BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan berbagai tantangan dan persaingan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, peran penting sumber daya manusia dalam setiap aktivitas perusahaan semakin disadari. Kondisi dan karakter karyawan yang terlibat didalamnya, pola pikir, perilaku, dan kerja sama yang terjadi dalam sebuah tim, menentukan prestasi kerja sebuah perusahaan. Perusahaan memerlukan kontribusi dan para karyawannya, yang dapat berperan menjadi pelaku aktif agar perusahaan tersebut dapat berkembang dan mampu bersaing.
Dalam banyak organisasi, karyawan sekarang disebut rekanan. Dimana manajer biasanya membiarkan karyawannya bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Karyawan sebuah organisasi dapat menjadi daya pendorong bagi inovasi dan perubahan atau mereka pula dapat menjadi batu penghalang. Tantangan bagi pihak manajemen adalah untuk merangsang kreativitas dan toleransi karyawan terhadap perubahan.
Sekretaris selaku suatu sumber daya manusia dalam suatu perusahaan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam kelancaran aktivitas pimpinan, maka dari itu sekretaris harus mampu meningkatkan produktivitas kerjanya secara nyata. Pada saat ini sektor agrobisnis mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun, terutama dari sektor perkebunan kelapa sawit yang sedang di uji coba menjadi sebuah bahan bakar. Dengan pertumbuhan sektor agrobisnis yang pesat maka semakin meningkat pula karyawan yang dibutuhkan pada sektor tersebut.
Mengatasi masalah sumber daya manusia tersebut, perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama bagi perusahaan dalam mengoperasikan atau memanfaatkan sumber daya lainnya seperti peralatan, mesin – mesin, bahan produksi, metode dan dana dengan memberikan pelatihan yang disesuaikan dengan tujuan perusahaan. Namun, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perusahaan juga dituntut melatih para pegawai, khususnya sekretaris guna menunjang kelancaran aktivitas pimpinan dengan materi – materi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan maupun pelatihan
mengenai keterampilan yang berhubungan dengan perlatan atau perlengkapan dan mesin – mesin dengan pengetahuan dan teknologi terbaru, sehingga dapat menghasilkan kinerja karyawan yang berkualitas. Pihak manajemen dalam memberikan pelatihan dan penilaian prestasi pada karyawan perlu di evaluasi dan menyeleksi terlebih dahulu, disesuaikan dengan kontribusi individunya.
Sektor agrobisnis merupakan salah satu sumber penghasil devisa Negara. Sektor ini juga membawa dampak multiplier yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya permintaan terhadap beberapa sub – sektor agrobisnis .
Pulau Sumatra merupakan salah satu pulau berpotensi dengan berbagai macam kekayaan alam didalamnya yang belum terjamah manusia terutama kelapa sawit. Dewasa ini tengah dilakukan penelitian dimana kelapa sawit adalah tumbuhan yang memiliki potensi masa depan yang menjanjikan. Hal ini oleh para investor dilihat sebagai peluang bisnis yang baik untuk membuka agrobisnis dibidang kelapa sawit. Mereka berlomba untuk membangun bisnis kelapa sawit. Hal ini menyebabkan pengusaha-pengusaha kelapa sawit harus membuat terobosan – terobosan baru dalam memenangkan persaingan. PT Bakrie Sumatera Plantations merupakan salah satu perusahaan persero yang bergerak dibidang agrobisnis khususnya kelapa sawit yang berkantor pusat di Jakarta Selatan. Usaha ini merambah dunia internasional karena melakukan berbagai ekspor dan bekerja sama dengan negara-negara lain. Maka dari itu dibutuhkan pelatihan dan penilaian terhadap kinerja karyawan, khususnya para sekretaris untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pada investor, sehingga dapat membawa dampak positif terhadap PT Bakrie Sumatera Plantations Jakarta secara keseluruhan.
Dalam hal ini pihak manajemen perlu membuat suatu metode pelatihan untuk mengakomodasikan gaya belajar individual dan melibatkan sekretaris dalam mengembangkan program pelatihan. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan, memperbaiki potensi sekretaris yang bersangkutan untuk berkinerja pada tingkat yang lebih tinggi. Evaluasi penilaian kinerja terhadap hasil pelatihan itu diperlukan untuk menilai dengan tepat sumbangan kinerja seorang individu sekretaris sebagai suatu dasar untuk mengambil keputusan alokasi imbalan yang akan diberikan atas hasil kerjanya. Apabila sekretaris diberikan pelatihan maka kinerja sekretaris kurang sesuai dengan keinginan perusahaan. Hal ini tentu memberikan dampak yang negatif bagi perusahaan, khususnya pimpinan dimana sekretaris tersebut bekerja dan akan menyebabkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi tersebut menjadi rendah.
Berawal dari pemikiran di atas maka akan membahas lebih lanjut dan mengambil judul : “ Pengaruh Pelatihan Sekretaris Direksi Terhadap Aktivitas Pimpinan PT. Bakrie Sumatra Plantations”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana pengolahan hasil pelatihan sekretaris PT Bakrie Sumatera Plantations?
b. Seberapa jauh program pelatihan sekretaris direksi memberikan pengaruh terhadap aktivitas pimpinan PT Bakrie Sumatera Plantations?
1.3. Tujuan dan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilaksanakan atau dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan hasil pelatihan yang diberikan kepada sekretaris di PT Bakrie Sumatera Plantations.
b. Untuk mengetahui aktivitas pimpinan pada PT Bakrie Sumatera Plantations. c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pelatihan sekretaris terhadap
aktivitas pimpinan pada PT Bakrie Sumatera Plantations. 1.4. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari an penelitian ilmiah ini. Manfaat tersebut antara lain, adalah sebagai berikut.
1. Bagi Pihak PT Bakrie Sumatera Plantations, Jakarta, dapat menjadi masukan untuk bahan evaluasi terhadap kinerja sekretaris dan menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas karyawannya, yang dalam hal ini adalah sekretaris. 2. Bagi , sebagai study banding antara teori dan ilmu dengan kenyataan yang
terjadi di perusahaan sekaligus untuk menambah dan memperluas wawasan mengenai manajemen sumber daya manusia pada umumnya dan kegiatan pemberian pelatihan yang dilakukan.
3. Bagi Masyarakat umum, bagi siapa saja yang membaca ini, berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi.
1.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah, sehingga sebenarnya harus di uji secara empiris.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat mengambil kesimpulan sementara adalah sebagai berikut.
“ Diduga pemberian pelatihan bagi sekretaris direksi berpengaruh terhadap aktivitas pimpinan.”
1.6.
Metode Penelitian
Pengumpulan data yang dilakukan dari perusahaan yang dikunjungi, sesuai dengan teori yang pelajari selama ini. Metode an yang digunakan dalam an ini adalah sebagai berikut.
1.6.1. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam an ini adalah studi pustaka dan studi lapangan.
a. Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data yang didapatkan dari hasil membaca buku, klipping, laporan, dan lain-lain dari perpustakaan atau internet.
b. Studi Lapangan, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan mendapatkan data primer yang langsung diperoleh pada PT Bakrie Sumatera Plantations dengan cara, wawancara, pengamatan langsung, dan pemberian kuesioner.
1.6.2. Jenis Penelitian
Untuk menyelesaikan ini, melakukan penelitian asosiatif, yaitu penelitian yang berhubungan antara 2 (dua) variabel atau lebih. Terdapat 2 (dua) variabel yang akan diteliti oleh dan mencari korelasi atau hubungannya. Variabel tersebut adalah sebagai berikut.
a. Variabel X, mengenai Pelatihan Sekretaris Direksi, dan b. Variabel Y, mengenai Aktivitas Pimpinan.
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian korelasional untuk mencari tingkat hubungan antara pelatihan dan aktivitas pimpinan, dimana data dikumpulkan dengan meminta data sekunder dari PT Bakrie Sumatera Plantations. 1.6.3. Populasi dan Sampel
Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2006 : 72), populasi adalah obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 (tujuh puluh lima) sekretaris pada PT Bakrie Sumatera Plantations.
b. Sampel
Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2006 : 72), sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Hal ini berarti teknik pengambilan sampel penelitian yang gunakan adalah representasi dari jumlah pegawai PT Bakrie Sumatera Plantations.
