• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Akseptor Keluarga Berencana (KB). - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KB MEMILIH METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA TINGGARJAYA KECAMATAN JATILAWANG BANYUMAS - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Akseptor Keluarga Berencana (KB). - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KB MEMILIH METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA TINGGARJAYA KECAMATAN JATILAWANG BANYUMAS - repository perpustakaan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

A.Tinjauan Teori

1. Akseptor Keluarga Berencana (KB).

a. Pengertian.

Akseptor KB adalah anggota masyarakat yang mengikuti gerakan KB dengan melaksanakan penggunaan alat kontrasepsi. Akseptor KB menurut sasarannya terbagi menjadi tiga fase yaitu fase menunda atau mencegah kehamilan, fase penjarangan kehamilan dan fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Akseptor KB lebih disarankan untuk Pasangan Usia Subur (PUS) dengan menggunakan alat kontrasepsi. Pada PUS inilah yang lebih berpeluang besar untuk menghasilkan keturunan dan dapat meningkatkan angka kelahiran (Manuaba, 1998).

b. Macam-macam Akseptor KB yang diikuti oleh PUS dapat dibagi menjadi tiga macam:

1) Akseptor atau peserta KB baru, yaitu PUS yang pertamakali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau persalinan.

(2)

Akseptor atau peserta KB ganti cara, yaitu peserta KB yang ganti pemakaian dari suatu metode kontrasepsi ke metode kontrasepsi lainnya. Pengertian kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan kontrasepsi adalah pertemuan antara sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Manuaba, 1998).

2. Keluarga Berencana (KB).

a. Pengertian

Keluarga Berencana atau Family Planning menurut WHO “An Expert Committee” (1974) dalam Hartanto (2004) adalah usaha

menolong individu atau pasangan antara lain untuk: 1) Mendapatkan objektif-objektif tertentu

2) Mencegah terjadinya kelahiran yang tidak dikehendaki atau sebaliknya bagi pasangan yang menginginkan anak.

3) Mengatur interval waktu kehamilan.

4) Mengontrol waktu kelahiran berhubungan dengan usia orang tua. 5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

(3)

meningkatkan ekonomi dan gizi keluarga dan kegiatan lain. Secara garis besar definisi ini mencakup beberapa komponen dalam pelayanan Kependudukan atau KB yang dapat diberikan sebagai berikut:

1) Komunikasi, inforasi dan edukasi (KIE). 2) Konseling.

3) Pelayanan kontrasepsi (PK). 4) Pelayanan infertilitas.

5) Pendidikan seks (sex education).

6) Konsultasi pra-perkawinan dan konsultasi perkawinan. 7) Konsultasi genetik.

8) Test keganasan. 9) Adopsi.

(Hartanto, 2004).

b. Sejarah Keluarga Berencana.

Gerakan KB ini bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam mau pun di luar negeri. Pada awal abad ke 19, di Inggris, upaya KB mula-mula timbul atas prakasa sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu. Maria Stopes (1880-1950) menganjurkan peraturan kehamilan di kalangan kaum buruh di inggris. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) yang dengan program birth control-nya merupakan pelopor KB modern.

(4)

yang pertama. Salah satu hasil konferensi tersebut adalah pendirian American Birth Control League dengan Margareth Sanger sebagai

ketuanya. Pada 1925 mengorganisasi Konferensi Internaional di New York yang menghasilkan pembentukan Internasional Federation of Birth Control League. Selanjutnya pada 1927 Margareth Sanger menyelenggarakan World Population Conference di Jenewa yang melahirkan International Women for Scientific Study on Population dan International Medical Group for the Investigation of Contraception.

Pada 1948 Margareth Sanger ikut mempelopori pembentukan International Committe on Planned Paranthood yang dalam

konferensinya di New Delhi pada 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federai ini

memilih Margareth Sanger dan Rama Ran dari india sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) (Wiknjosastro, 2007).

3. Kontrasepsi

a. Pengertian

(5)

lagi mencegah implantasi embrio atau menyebabkan aborsi embrio. Fertilisasi dapat dicegah dengan berpantang berhubungan kelamin atau dengan menggunakan salah satu dari berbagai rintangan sehingga menghalangi sperma hidup menemui sel telur. Kontrasepsi merupakan upaya untuk menunda kehamilan. Bagi yang ingin menunda kehamilan karena berbagai alasan, menggunakan cara kontrasepsi. Terdapat dua jenis kontrasepsi, yaitu kontrasepsi hormonal dan non hormonal. Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang menggunakan hormon, sebaliknya non hormonal berarti tidak menggunakan hormon. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi serta penggunaannya (Siswosuharjo, 2010).

b. Kontrasepsi Hormonal 1) Pil KB Kombinasi

(6)

dibuahi. Pil KB juga dapat mencegah indung telur melepaskan sel telur setiap bulannya (ovulasi).

