• Tidak ada hasil yang ditemukan

BISAKAH KIRIM PAHALA?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BISAKAH KIRIM PAHALA?"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Booklet Da’wah

BISAKAH KIRIM PAHALA ?

ُﺪْﻌَـﺑَو ،ُﻩَﻻاَو ْﻦَﻣ َو ِﻪِﻟآ ٰﻰﻠَﻋَو ِﷲ ِلْﻮُﺳَر َﻰﻠَﻋ ُمَﻼﱠﺴﻟاَو ُةَﻼﱠﺼﻟاَو ِ ِ ُﺪْﻤَْﳊَا

:

Pertanyaan dari orang Sudan yang tinggal di Kuwait, ia mengatakan: “Apa hukumnya membaca Al-Fatihah untuk dihadiahkan kepada mayit, juga menyembelih hewan untuknya, demikian pula memberikan uang untuk keluarga mayit?”

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab: Mendekatkan diri kepada mayit dengan sembelihan, uang, nadzar, dan ibadah-ibadah lainnya, semacam meminta kesembuhan darinya, pertolongan, atau bantuan, ini merupakan syirik akbar (menyekutukan Allah subhanahu wata’ala). Tidak boleh bagi seorang pun untuk melakukannya, karena syirik adalah dosa dan kejahatan terbesar. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

ُءﺎَﺸَﻳ ْﻦَﻤِﻟ َﻚِﻟَذ َنوُد ﺎَﻣ ُﺮِﻔْﻐَـﻳَو ِﻪِﺑ َكَﺮْﺸُﻳ ْنَأ ُﺮِﻔْﻐَـﻳ ﻻ َﱠ ا ﱠنِإ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa: 116)

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah (surga), dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah: 72)

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)

B e r i l m u S e b e l u m B e r k a t a & B e r a m a l

.: Jumat, 15 Dzulhijjah 1435 H / 10 Oktober 2014 M

(2)

2 Booklet Da’wah

Dan banyak ayat yang semakna dengannya. Maka yang wajib dilakukan adalah mengikhlaskan/meniatkan ibadah hanya kepada Allah subhanahu wata’ala satu-satunya, baik itu berupa sembelihan, nadzar, doa, shalat, puasa, atau ibadah-ibadah selainnya. Di antara syirik juga adalah mendekatkan diri kepada para penghuni kuburan dengan nadzar atau makanan (sesajen), berdasarkan ayat-ayat yang lalu. Juga berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 162-163)

Adapun menghadiahkan Fatihah atau selainnya dari Al-Qur’an kepada mayit, hal itu tidak ada dalilnya (landasan hukumnya dari Al-Qur’an atau Hadits). Maka yang wajib dilakukan adalah meninggalkan hal tersebut. Karena tidak pernah dinukilkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam atau para sahabatnya, sesuatu yang menunjukkan bolehnya hal tersebut. Yang disyariatkan adalah mendoakan untuk mayit dan menshadaqahkan untuk mereka dengan cara berbuat baik kepada para fakir miskin. Dengan itu, seorang hamba mendekatkan kepada Allah subhanahu wata’ala dan memohon kepada-Nya agar pahalanya dijadikan untuk ayah atau ibunya, atau orang yang mati atau masih hidup selain keduanya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alahi wasallam:

ْوَأ ٍﺔَﻳِرﺎَﺟ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ٍﺔَﺛ َﻼَﺛ ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ُﻪُﻠَﻤَﻋ ُﻪْﻨَﻋ َﻊَﻄَﻘْـﻧا ُنﺎَﺴْﻧِْﻹا َتﺎَﻣ اذإ

ُﻪَﻟ ﻮُﻋْﺪَﻳ ٍﺢِﻟﺎَﺻ ٍﺪَﻟَو ْوَأ ِﻪِﺑ ُﻊَﻔَـﺘْﻨُـﻳ ٍﻢْﻠِﻋ

“Bila anak Adam meninggal maka amalnya terputus kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”

(3)

3 Booklet Da’wah

ﺎَﻬَﻠَـﻓَأ ،ْﺖَﻗﱠﺪَﺼَﺘَﻟ ْﺖَﻤﱠﻠَﻜَﺗ ْﻮَﻟ ﺎَﻬﱡـﻨُﻇَأَو ِصْﻮُـﺗْ َْﱂَو ْﺖَﺗﺎَﻣ ﻲﱢﻣُأ ﱠنِإ ،ِﷲ َلْﻮُﺳَر ﺎَﻳ

َلﺎَﻗ ؟ﺎَﻬْـﻨَﻋ ُﺖْﻗﱠﺪَﺼَﺗ ْنِإ ٌﺮْﺟَأ

:

ْﻢَﻌَـﻧ

.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dan belum sempat berwasiat, dan aku kira kalau dia sempat bicara ia akan bersedekah, apakah dia dapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab: “Ya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Demikian pula halnya menghajikan mayit serta mengumrahkannya juga membayarkan utangnya. Semuanya itu bisa memberi manfaat bagi mayit sesuai dengan keterangan yang datang dalam dalil-dalil syariat.