Dalam penelitian ini, mengambil sampel sebanyak 30 (tiga puluh) orang karyawan PT Bakrie Sumatera Plantations yang berusia antara 18 (delapan belas) sampai dengan 55 (lima puluh lima) tahun.
Jumlah ini diketahui dengan melihat tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan 10%. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut.
Dimana: λ2 : Taraf kesalahan P : Presentase N : Jumlah populasi S : Sampel 1.6.4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan demi keperluan penelitian ini adalah studi dokumentasi. Ada 2 (dua) jenis data yang diperlukan dalam penelitian. Jenis data tersebut adalah sebagai berikut.
b. Data Sekunder yaitu data yang diambil oleh peneliti melalui tinjauan kepustakaan/dengan membaca buku – buku yang berkaitan dengan permasalahan atau topik yang bahas dalam ini sebagai landasan teori. 1.6.5. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2003 : 169), teknik analisis data adalah kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik.
Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. A. Analisis Koefisien Korelasi
Analisis ini bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara motivasi kerja dan prestasi kerja yang akan dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi dengan rumus:
r = n Σx1 Y1 – (Σx1) (ΣY1 ) √[n.Σ x12− (ΣX1)2]√n Σ y12− ( Σ y1 )2) Dimana : r : koefisien korelasi n : jumlah data
∑x : jumlah variabel independen dari pelatihan sekretaris direksi ∑y : jumlah variabel dependen dari aktivitas pimpinan
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut. 0,00 – 0,199 = sangat rendah 0,20 – 0,399 = rendah 0,40 – 0,599 = sedang 0,60 – 0,799 = kuat 0,80 – 1,000 = sangat kuat
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut.
1. Jika r = 0 atau mendekati 0 ; artinya tidak ada hubungan sama sekali antara kedua variabel
2. Jika r = +1 atau mendekati +1; artinya ada hubungan yang kuat antara kedua variabel.
B. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis Regresi Linier Sederhana digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya nilai dalam variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan atau menurunkan nilai variabel independen, atau untuk meningkatkan nilai variabel dependen dan dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai variabel independen dan sebaliknnya.
Persamaan umum Regresi Linier Sederhana adalah sebagai berikut.
Y = a + bx
Dimana :
y : subyek / nilai dalam variabel dependen yang diprediksikan a : Harga y bila x = 0 (harga konstan)
b : Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan
angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
X : Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Regresi Linier Sederhana adalah sebagai berikut.
”Bila koefisien korelasi tinggi, maka b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi rendah maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi negative maka harga b juga negative, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b juga positif.”
Teknik analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel X terhadap variabel Y, yaitu dengan rumus sebagai berikut:
KP = r2.100%
Fungsi Koefisien penentu adalah menentukan kelayakan penelitian menggunakan regresi linier.
1). Jika mendekati 1 maka layak digunakan 2). Jika mendekati 0 maka tidak layak digunakan. D. Uji Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk membuat kesimpulan, yang terlebih dahulu dibuat perhitungan secara statistik, sehingga perlu dilakukannya pengujian hipotesa terhadap signifikan koefisien korelasi.
Rumus :
Dimana :
n = banyaknya data yang diteliti to = T Hitung r = koefisien korelasi
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut.
a. Jika thitung > ttabel , maka H0 = ditolak dan Ha = diterima, artinya ada hubungan yang nyata antara variabel x dan variabel y
b. Jika thitung < ttabel , maka Ha = ditolak dan H0 = diterima, artinya tidak ada hubungan yang nyata antara variabel x dan variabel y.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sekretaris
Istilah sekretaris berasal dari Bahasa Latin yaitu
secretum yang artinya
rahasia. Dalam Bahasa Perancis disebut
secretaire, dalam Bahasa Belanda yaitu
secretares, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut secretary yang berasal dari
kata
secret yang berarti rahasia. Sesuai dengan asalnya, maka seorang sekretaris
harus bisa menyimpan rahasia dalam arti rahasia perusahaan atau yang tidak perlu
diketahui oleh orang lain atau para pegawai.
2.1.1. Pengertian Sekretaris Menurut Para Ahli
Berikut ini adalah pengertian-pengertian sekretaris menurut beberapa ahli,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menurut H. W Fowler dan F. G Fowler dalam bukunya yang berjudul The
Concise Oxford Dictionary of Current English, cetakan ke-3, hal 1142,
sekretaris adalah sebagai berikut.
a. Orang yang bekerja pada orang lain untuk membantu dalam korespondensi,
pekerjaan tulis, mendapatkan informasi dan masalah-masalah lainnya.
b. Pegawai yang ditunjuk oleh masyarakat atau perusahaan atau perserikatan
untuk melakukan korespondensi, memelihara warkat-warkat, terutama yang
berurusan dengan perusahaannya.
c. Menteri yang mengepalai kantor pemerintahan, menteri di Amerika Serikat
dan Vatikan. (Drs. Sutanto, 1992: 1-2)
2. Menurut Louis C. Nahassy dan William Selden, Business Dictionary, 1960, hal
184. Sekretaris adalah seorang pegawai kantor yang memiliki kedudukan yang
lebih bertanggung jawab daripada seorang stenographer dan tugas-tugasnya
biasanya meliputi pengambilan dan penyalinan dikte berurusan dengan publik
untuk menjawab telepon, mengundang pertemuan, membuat perjanjian dan
memelihara atau mengarsip warkat-warkat, surat-surat, dan lain-lain. Seorang
sekretaris sering bertindak sebagai seorang pembantu administrasi atau
pimpinan muda.” (Drs. Sutarto, 1992: 2).
3. Menurut C. L Barnhart, pengertian sekretaris adalah sebagai berikut.
a. Seorang yang melakukan korespondensi, memelihara warkat, dan lain- lain
untuk perorangan atau organisasi.
b. Seorang kepala pejabat pemerintah yang mengawasi dan memimpin suatu
departemen pemerintahan tertentu: Menteri Luar Negeri.
c. Sebuah perabotan untuk dipakai sebagai meja tulis.
d. Sebuah meja dan rak buku diatasnya. (Drs. Sutarto, 1992: 2)
4. Menurut M. Braum dan Roman dari Portugal, pengertian sekretaris adalah
seorang pembantu dari seorang kepala yang menerima pendiktean, menyiapkan
surat-menyurat, menerima tamu–tamu, memeriksa atau mengingatkan
kepalanya mengenai kewajibannya yang sesuai atau perjanjiannya, dan
melakukan banyak kewajiban lainnya yang berhubungan guna meningkatkan
efektifitas dari kepala itu. (Drs. Sutarto, 1992:3)
Berdasarkan uraian diatas mengenai sekretaris, maka secara umum sekretaris
adalah seorang karyawan atau pegawai yang diangkat oleh pimpinannya
sebagai pembantu pribadinya untuk mengerjakan tugas-tugas kantor atau
perusahaan, karena dianggap dapat dipercaya dalam mengerjakan tugas-tugas
pimpinan dan dapat memegang rahasia perusahaan.
2.2. Syarat-syarat Seorang Sekretaris
Menurut Waworuntu (1995: 59-61), sebagai pembantu pimpinan, seorang
sekretaris harus memiliki syarat-syarat tertentu agar seorang sekretaris dapat
melaksanakan perkerjaan sebaik-baiknya. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki
untuk menjadi sekretaris antara lain, adalah sebagai berikut.
2.2.1. Syarat Kepribadian
Tidak banyak orang mempunyai bakat untuk menjadi sekretaris yang baik,
namun demikian bakat saja tidak cukup bilamana kita tidak tahu kepribadian yang
bagaimana harus kita punyai untuk menjadi seorang sekretaris yang baik itu.
