• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan pasar farmasi nasional dalam rentang kurun waktu yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan pasar farmasi nasional dalam rentang kurun waktu yaitu"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu pasar produk farmasi yang cukup besar. Pasar farmasi Indonesia mendominasi pasar ASEAN dengan total pasar sebesar 27% dari total keseluruhan pasar farmasi di Asia Tenggara (Binfar, 2015). Pertumbuhan pasar farmasi nasional dalam rentang kurun waktu 2010-2014 yaitu rata-rata sebesar 12% per tahun, pada tahun 2015 mencapai Rp 62,3 triliun, dan pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 69 triliun. Jumlah populasi penduduk Indonesia yang terbesar di Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik setiap tahunnya turut serta berpengaruh dalam peningkatan pasar produk farmasi.

Jumlah penduduk Indonesia khususnya penduduk usia lanjut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis keluhan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia berdasarkan sensus yang diadakan oleh Susenas (2012) yaitu jenis keluhan lainnya (32,99%). Jenis keluhan lainnya di antaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (Kemenkes RI, 2013). Data yang diperoleh dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit di Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah kasus gout artritis cenderung meningkat dalam 4 tahun terakhir (Az-zahra, 2014). Salah satu jenis obat yang paling banyak diresepkan oleh dokter untuk penderita penyakit asam urat ialah allopurinol.

(2)

Allopurinol juga termasuk salah satu jenis Obat Wajib Apotek (OWA). OWA merupakan golongan obat keras yang bisa diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa menggunakan resep (Kepmenkes RI, 1990).

Program JKN yang mulai berlaku sejak tahun 2014 menjadi pendorong utama peningkatan permintaan obat etikal generik tanpa merek di pasar farmasi nasional. Antusiasme masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan menjadi semakin tinggi di era JKN (Kalbe Farma, 2015). Industri farmasi saat ini berlomba-lomba untuk membuat produk obat generik dan memasukkan produk mereka ke dalam e-catalogue. Allopurinol yang merupakan OWA sekaligus obat keras yang banyak diresepkan oleh dokter untuk penderita penyakit asam urat secara tidak langsung juga banyak terpengaruh oleh adanya program BPJS.

Terdapat banyak industri farmasi yang memproduksi allopurinol generik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri farmasi karena kompetisi yang dihadapi menjadi semakin ketat. Industri farmasi dalam memproduksi allopurinol generik perlu mengembangkan strategi pemasaran yang dapat memberikan keunggulan daya saing agar dapat memenangkan pasar. Salah satu pendekatan konsep strategi pemasaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu bauran pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2012), “Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.” Strategi bauran pemasaran memiliki keterkaitan yang erat dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan akan menciptakan loyalitas pelanggan, mengurangi

(3)

elastisitas harga, mengurangi biaya transaksi masa depan, dan meningkatkan efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson, dkk., 1994).

Menurut PP 51 (2009), apoteker berwenang dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, salah satunya yaitu terkait kewenangan dalam hal pengadaan obat. Apoteker dalam melakukan pengadaan obat perlu menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat dari sediaan farmasi. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan pilihan obat generik sebagai persediaan di apotek. Pengadaan perbekalan farmasi harus direncanakan dengan baik agar obat tersedia dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan. Apoteker tentunya memiliki pertimbangan khusus dalam menentukan pilihan produk OWA allopurinol generik berdasarkan bauran pemasaran dari produk yang bersangkutan. Apoteker sebagai customer dalam hal ini memiliki otoritas penuh terkait pemilihan obat allopurinol generik di apotek. Pasien selaku konsumen atau pengguna akhir dari allopurinol generik pada umumnya tidak memperhatikan asal industri allopurinol generik yang dikonsumsinya, pasien pada umumnya hanya mengikuti pilihan apoteker sehingga penentu keputusan pemilihan produk obat allopurinol generik sepenuhnya dipegang oleh apoteker. Salah satu indikator keberhasilan pemasaran produk obat allopurinol generik oleh industri yang bersangkutan dapat dilihat dari kepuasan dan loyalitas pelanggan, pelanggan yang dimaksud dalam hal ini ialah apoteker.

