• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BOKS

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE

(OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA

TENGAH

Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai tugas yang berat dalam meningkatkan pendapatan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan daerah setempat. Satu-satunya cara untuk menghidupkan perekonomian daerah adalah dengan mendorong investasi. Investasi tidak dapat dilakukan tanpa melibatkan sektor swasta dan masyarakat luas, mengingat keterbatasan pemerintah. Salah satu kendala bagi munculnya minat berinvestasi adalah proses perijinan usaha yang terkesan berbelit dan tidak transparan. Hal ini memberikan dasar pemikiran bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan proses perijinan dalam bentuk kelembagaan baru yang dikenal dengan One Stop Service (OSS).

Dalam upaya untuk meningkatkan arus masuk investasi PMA dan PMDN ke Jawa Tengah, penerapan OSS menjadi sangat strategis dan mendesak. Investor membutuhkan layanan perizinan investasi dengan kepastian biaya, waktu, dan persyaratan yang jelas. Beberapa jenis layanan dalam OSS adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Usaha Industri (SIUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), tanda Daftar Gudang, Izin Gangguan dan Izin Tempat Usaha (HO/ITU), Pajak Reklame, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB), dan Rencana Peta (Advice Planning).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan OSS perijinan investasi dalam meningkatkan investasi di Jawa Tengah dan mengidentifikasi persoalan dalam penerapan OSS perijinan investasi, dan selanjutnya memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan efektivitas penerapan OSS. Penelitian ini hanya memfokuskan pada kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah yang telah menerapkan OSS perijinan investasi. Sedang metode analisis meliputi Metode deskriptif kualitatif, Metode deskriptif komparatif dan Metode deskriptif analitis.

Sepuluh Kabupaten yang menjadi sasaran penelitian ini adalah kabupaten Sragen, kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas. Hasil investigasi terhadap kesepuluh Kabupaten tersebut menemukan berbagai perbedaan dan kesamaan dalam penerapan OSS seperti terlihat dalam Tabel 1.

(2)

TABEL 1.

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENERAPAN OSS DI 10 KABUPATEN

No Perbedaan Persamaan

1 Inisiatif Dukungan SDM masih rendah

2 Political will dan komitmen pimpinan daerah Sarana dan prasarana yang kurang memadai 3 Bentuk Kelembagaan Media sosialisasi

4 Jumlah Ijin yang dilayani 5 Prosedur perijinan

6 Biaya dan Waktu proses perijinan 7 Insentif

Sumber: Hasil indepth interview

Setiap daerah mempunyai bentuk kelembagaan yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Perbedaan bentuk lembaga antar daerah disebabkan perbedaan political will dan komitmen dari setiap pimpinan daerah. Penerapan OSS menjadi lebih mudah dan lebih efektif dialami oleh kabupaten-kabupaten yang pimpinan daerahnya memiliki political will dan komitmen yang kuat untuk melakukan reformasi birokrasi seperti Kabupaten Sragen, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Wonosobo.

Seberapa besar komitmen Bupati untuk penerapan OSS menentukan seberapa besar kewenangan yang akan dilimpahkan kepada lembaga OSS . Prosedur perijinan dan jumlah ijin yang ditangani lembaga OSS menunjukkan seberapa besar pelimpahan wewenang dari Bupati dan dinas-dinas teknis kepada lembaga OSS.

TABEL 2.

PROFIL KANTOR OSS DI 10 KABUPATEN

No Kabupaten Inisiatif Bentuk lembaga Jumlah Ijin

1 Sragen Bupati KPT 52

2 Purbalingga Bupati KPPI 11

3 Wonosobo DPRD Dinas 24

4 Kudus Bupati PMPPT 9

5 Magelang Organisasi KPT 25 6 Banjarnegara Bupati Dinas 23 7 Jepara Bupati Kayantap 11

8 Banyumas Bupati KPPI 8

9 Pati Kayandu Kayandu 6 10 Purworejo Bupati KPAP 20

Sumber: Hasil indepth interview

Aspek kelembagaan secara garis besar dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu kelembagaan dalam bentuk “dinas” dan kelembagaan dalam bentuk “kantor”. Perbedaan bentuk kelembagaan ini didasarkan pada pemikiran tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab lembaga perijinan. Satu pihak pemerintah

(3)

menjamin kewenanganan yang lebih besar dibanding Kantor.

