PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN METODE BERCERITA DENGAN MEDIA ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN MORAL ANAK
(Penelitian Tindakan Kelas Di Kelompok B RA Annajiyah Lubuklinggau)
Diajukan Sebagai Syarat Penulisan Skripsi Pada Program Sarjana Kependidikan Bagi Guru Dalam Jabatan PAUD FKIP Universitas
Bengkulu SKRIPSI Oleh : SINTA SUSANTI NPM A1I112020 PROGRAM SARJANA (S1)
KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU 2014
PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN METODE BERCERITA DENGAN MEDIA ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN MORAL ANAK
(Penelitian Tindakan Kelas Di Kelompok B RA Annajiyah Lubuklinggau). Skripsi. Program Sarjana Kependidikan Bagi Guru Dalam Jabatan,
Universitas Bengkulu.
ABSTRAK SINTA SUSANTI NPM : A1I112020
Permasalahan penelitian ini yaitu apakah dengan media animasi dapat meningkatkan kesadaran moral anak pada usia dini. Tujuan penelitian untuk meningkatkan kesadaran moral pada anak kelompok B RA. Annajiyah Lubuklinggau. Instrumen penelitian yang digunakan dalam tindakan kelas ini adalah menggunakan teknik observasi. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan indikator keberhasihan adalah 80%. Hasil penelitian ini pun menunjukkan bahwa dalam pembelaran meningkatkan kesadaran moral anak dengan media animasi diperoleh hasil sebagai berikut; pada siklus satu dalam pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran moral anak memperoleh hasil rata-rata 63.70% dengan kategori cukup. Pada siklus kedua mengalami peningkatan dalam pembelajaran dengan memperoleh hasil rata-rata 74% dengan kategori baik. Pada siklus ketiga terus mengalami peningkatan dalam pembelajaran dengan memperoleh hasil rata-rata 81.70% dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media animasi dapat meningkatkan kesadaran moral anak Kelompok B RA. Annajiyah tahun pembelajaran 2014 /2015.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Taman Kanak-kanak bukan saja semata-mata tempat bermain anak usia pra sekolah, akan tetepi memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian dan pengetahuan anak. Dalam hal ini pengetahuan anak mengenai meningkatkan moral mereka.
Moral yang dimiliki oleh setiap anak berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Seperti diketahui terkadang anak hanya menguasai kata-kata yang mereka lihat semata. Guna meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai moral, maka perlu pendekatan yang dapat meningkatkan perhatian anak dalam menguasai moral.
Perkembangan kemampuan dasar di Taman Kanak-kanak salah satunya adalah moral anak. Moral anak sebagai salah satu dari kamampuan dasar yang harus dimiliki anak, yang terdiri dari beberapa tahapan sesuai dengan usia dan karakteristik perkembangannya. Untuk tingkat TK, salah satu kemampuan bahasa yang dipelajari adalah moral.
Moral sangat diperlukan bagi anak. Moral ini sangat berkaitan dengan kehidupan sosial anak. Moral itu dihubungkan dengan proses, kegiatan, benda, dan situasi yang ia saksikan. Ini berarti bahwa anak-anak menghubungkan hal yang ia dengar melalui proses pikirannya. Proses yang sistematis dalam menguasai suatu bahasa yang dialami anak itulah yang disebut proses pemerolehan bahasa.
Moral merupakan bagian dari suatu kepribadian seseorang. Penguasaan moral sangat mempengaruhi keterampilan bersosialisasi seseorang, terutama anak usia 4-6 tahun yang pada usia ini anak belum banyak memiliki kesadaran tentang moral. Sangat penting bagi mereka untuk mempelajari dan memahami moral karena keterampilan berbahasa sang anak akan meningkat bila kuantitas serta kualitas moralnya meningkat.
Anak usia 4-5 tahun mempunyai daya serap yang tinggi atas berkata jujur yang diperolehnya baik dari lingkungan keluarga maupun di lingkungan tempat mereka belajar. Pada saat proses belajar-mengajar di sekolah, peran aktif guru sangat diperlukan, terlebih bagi guru pendidikan kanak-kanak. Melalui pelajaran moral. Pengajaran terprogram secara sistematis sangat diperlukan untuk mengembangkan moral.
Selama melaksanakan proses belajar-mengajar di RA Annajiyah Lubuklinggau, peneliti menemukan kenyataan masih rendah kesadaran moral yang dimiliki anak. Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap 20
anak, diketahui hanya 3 anak atau 15 % yang dikatagorikan memiliki moral yang baik, 13 anak atau 65% yang dikatagorikan memiliki moral yang cukup, dan 4 anak atau 20 % yang dikatagorikan memiliki moral kurang. Rendahnya kesadaran moral yang dimiliki anak itu disebabkan anak kurang tertarik mengikuti pelajaran karena penggunaan metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi kejiwaan anak, sehingga merasa bosan dan tidak bersemangat dalam belajar.