Penelitian mengenai keterkaitan antara bauran pemasaran dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan telah dilakukan oleh Hernanda (2011), Fatmawati (2016), dan Yudhistira (2016). Hernanda (2011) meneliti pengaruh

(4)

bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen produk pasta gigi herbal siwak-F di Yogyakarta, Fatmawati (2016) melakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran apotek Kimia Farma sub unit Yogyakarta terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan, sedangkan Yudhistira (2016) melakukan penelitian mengenai analisis kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap pemilihan produk obat maag OTC berdasarkan bauran pemasaran di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Penelitian yang memfokuskan pada keterkaitan antara bauran pemasaran OWA generik dengan kepuasan dan loyalitas customer belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian serupa terkait kepuasan dan loyalitas apoteker selaku customer dalam memilih produk obat allopurinol generik berdasarkan bauran pemasaran di apotek Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bauran pemasaran dengan kepuasan apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta?

2. Apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan apoteker dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta?

(5)

3. Apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bauran pemasaran dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta?

4. Apa bauran pemasaran yang paling berpengaruh terhadap kepuasan apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta? 5. Apakah kepuasan apoteker berperan sebagai variabel mediator antara bauran

pemasaran dengan loyalitas apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang diangkat, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara bauran pemasaran dengan kepuasan apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kepuasan apoteker dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui hubungan antara bauran pemasaran dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

(6)

4. Untuk mengetahui bauran pemasaran yang paling berpengaruh terhadap kepuasan apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta.

5. Untuk mengetahui peran kepuasan apoteker sebagai variabel mediator antara bauran pemasaran dengan loyalitas apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan: 1. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang pengaplikasian teori manajemen farmasi khususnya yang terkait dengan bauran pemasaran dan pengaruhnya terhadap kepuasan serta loyalitas pelanggan.

2. Bagi Industri Farmasi dan PBF (Pedagang Besar Farmasi)

Penelitian ini dapat membantu industri farmasi dan PBF untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan dan loyalitas apoteker dalam memilih produk obat generik khususnya allopurinol, sehingga dapat dijadikan masukan bagi manajemen industri farmasi maupun PBF untuk perbaikan strategi pemasaran di masa mendatang demi mempertahankan kepuasan dan loyalitas apoteker sebagai pelanggan.

(7)

3. Bagi Institusi dan Pihak Lain

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan penelitian bagi institusi dan akademisi tentang pengaplikasian teori manajemen pemasaran khususnya yang terkait dengan bauran pemasaran, kepuasan serta loyalitas pelanggan. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau studi literatur. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi apoteker untuk menentukan pilihan produk obat generik.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pemasaran

Pemasaran dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek sosial dan manajerial. Pemasaran ditinjau dari aspek sosial melibatkan individu atau kelompok yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu atau kelompok tersebut. Ditinjau dari aspek manajerial, pemasaran meliputi serangkaian kegiatan manajerial yang mencakup proses penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2012). Konsep inti pemasaran untuk membantu memahami definisi pemasaran menurut Sampurno (2010) adalah:

a. Kebutuhan, keinginan, dan permintaan (needs, wants, and demands) b. Produk, nilai, kepuasan, dan mutu (product, value, satisfaction, and

(8)

c. Pertukaran, transaksi, dan hubungan (exchange, transaction, and relationship)

d. Pasar (market)

Pemasaran memiliki peran yang penting untuk menentukan keberhasilan suatu perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil, perusahaan for-profit atau non-profit, perusahaan domestik maupun multi nasional, perusahaan di negara maju maupun negara berkembang. Fungsi pemasaran sangat penting dalam perusahaan, sebab pemasaran berhubungan langsung dengan konsumen. Value dan kepuasan konsumen menjadi poin krusial dalam konsep pemasaran. Perusahaan harus bisa memahami kebutuhan konsumen untuk menciptakan value dan meningkatkan kepuasan konsumen (Sampurno, 2010).

Menurut Tjiptono (2002), “Strategi pemasaran adalah alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.” Strategi pemasaran didasarkan atas lima konsep strategi menurut Radiosunu (2001), antara lain yaitu segmentasi pasar, market positioning, market entry strategy, marketing mix strategy, dan timing strategy. Menurut Sampurno (2010), salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pemasaran adalah marketing mix.