Kabupaten Sragen dan Kabupaten Purbalingga menjadi contoh bentuk lembaga OSS berupa kantor saja, tetapi memiliki kewenangan yang penuh untuk memproses dan mengesahkan ijin, sehingga kedua kabupaten ini dapat menjalankan penerapan OSS secara optimal. Memang seharusnya penerapan OSS diterjemahkan sebagai reformasi birokrasi sehingga tidak perlu mempersoalkan apakah bentuknya kantor atau dinas. Sebenarnya yang terpenting adalah seberapa besar kewenangan yang diberikan kepada lembaga OSS. Banyak daerah yang sudah menyatakan diri menerapkan OSS, tetapi implementasinya tidak jauh beda dengan satu atap seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

TABEL 3.

MODEL PENERAPAN OSS DI 10 KABUPATEN

Penerapan OSS sudah satu pintu Penerapan OSS cenderung satu atap

Kabupaten Sragen Kabupaten Jepara Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banyumas Kabupaten Wonosobo Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Purworejo Kabupaten Magelang

Kabupaten Banjarnegara

Sumber: Hasil indepth interview

Secara kuantitatif penerapan One Stop service terbukti telah memberi dampak positif bagi perkembangan investasi di daerah. Semakin mudah, murah dan cepatnya perijinan menumbuhkan keberanian untuk berwirausaha, terbukti dengan adanya peningkatan yang menonjol pada investasi non fasilitas. Kenaikan investasi sebagai dampak penerapan OSS pada akhirnya membawa multiplier effect meningkatnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan daerah.

Secara kualitatif, penerapan One stop service oleh investor telah dinilai dapat memberikan pelayanan perijinan yang lebih baik yaitu transparan, cepat dan murah. Dampak selanjutnya adalah berkurangnya pungutan liar, terciptanya tatanan yang lebih baik, meningkatnya semangat berwirausaha, meningkatnya kepercayaan investor dan meningkatnya citra Pemda di mata masyarakat. Bagaimanapun tanggapan investor terhadap penerapan OSS sangat positif seperti terlihat dalam Tabel 4.

(4)

TABEL 4.

TANGGAPAN INVESTOR TERHADAP PENERAPAN OSS

No Tanggapan Frekuensi (%)

1 OSS memangkas biaya perijinan 77,68 2 OSS mempercepat proses perijinan 83,64 3 OSS menghilangkan pungutan liar 90,01 4 OSS memberikan transparansi biaya perijinan 76,36 5 OSS mempermudah perijinan 87,27 6 OSS meningkatkan investasi daerah 90,00 7 OSS meningkatkan semangat berwirausaha 90,00

Sumber: data primer (diolah)

Masih banyak masalah yang dihadapi oleh lembaga OSS sehingga penerapan OSS di beberapa daerah belum memberikan hasil yang optimal. Beberapa masalah yang utama terlihat dalam Tabel 5.

TABEL 5.

MASALAH-MASALAH YANG MASIH DIALAMI LEMBAGA OSS DI 10 KABUPATEN

No Masalah

1 Inkosistensi Kebijakan Pusat dengan daerah

2 Masih terjadi tarik ulur dengan dinas terkait (Pati, Purworejo, Magelang) 3 Kualitas dan kompetensi pegawai di lembaga OSS yang kurang memadai 4 Anggaran terbatas

5 Sarana dan prasarana yang kurang mendukung terutama untuk komputer 6 Kesadaran masyarakat melakukan ijin masih kurang (Kudus)

7 Lokasi daerah secara gegrafis tidak menguntungkan 8 Masih ada percaloan

9 Belum ada insentif atau reward untuk pegawai di lembaga OSS

Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan hasil indepth interview dan hasil kuesioner kepada investor, maka dapat diajukan penerapan OSS yang ideal sebagai berikut:

1. Prosedur yang jelas

- Permohonan perijinan dan non perijinan sampai pada tahap ditolak atau diterimanya perijinan dilakukan dalam satu tempat.

- Adanya kejelasan persyaratan-persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk setiap jenis perijinan

- Persyaratan administrasi perijinan yang terkoordinasi, sehingga dapat mengurangi berkas kelengkapan administrasi yang sama bagi pemohon yang melakukan permohonan perijinan lebih dari satu jenis

(5)

informasi perihal permohonan perijinan ditangani oleh bagian frontline. Bagian ini cukup satu loket yang menerima segala jenis permohonan perijinan dari masyarakat.