Kurangnya kesadaran moral yang dimiliki oleh anak, mengharuskan guru untuk mencari metode yang tepat sehingga dalam kegiatan belajar tersebut, tidak membuat anak merasa bosan akan tetapi seperti bermain dan anak tidak merasa tertekan dalam mengikuti pembelajaran, karena pada usia seperti itu anak lebih cenderung untuk bermain. Oleh karena itu, perlu dicari jalan keluarnya, sehingga dalam proses kegiatan belajar mengajar anak menjadi tertarik. Untuk itu peneliti memilih metode belajar-mengajar yang menyenangkan. Salah satu metode yang dapat dipergunakan adalah melalui dongeng. Dongeng yang digunakan adalah dongeng yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang dapat meningkatkan kesadaran moral anak.
Untuk mengetahui melalui dongeng mampu meningkatkan kesadaran moral anak kelompok B RA Annajiyah Lubuklinggau, maka dipandang perlu kiranya penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran Menggunakan Metode Bercerita dengan Media Animasi untuk Meningkatkan Moral Anak (Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B RA Annajiyah Lubuklinggau)”.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
a. Pengertian Moral
Moral adalah tingkah laku atau akhlak seseorang yang mencerminkan kepribadian masing-masing individu. Penegertian moral dalam bahasa Arab, yaitu perbuatan terpuji yang dapat memberikan kemenangan dan kejayaan. Perumusan pengertian moral timbul sebagai media yang mungkin adanya hubungan baik antara Tuhan dan makhluk dan antara makhluk sesama makhluk.
Ya’qub (2003:2) merumuskan pengertian moral sebagai berikut “moral adalah suatu ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan lahir dan batin”.
Moral adalah induk dari segala etika, tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama moral ditanamkan oleh orang tua dan keluarga di rumah, kemudian di sekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Moral yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu Perbuatan (Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik (Budi). Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan moral. Moral untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar. Kalau kita bermoral, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antarsesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip moral, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti, melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Dengan demikian yang dimaksud dengan moral adalah suatu ukuran mengenai baik dan buruk dalam menentukan keputusan dalam hidup, dan dapat memperlihatkan dan menampilkannya dalam kehidupannya.
Pengertian etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
b. Aspek-aspek Menanamkan Moral
Setiap pendidikan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Melalui tujuan inilah dapat diketahui aspek-aspek apa saja yang terdapat di dalam pendidikan tersebut. Plato mengatakan “pendidikan bertujuan untuk mengisi jiwa dan raga manusia dengan segala sifat keindahan dan kesempurnaan yang dapat diraih oleh keduanya” (Arifin, 2005:41). Hal ini menjelaskan bahwa aspek yang diinginkan mengenai keindahan atau estetika serta etika atau moral dalam kepribadian seseorang.
Sebagai orang tua hendaknya juga dapat menerapkan tujuan pendidikan terutama sekali tujuan dari pendidikan moral dalam keluarganya. Untuk menentukan tujuan pendidikan moral tersebut, hendaknya orang tua terlebih dahulu mengetahui tujuan pendidikan Islam, yang nantinya akan berkaitan dengan tujuan pendidikan moral yang akan dicapai dalam keluarga.
Dengan mengetahui dan menetapkan tujuan dari pendidikan moral yang dilakukan di dalam keluarga, maka orang tua yang memiliki peranan penting dalam pembentukan moral dan kepribadian kepada anaknya juga harus memperhatikan aspek yang memiliki kaitan langsung dengan pendidikan moral tersebut. aspek-aspek tersebut adalah sebagi berikut:
1) Aspek Rohani
Aspek yang paling utama yang menjadi pokok perhatian dalam pendidikan moral dalam keluarga adalah aspek rohani karena rohani inilah yang akan menjadi landasan yang nantinya akan mempengaruhi moral seseorang dalam kehidupannya. Dalam hal ini Islam mempertegas supaya dalam mendidik anaknya, hendaknya orang tua membiasakan anaknya untuk melakukan sholat karena dalam sholat tersebut terdapat aspek pembentukan moral.
Apabila keseimbangan antara kekuatan akal dan hati telah menyatu, maka dalam diri seseorang akan terbentuk moral dan kepribadian yang berusaha untuk menjauhi perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, baik yang akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kepribadian yang mencerminkan moral yang baik yang telah ditanamkan oleh orang tua dalam mendidik anaknya yang sesuai dengan ajaran agama.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwasanya aspek pendidikan rohani dalam pendidikan moral di dalam rumah tangga adalah dengan menanamkan keyakinan yang penuh kepada Tuhan sebagai zat Yang Maha Mengetahui. Dengan membiasakan anak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan agama antara lain melakukan sholat orang tua telah menanamkan nilai-nilai pembentukan moral yang baik dalam diri anaknya, dengan tertanamnya keyakinan bahwa Tuhan selalui mengawasinya, maka anak akan meningkatkan kesadaran moralnya agar tidak melakukan kemunkaran atau melanggar dari ajaran agama.