Adapun kepribadian yang dikehendaki itu antara lain adalah pintar, harus bersikap
mawas diri, bersikap ramah, sabar, simpatik, penampilan diri yang baik, pandai
bergaul, dapat dipercaya serta memegang teguh rahasia, dapat bijaksana terhadap
orang lain, memiliki ingatan yang baik, dan mempunyai perhatian atas
pekerjaannya.
Syarat pengetahuan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu antara lain sebagai
berikut.
1. Syarat pengetahuan umum
Seorang sekretaris harus memiliki pengetahuan kemasyarakatan dan
kebudayaan yang dapat mengangkat nama dari perusahaan.
Yang dimaksud dengan memiliki pengetahuan kemasyarakatan dan
kebudayaan tersebut antara lain adalah menguasai dan memahami Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar serta menguasai beberapa bahasa asing secara
lisan maupun tertulis, serta memiliki pengetahuan ekstra; memiliki pengetahuan
tentang misi, fungsi, tugas-tugas, serta struktur organisasi, juga susunan
personil; serta memiliki pengetahuan tentang korespondensi dan tata kearsipan.
2. Syarat pengetahuan khusus
Pengetahuan khusus ini, maksudnya adalah sekretaris mengetahui atau
mengerti hal-hal mengenai dimana sekretaris itu bekerja. Apabila sekretaris itu
bekerja pada perusahaan yang bergerak pada bidang usaha perkapalan, maka ia
harus mampu menguasai ilmu perkapalan, begitu pula bila perusahaan itu
bidang usahanya penyewaan apartemen, maka sekretaris itu harus menguasai
ilmu keapartemenan, dan sebagainya.
2.2.3. Syarat keahlian
Setiap sekretaris diharuskan memiliki keterampilan untuk menunjang
pekerjaannya, keterampilan itu antara lain adalah sebagai berikut.
a. Mampu menyusun laporan
b. Mampu berkorespondensi
c. Mampu menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing lainnya
d. Teknik tata penyimpanan arsip
e. Teknik berkomunikasi dengan telepon
f. Menulis cepat dengan steno
g. Teknik mengetik surat (Waworuntu, 1995: 59-61)
2.2.4. Syarat praktik
Sebelum seorang diangkat sebagai sekretaris, orang tersebut harus cukup
mempunyai pengalaman dalam berbagai pekerjaan tata usaha kantor, maka dengan
demikian orang itu harus mencoba menangani pekerjaan yang tanggung jawabnya
belum begitu luas, misalnya: sebagai resepsionis, operator, korespondensi dan
lain-lain. (Waworuntu, 1995: 59-61)
2.3.
Pekerjaan Sekretaris
Pengelompokan pekerjaan sekretaris antara lain adalah sebagai berikut.
2.3.1. Pekerjaan Keterampilan
Ada beberapa pekerjaan keterampilan yang perlu dikuasai oleh seorang
sekretaris, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menerima dikte dengan stenografi atau merekam dengan tape recorder.
2. Mengetik komputer dan mesin ketik manual atau elektrik.
3. Mengerjakan pembukuan ringan.
4. Menyimpan arsip-arsip untuk pimpinan.
5. Membuat surat.
6. Menerima tamu.
7. Mengatur perjalanan, hotel, tiket pesawat, dan sebagainya.
2.3.2. Pekerjaan Keahlian
Adapun pengelompokan pekerjaan sekretaris antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Melaksanakan keputusan kebijaksanaan dalam memberikan tugas-tugas kepada
pegawai- pegawai bawahannya
2. Sebagai penerjemah pimpinannya
3. Mengikuti jalannya seminar-seminar yang dilakukan oleh perusahaan yang ada
kepentingannya dengan jalannya organisasi
4. Mengolah data untuk penyusunan laporan
5. Mengatur rapat dan menulis notulen rapat
Walaupun sekretaris orang kedua dari perusahaan atau tangan kanan
pimpinan, janganlah mengabaikan untuk tidak memberitahu apabila tidak masuk
kerja, karena sekretaris dan pimpinan merupakan satu kesatuan yang bekerja ke
arah satu tujuan dan pimpinan akan mencari seorang pengganti untuk sementara.
Dengan memberitahukan sebelumnya tidak masuk kerja itu merupakan salah satu
etiket sekretaris.
2.4.
Macam-macam Sekretaris
2.4.1. Berdasarkan ruang lingkup dan tanggung jawab
1. Sekretaris eksekutif. Sekretaris eksekutif adalah sekretaris yang juga
berfungsi sebagai manajer karena secara langsung atau nyata
menjalankan fungsi manajer eksekutif yang memiliki bawahan.
Sekretaris eksekutif ini pada umumnya merupakan sekretaris untuk satu
unit organisasi, contohnya: sekretaris dewan, sekretaris jenderal,
sekretaris wilayah, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris yayasan,
dan lain-lain.
2. Sekretaris pribadi. Sekretaris pribadi adalah seorang yang mengerjakan
kegiatan perkantoran untuk membantu seseorang tertentu dan bersifat
pribadi. Sekretaris dalam pengertian ini bukan pegawai atau staf dari
suatu organisasi atau perusahaan tetapi diangkat dan digaji oleh
perorangan.
Seorang sekretaris pribadi harus selalu berusaha untuk mengenal sifat-sifat dan
pribadi pimpinannya sendiri, baik itu adat kebiasaan, kegemaran atau hobi,
kelebihan dan kekurangan pimpinan. Sebagai sekretaris pribadi tidak berarti bahwa
ia tidak bertanggung jawab kepada unit kerjanya, tetapi ia tetap terikat kepada status
kepegawaiannya.
2.4.2. Berdasarkan kemampuan dan pengalaman kerjanya
1. Sekretaris senior. Sekretaris senior adalah sekretaris yang sudah memiliki
banyak pengalaman yang mantap, dapat berdiri sendiri dalam mengatasi
masalah yang timbul di dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Sekretaris junior. Sekretaris junior adalah sekretaris yang baru memulai
kariernya atau baru bekerja dan belum mempunyai banyak pengalaman
karena ia baru keluar dari pendidikan sekretaris. Sekretaris junior ini
perlu banyak belajar dan bimbingan dari seorang sekretaris senior untuk
memperoleh tambahan ilmu dan pengalaman.
2.5.
Tugas, Tanggung Jawab, dan Peranan Sekretaris
Terdapat perbedaan antara tugas, tanggung jawab serta peranan sekretaris.
Berikut ini akan dijelaskan perbedaan ketiga hal tersebut.
Menurut pandangan Ignatius Wursanto, (2004:17), tugas sekretaris adalah
sebagai berikut.
2.5.1.1. Berdasarkan ruang lingkup tugas
Berdasarkan ruang lingkut tugas, sekretaris dikelompokkan menjadi
8(delapan) yaitu antara lain adalah sebagai berikut.
1. Tugas-tugas rutin, yaitu tugas-tugas yang dikerjakan setiap hari tanpa perintah.
Tugas ini meliputi membuka surat, menerima dikte, menerima tamu, menerima
telepon, menyimpan arsip/surat, serta menyusun dan membuat jadwal kegiatan
pimpinan.
2. Tugas-tugas khusus, yaitu tugas yang diperintahkan langsung oleh pimpinan
kepada sekretaris dengan penyelesaiannya secara khusus. Tugas ini diberikan
karena adanya unsur kepercayaan bahwa tugas sekretaris mampu menyimpan
rahasia perusahaan. Tugas ini meliputi mengonsep surat perjanjian kerjasama
dengan relasi atau instansi luar, menyusun surat rahasia (confidential),
menyusun acara pertemuan bisnis, pembelian kado atau cindera mata, dan
lain-lain.