2. Proses penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu

- Dengan prosedur perijinan tersebut , penyelenggara pelayanan perijinan terpadu harus menjadi koordinator dan berhubungan secara terus menerus dengan dinas-dinas teknis terkait untuk melakukan klarifikasi pemenuhan persyaratan dan atau peninjauan lapangan secara bersama-sama atas suatu perizinan yang diajukan.

- Hasil penilaian peninjauan lapangan dan klarifikasi atas permohonan perijinan diputuskan secara bersama, direkomendasi tidaknya perijinan tersebut dan di ditandatangani oleh kepala penyelenggara pelayanan perijinan tersebut.

- Permohonan perijinan yang ‘relatif mudah’ dan tidak perlu adanya peninjauan lapangan, dapat dilakukan penilaian oleh personalia yang ada di penyelenggara pelayanan terpadu itu sendiri. Oleh karenanya sumber daya manusia atau personalia yang berada di penyelenggara pelayanan terpadu haruslah yang mempunyai memenuhi kualifikasi dan kompetensi di bidang perijinan.

3. Penyelenggara perijinan hendaknya didukung dengan kelengkapan sarana prasarana yang memadai, antara lain:

- Teknologi informasi yang dapat memfasilitasi dalam memperlancar koordinasi antara dinas teknis terkait dengan penyelenggara pelayanan perijinan, seperti kebutuhan database bagi keduabelah pihak.

- Adanya koneksitas antar dinas teknis dengan penyelenggara secara online.

- Tersedianya situs bagi masyarakat untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan perijinan.

- Tempat yang representatif bagi kenyamanan selama proses perijinan yang dapat meningkatkan kinerja.

- Tempat penyelenggaraan perijinan paling tidak terdiri atas: (a) loket/ ruang pengajuan permohonan dan informasi, (b) tempat/ ruang pemrosesan berkas, (c) tempat/ruang pembayaran, (d) tempat/ruang penyerahan dokumen, dan (e) tempat/ruang penanganan pengaduan.

Konsep penerapan OSS yang ideal tersebut masih perlu didampingi dengan berbagai insentif, kesiapan infrastruktur dan masyarakat sehingga yang perlu dikembangkan bukan hanya OSS saja tetapi OSS plus. Berdasarkan indepth interview dan hasil kuesioner kepada investor, penerapan OSS plus yang paling mendekati ideal seperti yang diajukan di atas adalah penerapan OSS di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Purbalingga. Oleh karena itu penerapan OSS di Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Sragen dapat menjadi model yang dikembangkan di daerah-daerah lain, sehingga penerapan OSS di Jawa Tengah nantinya dapat memberikan hasil yang optimal.

(Merupakan executive summary hasil penelitian Kantor Bank Indonesia Semarang bekerjasama dengan P3M Fakultas Ekonomi UNIKA Soegijapranata Semarang)

Referensi

Dokumen terkait

Muara Enim sebanyak 20 KUBE Tahun 2017 Pengadaan Barang, maka untuk pembuktian berkas penawaran terhadap berkas asli perusahaan Saudara dengan ini kami mengundang Saudara untuk

Pelayanan Publik Melalui Electronic Government: Upaya Meminimalisir Praktek Maladministrasi Dalam Meningkatan Public Service. The Role of Business Process Redesign in

1) Dalam hal ini lebih dititk beratkan kepada analisis kesiapan Bank Syariah Bukopin dan BNI Syariah sebelum adanya kebijakan spin off. 2) Kinerja Bank Syariah

Tujuan penelitian: (1) mengetahui pemahaman PUSMUPAR dan kaum pria saat ini terhadap program KB, (2) menyusun program penyuluhan KB interaktif. Metode penelitian dengan

Pemeriksaan bersama dilakukan terkait, uji apung pada Buoy & Structure, demo Monitoring System untuk komunikasi data Sensor dan kelengkapan peralatan pendukung

a. Optimalisasi pemanfaatan fasilitas teknologi informasi dalam pengembangan sistem pembelajaran. Peningkatan kualitas akademik melalui optimalisasi fasilitas layanan yang

Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat

Namun begitu permulaan Matematik moden bermula pada tahun 1575 (Carl, 1991). Hal ini kerana pada tahun ini Ilmuan Eropah barat menemui semula.. kebanyakan karya