Penggunaan pertama mungkin akan menimbulkan efek samping, misalnya, mual, pendarahan atau flek di masa haid, kenaikan berat badan, dan sakit kepala. Selain itu, pil ini juga tidak mempengaruhi kesuburan, jadi meskipun diminum dalam jangka waktu yang lama, tetap bisa hamil jika berhenti meminumnya. Pil KB juga dapat mengatasi nyeri haid, mencegah kurang darah dan mencegah penyakit kanker. Apabila menyusui segera konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan pil KB. Tidak semua pil KB bisa digunakan oleh ibu menyusui. Hampir sebagaian pil KB (terutama pil KB dengan hormon kombinasi progesteron dan estrogen) dapat menghentikan produksi ASI (Siswosuharjo, 2010).

2) Suntik KB

Termasuk kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh banyak perempuan. Suntik KB bisa dilakukan setiap 1 bulan atau 3 bulan sekali. Suntik KB digunakan bagi wanita menyusui setelah 6 minggu pasca persalinan. Efek samping yang biasa terjadi adalah keluar flek-flek, perdarahan ringan di antara dua masa haid, sakit kepala, dan kenaikan berat badan. Jika dihentikan bisa hamil lagi dengan segera (Siswosuharjo, 2010).

3) Susuk KB

(7)

lengan bagian atas. Ada beberapa jenis susuk yang masa penggunaannya berbeda. Susuk 1 dan 2 batang bisa digunakan selama 3 tahun, sedangkan susuk 6 batang digunakan selama 5 tahun. Susuk KB aman digunakan bagi wanita menyusui dan dapat dipasang setelah 6 minggu pasca persalinan. Efek samping yang biasanya terjadi adalah perubahan pola haid dalam batas normal, perdarahan ringan diantara masa haid, keluar flek-flek, dan tidak haid serta sakit kepala (Siswosuharjo, 2010).

c. Kontrasepsi Nonhormonal 1) Kondom

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang tipis yang terbuat dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produk hewani) berwarna atau tidak berwarna yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermicide) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual. Modifikasi tersebut dilakukan dalam hal: bentuk, warna, pelumas, rasa, ketebalan, dan bahan (Hartanto, 2004).

Menurut Hartanto (2004), keuntungan menggunakan kondom yaitu: a) Mencegah kehamilan.

(8)

c) Dapat diandalkan. d) Relatif murah.

e) Sederhana, ringan, disposable.

f) Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up. g) Reversibel.

h) Pria ikut secara aktif dalam program KB. Sedangkan kerugian menggunakan kondom, yaitu a) Angka kegagalan relatif tinggi

b) Perlu menghentikan sementara aktivitas hubungan seks guna memasang kondom

c) Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan terus menerus pada setiap senggama.

2) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).

(9)

Menurut Hartanto (2004) indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi AKDR adalah:

a) Partner seksual yang banyak dari partner akseptor AKDR.

b) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi.

c) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.

d) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.

e) Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih menginginkan kehamilan selanjutnya.

f) Gangguan respons tubuh terhadap infeksi AIDS, diabetes mellitus, pengobatan dengan kortikosteroid dan lain-lain).

g) Kelainan pembekuan darah. 3) Tubektomi

(10)

jangka panjang, hanya rasa tidak nyaman setelah melakukan operasi (Siswosuharjo, 2010).

4) Vasektomi

Vasektomi merupakan kontap atau metode operasi pria (MOP), dengan jalan memotong vas deferens sehingga saat ejakulasi tidak terdapat spermatozoa dalam cairan sperma. Setelah menjalani vasektomi tidak segera akan steril, tetapi memerlukan sekitar dua belas kali ejakulasi, baru sama sekali bebas dari spermatozoa. Oleh karena itu diperlukan penggunaan kondom selama dua belas kali sehingga bebas untuk melakukan hubungan seks (Ester, 2006).

