010
serta dalam RAPBD tahun 2011 sebesar Rp. 469.411.611.855,-
dan pada tahun 2014 direncanakan sebesar Rp
722,915,334,800.-Perkembangan volume anggaran belanja daerah dalam
kurun waktu tersebut, disamping dipengaruhi oleh perkembangan
berbagai indikator ekonomi makro, juga sangat ditentukan oleh
berbagai kebijakan strategis yang diambil oleh pemerintah baik
pusat, propinsi maupun daerah.
Berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut,
antara lain : (1) kenaikan gaji pokok PNS dan TNI/Polri serta
pensiun pokok bagi penerima pensiun; (2) pemberian tunjangan
umum bagi pada pegawai yang tidak menjabat sehingga
penghasilan pegawai golongan terendah menjadi minimum Rp. 1
juta per bulan; (3) kenaikan tunjangan fungsional bagi pejabat
yang memegang jabatan fungsional dan kenaikan tunjangan
struktural bagi para pejabat struktural; (4) pemberian gaji bulan
ke 13; (5) pemberian uang makan bagi TNI/Polri maupun
pemberian uang makan bagi PNS; serta (6) pemberian tambahan
kesejahteraan bagi PNS daerah yang telah berlangsung selama 2
tahun terakhir, disamping kebijakan-kebijakan strategis daerah
lainnya dalam rangka mengakomodir dinamika kebutukan riil
pembangunan dan masyarakat yang membutuhkan dukungan
Untuk mengetahui perkembangan belanja daerah akan
disajikan dalam tabel yang terpisah, yaitu perkembangan belanja
daerah tahun 2009-2011 dalam Tabel 6.3
Tabel 6.3
Perkembangan Belanja Daerah Tahun 2009-2011
( Dalam ribuan rupiah )
NO BELANJA DAERAH 2008 2009 2010 2011
1 Belanja Tidak Langsung 185,630,270,000.00 221.415.15.434 252.918.800.003 265.348.345.776
a. Belanja Pegawai 197.634.323.929 234.751.485.929 251.474.250.776 b Belanja Hibah 17.741.500.405 9.866.980.290 5.960.866.000 c. Belanja Bantuan Sosial 5.552.154.100 6.571.873.360 6.769.465.200 d. Belanja Bagi Hasil dari Provinsi
/Kota & Pemerintah Desa 0 0 0
e. Belanja Tak Terduga 487.147.000 1.290.654.024 687.036.000
f. Belanja Bunga 0 0
g. Belanja Subsidi 0 0
h.
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi,Kota & Pemerintah Desa
0 437.806.400 456.727.800
2 Belanja Langsung 191.308.858.238 157.704.549.201 204.063.266.079
a. Beanja Pegawai 25.837.713..410 30.902.154.129 30.842.678.238 c. Belanja Barang dan Jasa 72.070.220.266 79.140.978.840 92.241.552.872 d. Belanja Modal 93.400.924.562 47.661.416.232 80.979.034.969
Jumlah 412.723.983.672 410.623.349.204 469.411.611.855
Sumber :DPPKD 2011
6.1.1.3 Kebijakan Pembiayaan
Pembiayaan merupakan transaksi keuangan untuk
menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Defisit atau
surplus terjadi apabila ada selisih antara Anggaran Pendapatan
Daerah dan Belanja Daerah.
Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Dalam menunjang pemantapan konsolidasi fiskal daerah,
maka upaya yang dilakukan melalui peningkatan disiplin
anggaran, defisit anggaran dan rasio terhadap PDRB perlu lebih
dikendalikan agar mampu mendukung upaya pemantapan
ketahanan fiscal daerah yang berkesinambungan.
Dalam tahun anggaran 2014, dari sisi kemampuan
pendapatan daerah setelah paerubahan diperkirakan sebesar Rp.
655.249.818.000,- dan dari sisi belanja daerah sebesar Rp.
826.238.208.000,-, maka dalam RAPBD Perubahan Tahun
Anggaran 2014 diperkirakan akan mengalami defisit Anggaran
sebesar Rp. 160.988.390.000,-.
Selanjutnya dari sisi pengeluaran pembiayaan tahun 2014
direncanakan alokasi dana penyertaan modal daerah sebesar Rp.
