• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN November 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN November 2009"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS DONGGALA

SULAWESI TENGAH

THE INFLUENCE FACTS OF PNEUMONIA INCIDENT TO THE CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT DONGGALA PUBLIC HEALTH

CENTER IN MIDDLE OF SULAWESI Zulkipli1. Agus Sarwo Prayogi2, Akhmadi3, Hartini3

Background: Pneumonia is one of the communicable disease that serious to attack to the child and one of The Upper Respiratory Tract Infection (ISPA) that it’s occurrence to cause to death of them. The pneumonia to cause death at least four millions of the child under five year and these are reach 30% from the all of cases. The incident increase due to some of factor, such as: the age less than two month, male gender, malnutrition (not getting properly), low birth weight, breastfeeding milk’s is not properly, air pollution, crowded of the population in one area, lack of the A vitamin and very early to give the supplement food’s to the child.

Aim: This study is to know any factors which influence pneumonia incident and search which factor is the most dominant influence pneumonia incident to under five years old children at Donggala Public Health Center in Middle of Sulawesi.

Method: The study was of descriptive analytic correlation by mean of quantitative framework employing case control design. Data of respondent’s was gathered through questionnaires and observation form’s about the factors that can given interfere toward incident of pneumonia. The number of research subject involved in this study was all 82 respondents (41 respondent as cases and 41 respondents as control) and to collect the sample using by purposive sampling.

Result: There was a significant correlation between the house environment factor’s within the incident of pneumonia within value p = 0,000 odds ratio 0,0829 with 95 % Confidence Interval (0,0220-0,3120). The house environment factors which influence of the pneumonia disease are the house hold pollutions, population densities, , and smoking habit. The most influence or dominant factor which incidence of pneumonia disease is air the house hold pollutions with odds ratio 0,0553 with 95 % Confidence Interval (0,0180-0,1698)

Conclusion: Pneumonia was happened most to under five years children which lived on unhealthy environment because air pollution from kitchen,smoking habit and unhealthy house which built in the dense population. Air pollution from kitchen is the major factor which influence or dominant to the pneumonia problem. Correlation result show there is influencial in the house environment with pneumonia case.

Key words: The influence facts, the incident of pneumonia, the age of under five years.

1

Donggala Public Health Center 2

Polytechnic of Health Department of Indonesia Republic in Yogyakarta 3

(2)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009 PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang sangat serius dan merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling banyak menyebabkan kematian pada balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia dan ini merupakan 30% dari seluruh kematian.1 Upaya pencegahan sebagian kematian tersebut, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan WHO mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Keterpaduan pelayanan tidak hanya pelayanan kuratif berupa pengobatan penyakit saja, namun sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi, pemberian vitamin A, menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI serta pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu tentang cara merawat dan mengobati anak sakit di rumah serta masalah pemberian makan dan sebagainya.2

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Desember 2006 di Puskesmas Donggala Sulawesi Tengah, angka kesakitan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sangat tinggi yaitu sebanyak 1.906 orang dan yang mempunyai klasifikasi pneumonia yaitu 419 orang, tahun 2005 yang menderita ISPA sebanyak 2.100 orang, yang mempunyai klasifikasi pneumonia sebanyak 167 orang , dan pada tahun 2006 yang menderita ISPA sebanyak 2.883 orang dan yang mempunyai klasifikasi pneumonia sebanyak 109 orang. Pada data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kejadian ISPA mengalami peningkatan yang sangat signifikan, sedangkan tingkat kejadian pneumonia mengalami penurunan yang sangat signifikan. Incidence rate pneumonia di Puskesmas Donggala memang mengalami penurunan, akan tetapi angka kesakitan tersebut masih tetap tinggi jika dibandingkan dengan target kabupaten yaitu 2 per 1000 pada tahun 2006. Disamping itu masih terdapatnya rumah yang di kategorikan rumah tidak sehat yang mana sebagian dari rumah ini ukurannya tidak sesuai dengan jumlah penghuninya dalam artian rumah kecil penghuni banyak dan dapur disatukan dengan rumah induk sedang bahan bakar yang digunakan masih menggunakan kayu bakar sehingga asapnya masuk ke dalam rumah yang dapat mengganggu penghuni yang tinggal di dalam rumah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah

(3)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia serta faktor apa yang paling dominan mempengaruhi kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Donggala Sulawesi tengah.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan menggunakan metode deskriptif dan case control design. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Donggala Sulawesi Tengah pada bulan juni 2007.