Penanaman dan pembinaan moral anak melalui pendidikan moral di dalam keluarga adalah dengan memberikannya bekal dan memupuk kecerdasannya.
Penanaman dan pembinaan ini hendakya dilakukan pada saat anak berusia dini.
Berkaitan dengan konsep pada aspek intelektual yang dimaksud penulis dalam hal ini adalah dengan mengajarkan anak untuk membaca diharapkan nantinya kecerdasan anak akan meningkat dan memiliki kesanggupan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh agama dan mampu meninggalkan segala yang dilarang oleh agama.
Sebagai pendidik hendaknya memperhatikan aspek intelektual ini karena terkadang di dalam mendidik anak orang tua lebih menekankan pada pengetahuan semata tanpa adanya keseimbangan antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional. Keseimbangan keduanya ini, akan membawa anak yang memiliki moral yang baik di dalam kehidupannya.
Dalam hal ini Surviani (2004:25-26) dalam bukunya 20 Point Penting dalam Menghiasi Jiwa dan Perilaku Anak menjelaskan sebagai berikut :
Pada sekian dekade lalu, kecerdasan anak hanya diukur melalui intelektualnya semata(Intelectual Quotient-IQ). Biasanya dikenal dengan kecerdasan konvensional. Itulah sebabnya banyak orang tua yang kecewa ketika mengetahui anaknya tidak pintar dalam mengerjakan soal hitung-hitungan. Namun menganggap biasa anak-anaknya yang memiliki empati tinggi terhadap kehidupan lain di sekitarnya (Emotional Intelegence-EQ) atau yang berbakat di bidang seni maupun olah gerak.
Pendapat di atas memberikan masukkan kepada orang tua, hendaknya di dalam menjalankan pendidikan moral dalam rumah tangga, menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional. Dalam pembentukan moral dan kepribadian ini orang tua hendaknya tidak hanya menekankan pada satu aspek semata, akan tetapi memperhatikan keduanya. Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh anak, hendaknya diperhatikan dan terus ditingkatkan. Jika anak memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi itu berarti sang anak mempunyai kepekaan terhadap lingkungannya, yang nanti tentunya akan membentuk moral dan kepribadian yang ada dalam dirinya.
Pembentukan kepribadian dan moral yang dimiliki oleh anak tersebut tidak lain didapat dari pergaulan dalam kehidupannya, terutama sekali dalam interaksinya dengan orang tua sebagai
pendidik yang memiliki peluang yang amat banyak dengan anaknya. Dengan demikian, aspek intelektual di sini adalah aspek yang harus diperhatikan oleh orang tua dengan sungguh-sungguh agar adanya keseimbangan antara kecerdasan intelektual dengan lain lagi, sehingga nantinya moral yang dimiliki oleh anak tidak membuatnya menjadi orang yang sombong, karena kecerdasan yang dimilikinya.
2) Aspek Jasmani
Aspek pendidikan juga patut diperhatikan oleh orang tua dalam melakukan pendidikan moral di dalam keluarga. Pendidikan didini termasuk kesehatan dan keterampilan. Luqman Al Hakim mengatakan bahwa aspek jasmani ini meliputi “pendidikan keterampilan dan keahlian serta kesehatan” (Istianti, 2004:11). Ini memberikan petunjuk kepada orang tua hendaknya juga berusaha memahami keterampilan yang dimiliki anaknya. Orang tua dalam hal ini dapat melihatnya melalui bakat yang dimiliki oleh anaknya, selaku pendidik di dalam keluarga hendaknya orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak agar dapat mengembangkan bakatnya, akan tetapi dengan keterampilan yang dimilikinya tersebut jangan membuatnya menjadi angkuh dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk karena bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Pengembangan bakat yang dimiliki oleh anak tentunya berkaitan dengan kreativitas, dalam berkreativitas ini peranan orang tua mempunyai peranan yang penting agar nantinya tidak menyimpang dan membuat seorang anak menjadi manusia yang berkreativitas tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Selain memberikan keterampilan, maka orang tua juga hendaknya memperhatikan dan mengajarkan tentang kebersihan kepada anaknya.
Dengan melihat segala bentuk kebersihan yang diajarkan dalam Islam tersebut, maka diharapkan anak akan memiliki akhlak dan kepribadian yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
3) Indikator anak yang bermoral baik
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa anak yang bermoral baik sebagai berikut:
a) Menghormati guru atau orang yang lebih tua darinya
b) Berkata sopan dan senantiasa bersikap baik kepada orang lain c) Senantiasa bersikap baik kepada teman-temannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Pengertian Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan di kelas. Daryanto (2011:3) mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan praktik sosial. Dari pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas.