4. Metode Kontrasepsi Wanita (MOW).

MOW adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi itu hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula. Dahulu disebut sterilisasi dan dilakukan terutama atas indikasi medik, misalnya kelainan jiwa ibu, atau penyakit keturunan. Peledakan penduduk dunia telah mengubah konsep itu, sehingga kini telah dilakukan untuk membatasi jumlah anak.

(11)

ternyata tinggi sekali. Untuk mengurangi kegagalan ini, kemudian dilakukan pemotongan dan pengikatan tuba. Operasi dilakukan dengan anastesia umum dan insisi lebar, yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Kini tubektomi telah berkembang cukup pesat, sehingga operasinya dapat dikerjakan tanpa anastesia umum, dengan insisi kecil, dan tidak usah dirawat (Wiknjosastro, 2007).

a. Cara Tubektomi

Tubektomi dibagi menjadi tiga yaitu: saat operasi, cara mencapai tuba, dan cara penutupan tuba.

a) Saat Operasi

Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke 7-10 pasca persalian. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah (Wiknjosastro, 2007). b) Cara Mencapai Tuba

(12)

(a) Laparotomi

Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan di Indonesia sebelum tahun tujuh puluhan. Tubektomi juga dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, dimana kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi. Sebaiknya setiap laparotomi harus dijadikan kesempatan untuk menawaran tubektomi (Wiknjosastro, 2007).

(b) Laparatomi Mini

(13)
(14)

(c) Laparoskopi

(15)

perdarahan mesosalping, atau perlukaan. Perlukaan pada pembuluh darah abdominal dapat pula terjadi. Komplikasi lain berupa emfisema subkutan, dan perforasi uterus oleh kanula Rubin. Kegagalan sterilisasi bervariasi antara 0-7%, yang dapat disebabkan oleh reseksi tuba yang tidak sempurna dan kesalahan identifikasi rotundum yang dikira tuba (Wiknjosastro, 2007). c) Cara Penutupan Tuba

Cara tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara pomeroy, kroener, Irving, pemasangan cincin falove, klip filshie, dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Wiknjosastro, 2007).

(a) Cara Pomeroy.

Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut tadi. Tujuan pemakaian catgut biasa ini ialah agar lekas diabsorpsi, sehingga kedua ujung tuba yang dipotong lekas menjauhkan diri; dengan demikian, rekanalisasi tidak dimungkinkan (Wiknjosastro, 2007).

(b) Cara Kroener.

(16)

(c) Cara Irving.

Tuba dipotong pada pertengahan panangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kromik No. 0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam ligamentum latum. Dengan cara ini rekanalisasi spontan tidak ungkin terjadi. Cara tubektomi ini hanya dapat dilakukan pada laparotomi besar seperti seksio sesarea (Wiknjosastro, 2007).

(d) Pemasangan Cincin Falope.

Cincin falope (yoon ring) terbuat dari silikon, dengan aplikator bagian ismus tuba ditarik dan cincin dipasang di tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi Jibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada laparotomi mini, laparoskopi, atau dengan laprokator (Wiknjosastro, 2007).

(e) Pemasangan Klip

Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Keuntungan klip filshie dapat digunakan pada tuba yang edema (Wiknjosastro, 2007).

(f) Elektro-Koagulasi dan Pemutusan Tuba

(17)

menjauhi uterus dan alat-alat panggul lainnya, kemudian dilakukan kauterisasi. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal, dan distal serta mesosapling terbakar sejauh 2 cm. Pada saat kauterisasi tuba tampak putih, menggelembung, lalu putus. Cara ini sekarang banyak ditinggalkan (Wiknjosastro, 2007).

d) Syarat Melakukan MOW

Syarat dilakukan MOW menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:

(1) Syarat Sukarela

Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara-cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2007).

(2) Syarat Bahagia

Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2007).

(3) Syarat Medik

(18)

mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006).

e) Teknik Melakukan MOW Tahap persiapan pelaksanaan (1) Informed consent

(2) Riwayat medis/kesehatan (3) Pemeriksaan laboratorium

(4) Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen

(5) Anastesi f) Cara kerja

Hal ini mencegah pertemuan sel telur dengan sperma. g) Efektivitas

(19)

h) Keuntungan 1) Paling efektif

2) Mengakhiri kesuburan selamanya (keberhasilan pembalikan tidak bisa dijamin). Rekanalisasi dengan microsurgery sedang dikembangkan.