Untuk pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 82 responden (41 kasus dan 41 kontrol). Kriteria inklusi sampel kasus adalah anak usia dua bulan sampai kurang lima tahun, mempunyai klasifikasi pneumonia (Pneumonia berat dan pneumonia berdasarkan MTBS) Respondennya orang tua dari balita yang bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi sampel kasus adalah berat badan lahir rendah (BBLR), status gizi buruk , status imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A, ASI tidak memadai. Adapun kriteria yang digunakan untuk sampel kontrol yaitu anak balita sehat yang rumahnya bersebelahan (bertetangga) dan atau tinggal satu desa dengan responden yang dijadikan kasus. Kelompok kasus dan kontrol dilakukan pemadanan (maching) jenis kelamin dan umur dengan interval umur sampai tiga bulan, respondennya orang tua dari balita yang bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden.

Cara pengambilan data adalah dengan menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu empat peneliti lain yang bertindak sebagai asisten. Pengisian kuesioner dilakukan selama 30 menit oleh responden, setelah itu peneliti dan asisten peneliti melakukan observasi lingkungan rumah, kemudian data dikumpulkan dan dilakukan analisis data.

(4)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah meliputi umur, jenis kelamin, pemberian ASI, status gizi, , status imunisasi, vitamin A.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Subjek (Kasus dan Kontrol) di Wilayah Puskesmas Donggala Sulawesi Tengah 2007

No.Variabel Frek. % Frek. % Kasus Kasus Kontrol Kontrol 1. Usia 2 bulan - < 1 tahun 8 19,51 % 7 17,07 % 1 – 2 tahun 21 51,22 % 20 48,78 % > 2 - 5 tahun 12 29,27 % 14 34,15 % 2. Jenis Kelamin Laki-laki 22 53,66 % 22 53,66 % Perempuan 19 46,34 % 19 46,34 % 3. BBL < 2500 gram 0 0 % 2 4,88 % > 2500 gram 41 100,00 % 39 95,12 % 4. PemberianASI 0 – 2 bulan 6 14,63 % 3 7,32 % 0 – 4 bulan 33 80,49 % 34 82,93 % 0 – 6 bulan 2 4,88 % 4 9,75 % 5. Gizi Baik 20 48,78 % 30 73,17 % Sedang 21 51,22 % 11 26,83 % 6 Imunisasi Lengkap 41 100,00 % 41 100,00 % 7. Vitamin A Teratur 41 100,00 % 41 100,00 % Sumber: data primer

2. Faktor Lingkungan Rumah

Tabel 2. Hubungan kepadatan hunian dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

kontrol kasus Total P- OR CI (95 %) value Kepadatan Hunian Tidak padat 33 22 55 Padat 8 19 27 0,009 0,2807 0,1047-0,7529 Total 41 41 82 *chi-square

(5)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

Pada tabel di atas mengatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia pada balita. Kepadatan penghuni dalam rumah menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental dan moral. Rumah yang padat penghuninya akan mempermudah penularan penyakit terutama penyakit menular yang penularannya bisa lewat kontak langsung ataupun droplet. Penularan penyakit ini akan terjadi di antara sesama penghuni di dalamnya dan akan lebih mudah bila di antara penghuni tersebut kurang mengerti hygiene perorangan. Kepadatan hunian yang relatif tinggi akan menyebabkan kejadian ISPA pada anak balita tidak disertai dengan adanya sirkulasi udara yang mememnuhi syarat4.

Tabel 3. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

kontrol kasus Total P- OR CI (95 %) value Ventilasi Rumah Tidak sehat 0 5 5 sehat 41 37 78 0,057 0,000 0,000-1,0748 Total 41 41 82 *Fisher Exact

Hasil analisis dari tabel di atas didapat bahwa ventilasi rumah tidak ada pengaruh yang bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita. Ini di dukung oleh hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan anatara ventilasi dengan kejadian pneumonia12, namun hasil ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada anak balita (p= 0,009)11. Dilihat dari fungsinya, ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini

(6)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri dan patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit)5.

Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humodity) yang optimum5.

Tabel 4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

kontrol kasus Total P* OR CI (95 %) Kebiasaan Merokok

Tidak sehat 17 40 57

sehat 24 1 25 0,000 0,0353 0,0044-0,2823 Total 41 41 82

*Fisher Exact

Hasil analisis tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian pneumonia. Asap rokok merupakan salah satu pencemaran udara dalam rumah yang juga dapat menyebabkan infeksi saluran napas seperti pneumonia. Penghirupan asap rokok diketahui dapat merusak ketahanan lokal paru seperti kemampuan pembersihan mukosiliaris1. Konsumsi rokok ayah terbukti merupakan faktor yang menimbulkan peningkatan risiko anak balita terkena gangguan pernapasan. Anak-anak yang orang tuanya merokok di dalam rumah terdapat suatu peningkatan pneumonia, jika dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak merokok.8 Merokok merupakan penggunaan produk tembakau oleh anggota rumah tangga yang menimbulkan efek negatif majemuk pada anak.10

Tabel 5. Hubungan Polusi Asap Dapur dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

kontrol kasus Total P- OR CI (95 %) Polusi Asap Dapur

Tidak ada 31 6 38

ada 10 35 45 0,000 0,0553 0,0180-0,1698 Total 41 41 82

*Chi-square

Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara polusi asap dapur dengan kejadian pneumonia balita. Penelitian

(7)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

membuktikan bahwa rumah tangga yang memiliki pencemaran dalam rumah memiliki proporsi lebih besar untuk timbulnya kejadian pneumonia balita dibandingkan dengan yang tidak memiliki pencemaran udara dalam rumah. Proporsi kejadian pneumonia rendah pada rumah yang tidak memiliki pencemaran udara1. Selain itu dapur yang disatukan dengan kamar tamu dan kamar tidur berpotensi lebih besar terhadap pemajanan partikulat yang berasal dari tungku dibandingkan dengan dapur terpisah. Karena disatukan dengan dapur, baik berada di kamar tamu atau di kamar tidur anak balita harus terpajan dengan dapur, sumber partikulat potensial. Bayi dan balita yang sedang menderita pneumonia yang berdiam dekat dapur lebih dari sembilan jam per hari mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebanyak 10,9 kali jika dibandingkan dengan yang berdiam di dekat dapur kurang dari sembilan jam per hari1.

Tabel 6. Hubungan Polusi Asap Pembakaran dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

Kontrol Kasus Total P * OR CI (95 %) Polusi Asap pembakaran

Tidak ada 9 10 19

ada 32 31 45 0,793 1,1470 0,4107-3,2035 Total 41 41 82

*Chi-square

Hasil analisis tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara polusi asap pembakaran dengan kejadian pneumonia pada balita, karena asap pembakaran tersebut yang barasal dari asap obat nyamuk bakar sehingga tidak terlalu banyak menyebabkan pencemaran udara dalam rumah yang dapat mengganggu penghuninya. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang telah membuktikan bahwa rumah tangga yang memiliki pencemaran dalam rumah memiliki proporsi lebih besar untuk timbulnya kejadian pneumonia balita dibandingkan dengan yang tidak memiliki pencemaran udara dalam rumah. Proporsi kejadian pneumonia rendah pada rumah yang tidak memiliki pencemaran udara1. Pencemaran yang dimaksud bukan hanya polusi asap pembakaran saja, polusi asap dapur dan asap rokok juga dapat berpengaruh. Selain itu, asap pembakaran juga tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan.

(8)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

Tabel 7. Hubungan Jenis Dinding Rumah dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

Kontrol Kasus Total P- OR CI (95 %) Jenis dinding rumah

Tidak sehat 1 0 1

Sehat 40 41 81 0,500 - - Total 41 41 82

*Fisher Exact

Hasil analisis tabel diatas dengan α = 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara jenis dinding rumah dengan kejadian pneumonia. Pembuatan tembok perlu diperhatikan bahan dan daerah rumah apakah termasuk daerah iklim tropis atau tidak. Tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis lebih baik dinding atau papan sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat menjadi ventilasi dan dapat menambah penerangan alamiah5.

Tabel 8. Hubungan Jenis lantai Rumah dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Donggala Tahun 2007

Kontrol Kasus Total P * OR CI (95 %) Jenis lantai rumah

Tidak sehat 0 3 3

Sehat 41 38 79 0,120 0,000 - Total 41 41 82

*Fisher Exact

Berdasarkan nilai fisher exact di atas dengan α = 0,05, maka dapat dikatakan bahwa lantai rumah tidak ada pengaruh yang bermakna dengan kejadian pneumonia. Lantai rumah juga merupakan hal yang menentukan kesehatan dari sebuah rumah. Maka itu lantai rumah sebaiknya kedap air dan mudah dibersihkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit5.

(9)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

Diagram Lingkungan Rumah

Lingkungan Rumah 21 38 20 3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kasus Kontrol F re ku en si Sehat Tidak Sehat

Menurut keputusan menteri kesehatan (1999), lingkungan dalam rumah adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah sehingga memungkinkan penghuni yang berada di dalamnya memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Lingkungan dalam rumah mempunyai dampak penting terhadap kesehatan penghuni yang berada di dalamnya terutama pada anak balita. Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan manusia itu bila dilihat dari akibat yang ditimbulkan terjadi secara perlahan-lahan. Peranan faktor risiko lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu sebagai faktor predsisposisi, penyebab penyakit secara langsung, media transmisi penyakit dan faktor yang mempengaruhi perjalanan peyakit1.

Tabel 9. Hubungan lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia di Puskesmas Donggala tahun 2007

Kontrol Kasus Total P * OR CI (95 %) Lingkungan rumah

Tidak sehat 3 20 23

Sehat 38 21 59 0,000 0,0829 0,0220-0,3120 Total 41 41 82

*Fisher Exact

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA11.

Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi higiene dan sanitasi lingkungan. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan11. Faktor lingkungan rumah

(10)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

yang berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita adalah kepadatan penghuni rumah dan kebiasaan merokok berat/sedang. Kejadian pneumonia anak balita 3,06 kali lebih banyak pada anak balita yang tinggal di rumah padat penghuni dan 4,51 kali lebih banyak tinggal pada keluarga perokok berat/sedang. Selain itu peranan faktor risiko lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu sebagai faktor predisposisi, penyebab penyakit secara langsung, media transmisi penyakit dan faktor yang mempengaruhi perjalanan peyakit.6

Pengaruh lingkungan dalam rumah terhadap kegiatan sehari-hari tidaklah terjadi secara langsung. Lingkungan yang tampaknya tidak mempunyai potensi bahaya ternyata dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat lingkungan dalam rumah yang tidak memenuhi standar ini dapat mengakibatkan gangguan akut, kronis maupun gangguan yang seperti tidak ada artinya. Salah satu penyakit yang timbul akibat pengaruh lingkungan dalam rumah adalah ISPA.1

Dari faktor-faktor lingkungan rumah di atas yang mempengaruhi untuk terjadinya pneumonia adalah polusi asap dapur, kebiasaan merokok, dan kepadatan hunian. Kejadian pneumonia 25 kali lebih banyak pada kelompok balita yang tinggal di lingkungan rumah tidak sehat dengan polusi asap dapur, 23 kali lebih banyak tinggal dilingkungan rumah dengan keluarga yang punya kebiasaan merokok, dan 11 kali lebih banyak tinggal di lingkungan rumah dengan padat huni.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Kejadian pneumonia lebih banyak pada kelompok balita yang tinggal di lingkungan rumah tidak sehat dengan polusi asap dapur, kebiasaan merokok, dan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dibanding dengan yang tinggal di lingkungan rumah sehat. Faktor-faktor lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian pneumonia adalah polusi asap dapur, kebiasaan merokok, dan kepadatan hunian. Faktor polusi asap dapur merupakan faktor yang paling berpengaruh atau

(11)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

paling dominan untuk terjadinya kejadian pneumonia dengan nilai odds ratio 0,0553 dengan 95 % Confidence Interval (0,0180 – 0,1698).

2. Saran

Puskesmas Donggala Sulawesi Tengah agar menurunkan angka kejadian pneumonia pada anak balita yang disebabkan oleh faktor risiko lingkungan rumah yang kurang memenuhi syarat kesehatan dengan melaksanakan penyuluhan tentang perumahan dan pencemaran dalam rumah misalnya kebiasaan merokok dalam rumah, polusi asap dapur yang merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit ISPA / pneumonia pada anak balita.

Penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat menganalisis lebih lanjut dan menghubungkannya dengan rumah sehat dan menggunakan lembar observasi penilaian rumah sehat untuk mengetahui sejauh mana hubungan, pengaruh serta kemaknaan masing-masing komponen rumah sehat terhadap terjadinya kejadian ISPA atau pneumonia pada anak balita.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes., selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. drg. Hamzah Arifandi selaku Kepala Puskesmas Donggala Sulawesi Tengah

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 3. Bpk. Purwanta, S.Kp., M.Kes sebagai penguji yang telah banyak

memberikan koreksi dan masukan.

4. Seluruh staf dosen dan administrasi PSIK FK UGM yang telah memfasilitasi kelancaran penelitian.

A. DAFTAR PUSTAKA

1. Machmud, Rizanda. 2006. Pneumonia Balita. Padang: Andalas University Press

(12)

Jurnal teknologi kesehatan Vol 5 No 3 ISSN 0216-4981 November 2009

2. Depkes, RI, WHO. 2005. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta

3. Dharmage. 1996. Risk Factors of Acute Lower Tract Infection in Children Under Five Years of Age. Medical Public Health

4. Depkes, RI. 1999. Sanitasi Pemukiman dan Perumahan. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta

5. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta 6. Santoso, Priyo. 2002. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kejeran Surabaya. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan

7. Basuki, Wijo. 2004. Faktor Ekstrinsik Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Puskesmas I Banjarnegara. http://www.solpro.net. Diakses tanggal 3 Nopember 2007 8. Elizabeth. 2003. Hubungan Faktor Karakteristik Individu dan Faktor

Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Kota Bengkulu. Tesis Program S2 Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

9. Depkes dan KesSos RI. 2000. Modul Pelatihan Kualitas Lingkungan di Perumahan Bagi Kader Dasa Wisma. Direktorat Jenderal PPM dan PL. Jakarta

10. Rieves, S. 2002. Chest 122: 2, 394-6. Suffer the Children. http://www. Chestjournal.org/cgi/content/full/122/2/394. diakses tanggal 3 Nopember 2007

11. Nur, A.Y dan Lilis, S. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2. Januari 2005

12. Subiyanti, S. 2001. Risiko Kejadian Pneumonia pada Anak Balita dalam Berbagai Kondisi Rumah (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Pati I Kec. Pati Kota Kab. Pati). Skripsi. http://www.solpro.net. Diakses tanggal 4 Oktober 2007

Gambar

Tabel 2.  Hubungan  kepadatan  hunian  dengan  Kejadian  Pneumonia  di  Puskesmas Donggala Tahun 2007
Tabel 3.  Hubungan  Ventilasi  Rumah  dengan  Kejadian  Pneumonia  di  Puskesmas Donggala Tahun 2007
Tabel 4.  Hubungan  Kebiasaan  Merokok  dengan  Kejadian  Pneumonia  di  Puskesmas Donggala Tahun 2007
Tabel 6.  Hubungan  Polusi  Asap  Pembakaran  dengan  Kejadian  Pneumonia  di  Puskesmas Donggala Tahun 2007
+3

Referensi

Dokumen terkait

9 Raha Nurbaida, S.Farm.,Apt Nurbaida, S.Farm.,Apt 40 Sulawesi Tenggara KAB.MUNA Fariz Farma Jl... 45 Sulawesi

1) KUR melalui lembaga linkage dengan pola channeling berdasarkan dengan lampiran Permenko No. 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat:.. Lembaga

PEGADUNGAN I KALI DERES Peta Utara Rt.. PEGADUNGAN II KALI

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi dapat ditinjau dalam sebuah model, antara lain, model Howard-Sheth (Swastha dan Irawan, 2005 : 123). Sebenarnya banyak model

Ana sajroning kekarah, Ing tekene guru mami, Kang naina raja Pandita, Sultan Maolana Ngali, Samsujen iku kaki, Kawruhana ta ing mbesuk, Saturun turunira, Nuli ana jaman

dan pengembangan ini dilakukan dengan mengikuti langkah penelitian Borg and Gall.. sampai langkah ke tujuh karena penelitian ini masih berskala kecil. Data diperoleh dengan

Formulir Pemesanan Pembelian Unit Penyertaan beserta bukti pembayaran yang diterima secara lengkap dan disetujui oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang

Untuk ukuran bank besar dapat mengambil posisi yang lebih agresif terhadap kegiatan diversifikasi pendapatan dari bank yang berukuran lebih kecil, karena kegiatan fee based