Adapun jika yang dimaksud penanya dengan pertanyaannya adalah untuk berbuat baik kepada keluarga mayit serta bersedekah dengan uang dan sembelihan, maka itu boleh bila mereka itu orang-orang fakir. Yang utama adalah tetangga dan kerabat membuatkan makanan di rumah mereka masing-masing lalu menghadiahkannya kepada keluarga mayit. Karena telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bahwa ketika sampai kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam berita kematian Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dalam peperangan Mu’tah, beliau shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan kerabatnya untuk membuatkan makanan untuk keluarga Ja’far dan beliau mengatakan: “Karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka.”

Adapun bila keluarga mayit yang membuat makanan untuk orang-orang (masyarakat) karena kematian (semacam peringatan tujuh hari, red.) maka itu tidak boleh. Hal itu termasuk amalan jahiliah, baik itu pada hari kematian, hari keempatnya atau kesepuluh atau setelah genap setahun. Semua itu tidak boleh. Ini berdasarkan riwayat yang shahih dari sahabat Jarir bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, bahwa beliau berkata:

(4)

4 Booklet Da’wah

“Kami menganggap bahwa berkumpul-kumpul ke keluarga mayit dan membuat makanan setelah pemakaman adalah termasuk niyahah [1](meratapi mayit).”

Adapun jika ada tamu mendatangi keluarga mayit pada hari-hari berkabung (saat takziyah) maka tidak mengapa keluarga mayit membuat makanan untuk mereka sebagai suguhan untuk tamu. Sebagaimana tidak mengapa bagi keluarga mayit untuk mengundang siapa yang mereka kehendaki dari tetangga atau kerabat untuk makan bersama mereka dari makanan yang dihadiahkan kepada mereka. Allah subhanahu wata’ala lah yang memberi taufiq.

*********** ***********

Tanya:

Bolehkah bagi saya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dan saya hadiahkan untuk ayah ibu saya, untuk diketahui bahwa keduanya ummi (tidak bisa baca tulis). Dan bolehkah saya khatamkan Al-Qur’an untuk saya hadiahkan kepada orang yang bisa baca tulis tapi saya (memang) bermaksud menghadiahkannya kepadanya? Juga apakah boleh bagi saya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an untuk saya hadiahkan kepada lebih dari satu orang?

[1] HR. Ahmad dan Ibnu Majah, lafadz di atas adalah lafadz Ahmad. Niyahah atau meratapi mayit, telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam dengan larangan keras dan termasuk dosa besar, karena pelakunya telah diancam dengan ancaman keras sebagaimana dalam hadits:

ٍناَﺮِﻄَﻗ ْﻦِﻣ ٌلﺎَﺑْﺮِﺳ ﺎَﻬْـﻴَﻠَﻋَو ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا َمْﻮَـﻳ ُمﺎَﻘُـﺗ ﺎَِْﻮَﻣ َﻞْﺒَـﻗ ْﺐُﺘَـﺗ َْﱂ اَذِإ ُﺔَﺤِﺋﺎﱠﻨﻟا

ٍبَﺮَﺟ ْﻦِﻣ ٌعْرِدَو

“Seorang wanita yang niyahah (meratapi mayit) bila tidak bertaubat sebelum matinya maka akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan memakai pakaian yang menutupi tubuhnya dari tembaga yang meleleh dan kulitnya terkena penyakit kudis (secara merata).” (Shahih, HR. Muslim)

(5)

5

Booklet Da’wah

Jawab: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab:

Tidak terdapat dalam Al-Qur’an yang mulia ataupun dalam hadits yang suci dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, tidak pula dari para sahabatnya yang mulia, sesuatu yang menunjukkan disyariatkannya menghadiahkan bacaan Al-Qur’an Al-Karim untuk kedua orangtua atau untuk yang lain. Allah subhanahu wata’ala mensyariatkan membaca Al-Qur’an untuk diambil manfaat darinya, diambil faedah darinya serta untuk dipahami maknanya lalu diamalkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang berakal.” (QS. Shad: 29)