3. Tugas-tugas istimewa, yaitu tugas yang menyangkut keperluan pimpinan, yaitu
antara lain: membetulkan letak atau posisi alat tulis pimpinan serta perlengkapan
yang diperlukan, bertindak sebagai penghubung untuk meneruskan informasi
kepada relasi, mewakili seseorang menerima sumbangan untuk dana atau
keperluan kegiatan lainnya, mengingatkan pimpinan membayar iuran atau
asuransi dari suatu badan atau instansi, memeriksa hasil pengumpulan dana atau
uang muka dari instansi yang diberikan sebagai dana kesejahteraan, menghadiri
rapat-rapat dinas, sebagai pendamping pimpinan selama mengadakan pertemuan
bisnis, mengadakan pemeriksaan peralatan kantor, mana yang perlu diperbaiki
dan mana yang tidak perlu diperbaiki atau penambahan alat-alat dan sarana
kantor.
4. Tugas Sosial, yaitu tugas yang merupakan menjalin interaksi yang baik dengan
relasi perusahaan. Tugas sosial itu meliputi: mengurusi rumah tangga kantor,
mengatur penyelenggaraan resepsi untuk kantor pimpinan beserta pengurusan
undangannya, tugas keuangan, biasanya sekretaris mengurusi keuangan yang
dinamakan petty cash (uang cadangan/kas kecil). Tugas keuangan ini antara lain
adalah sebagai berikut: menangani urusan keuangan pimpinan di Bank,
misalnya: penyampaian penyimpanan uang di Bank, penarikan cek,
pengambilan uang dari Bank; membayar rekening-rekening, pajak, sumbangan
dana atas nama pimpinan; dan menyimpan catatan pengeluaran sehari-hari untuk
pimpinan dan penyediaan dana untuk keperluan sehari-hari.
5. Tugas Resepsionis. Tugas sekretaris sebagai resepsionismeliputi: menerima dan
menjawab telepon serta mencatat pesan-pesan lewat telepon, menerima tamu
yang akan bertemu dengan pimpinan, mencatat janji-janji untuk pimpinan,
menyusun acara kerja sehari-hari pimpinan.
6. Tugas insidental. Tugas ini merupakan pekerjaan yang tidak rutin dilakukan oleh
sekretaris meliputi: menyiapkan agenda rapat, menyiapkan laporan,
menyiapkan pidato atau pernyataan pimpinan; membuat ikhtisar dari
berita-berita dan karangan yang termuat dalam surat kabar, majalah, brosur, dan
media-media lain yang ada kaitannya dengan kepentingan perusahaan;
mengoreksi bahan-bahan cetakan (misal: brosur, undangan, formulir, dan daftar
yang dikonsep oleh perusahaan); mewakili pimpinan dalam berbagai resepsi
atau pertemuan.
7. Tugas sekretaris dalam Business Meeting (pertemuan bisnis). Pertemuan bisnis
(Business Meeting) ini terjadi ketika dua orang atau lebih saling menerima dan
memberi sesuatu berupa informasi, menyimak kembali kemajuan, memecahkan
masalah dan menciptakan yang baru. Tugas inilah yang cukup berat dan
melelahkan bagi sekretaris untuk mengorganisir pertemuan-pertemuan tersebut.
2.5.1.2. Berdasarkan pendapat para pakar ahli
Berdasarkan pendapat para pakar ahli, tugas sekretaris antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Menurut H. Donald
Menyatakan bahwa hal-hal kedudukan pimpinan dan situasi organisasi
perusahaan akan menentukan sebagian besar tugas-tugas sekretaris. Hal-hal
yang dimaksud adalah: menyalin atau mengisi transkrip dari stenografi atau
warkat-warkat dari mesin dikte, membuat catatan pertemuan, menyusun dan
memelihara arsip khusus, menyelesaikan urusan apapun dari masalah pribadi
pimpinan yang diminati, dan lain-lain.
2. Menurut M. Braum dan Ramon C. dari Portugal
Tugas dan tanggung jawab sekretaris tidaklah sama persis tetapi dapat
dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Bagian tersebut meliputi tugas
merencanakan pekerjaan, menerima tamu, mengurus surat masuk dan surat
keluar, dan menyiapkan pertemuan atau konferensi.
2.5.2. Tanggung Jawab Sekretaris
Selain sekretaris bertanggung jawab atas pekerjaannya ada tanggung jawab
lain yang harus dilaksanakan seorang sekretaris adalah sebagai berikut.
1. Personal Responsibility (Tanggung Jawab Individu)
Sekretaris bertanggung jawab terhadap performansi diri sendiri dan upaya
pengembangan ke arah yang lebih berkualitas. Dengan “mengelola” diri sendiri
supaya dapat tampil dengan performansi prima dalam pelaksanaan tugas pokok
sehari-hari, antara lain: mempermudah dan memperlancar kerja pimpinan
melalui pengaturan waktu dan distribusi informasi yang efisien,
mendistribusikan informasi dari kantor pimpinan secara jelas dan akurat,
mendukung kelancaran alur kerja antara kantor pimpinan dengan bagian-bagian
lainnya, memberikan peluang kepada pimpinan untuk lebih berfokus pada
hal-hal strategis dan memiliki dampak jangka panjang, dan, memberikan masukan
positif dan inisiatif untuk perbaikan perusahaan.
2. Internal Responsibility (Tanggung Jawab Dalam)
Sekretaris bertanggung jawab terhadap upaya pencapaian superioritas kinerja
kantor dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Tanggung jawab ini
terwujud melalui aktivitas: mengelola sumber daya kantor termasuk keuangan,
menciptakan suasana (fisik dan mental) yang mendukung kelancaran kerja,
mendukung penciptaan budaya kerja yang positif, membantu menciptakan
“kelompok informal positif” di lingkungan perusahaan, dan, mengelola anak
buah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja di kantor.
3. Networking Responsibility (Tanggung Jawab Cabang Perusahaan)
Tanggung jawab sekretaris untuk meluaskan wawasan dan jalinan perusahaan
dengan tujuan peningkatan daya saing. Perwujudannya adalah melalui upaya
memperluas network perusahaan, mengatur dan mengawasi pelaksanaan
acara-acara formal dan informal yang diselenggarakan oleh kantor dalam kaitannya
dengan upaya mempertahankan dan berpartisipasi dalam mengembangkan citra
perusahaan.
4. Bertanggung jawab atas berhasilnya perusahaan tempat dia bekerja. Dalam peran
aktifnya membantu kelancaran tugas-tugas pimpinan sehingga dapat tercapai
tujuan yang telah ditetapkan.
5. Tanggung jawab hukum.
Salah satu segi penting dari jabatan sekretaris, walaupun kemungkinan besar
tidak tercantum dalam peraturan tertulis, adalah tanggung jawab hukumnya
sebagai perantara pimpinan dalam transaksi. Sebagai perantara, berarti
sekretaris berperan menjadi wakil pimpinan dalam urusan bisnis dengan pihak
ketiga, karena sekretaris mempunyai wewenang ini. Jadi sekretaris harus
bertindak hati-hati dan bertanggung jawab.
Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan oleh sekretaris yaitu antara lain
sebagai berikut.
1. Sekretaris tidak boleh melakukan jual beli dengan perusahaan demi keuntungan
pribadi, kecuali bila perusahaan memberi ijin.
2. Sekretaris tidak boleh membocorkan rahasia usaha pimpinan baik masa bekerja
atau masa kerja berakhir.
3. Sekretaris tidak dapat berkecimpung dalam suatu usaha saingan kecuali
mendapat ijin dari pimpinan.
4. Sekretaris harus mengikuti secara cermat dan tepat semua instruksi pimpinan
dalam melaksanakan tugas rutin.
5. Keterangan dari pimpinan mengenai batas-batas yang jelas dan pasti mengenai
wewenang sekretaris sangat diperlukan dan jangan sekali-kali bertindak
melampaui batas-batas tersebut.
2.5.3. Peranan Sekretaris
Pada dasarnya setiap sekretaris mempunyai peranan yang sama, yaitu
membantu kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pimpinan. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, seorang sekretaris bukan hanya berhubungan dengan pimpinannya
saja melainkan juga dengan klien perusahaan, karyawan lain, juga dengan
pekerjaan yang ditekuninya.
1. Sekretaris sebagai duta.
Peranan sekretaris dikatakan sebagai duta yaitu sekretaris sebagai wakil dari
perusahaan sehingga penampilan dan sikapnya haruslah baik dan profesional,
karena sekretaris bukan hanya berhubungan dengan masyarakat tersebut.