(9)

2. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2012) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan dalam pasar sasaran untuk mencapai tujuan pemasaran yang diinginkan oleh perusahaan. Konsep bauran pemasaran menurut Zeithaml dan Bitner (2003) terdiri dari empat P, yaitu: produk (product), harga (price), saluran distribusi (place) dan promosi (promotion). Empat P merupakan bauran pemasaran yang digunakan untuk kegiatan pemasaran yang berkaitan dengan produk yang bersifat barang. Sementara itu, untuk pemasaran jasa perlu bauran pemasaran yang diperluas (expanded marketing mix for service) dengan penambahan unsur orang (people), bukti fisik (physical evidence) dan proses (process). Dimensi dan sub dimensi masing-masing bauran pemasaran dapat dilihat dalam Tabel I.

Tabel I. Dimensi dan Sub Dimensi dalam Bauran Pemasaran

Product Price Place Promosi

Variety Quality Design Features Brand Name Packaging Services List Price Discounts Allowances Payment Period Credit Terms Channels Coverage Locations Inventory Transportations Logistics Advertising Personal selling Sales promotion Public relations

Sumber: (Kotler dan Armstrong, 2012 )

a. Produk

Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar yang dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan customer. Oleh karena itu, produsen harus mengetahui apa kebutuhan dan keinginan customer

(10)

pada benda/barang fisik, segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan customer dapat disebut sebagai produk (Sampurno, 2010).

Menurut Adito (2005), produk merupakan sekumpulan atribut baik nyata (fisik) maupun tidak nyata (non fisik) yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Atribut fisik meliputi warna, kemasan, dan prestis, sedangkan atribut non fisik yaitu berupa pelayanan atau jasa.

Kotler (2002) mengklasifikasikan produk ke dalam dua kelompok utama berdasarkan wujudnya, yaitu :

1) Barang

Barang merupakan produk yang berwujud fisik. Barang dapat memperoleh perlakuan fisik seperti dilihat, dirasa, diraba, dicium, dibau, disimpan, dipindahkan, dan lain-lain.

2) Jasa

Jasa adalah aktivitas atau tindakan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada prinsipnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apa pun.

Produk merupakan salah satu penentu keberhasilan pemasaran. Perusahaan dalam menyusun strategi perlu mempertimbangkan berbagai macam faktor yang berkaitan dengan atribut produk seperti kualitas, fitur, gaya, dan desain sebab produk berdampak langsung pada pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain atribut produk, produsen juga perlu memperhatikan branding, packaging, dan labelling (Kotler dan

(11)

Armstrong, 2012). Produk berkualitas tinggi umumnya akan diikuti dengan tingkat prestige dan tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga kualitas produk memegang peranan penting dalam pemasaran (Cravens dan David, 2000).

b. Harga

Kotler dan Armstrong (2012) mengatakan harga adalah sejumlah uang yang digunakan untuk pertukaran produk atau jasa. Sejumlah uang tersebut dibayarkan untuk memperoleh kepemilikan atas barang dan atau penggunaan atas jasa. Harga bersifat fleksibel atau mudah disesuaikan. Tidak seperti produk, harga dapat diubah secara cepat untuk menyesuaikan kondisi pasar (Tjiptono, 2002).

Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang dapat memberikan pendapatan bagi perusahaan, sedangkan keenam unsur lainnya justru menimbulkan pengeluaran bagi perusahaan. Keputusan penetapan harga perlu mempertimbangkan faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang perlu dipertimbangkan antara lain tujuan

marketing, strategi marketing mix, biaya, dan organisasi. Sedangkan faktor eksternal antara lain yaitu kondisi pasar, demand, persaingan, dan faktor lingkungan seperti ekonomi dan pemerintah. Pengaturan harga juga perlu mempertimbangkan kompetisi atau persaingan dalam pasar target dan juga biaya yang dikeluarkan untuk keenam bauran pemasaran lainnya (Sampurno, 2011).

(12)

Persepsi konsumen terkait harga antara satu individu dengan lainnya berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan dari individu tersebut. Suatu produk dikatakan mahal, murah, atau biasa-biasa saja tergantung dari persepsi konsumen itu sendiri (Schiffman, dkk., 2001). Menurut Kotler dan Armstrong (2012), persepsi konsumen turut mempengaruhi penetapan harga suatu produk, konsumen pada umumnya tidak akan membeli produk yang harganya dirasa melebihi nilainya. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami seberapa besar konsumen memperoleh value

dari produk yang ditawarkan (Sampurno, 2011).

Keputusan harga didasarkan atas pemulihan biaya produksi atau harga yang cocok dalam persaingan. Terdapat enam langkah dalam memilih strategi penetapan harga menurut Kotler dan Keller (2009), yaitu: 1) Memilih tujuan penetapan harga.

2) Menentukan permintaan. 3) Memperkirakan biaya.

4) Menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing. 5) Memilih metode penetapan harga.

6) Memilih harga akhir. c. Saluran Distribusi

Place dapat diartikan sebagai saluran distribusi untuk industri manufaktur. Sedangkan untuk produk industri jasa, place dapat diartikan sebagai tempat pelayanan jasa (Hurriyati, 2010). Saluran distribusi menurut Kotler dan Armstrong (2012), terdiri dari seperangkat lembaga

(13)

yang melakukan segala kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status pemiliknya dari produsen ke konsumen. Distribusi berkaitan dengan kemudahan memperoleh produk di pasar dan ketersediaan produk pada saat konsumen mencarinya. Distribusi memperlihatkan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menjadikan produk atau jasa mudah diperoleh dan tersedia bagi konsumen sasaran.

d. Promosi

Promosi adalah suatu upaya yang dilakukan perusahaan untuk memberikan informasi satu arah kepada konsumen. Promosi merupakan upaya persuasi dalam rangka mempengaruhi konsumen untuk mengadakan pertukaran barang atau jasa (Swastha dan Irawan, 2008).

Terdapat lima variabel dalam promotional mix menurut Kotler dan Armstrong (2012), yaitu:

1) Periklanan(Advertising)

Periklanan adalah promosi gagasan, barang, dan jasa yang sifatnya non pribadi yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Periklanan dapat dilakukan melalui pesan siaran, media cetak, atau internet.

2) Penjualan Perorangan(Personal Selling)

Penjualan perorangan dilakukan secara langsung antara penjual atau wiraniaga dengan calon pelanggan untuk membangun hubungan yang baik dengan pelanggan sehingga dapat mempengaruhi calon pelanggan

(14)

untuk membeli produk. Penjualan perorangan dapat dilakukan melalui presentasi penjualan, pameran, program insentif, dan lain-lain.

3) Promosi Penjualan(Sales Promotion)

Promosi penjualan merupakan persuasi langsung dengan mengatur insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian produk dan untuk meningkatkan penjualan perusahaan. Promosi penjualan dapat dilakukan melalui diskon, kupon, display, demonstrasi, dan lain-lain. 4) Hubungan Masyarakat(Public Relation)

Hubungan perusahaan dengan masyarakat yang dibangun dengan baik dapat meningkatkan citra perusahaan di mata publik. Contoh public relation adalah konferensi pers, sponshorships, events, halaman web. 5) Pemasaran Langsung(Direct Marketing)

Pemasaran langsung menggunakan berbagai media untuk berkomunikasi dan memperoleh tanggapan langsung dari calon pelanggan maupun pelanggan seperti melalui surat, telepon, faksimil, e-mail dan alat penghubung lainnya. Contoh pemasaran langsung adalah pemasaran melalui telepon, katalog, dan internet.

3. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan langsung individu untuk mendapatkan, menggunakan, dan menentukan pembelian produk, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan itu (Engel dkk., 1994). Menurut Sampurno (2011),

(15)

perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : a. Faktor sosial (kelompok, keluarga, peran dan status sosial); b. Faktor budaya (budaya, sub budaya, kelas sosial); c. Faktor pribadi (usia, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan gaya hidup); d. Faktor psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap).