ُمَﻮْـﻗَأ َﻲِﻫ ِﱵﱠﻠِﻟ يِﺪْﻬَـﻳ َنآْﺮُﻘْﻟا اَﺬَﻫ ﱠنِإ

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (QS. Al-Isra’: 9)

ٌءﺎَﻔِﺷَو ىًﺪُﻫ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻠِﻟ َﻮُﻫ ْﻞُﻗ

“Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.” (QS. Fushshilat: 44)

Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

اوُءَﺮْـﻗا

ِﺔَﻣﺎَﻴِﻘْﻟا َمْﻮَـﻳ ِﻪِﺑﺎَﺤْﺻَِﻷ ﺎًﻌْـﻴِﻔَﺷ ْ ِﰐْﺄَﻳ ُﻪﱠﻧِﺈَﻓ َنآْﺮُﻘْﻟا

“Bacalah Qur’an karena sesungguhnya (amalan baca) Al-Qur’an itu nanti akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya.” (Shahih, HR. Muslim no. 804)

Beliau shallallahu ‘alahi wasallam juga bersabda (maknanya): “Bahwa nanti akan didatangkan (amalan baca) Al-Qur’an pada hari kiamat dan para ahli Al-Qur’an yang mengamalkannya, akan datang kepadanya surat Al-Baqarah, Ali Imran, keduanya akan membela para pembacanya.” (Shahih, HR. Muslim no. 804 dengan makna itu)

(6)

6 Booklet Da’wah

Jadi tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, dipahami, dan dipakai untuk ibadah dengan membacanya, serta memperbanyak membacanya. Bukan untuk menghadiahkannya kepada orang-orang yang telah wafat atau yang lain. Aku tidak mengetahui ada dasar yang bisa dijadikan sandaran dalam hal menghadiahkan bacaan Al-Qur’an untuk kedua orangtua atau yang selain mereka. Padahal Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

ْﻴَﻠَﻋ َﺲْﻴَﻟ ًﻼَﻤَﻋ َﻞِﻤَﻋ ْﻦَﻣ

ﱞدَر َﻮُﻬَـﻓ ﺎَﻧُﺮْﻣَأ ِﻪ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan atas dasar ajaran kami maka itu tertolak.” (Shahih, HR. Muslim)

Sebagian ulama membolehkan hal itu dan mengatakan: “Tidak mengapa menghadiahkan pahala Al-Qur’an dan amalan shalih yang lain.”

Mereka mengkiaskan (menganalogikan) nya dengan shadaqah dan doa untuk mayit. Akan tetapi yang benar adalah pendapat yang pertama (tidak boleh), berdasarkan hadits yang telah disebutkan dan yang semakna dengannya. Seandainya menghadiahkan bacaan itu sesuatu yang disyariatkan, tentu akan dilakukan oleh as-salafush shalih (pendahulu kita yang baik). Juga, dalam hal ibadah tidak boleh digunakan qiyas (kias/analogi), karena ibadah itu berhenti pada tuntunan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam. Tidak boleh ditetapkan kecuali dengan nash dari kalamullah atau hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, berdasarkan hadits yang lalu dan yang semakna dengannya.

Adapun menyedekahkan untuk orang yang sudah mati dan yang lain, demikian pula mendoakan mereka, menghajikan orang lain oleh yang sudah haji untuk dirinya sendiri, juga mengumrahkan oleh yang sudah umrah untuk dirinya sendiri, juga membayarkan utang puasa bagi yang telah wafat dan punya utang, maka semua ibadah ini (boleh), telah shahih hadits-hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam… Allah subhanahu wata’ala lah yang memberikan taufiq. (Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Al-Mutanawwi’ah)

(7)

7

Booklet Da’wah

Pendapat Al-Imam Syafi’i rahimahullah

Apa yang dipaparkan di atas juga merupakan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah sebagai salah seorang ulama bermadzhab Syafi’i dalam tafsirnya. Beliau katakan, firman-Nya:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)

Yakni, sebagaimana tidak dibebankan padanya dosa orang lain, demikian pula ia tidak mendapatkan ganjaran kecuali dari apa yang dia usahakan sendiri.

Dari ayat ini, Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang mengikuti beliau mengambil kesimpulan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an tidak sampai kepada mayit. Karena dia bukan dari amalan mayit dan usahanya. Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tidak menganjurkan dan memotivasi umatnya untuk itu. Tidak pula membimbing ke arah tersebut, baik dengan nash (teks) yang jelas atau dengan isyarat. Tidak pula dinukilkan hal itu dari seorang pun dari kalangan sahabat. Seandainya memang baik, tentu mereka akan mendahului kita dalam hal itu. Sedangkan dalam perkara ibadah, kita harus membatasinya pada nash (ayat dan hadits), tidak boleh diberlakukan padanya berbagai macam analogi (qiyas) dan pendapat akal.

Adapun shadaqah dan doa, hal ini telah disepakati bahwa bisa sampai. Dan telah disebutkan (bolehnya) oleh yang menetapkan syariat.

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

ﻮُﻋْﺪَﻳ ٍﺢِﻟﺎَﺻ ٍﺪَﻟَو ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ؛ٍﺔَﺛ َﻼَﺛ ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ُﻪُﻠَﻤَﻋ ُﻪْﻨَﻋ َﻊَﻄَﻘْـﻧا ُنﺎَﺴْﻧِْﻹا َتﺎَﻣ اَذِإ

ِﻪِﺑ ُﻊَﻔَـﺘْﻨُـﻳ ٍﻢْﻠِﻋ ْوَأ ،ٍﺔَﻳِرﺎَﺟ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ْوَأ ،ُﻪَﻟ

“Bila anak Adam meninggal maka amalnya terputus kecuali dari tiga hal, anak shalih yang mendoakannya, shadaqah jariyah, dan ilmu yang bermanfaat.”

(8)

8 Booklet Da’wah

Tiga perkara ini pada hakikatnya adalah bagian dari usahanya, jerih payah dan amalnya. Sebagaimana terdapat dalam hadits:

َﻛ ﻦِﻣ ُﻩَﺪَﻟَو ﱠنِإَو ،ِﻪِﺒْﺴَﻛ ْﻦِﻣ ُﻞُﺟﱠﺮﻟا َﻞَﻛَأ ﺎَﻣ َﺐَﻴْﻃَأ ﱠنِإ

ِﻪِﺒْﺴ

“Di antara yang terbaik dari apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya dan sungguh anaknya adalah termasuk dari usahanya.”

Shadaqah jariyah juga seperti wakaf dan sejenisnya, termasuk bagian dari amalnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (QS. Yasin: 12)

Juga ilmu yang dia sebarkan di tengah manusia sehingga orang-orang mengikutinya setelah dia meninggal, itu juga termasuk dari usahanya. Dalam sebuah hadits di kitab shahih disebutkan:

َﻚِﻟَذ ُﺺُﻘْـﻨَـﻳ َﻻ ُﻪَﻌِﺒَﺗ ْﻦَﻣ ِرﻮُﺟُأ ُﻞْﺜِﻣ ِﺮْﺟَْﻷا َﻦِﻣ ُﻪَﻟ َنﺎَﻛ ىًﺪُﻫ َﱃِإ ﺎَﻋَد ْﻦَﻣ

ﺎًﺌْﻴَﺷ ْﻢِﻫِرﻮُﺟُأ ْﻦِﻣ

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (Tafsir Ibnu Katsir, surat An-Najm: 39)

Sumber: http://asysyariah.com/bisakah-kirim-pahala/

ِباَﻮﱠﺼﻟﺎِﺑ ُﻢَﻠْﻋَأ َﱃﺎَﻌَـﺗ ُ ﷲَو

َْﲔِﻤَﻠٰﻌﻟْا ﱢبَر ِ ِ ُﺪْﻤَْﳊاَو

Diterbitkan oleh: Pondok Pesantren Minhajus Sunnah Kendari

Jl. Kijang (Perumnas Poasia) Kelurahan Rahandouna.

Penasihat: Al-Ustadz Hasan bin Rosyid, Lc Kritik dan saran hubungi: 085241855585

Booklet Al-Ilmi versi online:

www.ahlussunnahkendari.com

Harap disimpan di tempat yang layak, karena di dalamnya terdapat ayat Al-Qur’an dan Hadits!!

Referensi

Dokumen terkait

Hasanuddin (2002:117) memaparkan jenis-jenis citraan antara lain, citraan penglihatan adalah citraan yang timbul karena daya saran penglihatan, (2) citraan

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap I adalah penentuan parameter kritis orange emulsion flavor, tahap II adalah analisis umur simpan dengan parameter

Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada perubahan skor tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu serta tingkat kecukupan energi,

[r]

14. Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 127 Tahun 2016

Menghajikan orang lain hukumnya boleh, dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya, dan yang diwakili (dihajikan)

Jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 30 responden ibu hamil trimester III.Analisis data dilakukan dengan uji bivariat untuk menganalisis hubungan

Walaupun antara perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain dan pembunuhan ini merupakan unsure yang sangat erat hubungannya satu sama lain, ini saja bukan berarti