2. Sekretaris sebagai pintu gerbang
Peranan sekretaris dikatakan sebagai pintu gerbang karena fungsi sekretaris
salah satunya adalah sebagai penerima tamu, untuk itulah letak meja dan kursi
sekretaris berdekatan dengan pintu masuk ruangan pimpinan dimana para tamu,
relasi, maupun karyawan sendiri yang ingin bertemu dengan pimpinan haruslah
melapor atau ijin kepada sekretaris terlebih dahulu.
3. Sekretaris sebagai ibu rumah tangga perusahaan.
Di sini sekretaris harus dapat berperilaku selayaknya ibu dari perusahaan. Ia
harus dapat menaungi perusahaan dan menjadi contoh yang baik dalam
mengurus kantornya. Misalnya; membuat ruangan menjadi seperti rumah sendiri
sehingga terasa nyaman agar para tamu, relasi, karyawan dan pimpinan di
perusahaan merasa betah.
4. Sekretaris sebagai humas.
Sekretaris sebagai penghubung antara perusahaan dengan lingkungan kerja,
lingkungan masyarakat, baik bertatap muka secara langsung melalui telepon,
atau media yang lain. Dalam peranannya sebagai humas, sekretaris haruslah
mengerti bagaimana menghadapi setiap orang yang tidak sama sifat dan
perilakunya. Dalam menghadapi pihak lain, ia harus dapat menempatkan diri
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, demi tercapainya tujuan perusahaan
apalagi bila perusahaan membutuhkan suatu kerjasama yang baik dengan
seseorang atau lembaga lain.
2.6.
Pengertian Pelatihan dan Tujuan Pelatihan
2.6.1. Pengertian Pelatihan
Pegawai-pegawai baru jarang yang mampu menyelesaikan kewajiban
jabatan mereka dengan sebaik – baiknya. Bahkan pegawai – pegawai yang sudah
berpengalaman perlu mempelajari organisasi, orang – orangnya, kebijaksanaanya,
dan prosedurnya. Mereka mungkin juga memerlukan pelatihan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaanya. Meskipun perkenalan dan pelatihan memakan waktu
dan biaya, kebanyakan organisasi mengetahui bahwa biaya ini merupakan investasi
yang baik dalam sumber daya manusia.
Pendidikan dan pelatihan dalam suatu organisasi sebagai pengembangan
upaya untuk pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus
terjadi terus menerus.Hal ini terjadi karena organisasi itu harus berkembang untuk
mengantisipasi perubahan – perubahan di luar organisasi tersebut. Untuk itu maka
kemampuan sumber daya manusia atau karyawan organisasi itu harus terus
menerus ditingkatkan seirama dengan kemajuan perkembangan organisasi.
DR. Achmad S. Ruky (2004;163) Pelatihan didefinisikan sebagai usaha
untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam pekerjaannya
sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang sekarang dijabatnya,
baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah team kerja. Agar efektif
yaitu, mencapai sasaran yang ditetapkan, maka pelatihan harus mencakup sebuah
pengalaman belajar, harus merupakan sebuah kegiatan organisasional yang
direncanakan dan dirancang sebagai jawaban atas kebutuhan organisasi yang
spesifik.
Prof. Dr. Hadari Nawawi (2005;208) pelatihan adalah program – program
untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual,
kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi perusahaan.
Pengertian lain mengatakan pelatihan adalah proses melengkapi para pekerja
dengan keterampilan khusus atau kegiatan membantu para pekerja dalam
memperbaiki pelayanan pekerja yang tidak efisien.
Hj. Ike Kusdyah Rachmawati, SE, MM ( 2008;110) pelatihan merupakan
wadah lingkungan bagi karyawan, dimana mereka memperoleh sikap, kemampuan,
keahlian, pengetahuan, dan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.
Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan
sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual
dan kepribadian manusia. (Prof. DR. Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 28)
Drs. Soebagio Atmodiwirio, M.Ed. (2005:36) Pelatihan adalah
pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat
(kinerjanya).
The Trainer’s Library (1987) menyampaikan bahwa pendidikan dan
pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesain untuk membantu meningkatkan
pegawai memperoleh pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan sikap, perilaku
yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang
menjadi tanggung jawabnya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. (Drs.
Soebagio Atmodiwirio, M.Ed ; 2005 : 37)
Dengan demikian dapat mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya
pelatihan yang dikemukakan dari beberapa pendapat di atas mempunyai tujuan
yang sama, yaitu untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dari karyawan
agar mereka dapat melaksanakan perkerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka
dengan baik.
Dari definisi pelatihan yang disampaikan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa pelatihan terdiri dari berbagai jenis dengan tujuan yang berbeda.
Pelatihan dasar diberikan kepada calon – calon tenaga kerja atau calon
anggota organisasi tentang bagaimana melaksanakan pekerjaan atau tugas – tugas
yang akan dilakukannya dalam jabatan atau pekerjaan nanti.
Dr. H. Achmad S. Ruky menyampaikan bahwa ada beberapa pelatihan yang
ditemukan di hampir pada semua organisasi adalah sebagai berikut. (Dr. H.
Achmad S, Ruky, Halaman 232 ; 2003)
1.
Pelatihan Dasar
Pelatihan dasar ini bisa berlangsung beberapa jam, beberapa hari, beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Pelatihan dasar ini tentunya harus diberikan
kepada calon pegawai yang sama sekali belum pernah mendapatkan pelatihan
dan belum berpengalaman dalam pekerjaannya tersebut.
2.
Pelatihan Penyegaran
Pelatihan penyegaran (refresher course) biasanya diberikan kepada pegawai
yang sudah melaksanakan suatu pekerjaan cukup lama dalam sebuah organisasi.
Pelatihan juga dianggap perlu diberikan biasanya Karena perusahaan
melakukan dua perubahan yaitu :
a.
Perubahan dalam teknologi atau peralatan atau mesin yang di gunakan
sehingga menjadi sesuatu yang baru bagi pegawai lama. Dalam situasi ini,
pegawai (yang masih bisa di latih) harus di latih tentang cara menggunakan
peralatan atau mesin tersebut.
b.
Perubahan dalam cara kerja atau prosedur operasi atau prosedur produksi.
3.
Pelatihan Penyembuhan (remedial)
Pelatihan yang bersifat remedial pada dasarnya adalah pelatihan yang bertujuan
menghilangkan kelemahan yang di temukan pada pegawai dalam melaksanakan
tugas–tugas tertentu. Di dalam buku, ilstilah yang digunakan biasanya
berbentuk intervensi pelatihan (training intervention). Pelatihan seperti itu
hanya di berikan bila dapat di pastikan bahwa kelemahan tersebut disebabkan
oleh kurang latihan dan kekurang pahaman pekerja dan bukan Karena motivasi
yang lemah.
4.
Pelatihan “Penjenjangan”
Istilah “pelatihan penjenjangan” banyak digunakan oleh instansi pemerintah
dan BUMN. Pelatihan berjenjang sangat erat hubungannya dengan program
pengembangan karir pelatihan ini dilaksanakan untuk pegawai yang diarahkan
dan di calonkan untuk menduduki jabatan – jabatan yang lebih tinggi dari pada
jabatan sekarang.
Menurut pendapat dari H. Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber
Daya Manusia (2005;217) secara definitive pelatihan dapat dibedakan antara lain
adalah sebagai berikut.
1. Pelatihan Tingkat Mikro
Pelatihan ini diselenggarakan oleh dan untuk lingkungan organisasi/
perusahaan sendiri, sesuai kebutuhannya dalam meningkatkan para
pekerja dalam melaksanakan seluruh beban atau volume kerja agar
dapat mewujudkan eksistensinya secara maksimal.
2. Pelatihan Tingkat Makro
Pelatihan ini diselenggarakan bersama oleh dua atau lebih
organisasi/perusahaan, yang memiliki kebutuhan yang sama dalam
usaha meningkatkan kemampuan para pekerja masing – masing.