Perilaku pembelian oleh konsumen menurut Sampurno (2011) dapat diidentifikasi menjadi 3 kategori berdasarkan situasi pembelian, yaitu: a. Pembeli rutin

Konsumen sudah sangat terbiasa atau rutin membeli suatu produk tanpa melalui proses pengambilan keputusan yang panjang.

b. Pembelian termodifikasi

Konsumen mungkin sudah mengenal suatu produk tertentu tetapi konsumen suatu saat dapat menginginkan produk yang sedikit berbeda. c. Pembelian sama sekali baru

Konsumen sama sekali belum mempunyai pengalaman dalam membeli suatu produk, sehingga diperlukan proses pengambilan keputusan yang panjang. Konsumen memerlukan lebih banyak informasi mengenai produk sebagai input dalam pengambilan keputusan pembelian.

4. Kepuasan Pelanggan

Definisi kepuasan pelanggan menurut Engel dkk. (1994) adalah evaluasi konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk mengenai kemampuan produk tersebut dalam memenuhi harapannya. Kepuasan

(16)

konsumen bergantung pada kinerja produk. Jika kinerja produk berada di bawah harapan pelanggan maka pelanggan tidak puas, jika kinerja produk sama dengan harapan pelanggan maka pelanggan puas, jika kinerja produk melebihi harapan maka pelanggan sangat puas (Kotler dan Keller, 2012).

Harapan pelanggan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan menurut Mc Dougall dan Levesque (2000) yaitu ideal, diharapkan, dan sesuai. Perbedaan antara nilai pelanggan yang diterima dan nilai pelanggan yang diharapkan menimbulkan dua pernyataan. Pernyataan tersebut adalah puas dan tidak puas. Puas adalah nilai pelanggan yang diterima sesuai dengan nilai pelanggan yang diharapkan. Sedangkan, tidak puas adalah nilai pelanggan yang diterima berada di bawah nilai pelanggan yang diharapkan

Pelanggan yang puas menurut Kotler dan Keller (2012), akan menunjukkan perilaku-perilaku sebagai berikut:

a. Melakukan pembelian ulang. b. Menjadi lebih setia.

c. Memberikan komentar yang menguntungkan tentang perusahaan dan produknya.

d. Membeli lebih banyak jika perusahaan mengenalkan produk baru dan menyempurnakan produk yang sudah ada.

e. Kurang memberikan perhatian pada merek dan iklan pesaing dan kurang sensitif terhadap harga.

(17)

g. Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil daripada pelanggan baru karena transaksi menjadi rutin.

Ada beberapa metode atau cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan menurut Kotler dan Keller (2012), yakni sebagai berikut:

a. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei langsung kepada pelanggan dapat dilakukan secara periodik dengan mengirim kuesioner kepada pelanggan yang dipilih secara acak sebagai sampel. Jika kepuasan tinggi, maka keinginan pembelian ulang dan kemungkinan merekomendasikan perusahaan atau produk kepada orang lain juga cenderung tinggi.

b. Ghost Shopping

Ghost shopping dapat dilakukan dengan jalan mempekerjakan orang untuk berperan sebagai pembeli potensial terhadap perusahaan dan pesaing. Melalui ghost shopping dapat diperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan dan pesaing.

c. Lost Customer Analysis

Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih ke pesaing lain. Melalui metode ini, dapat diperoleh informasi mengenai penyebab hilangnya pelanggan dan kelebihan yang dimiliki pesaing yang menyebabkan pelanggan berpindah.

(18)

d. Sistem Keluhan dan Saran

Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan memiliki suatu sistem yang dapat mempermudah pelanggan untuk mengajukan saran dan keluhan. Informasi mengenai saran dan keluhan pelanggan dapat diperoleh melalui formulir saran dan keluhan pelanggan atau nomor bebas pulsa.

Kepuasan pelanggan dinyatakan dalam skala satu hingga lima. Pada level terendah dari kepuasan pelanggan (level satu), pelanggan cenderung mengabaikan perusahaan dan bahkan menjelekkan perusahaan tersebut. Pada level dua hingga empat, pelanggan cukup puas namun mudah untuk berpindah ketika ada penawaran lain. Pada level lima, pelanggan akan cenderung membeli kembali dan bahkan menyebarkan hal-hal baik mengenai perusahaan dari mulut ke mulut (Kotler dan Keller, 2012).

Mempertahankan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu akan membina hubungan yang baik dengan pelanggan. Hal ini dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perusahaan perlu berinvestasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan (Kotler dan Keller, 2012). Perusahaan-perusahaan yang memiliki team pemasaran yang tangguh akan selalu berupaya untuk dapat memuaskan konsumennya bahkan berupaya untuk memberikan layanan melebihi ekspektasi konsumen (Sampurno, 2011). Kepuasan pelanggan merupakan modal dasar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas konsumen, dimana pelanggan yang loyal merupakan aset berharga bagi perusahaan dalam meningkatakan keuntungan perusahaan (Mc Dougall dan Levesque, 2000).

(19)

5. Loyalitas Pelanggan

Loyalitas pelanggan adalah komitmen yang kuat dari pelanggan sehingga pelanggan bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka waktu panjang tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha pemasaran dari produk lain yang berusaha membuat pelanggan untuk membeli produk lain tersebut (Kotler dan Keller, 2012). Loyalitas pelanggan yang bersumber dari kepuasan pelanggan merupakan modal terbesar bagi suatu perusahaan. Loyalitas yang terbentuk pada konsumen dapat dilihat dari respon konsumen yang lebih memilih produk kita dibanding produk lain dalam jangka waktu lama. Pelanggan yang loyal cenderung lebih suka membeli produk dari merek yang sama daripada merek kompetitornya. Ketika pelanggan merasa puas, kecenderungan konsumen untuk berpindah ke merek lain rendah (Blackwell dkk., 2006).

Bowen dan Chen (2001) menyebutkan bahwa loyalitas pelanggan memiliki hubungan yang positif dengan profitabilitas perusahaan. Pembelian produk berulang dalam jangka waktu panjang dari pelanggan yang setia dapat meningkatkan penjualan sehingga dapat menaikkan profit perusahaan (Hennig-Thuarau, 2002). Negara-negara industri di Amerika, Eropa, Australia, New Zealand, dan Asia beranggapan bahwa kehilangan konsumen merupakan suatu malapetaka karena konsumen baru yang datang lebih sedikit dan tidak mampu menutup jumlah konsumen yang hilang. Maka dari itu, banyak strategi pemasaran yang berfokus pada mempertahankan konsumen lama daripada menarik konsumen baru sebab biaya yang dibutuhkan untuk mempertahankan

(20)

konsumen lama lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan konsumen baru (Deng dkk., 2010).

Loyalitas pelanggan menurut Kotler dan Keller (2012) dapat dibedakan menjadi 4 macam berdasarkan tingkat loyalitas pelanggan terhadap suatu brand atau merek, yaitu:

a. Hard-core Loyals, pelanggan yang hanya membeli satu macam merek. b. Split Loyals, pelanggan yang loyal terhadap dua atau tiga merek.

c. Shifting Loyals, pelanggan yang loyal terhadap suatu merek kemudian berpindah ke merek lain.

d. Switchers, pelanggan yang tidak loyal terhadap merek apapun.

Indikator loyalitas pelanggan menurut Kotler dan Keller (2012) antara lain:

a. Repeat purchase, yaitu kesetiaan terhadap pembelian produk.

b. Retention, yaitu ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan.

c. Referalls, yaitu mereferensikan secara total eksistensi perusahaan.

Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh perusahaan apabila mempunyai pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005), yaitu:

a. Mengurangi biaya pemasaran. b. Mengurangi biaya transaksi.

c. Mengurangi biaya turn over pelanggan.

d. Meningkatkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

(21)

e. Informasi dari mulut ke mulut yang positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga puas.

f. Mengurangi biaya kegagalan.

6. Obat Wajib Apotek (OWA) Allopurinol

Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Obat jenis ini dapat disarankan oleh apoteker di apotek untuk tujuan pengobatan sendiri. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan disertai dengan informasi yang tepat sehingga dapat menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut. Apoteker memiliki peran yang penting dalam penyerahan OWA kepada pasien di antaranya yaitu dalam hal pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat dalam upaya pengobatan sendiri (Kepmenkes RI, 1990).

Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam: Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1, Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes /Per/X /1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.

Allopurinol berdasarkan Kepmenkes RI (1999) termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Allopurinol termasuk dalam kelas terapi

(22)

sistem muskuloskeletal dengan indikasi berupa antigout. Setiap tablet mengandung 100 mg atau 300 mg zat aktif allopurinol. Jumlah maksimal yang dapat diberikan oleh apoteker per pasien adalah maksimal 10 tablet 100 mg. Pemberian obat allopurinol oleh apoteker menurut Kepmenkes RI (1999) hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter.

7. Obat Generik

Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik diproduksi dan dipasarkan dengan menggunakan nama kimia atau INN (Sampurno, 2011).

Kebijakan mengenai kewajiban penggunaan obat generik diatur dalam Permenkes Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010. Pemerintah merasa perlu untuk menggerakkan dan mendorong penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan maksud agar tingkat kesehatan yang baik dapat dicapai oleh setiap lapisan masyarakat dengan harga yang terjangkau namun tetap terjamin mutu serta keamanannya. Menurut Permenkes RI (2010), apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

(23)

F. Landasan Teori

Pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2012) adalah proses penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk atau jasa yang melibatkan individu atau kelompok dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu atau kelompok tersebut. Konsep bauran pemasaran menurut Zeithaml dan Bitner (2003) terdiri dari empat P, yaitu: product, price, place dan promotion.

Banyak penelitian sebelumnya yang mengangkat permasalahan tentang bauran pemasaran. Yudhistira (2016) menyebutkan bahwa variabel produk, tempat, dan harga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen obat maag OTC di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Yogyakarta. Fatmawati (2016) menyatakan bahwa unsur-unsur bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan Apotek Kimia Farma sub unit Yogyakarta, dan yang paling berpengaruh dominan ialah lokasi. Hernanda (2011) menyebutkan bahwa produk paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pasta gigi herbal Siwak-F di Yogyakarta.

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti keterkaitan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Yudhistira (2016) menyatakan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen obat maag OTC di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Yogyakarta. Fatmawati (2016) menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Apotek Kimia Farma sub unit Yogyakarta. Caruana (2002) menyebutkan bahwa kepuasan

(24)

pelanggan berperan sebagai variabel mediator antara kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan.

Oleh karena itu, terdapat salah satu variabel bauran pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta. Kepuasan apoteker diyakini memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan loyalitas apoteker. Selain itu, kepuasan apoteker diyakini berperan sebagai variabel mediator antara bauran pemasaran dengan loyalitas apoteker.

G. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada Gambar 1. didapatkan dari teori – teori yang telah disebutkan sebelumnya. Terdapat empat variabel sebagai pembentuk bauran pemasaran yang memiliki hubungan dengan kepuasan apoteker dan loyalitas apoteker, yaitu: 1. produk, 2. harga, 3. saluran distribusi, dan 4. promosi. Rasa

Produk (X1) Harga (X2) Saluran Distribusi (X3) Promosi (X4) Kepuasan (Y1) Loyalitas (Y2)

(25)

kepuasan yang didapat oleh apoteker akan membentuk dan mempengaruhi terjadinya loyalitas apoteker.

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bauran pemasaran dengan kepuasan apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan apoteker dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bauran pemasaran dengan loyalitas apoteker terhadap produk obat allopurinol generik yang dipilih di apotek Kota Yogyakarta.

4. Bauran pemasaran produk paling berpengaruh terhadap kepuasan apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta. 5. Kepuasan apoteker berperan sebagai variabel mediator antara bauran

pemasaran dengan loyalitas apoteker dalam memilih produk obat allopurinol generik di apotek Kota Yogyakarta.

Gambar

Tabel I. Dimensi dan Sub Dimensi dalam Bauran Pemasaran
Gambar 1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “ TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI PADA REMAJA PUTRI Di Sekolah Menengah Kejuruan

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

oleh guru pamong tata boga bimbingan ini bertujuan untuk. meningkatkan kemampuan pratikan dalam proses kegiatan

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Persamaan dalam penelitian ini adalah dari segi analisis, yaitu menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt, akan tetapi genre karya sastra yang menjadi objek