2.488.000.000,-. Kebutuhan pembiayaan anggaran dalam RAPBD
Tahun 2014 tersebut direncanakan akan dipenuhi dengan
menggunakan sumber-sumber pembiayaan daerah, yaitu Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) sebesar
Rp. 63.755.599.000,- dan Transfer dari Dana Cadangan sebesar
Rp. 44.532.791.000,-, sehingga penerimaan pembiayaan daerah
tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp. 160.988.390.000,-
Berdasarkan kebutuhan pembiayaan daerah dihadapkan
dengan kemampuan sumber pembiayaan daerah, maka dalam
tahun anggaran 2014, Pembiayaan Netto diperkirakan sebesar Rp.
160.988.390.000,-. Sedangkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Tahun Berkenaan nihil.
6.2 Profil Keuangan Kota Magelang 6.2.1 Keuangan Daaerah
Keuangan daerah Kota Magelang pada tahun 2009-2011
tidak mencerminkan kondisi pertumbuhan yang menggembirakan,
namun demikian kondisi tahun 2012 menunjukkan adanya
perbaikan kemandirian daerah dibandingkan tahun sebelumnya,
walau masih relatif kecil.
Struktur penerimaan yang bersumber dari Dana
perimbangan mengalami penurunan rata-rata 1,5% pe tahun dari
tital pendapatan Kota Magelang, walaupun nominal penerimaan
dana perimbangan cenderung meningkat, Namur peningkatannya
tidak significant dengan meningkatnya pendapatan daerah.
Struktur penerimaan yang bersumber pada lain-lain
penerimaan yang sah menunjukkan peningkatan yang cukup
menggembirakan selama tiga tahun terakhir, walaupun kenaikan
pada tahun 2010 relatif kacil dibandingkan lonjakan penerimaan
tahun sebelumnya.
Dari sisi penerimaan tersebut, dapat dikatakan tingkat
kemandirian pendapatan Kota Magelang, masih harus
ditingkatkan tanpa menambah beban rutin masyarakat.
Tabel 6.4 Struktur Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Magelang Tahun 2009-2011
NO SUMBER PENDAPATAN 2009 2010 2011
1 PAD 10.47 9.26 10.76
a. Pajak Daaerah 1.39 1.38 1.32
b. Retribusi Daerah 6.73 6.02 6.91
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah Yang dipisahkan 0.72 0.62 0.72
d. lain-lain Penerimaan Yang Sah 1.63 1.24 1.82
2 DANA PERIMBANGAN 89.43 86.97 84.88
a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan
NO SUMBER PENDAPATAN 2009 2010 2011
Sumber : APBD KOta magelang 2009-2011, diolah
Penerimaan daerah Kota Magelang diperkirakan akan
semakian meningkat dengan struktur sebagai berikut :
Tabel 6.5
Trend Pendapatan Daerah Kota Magelang Tahun 2009-2015
Sumber : APBD Kota magelang, diolah
Penerimaan daerah Kota Magelang setiap tahun
diperkirakan akan meningkat sekitar 10,97% dengan struktur
penerimaan PAD dan lain-lain penerimaan yang sah cenderung
meningkat, sedangkan proporsi Dana perimbangan dalam
Proporsi penerimaan dana pemabntuan dari pemerintah
atasan (pusat dan daerah) diharapkan akan semakin meningkat
seiring, dengan proporsi dalam mendukung penerimaan/
pendapatan mencapai sekitar 13% pada tahun 2015.
6.2.2 Keuangan Perusahaan Daerah
Perusahaan Daerah sebagai Asset pemerintah Daerah yang
dipisahkan diharapkan mampu sebagai penopang pendapatan Asli
Daerah. Kota Magelang memiliki 6 Perusahaan daerah yaitu
Perusahaan Daerah Air Minum, (PDAM); Perusda Taman Kyat
Langgeng; Perusda Percetakan; Perusda Perbengkelan, Perusda
BPR Bank Pasar, dan BPR Badan Kredit Kecamatan.
Pendapatan dari Perusahaan Daerah selama lima tahun
terakhir menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dengan
rata-rata kenaikan sekitar 28,84% per tahun, dan pada
tahun-tahun mendatang ingá tahun-tahun 2015 diperkirakan akan mampu
meningkat 11,77% per tahun. Hal ini terjadi karena
ketidakpastian nilai mata uang dan harga-harga serta
berkembangnya pesaing dalam pasar yang sama, akan Sangat
berpengaruh pada kinerja ekonomi perusahaan daerah.
Kontribusi Perusda terhadap PAD Kota Magelang selama
Tabel 6.6
Perkembangan Penerimaan PAD Dari Perusda Tahun 2009-2011
No Nama Perusda 2009 2010 2011
1 PDAM 360,710,000.00 471,820,000.00 399,650,000.00
2 Taman KL 450,050,000.00 434,730,000.00 232,690,000.00
3 Percetakan 16,660,000.00 19,540,000.00 42,390,000.00
4 Perbengkelan 1,850,000.00 1,780,000.00 13,130,000.00
5 Bank Pasar 316,810,000.00 342,090,000.00 315,140,000.00
6 BKK 43,710,000.00 63,370,000.00 35,780,000.00
Jumlah Penerimaan dari
perusda
1,189,790,000.00 1,333,330,000.00 1,038,780,000.00
Sumber : Analisis Efectivitas Pengelolaan BUMD Kota Magelang
Tahun 2012
Dari data tersebut diketahui bahwa Perusda Taman Kyai
Langgeng merupakan perusda yang memiliki kontribusi tertinggi,
diikuti PDAM dan Bank Pasar, sedangkan tiga BUMD yang lain
belum memberikan kontribusi yang menggembirakan.
6.3 Permasalahan Dan Analisa Keuangan
6.3.1 Kondisi Keuangan Pemerintah Kota Magelang
Keuangan Pemerintah Kota Magelang didukung
pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil Peruda yang kekayaannya dipisahkan dan Lain-lain
pendapatan Asli daerah yang sah.
Di Kota Magelang terdapat 8 pajak daerah pada tahun
berkenaan dan penerimaan dari tunggakajn Pajak. Kedelapan
Pajak tersebut adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir dan Pajak
Sarang Burung.
Tabel 6.7
Perbandingan Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota Magelang Tahun 2009
Macam Pajak Daerah Target Realisasi %
Pajak hotel 300,000,000.00 329,450,146.00 109.82 Pajak Rstoran 600,000,000.00 794,188,562.00 132.36
Pajak Hiburan 450,000,000.00 459,836,400.00 102.19
Pajak Reklame 275,000,000.00 349,216,483.00 126.99
Pajak Penerangan Jalan 3,004,200,000.00 3,442,349,228.00 114.58
Pajak Parkir 15,000,000.00 18,100,000.00 120.67
Pajak Sarang Burung 12,000,000.00 12,350,000.00 102.92
Denda Pajak - 25,250.00 ~
Tunggakan pajak 16,000,000.00 16,329,300.00 102.06
Total 4,672,200,000.00 5,421,845,369.00 116.04
Sumber : laporan Realisasi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Magelang tahun 2012
Sumber pendapatan Reteribusi Kota Mgaelang terdiri dari
aretribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi
Perijinan Tertentu. Masing-masing kelompok Retribusi memiliki
beberapa unsur yang kesemuanya memiliki dasar hukum sebagai
landasan operasional pelaksanaan pemungutan.
Dari tiga kelompok Retribusi, hanya retribusi jasa Umum
yang mampu mencapai target anggaran 2010 (102,56%), Retribusi
Jasa Usaha hanya 86,51% dan Retribusi Perijinan tertentu hanya
59,36%. Retribusi Jasa Rumah potong Hewan dan jasa Siaran
Radio merupakan dua retribusi yang jauh tidak mencapai target
untuk Retribusi usaha, masing-masing hanya 8,26% dan 4,17%)
sedangkan retribusi lainnya mampu mencapai di atas 87%, seperti
Tabel 6.8
Perbandingan target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Kota Magelang Tahun 2012
RETRIBUSI Target Realisasi %
Retribusi Jasa Umum 22,366,159,000.00 22,939,422,973.00 102.56
1 Ret. Pelayanan Kesehatan RSU Tidar
20,000,000,000.00 20,505,142,583.00 102.53
2 Ret. Pelayanan Kesehatan (DKK) 464,242,000.00 542,016,250.00 116.75 3 Ret. Pelayanan
Persampahan/Kebersihan
240,000,000.00 207,344,300.00 86.39
4 Ret. Penggantian Biaya Cetak KTP & Akta Capil
180,330,000.00 181,355,000.00 100.57
5 Ret. Pelayanan Pemakaman 12,000,000.00 12,130,000.00 101.08 6 Ret. Pelayanan parkir di Tepi Jalan
Umum
435,280,000.00 436,500,000.00 100.28
7 Ret. Pelayanan pasar 701,041,000.00 709,091,840.00 101.15 8 Ret Pelayanan Pengujian Kendaraan
Bermotor
333,266,000.00 345,843,000.00 103.77
Retribusi Jasa Usaha 1,269,493,000.00 1,098,280,250.00 86.51
1 Ret. Jasa Usaha Kekayaan Daerah 624,008,000.00 547,725,650.00 87.78 2 Ret. Jasa Usaha Terminal 498,720,000.00 494,830,100.00 99.22 3 Ret. Jasa Usaha Tempat parkir
Khusus
34,950,000.00 35,461,500.00 101.46
4 Ret. Jasa usaha Penyedotan kakus 12,500,000.00 12,550,000.00 100.40 5 Ret. Jasa usaha Rumah potong
Hewan
87,315,000.00 7,213,000.00 8.26
6 Ret. Jasa Siaran radio 12,000,000.00 500,000.00 4.17
Retribusi Perijinan Tertentu 1,045,625,000.00 620,729,553.00 59.36
1 Ret. Izin Mendirikan bangunan 960,000,000.00 495,333,500.00 51.60 2 Ret. Izin gangguan 55,500,000.00 81,826,053.00 147.43 3 Ret. Izin Trayek 6,125,000.00 8,090,000.00 132.08 4 Ret. Izin Ketenagakerjaan 6,500,000.00 4,460,000.00 68.62 5 Ret. Surat ijin Usaha Perdagangan - -
TOTAL RETRIBUSI 24,681,277,000.00 24,658,432,776.00 99.91
Sumber : laporan Realisasi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Magelang tahun 2012
Ketidaktercapaian retribusi perijinan tertentu, dipicu
karena tidak tercapainya retribusi izin mendirikan Bangunan yang
ketenagakerjaan yang hanya 68,62%. Unsur retribusi lainnya
mampu mencapai di atas 100%. Walaupun Inin Mendirikan
Bangunan hanya mencapai 51,60%, namun pada hakekatnya
telah jauh melampoi target anggaran tahun sebelumnya yang
hanya Rp 325 juta rupiah, atau telah mencapai 52,41% di atas
target tahun 2010.
Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi dan pajak, telah
mengacu pada Peraturan daerah dan petunjuk operasional yang
berkenaan dengan jenis pajak daerah dan retribusi. Mekanisme
pemungutan pajak-pajak daerah adalah sebagai berikut :
Pajak Hotel, dipungut pada saat penggunaan jasa perhotelah yang secara khusus pelaksnaan pemungutannya dilakukan oleh
manajemen hotel dengan tariff tertentu dan secara akumulatif
dihimpun oleh Dinas terkait dan disetorkan ke kas Daerah.
Kelemahan dari pemungutan ini adalah kurangnya transparansi
pendapatan hotel, yang akan berakibat kurangnya penerimaan
pajak dari sub sector ini.
Pajak Restoran, dipungut sejumlah prosen tertentu apda setiap
pengguna jasa restoran dan rumah/warung makan.
Sebagaimana halnya dnegan pajak Restoran, pajak ini
dilakukan oleh manajemen rumah makan, secara kolektif
dihimpun dinas terkait serta disetorkan ke kas Negara. Kendala
dalam hal ini sama dengan kendala dalampajak restoran, yaitu
transparansi penjualan akan menentukan sampai seberapa
besar kebocoran pajak ini.
Pajak Hiburan, tidak berbeda dengan pajak hotel dan restoran, dipungut kepada penerima jasa tontonan, secara kumulasi
dihimpun dinas terkait dan disetorkan ke kas daerah.
Pajak penerangan jalan, pajak ini pemungutannya dilakukan melalui mekanisme pembayaran biaya listrik, dan dikenakan
kepada seluruh masyarakat yang memiliki fasilitas instalasi
listrik. Tingkat kebocoran dari pajak ini relative kecil, kendala
pungutan hanya pada masalah adanya penduduk yang
mempunyai tunggakan rekenig listrik atau hanya bersifat
penerimaan yang tertunda.
Pajak Sarang Burung, dipungut kepada para pengusaha sarang burung di wilayah Kota Magelang dnegan tarip tertentu.
Mekanisme pemungutan dilakukan oleh Dinas terkait, secara
kolektif disetorkan ke Kas Daerah.
Pemungutan Retribusi pelayanan dilakukan oleh dinas terkait dengan tarip tertentu sesuai peraturan Daerah yang berkenaan,
secara akumulatif SKPD terkait menyetorkan ke Kas Daerah.
Kendala dari pemungutan retribusi adalah pada penyetorannya
terutama untuk retribusi-retribusi yang jumlahnya sangat kecil
namun secara rutin setiap hari harus disetorkan ke kas Daerah,
dilihat dari efisiensi teknik semacam ini perlu mendapat
pertimbangan.
Pemungutan retribusi perizinan di Kota Magelang dilakukan dengan manajemen One Stop Service atau pelayanan satu atap
terhitung sejak tanggal 28 Juni 2007. Dinas teknis perijinan
terkait hanya menjalankan fungsi pembinaan, sedangkan
penetapan dan pemungutan retribusi dilakukan oleh SKPD
Perijinan, pembayarannya dilakukan secara langsung ke Bank
yang ditunjuk. Kendala yang dihadapi dalam pegelollaan
retribusi perijinan, sampai dnegan akhir tahun 2008, beban
target berada pada instansi teknis, namun penentu dan
Kendala pemungutan retribusi dan pajak daerah terletak
pada komitmen pada peraturan yang berlaku, selam peraturan
kurang ditegakkan kepedulian masyarakat akan semakin
berkurang atas kewajiban pembayaran pajak dan retribusi, namun
apabila peraturan benar-benar ditegakkan, akan ada efek jera
untuk pelanggaran, sehingga pencapaian target pendapatan akan
lebih mudah.
Selain Pajak dan retribusi, penpang PAD yang cukup
diandalkan adalah Penerimaan lain dari pendapatan daerah
bersumber pada Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil
Pengolahan kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari
Bagian laba Perusahaan Milik Daerah, Bagian laba lembaga
Keuangan Daerah dan Bagian laba atas Penyertaan Modal /
Investasi kepada Pihak ketiga.
Kondisi penerimaan dari sumber pendapatan ini pada
tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Tabel 6.9
Perbandingan Target Dan Realisasi
Hasil Perusda & Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Kota Magelang Tahun 2012
HASIL PERUSDA & KEKAYAAN YANG
DIPISAHKAN Target Realisasi %
Bagian laba Perusahaan milik Daerah 1,390,630,000.00 1,390,631,100.00 100.00 1 Perusda Air Minum 629,252,000.00 629,252,600.00 100.00 2 Perusda Taman Kyai langgeng 714,603,000.00 714,603,000.00 100.00 3 Perusda Percetakan 23,435,000.00 23,435,500.00 100.00 4 perusda Perbengkelan 23,340,000.00 23,340,000.00 100.00
HASIL PERUSDA & KEKAYAAN YANG
DIPISAHKAN Target Realisasi %
3 Penyertaan Modal Bergulir Hewan
ternak 1,500,000.00 11,650,500.00 776.70
TOTAL RETRIBUSI 2,554,858,000.00 2,905,601,011.00 113.73 Sumber : laporan Realisasi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Magelang tahun 2012
Pada tahun 2012 seluruh sumber pendapatan dari unsur
Hasil Perusda dan Kekayaan Daerah yang dipisahkan mampu
mencapai target. Capaian ekstrim diperoleh dari penyertaan Modal
bergulir Hewan ternak (776,70%) diikuti bagian laba Bank jateng
dan Bagian Laba SHU Koperasi.
6.3.2 Proyeksi Kemampuan Keuangan Pemerintah Kota Magelang
Kondisi kemmapuan keuangan pemerintah kota Magelang
sangat tergantung pada besarnya sumber-sumber penerimaan dan
kualitas pengelolaan keuangan daerah. Semakin effisien dan
effektif dalam pengelollan keuangan daerah, akan semakin kuat
kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu
dibutuhkan recondisi pola pengelolaan keuangan dari ineffisien
menjadi effisien, ineffektif menjadi effektif.
Pada Rencana pembangunan Jangka Menengah kota
Magelang Tahun 2008-2013, dengan asumsi nilai tukar rupiah
sekitar Rp 9.925,- sampai Rp 10.000,-, perkiraan pendapatan
daerah tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp 590.826.154.000,-
atau jika dinilai sekarang dengan kurs Rp 11.900,- sampai Rp
12.000,- , maka perkiraan sumber pendapatan Kota Magelang
tahun 2014 berdasarkan prediksi dalam RPJM (ceteris paribus)
sebesar Rp 754.434.872.000,- Namun mengingat perkembangan
pada tahun-tahun setelah perencanaan terdapat capaian-capaian
pendapatan yang melebihi target, ,maka pada perencanaan ini ada
dengan Rp 554.434.872.000,- ( $ 1 = Rp 11.900,- sampai dengan
Sumber : Hasil Analisis
Sebagaimana proyeksi kemampuan keuangan pemerintah
kota Magelang sebagaimana tercantum dalam RPJM 2011-2015,
proyeksi pengeluaran tahun 2014 juga telah tercover dengan
perkiraan sebesar Rp 309.815.601.000,- atau setara dengan Rp
379.754.135.000,- nilai rupiah saat ini, dan mengingat berbagai
perubahan pada harga-harga pasca tahun perencanaan yang
mengakibatkan anggaran dan realisasi berubah, maka
berdasarkan perkembangan data riil, prediksi pengeluaran tahun
2014 pun berubah menjadi Rp 603.060.990.000,-.
Perubahan tersebut, tentu akan berpengaruh pada angka
proyeksi tahun-tahun berikutnya, sehingga angka proyeksi
Tabel 6.11
Proyeksi Belanja Pemerintah Kota Magelang Tahun 2014-2016
6.4 Peningkatan Kapasitas Pembiayaan
Peningkatan kapasitas pembiayaan pembangunan harus
menyesuaikan kemampuan pembiayaan pembangunan Kota
Magelang. Sehingga memerlukan usaha yang luar biasa berat
untuk dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan. Usaha tersebut
dapat melalui :
a.Jalur Pemerintah Daerah dengan cara mendayagunakan biaya
rutin dan intensifikasi serta ektensifikasi sumber-sumber
b.Jalur Sektoral dengan cara koordinasi pelaksanaan antar
sektoral secara tertib sehingga tercapai hasil guna dan daya
guna hasil-hasil pembangunan.
c. Penggalian sumber-sumber pendapatan asli daerah sendiri yang
potensial secara optimal terutama pajak dan retribusi daerah.
d.Mengarahkan pengeluaran pemerintah yang dapat mendorong
dinamika masyarakat seperti memperluas lapangan kerja,
memperkecil ketimpangan distribusi pendapatan dan lain-lain.
e. Meningkatkan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak.
f. Membina dan meningkatkan profesionalisme BUMD agar
semakin berkembang dan mandiri serta dapat lebih berperan
dalam ikut membiayai pembangunan.
g. Mendorong dan mempermudah prosedur pihak swasta /
masyarakat dalam rangka penanaman modal.
h.Lebih meningkatkan lagi partipasi masyarakat luas dalam
beberapa sector kegiatan ekonomi yang bernilai tinggi.
i. Koordinasi pembangunan diperlukan agar pelaksanaan berbagai
kegiatan pembangunan dapat mencapai sasaran dan dapat
menghemat dana pembangunan.
j. Usaha penghematan dan pengamanan dana bantuan
pemerintah pusat dan lembaga-lembaga asing, melalui
koordinasi dan pengendalian proyek-proyek.
6.5 Konsepsi Tingkat Pembiayaan Kegiatan
Dalam rencana usulan kegiatan RPIJM Kota Magelang ini
juga dipaparkan aspek pembiayaannya dari kegiatan yang di
programkan pemerintah Kota Magelang. Pembiayaan proyek
berdasarkan pada kekuatan keuangan Kota Magelang serta
klasifikasi tanggung jawab masing-masing pemerintah Kota (APBD
Kota Magelang / APBD II), pemerintah provinsi (APBD Provinsi
Pada Kegiatan dengan pembiayaan yang bersumber dari
dana APBN maupun APBD I Provinsi , Kedudukan Penambahan
biaya yang diambil dari Sumber APBD II bersifat sebagai dana Pendampingan saja.
Tingkat pembiayaan yang telah berlaku tersebut diterapkan
pada seluruh komponen infrastruktur di RPIJM Kota Magelang ini.
Tingkat pembiayaan dapat ditentukan sebagai berikut:
a.Pembiayaan yang melibatkan Pemerintah Kota ( APBD II ),
Pemerintah Provinsi ( APBD I ) dan Pemerintah Pusat ( APBN)
adalah :
Pemerintah Kota (APBD Kota Magelang ) : 10%
Pemerintah Provinsi (APBD Provinsi Jawa Tengah): 30% Pemerintah Pusat (APBN): 60%
b.Pembiayaan yang melibatkan Pemerintah Kota ( APBD II )
dengan Pemerintah Provinsi ( APBD I ) adalah : Pemerintah Kota (APBD Kota Magelang ) : 30%
Pemerintah Provinsi (APBD Provinsi Jawa Tengah): 70%
c. Pembiayaan yang melibatkan Pemerintah Kota ( APBD II ) dan
Pemerintah Pusat ( APBN) adalah :
Pemerintah Kota (APBD Kota Magelang ) : 20% Pemerintah Pusat (APBN): 80%