2) Model Penelitian Tindakan
Prosedur penelitian tindakan yang peneliti laksanakan pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Wardani (2007:32) bahwa pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dalam setiap siklus ada 4
tahapan yang harus dilaksanakan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan pada Kelompok B RA Annajiyah Lubuklinggau.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Oktober 2014.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Penelitian ini dilakukan di RA. Annajiyah Lubuklinggau Kelurahan Puncak Kemuning Kecamatan Lubuklinggau Utara 2. Sebagai subjek penelitian adalah kelompok B dengan jumlah anak 15 anak.
Berdasarkan hasil pengamatan sebelum dilakukan penelitian, diperoleh data kondisi kesadaran moral anak di RA. Annajiyah Lubuklinggau.
Dari 15 anak, hanya 5 orang anak atau hanya 33% anak yang mempunyai kesadaran moral dalam aspek memiliki rasa hormat, berkata sopan, dan bersikap baik yang diterapkan dalam keseharian.
Sedangkan 10 anak atau 67% sisanya masih banyak sikap-sikap yang belum menunjukkan tentang kesadaran moral anak.
Sebelum penelitian ini dilaksanakan pada proses pembelajaran, terutama yang berhubungan dengan kesadaran moral pada anak, peneliti selaku guru dalam menyampaikan pembelajaran masih belum begitu mengarah pada hasil yang sempurna.
B. Pembahasan
Ternyata kenaikan hasil yang diperoleh dalam proses penelitian mengalami kenaikan secara berkala jika dilihat pada kondisi baik. Data hasil penelitian menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam belajar dan kemampuan meningkatkan kecedasan logika matematika diri anak belum semua tercapai maksimal pada siklus I, namun indikator tingkat keberhasilan mencapai cukup(2), pada siklus II terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pada kondisi awal (0) guru memberikan materi tentang kesadaran moral belum variatif sehingga anak mengalami kondisi monoton dalam proses pembelajaran yang menyebabkan kurangnya minat belajar anak. Namun dengan adanya variasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media animasi yang mulai diberikan guru menyebabkan terjadinya peningkatan persentase kesadaran moral anak pada siklus II dan III.
Adanya peningkatan minat belajar tentang kesadaran moral pada anak mencapai kondisi baik (3) dan dapat dinyatakan bahwa proses penelitian berjalan dengan baik serta memenuhi indikator tingkat keberhasilan terjadi pada siklus II dan III disebabkan oleh adanya media pembelajaran berupa penayangan video sehingga lebih menarik dan membuat anak lebih mudah memahami tentang kesadaran moral.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media animasi dapat meningkatkan kesadaran moral di RA. Annajiyah Tahun Ajaran 2014-2015. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi siswa dan guru yaitu pada siklus I dengan persentasi keberhasilan 62.54% dan meningkat pada siklus II 72.12% kemudian pada siklus III meningkat meningkat mencapai 81. 44%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan: 1. Bagi guru
Agar meningkatkan dan lebih memahami materi tentang moral agar proses pembelajaran agar anak mudah memahami tentang moral itu sendiri dan tidak bosan, serta meningkatkan keaktifan dalam proses belajar mengajar.
2. Bagi kepala TK
Hendaknya menghimbau kepada guru untuk menerapkan media animasi sesuai dengan prosedur penerapannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustri Yanto. (2007). Teknik Bercerita yangBaik dalam http://posyandu.org/pertumbuhan /psikolog-anak/330-carabercerita-yang-baik.html
Alepandie, (2000). Metode Pembelajaran. Jakarta: Amissco Anti arne dan Stith Thompson, (2009). Dalam
http://posyandu.org/pertumbuhan /psikolog-anak/330-carabercerita-yang-baik.html
Aqib. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rineka Cipta Daryanto. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rineka Cipta Departemen P dan K. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Depdiknas. (2004). Undang-undang Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka Kamisa. (2007). Teknik Bercerita Untuk Anak dalam
http://posyandu.org/pertumbuhan /psikolog-anak/330-carabercerita-yang-baik.html
Kartasasmita. (1999). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Keraf. (2007). Diksi dan Fiksi. Jakarta: Rineka Cipta
Kurniawan, Heru. (2013). Keajaiban Bercerita. Jakarta: Buana Ilmu Populer
Machfudz. (2000). Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Moeslichatun. (2004). Metode Pengajaran pada Taman Kanak-kanak. Bandung: Rosdakarya
Mulyasa. (2000). Kumpulan Dongeng Untuk Anak. Jakarta: Essay Nurgiyantoro. (2011). Prosa Anak. Jakarta: Rineka Cipta
Salamun. (2002). Metode Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya
Sudijono, Anas. (2008). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta