• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dian Eka Pratiwi Gani BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dian Eka Pratiwi Gani BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

A. Tinjauan Teori 1. Thalassemia

a. Pengertian

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia (Ganie, 2005).

(2)

b. Klasifikasi thalassemia

Thalassemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidak seimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikassi thalassemia. Secara klinis dapat dibagi menjadi 3 grup yaitu : 1) Thalassemia beta mayor sangat tergantung pada transfuse

2) Thalassemia minor/ carier tanpa gejala 3) Thalassemia intermedia

Klasifikasi ini memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan (Permono dan Ugrasena, 2006).

Menurut Alatas dan Hassan (2007), dijelaskan bahwa secara klinis thalassemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :

1) Thalassemia minor

Biasanya tidak memberikan gejala klinis. 2) Thalassemia beta mayor (bentuk homozigot)

Memberikan gejala klinis yang jelas c. Etiologi

(3)

mewarisi hanya satu gen beta (heterozigot) mengalami thalassemia minor, juga disebut thalassemia bawaan, kondisi karier untuk thalassemia mayor. Individu yang menurunkan kedua gen beta (homozigot) mengalami thalassemia mayor, yang menyebabkan anemia berat dan mengancam jiwa.

d. Epidemologi

Thalassemia banyak ditemukan di daerah Mediteranean dan daerah sekitar khatulistiwa (Alatas dan Hassan, 2007). Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara (Permono dan Ugrasena, 2006).

e. Tanda dan gejala

1) Tanda dan gejala yang mungkin pada thalassemia mayor (yang dikenal sebagai anemia Cooley, penyakit Mediteranea, dan anemia eritroblastik) (Willams dan Wilkins, 2003) adalah:

a) Bayi yang sehat pada saat lahir, kemudian pada usia enam bulan yang berikutnya mengalami anemia berat, abnormalitas tulang, kegagalan tumbuh-kembang, dan komplikasi yang mengancam jiwa

(4)

c) Splenomegali atau hepatomegali disertai pembesaran abdomen; infeksi yang frekuen; kecenderungan berdarah (khususnya epistaksis); anoreksia

d) Tubuh yang kecil, kepala besar (yang merupakan cirri khas), dan mungkin retardasi mental

e) Gambaran klinis yang serupa dengan down sindrom pada bayi karena terdapat penebalan tulang pada pangkal hidung akibat hiperaktivitas sumsum tulang.

2) Tanda dan gejala thalassemia intermedia adalah:

a) Anemia, ikterus, dan splenomegali pada derajat tertentu

b) Kemungkinan tanda-tanda hemosiderosis akibat peningkatan absorpsi besi di dalam usus

3) Tanda klinis thalassemia minor adalah:

Anemia ringan (yang biasanya tidak menimbulkan gejala dan kerap kali terabaikan; keadaan ini harus di bedakan dari anemia defisiensi besi).

f. Penanganan

Penanganan thalassemia mayor pada dasarnya bersifat suportif dan meliputi (William dan wilkins, 2003):

(5)

2) Suplemen asam folat untuk membantu mempertahankan kadar asam folat meskipun terjadi peningkatan kebutuhan

3) Transfusi packed red cells untuk meningkatkan kadar hemoglobin (yang harus dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi kemungkinan kelebihan muatan (overload besi)

4) Splenektomi dan transplantasi sumsum tulang (keefektifan belum dapat dipastikan)

5) Tidak ada penanganan atau terapi bagi penderita thalassemia mayor dan intermedia

6) Tidak boleh diberikan suplemen zat besi (yang merupakan kontraindikasi untuk semua bentuk thalassemia.

g. Terapi untuk thalassemia

Terapi thalassemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak aiatemik penyakit. Terapi thalassemia mayor meliputi pemberian transfuse, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosi) akibat transfuse, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Sudoyo, 2009).

1) Transfusi Darah

(6)

kadar hemoglobin ˂ 6 mg/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan

berturut-turut. Teknik yang dipakai adalah hipertransfusi, yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan transfuse 2-4 unit darah setiap 4-6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup.

2) Iron Chelator

(7)

ini memberikan efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan.

3) Splenektomi

Splenektomi adalah terapi thalassemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi. 4) Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus thalassemia. Proses penatalaksanaan pengobatan thalassemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan trnsplantasi. Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron chelation therapy.

(8)

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anixiety (HARS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup dengan HARS A (r = 0,57 -0,84).

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxity Rating scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

(9)

Skala HARS (Hamilton Anxiety rating scale) yang dikutip Nursalam (2008) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi: a) Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri mudah

tersinggung.

b) Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c) Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

d) Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e) Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

f) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari. g) Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi,

suara tidak stabil dan kedutan otot.

h) Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah.

i) Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri didada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

(10)

k) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas diperut.

l) Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kecing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

m) Gejala vegetatif: mu lut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n) Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengerut kan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

a) 0 = tidak ada gejala sama sekali b) 1 = satu dari gejala yang ada

c) 2 = sedang/ separuh dari gejala yang ada d) 3 = berat/lebih dari 1/2 gejala yang ada

e) 4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:

a) Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan. b) Skor 7-14 = kecemasan ringan.

(11)

d) Skor lebih dari 27 = kecemasan berat. 2) FIS (Facial Image Scale)

Facial Image Scale (FIS) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan seseorang berdasarkan pada ekspresi yang ditunjukkan oleh pasien. Pengukuran tingkat kecemasan dengan FIS ini menggunakan sistem skor dari 1 sampai dengan 5. Skor 1 menunjukkan ekspresi wajah sangat senang sedangkan skor 5 menunjukkan ekspresi wajah sangat tidak senang (Buchanan & Niven, 2002).

Gambar 2.1 Facial Image Scale (FISI) 2. Kecemasan

a. Pengertian

(12)

Menurut Stuart (2016), kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas berat tidak sejalandengan kehidupan. Dapat dilihat dalam suatu rentang:

Respon adaptif respon maladaftip

Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat sekali Gambar 2.2. Rentang respon ansietas

Cemas (ansietas) merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang. Pengertian lain dari cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkat. Jadi cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati & Hartono, 2010).

(13)

Meningkatnya beban psikologis keluarga akibat pengobatan yang berlangsung secara terus-menerus dalam merawat anak dengan thalassemi akan berdampak pada masalah psikososial pada keluarga, salah satu masalah psikososial yang terjadi adalah kecemasan (ansietas).

Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (afektif) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal (Hawari, 2013)

Orang tua yang mengalami cemas dikarenakan anaknya menderita thalassemi akan melakukan tindakan overprotektif, perasaan tanggung jawab dan rasa bersalah pada anaknya, mengalami gangguan tidur serta merasa tidak berharga dalam menghadapi masalah (Jenerette & Valrie, 2010).

(14)

bahaya (Nanda, 2012). Kaplan et al (2010) kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman baru, dan dicoba dan dari penemuan identitas diri atau arti hidup.

b. Klasifikasi Kecemasan

Kusumawati dan Hartono (2010) mengklasifikasikan tingkat kecemasan menjadi empat, yaitu :

1) Kecemasan ringan a) Individu waspada b) Lapang persepsi luas c) Menajamkan indra

d) Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif

e) Menghasilkan pertumbuhan dan kreatif 2) Kecemasan sedang

a) Individu hanya focus pada pikiran yang menjadi perhatiannya b) Terjadi penyempitan lapang persepsi

c) Masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain 3) Kecemasan berat

a) Lapangan persepsi individu sangat sempit

(15)

c) Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah atau arahan untuk fokus pada area lain. 4) Tingkat panik

a) Individu kehilangan kendali diri dan detil b) Detil perhatian hilang

c) Tidak bias melakukan apapun meskipun dengan perintah d) Terjadi peningkatan aktivitas motorik

e) Berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain f) Menyimpan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak

mampu berfungsi secara efektif

g) Biasanya disertai disorganisasi kepribadian.

Kriteria serangan panik adalah palpitasi, berkeringat, bergetar atau goyah, susah napas, merasa tersedak, nyeri dada, mual dan distress abdomen, pening, derealisasi atau depersonalisasi, ketakutan kehitangan kendali diri, ketakutan mati, dan parestesia (Kusumawati & Hartono, 2010).

c. Tanda dan gejala kecemasan

(16)

1) Gejala psikologis : pernyataan cemas atau khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

2) Gangguan pola tidur, seperti mimpi-mimpi yang menegangkan 3) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

4) Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.

Maramis (2009) menyebutkan tanda dan gejala kecemasan berupa was-was, tegang terus menerus, dan tidak mampu berlaku santai, bicara cepat tetapi terputus-putus atau nandi lebih cepat, kaki dan tangan dingin, memar pada jari-jari tangan. Selain itu memanifestasi gejala kecemasan dikategorikan menjadi gejala fisiologis, gejala emosional, dan gejala kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Gejala fisiologis berupa peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, diaforesis, suara bergetar, begetar, palpasi, mual dan muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri (khususnya dada, punggung, dan leher), gelisah, pingsan atau pusing, parastesia, rasa panas dan dingin.

(17)

memperlihatkan peka terhadap rangsang atau tidak sabar, marah meledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, menarik dir, kurang inisiatif, dan mengutuk diri sendiri.

3) Gejala kognitif berupa ketidak mampuan berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, ketidak mampuan mengingat, dan perhatian lebih.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Stuart (2016) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan meliputi :

1) Faktor predisposisi

a) Biologis, bahawa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-aminobutirat (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan.

(18)

c) Prilaku, kecemasan merupakan keadaan frustasi karena segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2) Faktor presipitasi

a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ancaman terhadap intergritas fisik melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan kemampuan untuk melakukan akitivitas sehari-hari. Ancaman ini mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.

b) Nyeri adalah indikasi pertama bahwa integritas fisik sedang terancam. Nyeri menciptakan ansietas yang sering memotivasi orang untuk mencari perawatan kesehatan.

(19)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian

Sumber: Willams dan Wilkins (2003), Suriadi (2010), Hockenberry & Wilson (2009), Potter & Perry (2005), Gunarso (2007), Stuart (2016)

1. Faktor predisposisi a. Biologis b. Psikologis c. Prilaku 2. Faktor presipitasi

a. Ancaman terhadap integritas fisik

b. Nyeri

c. Ancaman terhadap sistem diri 6. Pembesaran limpa dan hati

(20)

C. Kerangka Konsep

Menurut Saryono (2010), kerangka konseptual yaitu pemikiran dasar yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi serta tinjauan pustaka. Kerangka konsep adalah justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberikan landasan yang jelas dan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Azwar, 2010).

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Keterangan :

= diteliti = tidak diteliti Faktor Internal

Faktor External Karateristik: 1. Usia 2. Pendidikan

(21)

D. Hipotesis

Gambar

Gambar 2.1 Facial Image Scale (FISI)
Gambar 2.2. Rentang respon ansietas
Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Instruksi pasien: tidak boleh makan dan minum setelah aplikasi (waktu disesuaikan dengan merk varnish fluoride yang diaplikasikan).. Bersihkan permukaan gigi

No text of specified style in document..42 Halaman Form Menambah Dimensi Proses Berikut adalah beberapa potongan source code untuk menambah pada halaman form dimensi

Penjelasan activity diagram bidang B (penelitian) dalam halaman upload beban kinerja dosen langkah pertama memilih menu input berkas bidang penelitian lalu mengisi form kinerja

Rencana Strategis Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Subang Tahun 2018 – 2023 selanjutnya disebut RENSTRA merupakan dokumen perencanaan jangka menengah 5

Untuk menyeragamkan pada kualitas lulusannya, maka perlu disusun standar kompetensi lulusannya, dari memulai mengenal alat, bahan, wadah, dan membentuk, mengemas serta menghias

Dengan demikian salah satu target yang harus diusahakan semaksimal mungkin adalah revitalisasi pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam melalui cara-cara yang sesuai

Berdasarkan data pada Gambar 4 diperoleh informasi bahwa perlakuan dengan lama fermentasi terhadap produk tepung gadung dari penilaian organoleptik rasa, diperoleh penilaian

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka dapat diajukan permasalahannya dalam penelitian ini yaitu belum adanya pengkajian tentang jenis-jenis