2.6.2. Tujuan Pelatihan
Bila suatu badan usaha menyelenggarakan pendidikan atau latihan bagi
pegawai – pegawainya, maka perlu terlebih dahulu dijelaskan apa yang menjadi
tujuan daripada latihan tersebut. Latihan yang tidak dijelaskan apa yang akan
dicapai adalah tidak efektif dan tidak ada gunannya adalah tidak efektif dan tidak
ada gunannya. Oleh sebab itu, maka tujuan setiap latihan harus dijelaskan dengan
baik.
Terselenggaranya kegiatan pelatihan merupakan tanggung jawab bersama
terutama menajemen puncak (pimpinan) serta mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Pimpinan mempunyai tanggung jawab atas kebijakan – kebijakan umum dan
prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program pelatihan. Untuk itu
komitmen pimpinan sangat penting agar berlangsung secara efektif, baik dari
perencanaan, proses serta tujuan dari pelatihan tersebut.
Prof. dr. Veitzhal rivai, M.B.A (2004 ; 228) menyampaikan bahwa tujuan
dari pelatihan tersebut adalah : untuk meningkatkan kuantitas output; untuk
meningkatkan kualitas output; untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan;
untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan; untuk menurunkan
turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasaan kerja; serta untuk
mencegah timbulnya antipati pegawai.
Ada beberapa manfaat pelatihan yang kita rasakan baik untuk
perkembangan individu maupun organisasi. Walaupun kita menyadari bahwa tidak
semua permasalahan yang berkaitan dengan individu sebagai anggota organisasi
maupun organisasi sebagai wadah dengan sistem dan prosedurnya yang mengatur
individu melaksanakan tugasnya dapat diatasi dengan pelatihan.
Drs. Soebagio Atmodiwirio, M.Ed. (2005 ; 43) menyampaikan bahwa ada
dua sisi tentang manfaat pelatihan yang dapat dikemukakan, yaitu:
1.
Dari segi individu. Untuk individu, pelatihan apapun bentuknya akan
mempunyai manfaat antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Menambah
wawasan,
pengetahuan
tentang
perkembangan
organisasi baik secara internal maupun eksternal;
b.
Menambah wawasan tentang perkembangan lingkungan yang
sangat mempengaruhi kehidupan organisasi;
c.
Menambah pengetahuan di bidang tugasnya;
d.
Menambah ketrampilan dalam meningkatkan pelaksanaan tugasnya;
e.
Meningkatkan kemampuan berkomunikasi antara sesame;
f.
Meningkatkan pengalaman memimpin.
2.
Dari segi organisasi. Bagi organisasi manfaat pelatihan lebih terbatas
dibandingkan dengan individu, yaitu antara lain sebagai berikut.
a.
Menyiapkan pegawai untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi
dari jabatan yang sekarang;
b.
Penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya;
c.
Merupakan landasan untuk pengembangan selanjutnya;
d.
Meningkatkan kemampuan berproduksi;
e.
Meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
menciptakan
kolaborasi dan jenjang kerja.
Prof. Dr. Veithzal Rivai, M.B.A (2004 ; 230) juga mengemukakan bahwa
pelatihan akan membawa manfaat antara lain adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Untuk Pegawai
a. Membantu pegawai dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah
yang lebih efektif;
b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian
prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dan diinternalisasi
dan dilaksanakan;
c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya
diri;
d. Membantu pegawai mengatasi stress, tekanan, frustasi dan konflik;
e.
Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan dan
kepemimpinan, keterampilan komunikasi, dan sikap;
f.
Meningkatkan kepuasaan kerja dan pengakuan;
g. Membantu pegawai mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan
keterampilan interaksi;
h. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih;
i.
Memberikan nasehat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan;
j.
Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan
k. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, berbicara dan
menulis dengan pelatihan;
2. Manfaat Untuk Perusahaan
a.
Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih
positif terhadap orientasi profit
b.
Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan
c.
Memperbaiki moral Sumber Daya Manusia
d.
Membantu pegawai untuk mengetahui tujuan perusahaan
e.
Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik
f.
Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan
g.
Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan
h.
Membantu pengembangan perusahaan
i.
Belajar dari peserta
j.
Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaa
k.
Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan
l.
Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih
efektif
m.
Membantu pengembangan promosi dari dalam
n.
Membantu
pengembangan
keterampilan
kepemimpinan,
motivasi,
kesetiaan, sikap dan aspek lain yang biasanya di perlihatkan pekerja
o.
Membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas dan kualitas
kerja
p.
Membantu menekan biaya dalam biaya berbagai bidang seperti produksi,
Sumber Daya Manusia, dan administrasi
q.
Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan
perusahaan
r.
Meningkatkan hubungan antara pegawai dan manajer
s.
Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal
t.
Mendorong mengurangi perilaku merugikan
u.
Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan
v.
Membantu meningkatkan komunikasi organisasi
w.
Membantu pegawai untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
3. Manfaat dalam hubungan Sumber Daya Manusia intra dan antar grup
pelaksanaan kebijakan
a.
Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual
b.
Membantu dalam orientasi bagi pegawai baru dan pegawai transfer atau
promosi
c.
Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi afirmatif
d.
Memberikan informasi tentang hokum pemerintahan dan kebijakan
internasional
e.
Meningkatkan keterampilan interpersonal
f.
Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi
g.
Membangun kohesilitas dalam kelompok
h.
Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi
i.
Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan
hidup
2.7. Langkah - Langkah Pelatihan
Sebagai bagian dari proses pelatihan atau pengembangan para manajer
harus menilai kebutuhan, tujuan, dan isi dari pelatihan tersebut. Untuk itulah
menurut Hj. Ike Kusdyah Rachmawati, SE, MM (2008;112) sebelum melaksanakan
pelatihan sebaiknya perusahaan melakukan langkah – langkah pelatihan.
Langkah-langkah tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
2.7.1. Mengidentifikasi Kebutuhan Pelatihan
Organisasi harus selalu beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah
sehingga karyawan perlu melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan
yang dinamis tersebut. Dalam tahap awal, organisasi perlu membuat identifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Siapa saja yang perlu diberikan pelatihan
dan pengembangan? Apa yang perlu dipelajari oleh karyawan? Untuk menjawab
pertanyaan – pertanyaan itu, manajemen dapat menggunakan langkah – langkah
berikut.
1. Evaluasi Prestasi
Melakukan monitoring pada setiap karyawan dan hasilnya dibandingkan
dengan standar prestasi atau target rekruitmen. Karyawan yang mempunya hasil
prestasi kurang atau di bawah standar yang telah ditetapkan organisasi,
mengindikasikan organisasi perlu mengadakan program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
2. Analisis Persyaratan Kerja
Organisasi perlu mengetahui kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh
karyawan. Karena jika karyawan diserahi tugas atau pekerjaan, tetapi tidak
memiliki keterampilan yang mendukung pekerjaan tersebut maka karyawan
tersebut membutuhkan pelatihan.
3. Analisis Organisasi
Analisis Organisasi bertujuan meninjau kembali apakah tujuan organisasi
secara keseluruhan sudah tercapai atau belum. Tujuan organisasi secara
keseluruhan perlu ditinjau kembali apakah memang sudah mencapai target atau
belum. Apabila organisasi tidak atau belum mencapai target dengan efektif
maka manajemen perlu program pelatihan.
4. Survei Sumber Daya Manusia
Seluruh manajemen dan karyawan diminta menjelaskan masalah dan
hambatan yang dihadapi selama program ini berlangsung untuk mengetahui
tindakan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
5. Menentukan Tujuan Program Pelatihan dan Pengembangan
Langkah selanjutnya menetapkan tujuan program. Apakah program
diberikan pada karyawan yang baru saja diterima pada semua level pekerjaan
atau hanya pada mereka yang menduduki jabatan tertentu saja. Apakah program
diberikan dalam bentuk keterampilan teknis, analisis/konseptual, ataukah
kemampuan hubungan manusiawi. Berbagai bentuk alternative tujuan lainnya
memang harus secara gamblang ditentukan untuk mengetahui ke arah mana
rekrutmen akan membentuk sumber daya manusianya. Beberapa alternative
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasi keterampilan – keterampilan kinerja jabatan khusus yang
dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas.
b.
Memastikan bahwa program akan sesuai dan cocok dengan tingkat
pendidikan, pengalaman dan keterampilan mereka, serta motivasi peserta.
c.
Melakukan survey untuk mengembangkan sasaran pengetahuan dan kinerja
yang dapat diukur.
6.
Merencanakan
dan
Mengembangkan
Program
Pelatihan
dan
Pengembangan
Setelah tujuan teridentifikasi maka organisasi perlu membuat perencanaan
sekaligus mengembangkan program ini. langkah berikut bisa menjadi pedoman:
a.
Tujuan Instruksional, metode, media, gambaran dan urutan dari isi, contoh,
latihan, dan kegiatan. Untuk itu, perlu membuat sebuah kurikulum dan
disajikan dalam bentuk blueprint untuk pengembangan program.
b.
Memastikan bahwa semua bahan seperti naskah, video, buku pedoman, dan
buku peserta ditulis dengan jelas dan cocok dengan sasaran program.
c.
Semua program hendaknya
ditangani secara professional untuk menjaminkualitas dan efektivitas program. 7. Implementasi Program
Organisasi perlu memotivasi peserta program untuk mendorong mereka mengikutt program pelatihan yang akan diadakan perusahaan. Program pelatihan tersebut disosialisasikan pada peserta dan dibuat representative untuk revisi final pada hasil akhir untuk memastikan efektivitas dari program tersebut.
8. Evaluasi dan Monitoring Program
Setelah program pelatihan terlaksana, para manajemen kemudian mengevaluasi apakah program yang dijalankan telah sesuai dengan sasaran dan tujuan yang diinginkan organisasi.
Garry Dessler berpendapat ada lima langkah yang harus di lakukan agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang di inginkan (Garry Dessler, 2004 ; 217 ) yaitu antara lain adalah sebagai berikut.
a. Analisis Kebutuhan yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi.
b. Merancang intruksi untuk memutuskan, menyusun dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktifitas yang mempergunakan teknik. c. Validasi yaitu program pelatihan dengan menyajikan kepada beberapa peserta yang bisa
mewakili.
e. Evaluasi dan tindak lanjut yaitu penilaian manajemen atas keberhasilan atau kegagalan program ini.
Sementara itu Dr. H. Achmad S. Ruky berpendapat bahwa proses merancang pelatihan selalu terdiri dari 3 langkah utama (Dr. H. Achmad S. Ruky, 2003 : 234), yaitu antara lain adalah sebagai berikut.
a. Tahap Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan akan pelatihan atau disebut Training Needs Assessment adalah kegiatan mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah pelatihan tersebut memang dibutuhkan dalam organisasi itu. Keuntungan utama dari kegiatan Need Assesment adalah bahwa untuk setiap pelatihan yang akan dikembangkan dan dilaksanakan dapat ditetapkan terlebih dahulu “target hasil” pelatihan yang ingin dicapai. Kegiatan mengidentifikasi atau asesmen yang lengkap dapat melibatkan 3 kegiatan pendekatan atau analisis sebagai berikut.
1) Assesmen melalui Analisis Operasional
Pendekatan ini mencoba menjawab petanyaan “ dimana” atau “ pada bagian mana” penekanan pada pelatihan harus di tempatkan dalam perusahaan dan faktor – faktor apa saja yang berdampak pada pelatihan. Sehubungan dengan itu, acuan dari pendekatan ini adalah Misi, Visi, Strategi dan sasaran kerja yang telah di tetapkan. Jenis – jenis pelatihan yang harus di lakukan dapat bersifat inovatif ataupun problem solving. Pelatihan yang diberikan dapat berbentuk peningkatan kompetensi secara total, maksudnya apabila perusahaan melakukan perubahan besar dalam strategi dan teknologi. Sebaliknya pelatihan dapat juga merupakan pelatihan upgrading dan partial. Selain di gunakan untuk menentukan kebutuhan pelatihan atas kompetensi individu, pendekatan melalui organisasi sebenarnya juga dapat digunakan untuk meneliti kebutuhan untuk meningkatkan keefektifan organisasi. Penelitian lebih banyak di tunjukan pada bagaimana semua anggota organisasi bekerja sebagai sebuah tim.
2) Asesmen melalui Analisa Jabatan
Kegiatan analisis jabatan yang akan dilakukan untuk mengidentifikasi “dimensi dan level kompetensi” yang harus dimiliki oleh pemegang tiap jabatan. Semua elemen kompetensi yaitu pengetahuan, kemampuan, keterampilan, minat, sikap, dan system nilai yang di perlukan, harus di identifikasi dan di sebutkan tingkat (level) yang harus di capai.
Pendekatan ini mencoba mencari jawaban atas pertanyaan “siapa” di dalam organisasi (perusahaan) yang memerlukan pelatihan dan pelatihan apa yang di butuhkannya. Apa yang harus dilakukan pada cara ini adalah membandingkan kinerja atau prestasi aktual dari seorang karyawan atau sebuah unit kerja dengan standar yang di tetapkan atau harapan perusahaan. Setiap selisih atau kesenjangan (discrepancy/gap) yang di temukan dapat mengindikasikan diperlukannya pelatihan. Kata dapat sengaja di tebalkan karena bisa saja ditemukan bahwa “kesenjangan” dalam kinerja tersebut sebenarnya bukan karena faktor ”kemampuan” melainkan karena faktor ”kemauan”. Bila penyebabnya memang benar ”kemauan”, solusinya bukanlah pelatihan tetapi kegiatan lain dalam manajemen Sumber Daya Manusia. Mungkin pendekatan melalui imbalan atau perubahan dalam gaya kepemimpinan atau cara lain tergantung hasil penelitian tentang penyebabnya.
Untuk dapat melaksanakan ” assesmen melalui individu” ini secara efektif, sebuah perusahaan harus mempunyai dan menerapkan system penilaian kinerja yang tepat dan objektif.
b. Tahap Pengembangan
Apabila terhadap identifikasi kebutuhan telah selesai dilakukan dan diyakini bahwa pelatihan tertentu memang benar – benar dibutuhkan, para penanggung jawab pelatihan atau pengembangan Sumber Daya Manusia dapat mulai mengembangkan program pelatihan yang dimaksud. Tujuan dari fase – fase “pengembangan” adalah merancang “lingkungan” pelatihan spesifik yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pelatihan yang yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini para profesional yang menangani program pelatihan dan pengembangan harus meriview semua isu – isu relevan disekitar pelatihan termasuk termasuka didalamnya karakteristik dari peserta pelatihan kelompok “aws” (adult learners).
Yang dilakukan dalam fase ini, menurut Bernardine dan Russel (1993) mencakup sejumlah kegiatan antara lain adalah merancang lingkungan yang kondusif untuk belajar dan yang dapat mencapai target yang diinginkan.
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam konteks ini adalah lingkungan bersifat psikologi dan intangible (yang tidak kasat mata) kondisi lingkungan psikologis yang menjadi focus perhatian dalam fase perkembangan ini dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu antara lain adalah sebagai berikut.
Sebelum pelatihan, ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu antara lain sebagai berikut.
a) Meyakinkan bahwa peserta pelatihan memang mempunyai kemampuan untuk dilatih (trainable).
b) Mendapatkan sambutan positif dan dukungan dari calon peserta dan atasan - atasan mereka.
2) Kondisi lingkungan pelatihan itu sendiri
Setelah kegiatan prakondisi (sebelum pelatihan) berhasil diselesaikan, para pelatih dan pejabat Diklat harus mulai menciptakan kondisi lingkungan sehingga proses belajar akan berjalan maksimal. Dalam fase ini yang harus diputuskan adalah hal – hal sebagai berikut.
a) Isi dan struktur pelatihan (komposisi materi yang harus dipelajari, dan sebagainya). (1) Apakah akan diberikan seluruhnya sekaligus atau dipecah – pecah ?
(2) Apakah akan diberikan semuanya sampai selesai atau diselang – seling dengan istirahat ?
(3) Apakah akan diberikan lebih dari pada yang diberikan (over learning)? b) Umpan balik untuk peserta
Peserta pelatihan perlu mengetahui kemajuan diri masing – masing dan hasil yang mereka capai. Untuk menjaga semangat peserta sebaiknya umpan balik terus diberikan setiap saat sehingga tiap peserta mengetahui kemajuan masing masing. Umpan balik dapat diberikan secara lisan atau dengan memberikan tes–tes yang dinilai baik oleh perusahaan.
2.8. Tahap-tahap Evaluasi, Metode, dan Proses Evaluasi Pelatihan 2.8.1. Tahap Evaluasi
Evaluasi terhadap pelatihan yang benar harus dilakukan dalam empat tahap, yaitu keefektifan pelaksanaan pelatihan, penyerapan atau retensi materi, dampak dari pelatihan pada perilaku kerjanya, dan dampak pada kinerja organisasi.
2.8.2. Metode Pelatihan
Menurut Hj. Ike Kusdiyah Rachmawati, SE, MM (2008 ; 114) program pelatihan ini bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu on the job training dan off the job training.
1. On The Job Training
On The Job Training adalah bentuk pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil benar – benar mengerjakannya. Dalam banyak rekrutmen,
OJT adalah satu – satunya jenis pelatihan yang tersedia dan biasanya meliputi karyawan baru sampai karyawan lama yang berpengalaman.
Beberapa bentuk pelatihan On The Job Training antara lain adalah sebagai berikut. a. Couching/understudy
Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di tempat kerja oleh atasan atau karyawan yang berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan pelatihan secara informal dan tidak terencana dalam melakukan pekerjaan seperti menyelesaikan masalah, partisipasi dengan tim, kekompakan, pembagian pekerjaan, dan hubungan dengan atasan atau teman kerja.
b. Pelatihan Magang/Apprenticeship Training
Pelatihan yang mengkombinasikan antar pelajaran di kelas dengan praktik di tempat kerja setelah beberapa teori diberikan pada karyawan. Karyawan akan dibimbing untuk mempraktikkan dan mengaplikasikan semua prinsip belajar pada keadaan pekerjaan sesungguhnya.
Bentuk lain dari On The Job Training (OJT) menurut Prof. DR. Soekidjo Notoatmodjo (2003 ; 40) adalah dengan “Rotasi” pekerjaan. Cara ini umumnya dilakukan pegawai – pegawai yang sudah lama. Kemudian akan dipindahkan tugasnya baik secara vertikal (dipromosikan) maupun horizontal (ke bagian atau tugas lain yang sederajat dengan pekerjaan sekarang).
2. Off The Job Training a. Lecture
Teknik ini seperti kuliah dengan presentasi atau ceramah yang diberikan penyelia/ pengajar pada kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi dua arah dan diskusi. Hal ini digunakan untuk memberikan pengetahuan umum pada peserta. b. Presentasi dengan video
Teknik ini menggunakan media video, film, atau televise sebagai sarana presentasi tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Metode ini dipakai apabila peserta cukup banyak dan masalah yang dikemukakan cukup kompleks.
c. Vestibule Training
Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas peralatan yang sama dengan pekerjaan yang sesungguhnya.
d. Bermain Peran (Role Playing)
Teknik pelatihan ini dilakukan seperti simulasi di mana peserta memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk bertindak dalam situasi yang khusus. Dengan peran seperti ini, akan diketahui bagaimana menghadapi situasi kerja yang sesungguhnya. Peserta mungkin berperan sebagai pelanggan, manajer, rekan kerja, sehingga dapat berinteraksi baik dengan pihak lain.
e. Studi Kasus
Teknik ini dilakukan dengan memberikan sebuah atau beberapa kasus manajemen untuk dipecahkan dan didiskusikan di kelompok atau tim dimana masing – masing tim akan saling berinteraksi dengan anggota tim yang lain.
f. Self Study
Merupakan teknik pembelajaran sendiri oleh peserta dimana peserta dituntut untuk proaktif melalui media bacaan, materi, video, kaset, dan lain – lain. Hal ini biasanya dilakukan karena beberapa faktor, di antaranya keterbatasan biata, keterbatasan frekuensi pertemuan, dan faktor jarak.
g. Program Pembelajaran
Pembelajaran ini seperti self study, tapi kemudian peserta diharuskan membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban dalam materi sehingga dalam pertemuan selanjutnya rangkaian tadi dapat disampaikan pada penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik.
h. Laboratory Training
Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagai pengalaman, perasaan, pandangan, dan perilaku di antara para peserta.
i. Action Learning
Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim kecil dengan memecahkan permasalahan dan dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar perusahaan.
Organisasi dapat memilih satu atau lebih teknik di atas untuk diterapkan pada program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kondisi organisasi. Dalam memilih metode pelatihan, agar efektif perlu memperhatikan diterapkannya prinsip belajar, yaitu partisipasi, repetisi, relevan, transfer, dan umpan balik. Di samping itu, perlu memperhatikan biaya, materi, pelatih, dan peserta pelatihan.
Menurut Prof. DR. Soekidjo Notoatmodjo (2003 ; 37) setelah berakhirnya pendidikan dan pelatihan, seyogyanya dilakukan evaluasi, yang mencakup hal-hal antara lain sebagai berikut.
1. Evaluasi terhadap proses. Evaluasi ini meliputi: organisasi penyelenggaraan diklat (misalnya: administrasi, konsumsinya, ruangannya, dan para petugasnya), dan penyampaian materi diklat (misalnya: relevansinya, kedalamnya, dan pengajarnya). 2. Evaluasi terhadap hasilnya. Mencakup evaluasi sejauh mana materi yang diberikan itu
dapat dikuasai atau diserap oleh peserta diklat. Lebih jauh lagi apakah ada peningkatan kemampuan atau keterampilan, pengetahuan, dan sikap dari para peserta diklat. Cara melakukan evaluasi ini dapat secara formal dalam arti dengan mengedarkan kuesioner yang harus diisi oleh para peserta diklat. Tetapi juga dapat dilakukan informal, yakni melalui diskusi antara peserta dengan panitia.
Garry Dessler mengungkapkan bahwa ada dua permasalahan dasar yang harus dibahas pada saat mengevaluasi program pelatihan (Garry Dessler 2004 ; 244) yaitu antara lain sebagai berikut.
a) Merancang studi evaluasi. Yang dimaksud merancang studi evaluasi adalah membandingkan data antara para pegawai sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan tersebut terhadap pegawai.
b) Pengukuran efek pelatihan. Ada empat kategori dasar dari hasil pelatihan yang dapat diukur, yaitu reaksi pegawai setelah mengikuti pelatihan; pembelajaran, yaitu dengan cara menguji pegawai untuk menentukan apakah mereka telah mempelajari prinsip, keterampilan, dan fakta yang seharusnya mereka pelajari; perilaku kerja pegawai setelah mengikuti pelatihan, apakah ada perubahan atau tidak; hasil pelatihan, yaitu untuk megetahui hasil apa yang dicapai setelah mengikuti pelatihan,apakah sesuai dengan tujuan pelatihan atau tidak.
2.9. Pengertian Aktivitas Pimpinan
Menurut pandangan Ignatius Warsanto, (2004:21), aktivitas adalah kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan. Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang memilki kelebihan dan kemampuan dalam mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian beberapa tujuan.
Jadi, aktivitas Pimpinan adalah rangkaian kegiatan rutinitas yang dilakukan berdasarkan tugas dan tanggung jawab serta wewenang yang diberikan untuk menata kemampuan mempengarui prilaku diri orang lain.
Oleh karena itu seorang pemimpin sangat membutuhkan peranan sekretaris dalam menunjang kegiatannya agar berjalan dengan lancar yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.