3) Tidak perlu perawatan khusus. i) Baik untuk pasangan yang:

1) Sudah yakin tidak ingin punya anak lagi 2) Jika hamil akan membahayakan jiwanya 3) Ingin metode yang tidak menganggu

Tabel 2.1. Perbandingan Jenis Kontrasepsi

Jenis kontrasepsi

Kegagalan teoritis per 100 wanita

Kegagalan dalam

praktek per 100 wanita Efektivitas biaya

Kondom 3-4% 10-20 %

Rp. 3.000/strip tergantung frekuensi

senggama

Pil KB 0,1-5 % 0,7-7 % Rp. 2.000/strip tiap 1 bulan

Suntik 0,3 % 3-5 % Rp. 10.000/strip tiap 3

bulan

Implant 0,05-1 % Belum ada data Rp. 15.000/pasang tiap 3

bulan

AKDR/IUD 0,6-0,8 % 1-3 % Rp. 10.000/pasang tiap 8

tahun

MOP 0,1-0,15 % 0,2-0,6 % Tergantung RS rujukan

MOW 0,05 % 0,1-0,5 % Tergantung RS rujukan

Sumber: Wawancara dengan Petugas KB Puskesmas Jatilawang.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi.

(20)

behaviour causes) dikenal dengan model PRECEDE (predisposing,

reinforcing, and enabling cauce in educational diagnostic and evaluating ).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor : a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum kita dapat mengatakan faktor predisposisi sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku kesehatan, dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Meskipun berbagai faktor demografis seperti status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi.

1) Tingkat Pengetahuan a) Pengertian

(21)

Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh masyarakat untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), ada empat tahap untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (confirmation). Melalui

tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak. b) Tingkatan pengetahuan.

Tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) adalah sebagai berikut:

(1) Tahu (know).

Diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa KB adalah usaha untuk merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi.

(2) Memahami (comprehensif).

(22)

(3) Aplikasi (application).

Diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya ibu yang telah paham tentang proses perencanaan, maka ibu harus dapat membuat perencanaan program pelaksanaan keluarga berencana (KB).

(4) Analisis (analysis).

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

(5) Sintesis (syntesis).

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata dengan kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar.

(6) Evaluasi (evaluation).

(23)

tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana (KB), dan sebagainya.

c) Cara Memperoleh Pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua cara, yaitu cara tradisional atau non ilmiah dan cara modern atau ilmiah.

(1) Cara Tradisional atau Non Ilmiah.

Ada 10 cara tradisional yang digunakan yaitu : (a) Cara Coba Salah (trial and error)

Cara ini dilakukan dengan mencoba-coba beberapa kemungkinan. Bila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil.

(b) Secara Kebetulan.

Terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

(c) Cara Kekuasaan atau Otoritas.

(24)

(d) Berdasarkan Pengalaman Pribadi.

Pengalaman seseorang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

(e) Cara Akal Sehat.

Cara akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.

(f) Kebenaran Melalui Wahyu.

Pengetahuan dari ajaran agama yang di yakini oleh pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari pengetahuan tersebut rasional atau tidak.

(g) Kebenaran Secara Intuitif.

Pengetahuan yang diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.

(h) Melalui Jalan Pikiran.

Menggunakan penalaran untuk memperoleh pengetahuan. Dengan berkembangnya jaman, cara berpikir manusia juga berkembang.

(i) Induksi.

Proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. (j) Deduksi.

(25)

(2) Cara Modern Atau Ilmiah.

Cara untuk memperoleh pengetahuan dengan mengadakan pengamatan langsung, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian diambil kesimpulan umum. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya (Notoatmodjo, 2010).

2) Sikap.

a) Definisi Sikap.

(26)

komunikasi, lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional.

b) Tingkatan Sikap.

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

1) Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding).

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Kerena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

4) Bertanggung Jawab (responsible).

(27)

c) Struktur Sikap.

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen menurut Azwar (2009) yaitu:

1) Komponen Kognitif (cognitive).

Disebut juga komponen perceptual, yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.

2) Komponen Afektif (komponen emosional).

Komponen ini menunjukkan dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersikap positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.

3) Komponen konatif (komponen perilaku).

Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

d) Faktor Pembentukan Sikap.

(28)

1) Pengalaman Pribadi.

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akanikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.

2) Kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualis yang mengutamakan kepentingan perorangan. 3) Orang Lain yang Dianggap Penting.

(29)

berarti khusus bagi kita, akan banyak yang mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami dan lain-lain.

4) Media Masa.

Media masa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media seperti televise, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya. Media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5) Institusi atau Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

(30)

6) Faktor Emosi dalam Diri Individu.

Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakansikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Selain dari faktor-faktor diatas yang mempengaruhi sikap, menurut Walgito (2003) adalah faktor pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, individu mempuyai dorongan untuk mengerti, dengan pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Sikap seseorang terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan tersebut mengenai objek yang bersangkutan.

3) Persepsi tentang anak. a) Pengertian Persepsi.

(31)

rangsangan diterapakan kepada manusia. Persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan kehidupan.

Dengan demikian, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004).

b) Macam-macam Persepsi.

Terdapat dua macam persepsi, yaitu external perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan self perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004).

c) Proses Persepsi.

(32)

(1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

(2) Interpretasi (penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai factor seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang di terimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

(3) Interpretasi dan persepsi kemudian deterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi (pembentukan kesan) (Sobur, 2009).

Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Dua faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu faktor intern dan faktor ekstern (Sobur, 2009).

(1) Faktor Internal.

(33)

(b) Latar belakang, latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsinya.

(c) Pengalaman, pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya.

(d) Kepribadian, kepribadian mempengaruhi persepsi, seseorang yang intovert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang sama sekali berbeda.

(e) Sikap dan kepercayaan umum, sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi.

(f) Penerimaan diri, penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya. (2) Faktor Eksternal.

Beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi rangsangan ialah:

(a) Intesitas, pada umumnya rangsangan yang lebih intensif mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens.

(34)

(c) Kontras, hal lain yang biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian.

(d) Gerakan, hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian dari pada hal-hal yang diam.

(e) Ulangan, hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian. Ulangan mempunyai nilai yang menarik perhatian selama digunakan dengan hati-hati.

(f) Keakraban, hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu.

(g) Sesuatu yang baru bertentangan dengan faktor keakraban, akan tetapi hal-hal baru juga menarik perhatian.

d) Nilai Anak.

Perkawinan dan anak merupakan hal yang berkaitan. Keduanya saling memberi pengesahan satu lain, diamana salah satu tujuan perkawinan adalah untuk memiliki anak (Woolet, 1991). Anak juga merupakan salah satu alasan yang melatarbelakangi pasangan untuk menikah (Turner & Helms, 1995). Woolet, Phoenix, dan Lloyd (1991) menjelaskan nilai anak bagi orang tua antara lain sebagai berikut:

1) Primary Group Ties.

(35)

dengan orang lain. Beberapa orang tua menekankan nilai anak dalam memperkuat hubungan ayah ibu serta dengan kerabat lainnya.

2) Enjoyment and Fun.

Anak dilihat sebagai pembawa kebahagiaan dan warna bagi kehidupan orangtua

3) Expansion of Self.

Menjadi orangtua dapat dilihat sebagai satu suatu pertumbuhan, sebagai hal yang dapat menambah arti bagi kehidupan, memastikan kelanjutan sebagai orangtua.

4) Validation of Adult Status and Identity.

Menjadi orangtua dilihat sebagai kesatuan bagian dari sesorang, mengizinkan sesorang untuk menerima dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab dan anggota yang dewasa dalam komunitasnya.

5) Achievment and Creativity from Helping Children Grow.

Kuasa serta pengaruh orangtua atas anak dan prestige dari hal yang telah dicapai anak merupakan hal yang berarti bagi orang tua.

6) Contribution to Personal Development.

(36)

Alasan untuk memiliki anak menurut Campbell, dkk, Daniels & Weingarten, dan Kaffman & manis dalam Martin (1987) adalah: 1) Peran sebagai orangtua terasa menantang (challenging),

memberikan kesempatan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan mereka.

2) Menjadi orangtua terkadang dipandang sebagai simbol status orang dewasa (adult status).

3) Peran sebagai orangtua memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan orang lain.

4) Orangtua memiliki kesempatan yangunik untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan dan pengembangan seseorang dan memperhatikan orang tersebut tumbuh dewasa.

5) Beberapa orang memiliki anak untuk meneruskan garis keturunannya atau untuk memastikan bahwa sebagian dirinya bertahan dalam generasi masa depan (future generations).

6) Anak bisa menjadi sumber kesenangan, kebanggaan dan kebahagiaan.

(37)

4) Agama.

Berikut ini kaidah-kaidah fiqiyah yang dapat dikemukan dalam penemuan hukum dalam masalah MOW sebagai berikut :

1. Jika keadaan MOW merupakan sesuatu yang yang bersifat darurat (emergency), hal ini berdasarkan kaidah :

ﺒﺗ ﺓﺭﻭﺮﻀﻟﺍ ﻴ

ﺕﺍﺭﻮﻈﺤﻤﻟﺍ ﺢ

Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang.

ﺑﺍﺎﻣ ﻴ ﺎﻫﺭﺬﻌﺗ ﺭﺪﻘﺑ ﺓﺭﻭﺮﻀﻠﻟ ﺢ

Sesuatu yang diperbolehkan karena terpaksa, adalah menurut

kadar halangannya.

2. Jika dilihat bahwa MOW pada mulanya haram karena pemandulan permanen, namun dengan perkembengan ilmu penegtahuan dan tekhnologi, maka hukum MOW ditolerir, dengan alasan kaidah :

ﻢﻜﺤﻟﺍﺭﻭﺪﻳﻊﻣﺔﻠﻌﻟﺍﺍﺩﻮﺟﻭﺎﻣﺪﻋﻭ

Hukum itu berputar bersama illatnya alasan yang menyebakan

adanya hukum atau tidak adanya.

ﻐﺗ ﻴ

ﺮ ﻡﺎﻜﺣﻷﺍﺮﻴﻌﺘﺑﺔﻨﻣﺯﻷﺍﺔﻨﻜﻣﻷﺍﻭﻝﺍﻮﺣﻷﺍﻭ

Hukum-hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat

dan keadaan.

(38)

memerintahkan MOW secara eksplisit. Karena itu, hukumnya harus dikebalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan :

ﻞﺻﻷﺍﻰﻓءﺎﻴﺷﻷﺍﻝﺎﻌﻓﻷﺍﻭﺔﺣﺎﻳﻹﺍﻰﺘﺣﻝﺪﻳﻞﻴﻟﺪﻟﺍﻰﻠﻋﺎﻬﻤﻳﺮﺤﺗ

Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan itu boleh sehingga

ada dalil yang menunjukan atas keharamannya.

4. Metode MOW baik yang dibolehkan ataupun secara bersyarat oleh hukum islam dapat dilkukan dengan ketentuan tidak membahayakan, namun jika dapat membahayakan keselamatan manusia hukumnya dapat berbalik menjadi haram, oleh karenanya setiap kemudharatan harus dihilangkan, sebagaimana kaidah yang menyatakan:

ءﺭﺩﺪﺳﺎﻔﻤﻟﺍﺐﻠﺟﻭﺢﻟﺎﺼﻤﻟﺍ

Menghindari kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan.

5. Jika MOW merupakan sesuatu yang harus ditempuh, guna untuk mendapatkan kemudahan, maka kaidah yang berkenan dengan ini adalah:

ﺔﻘﺸﻤﻟﺍﺐﻠﺠﺗﺮﻴﺴﻴﺘﻟﺍ

Kesukaran itu menimbulkan adanya kemudahan.

ﺭﺮﻀﻟﺍﻝﺍﺰﻳ

Kemadlorotan itu harus dihilangkan.

(39)

aman untuk melakukan KB, kaidah yang berkaitan dengan ini yaitu :

ﺔﺠﺤﻟﺍﻝﺰﻨﺗﺔﻟﺰﻨﻣﺓﺭﻭﺮﻀﻟﺍﺔﻣﺎﻋﺖﻧﺎﻛﻡﺍﺔﺻﺎﺧ

Hajat (kebutuhan) itu menduduki kedudukan darurat, baik hajat

umum (semua orang) ataupun hajat khusus (satu golongan atau

perorangan).

7. Jika terdapat beberapa alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh suami-isteri, namun salah satunya terdapat secara bersamaan dua mafsadat atau lebih, maka harus diteliti mana yang lebih kecil atau lebih ringan dari kedua mafsadat tersebut, sedangkan yang lebih besar mafsadatnya ditinggalkan, dikerjakan yang lebih ringan madlaratnya, kaiadah yang berkenaan dengan persoalan vasektomi dan tubektomi, jika memang dengan metode ini mudlaratnya yang lebih kecil, maka boleh mempegunakan sterilisasi ini :

ﺍﺫﺇﺽﺭﺎﻌﺗﻥﺎﺗﺪﺴﻔﻣﻲﻋﻭﺭﺎﻤﻬﻤﻈﻋﺍﺍﺭﺮﺿﺏﺎﻜﺗﺭﺎﺑﺎﻬﻔﺧﺍ

Apabila dua mafsadah bertentangan, maka diperhatikan mana

yang lebih besar madlaratnya dengan dikerjakan yang lebih

ringan madlaratnya.

(40)

keadaan (sangat) terpaksa, maka seseorang diperkenankan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa terlarang, karena apabila tidak demikian munkin akan menimbulkan suatu kemadlaratan pada diri suami istri. jika tidak menempuh metode vasektomi dan tubektomi (Masjfuk, 1986).

Jika memang MOW haram pada mulanya karena metode ini membawa kemandulan permanen, kenyataannya karena perubahan zaman, tempat dan kepentingan bahwa MOW tidak lagi demikian halnya, tetapi bisa disambung kembali, sehingga perubahan fatwa hukum suatu masalah bisa dimungkinkan, karena illat hukum yang menjadi alasan hukum ijtihad itu telah berubah, atau karena zaman, waktu dan situasi kondisinya yang telah berubah pula (Masjfuk, 1986).

(41)

Berdasarkan argument di atas, maka program KB dengan menggunakan sterilisasi baik MOW sebagai salah program KB perlu dilestarikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga dan bangsa (Masjfuk, 1986).

Sebab dengan perubahan dan perkembangan zaman ternyata MOW tidak lagi bersifat pemandulan abadi, melainkan dapat dibuka dan disambung kembali secara aman, sehingga memudahkan untuk mengontrol kehamilan bahkan dapat direncanakan secara matang ketimbang memakai alat kontrasepsi yang lain (Masjfuk, 1986).

(42)

Hikmahnya tentu dalam upaya yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia, seperti meningkatkan kesejahteraan dan kebahagian hidup masyakarat, baik material maupun spiritual. Sebab umat yang sedikit lebih baik daripada banyak tapi kurang berkualitas, oleh karena itu program KB dengan metode ini salah satu termasuk yang diperbolehkan dalam Islam setelah ditemukan bahwa MOW tidak lagi pemandulan permanent, namun dapat disambung ulang.

Di samping itu, terkadang alat kontrasepsi membawa side effect terhadap wanita berupa pendarahan, rasa mal-mual,

(43)

b. Faktor Pendukung (enabling factor).

Mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan berbagai ketrampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan berbagai sumber daya, jarak, biaya, ketersediaan transportasi, jam buka dan sebagainya.

1. Keikutsertaan Jaminan Persalinan (Jampersal). a) Pengertian Jaminan Persalinan.

Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalianan dan pelayanan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2011). b) Tujuan Jaminan Persalinan.

(44)

melalui kebijakan jaminan persalinan. Harapannya dengan program jampersal ini dapat meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan, meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, meningkatnya cakupan KB pasca persalinan, meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2011).

c) Manfaat Jampersal Bagi Masyarakat.

Salah satunya yaitu biaya pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah, dalam hal ini ibu-ibu yang hendak melahirkan akan mendapat pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan bagi ibu pasca persalinan berhak mendapatkan pelayanan KB. Manfaat Jampersal bagi tenaga kesehatan yang tidak kalah pentingnya yaitu dapat mendukung program pemerintah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) (Kemenkes RI, 2011). d) Sasaran Jaminan Persalinan.

Sasaran Jampersal meliputi Ibu hamil, Ibu bersalin, Ibu nifas sampai 42 hari pasca melahirkan, Bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari (Kemenkes RI, 2011).

e) Ruang Lingkup Jaminan Persalinan.

(45)

1) Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama.

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

(a) Pemeriksaan kehamilan.

(b) Pertolongan persalinan normal .

(c) Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan. (d) Pelayanan bayi baru lahir.

(e) Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir.

(Kemenkes RI, 2011). c. Faktor Pendorong (reinforcing factor).

(46)

1. Konseling Petugas Kesehatan.

Pihak medis atau petugas KB perlu memberikan konseling kepada calon akseptor tentang keuntungan dan kerugian jenis kontrasepsi yang dipilih, mengetahui indikasi maupun kontra indikasi dari tiap-tiap jenis kontrasepsi, mengetahui efek samping masing-masing jenis kontrasepsi, serta memberikan pengertian tentang pentingnya kerja sama suami-istri dalam program KB.

a) Pengertian.

Konseling merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan kontrasepsi mantap. Tujuannya ialah untuk membantu calon akseptor kontrasepsi mantap memperoleh informasi lebih lanjut mengenai kontrasepsi mantap, dan pengertian yang lebih baik. Konseling merupakan bagian dari pelayanan kontrasepsi mantap secara menyeluruh, maka pelayanan konseling harus diprogramkan dengan baik. Hal ini berarti pelayanan kontrasepsi mantap tidak berhenti pada sebelum tindakan kontrasepsi mantap, tetapi berlanjut pada saat tindakan dan sesudah tindakan kontrasepsi mantap dilakukan (Wiknjosastro, 1989).

Gunarsa S (2000) merangkum pendapat beberapa ahli yang mendefinisikan konseling sebagai berikut:

(47)

memperoleh pengertian secara mandiri yang membibingnya untuk menentukan langkah positif ke arah orientasi baru.

2) Pepinsky dan Pepinsky (1954) mengatakan bahwa konseling merupakan interaksi yang:

(a)Terjadi antara 2 orang, yang satu disebut sebagai konselor dan lainnya sebagai klien.

(b)Berlangsung dalam kerangka profesional.

(c)Diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada klien.

3) Smith (1955) mengatakan bahwa konseling adalah proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dengan seorang profesional terlatih berpengalaman, dan pengalamannya mungkin dapat digunakan untuk membantu orang lain sehingga mampu memecahkan persoalan pribadinya.

(48)

5) Lewis (1970) mengatakan bahwa konseling adalah proses ketika sesorang yang mengalami kesulitan (klien) dibantu untuk merasakan dan selanjutnya

6) Elinsenberg (1983) mengatakan bahwa konseling menambah kekuatan pada klien untuk menghadapi, mengikuti aktivitas yang mengarah pada kemajuan dan untuk menentukan suatu keputusan konseling sehingga membantu klien agar mampu menguasai masalah yang sedang dan kelak akan dihadapi.

b) Tujuan Utama Konseling:

1) Menyediakan Fasilitas untuk Perubahan Perilaku.

Tujuan suatu konseling adalah melakukan perubahan paradigma dan perilaku pada klien untuk menuju ke arah perubahan yang memungkinkan klien dapat hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup sesuai dengan pembatas-pembatas yang ada dalam masyarakat. Tujuannya harus jelas, jadi perubahan perilaku yang dikehendaki ialah perubahan dan selanjutnya melakukan perubahan tersebut dengan bantuan dari konselor. 2) Meningkatkan Keterampilan untuk Menghadapi Sesuatu.

(49)

3) Meningkatkan Kemampuan dalam Menentukan Keputusan. Konseling bertujuan membantu klien memperoleh informasi dan penjelasan diluar pengaruh emosi dan ciri kepribadiannya yang bisa mengganggu proses pengambilan keputusan. Selain itu juga bertujuan untuk membantu seseorang belajar mengenai keseluruhan proses pengambilan keputusan dari awal hingga akhir, sehingga pada akhirnya dapat melakukannya sendiri. 4) Meningkatkan dalam Hubungan Antar Perorangan.

Sebagai makhluk sosial individu diharapkan mampu membina hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya, sejak kecil di sekolah, kemudian ketika dewasa dengan teman sebaya dan rekan sepekerjaan atau seprofesi. Dalam keluarga, kegagalan dalam hubungan antar perorangan adalah kegagalan dalam penyelesaian diri, yang antara lain disebabkan oleh kurang tepatnya individu dalam memandang atau menilai diri sendiri atau kurangnya keterampilan dalam penyesuaian diri. 5) Menyediakan Fasilitas untuk Pengembangan Kemampuan

Klien.

(50)

mengembangkan kemampuan penguasaan klien terhadap lingkungan dan berbagai respon di dalam dirinya.

c) Tujuan Konseling Sebelum Tindakan Kontrasepsi Mantap:

1) Membantu suami istri untuk memilih salah satu cara kontrasepsi yang paling baik digunakan.

2) Mengenal dan menghilangkan kesalah pahaman mengenai kontrasepsi mantap.

3) Menjamin bahwa pilihan untuk memilih kontrasepsi mantap adalah benar-benar sukarela tanpa paksaan.

4) Memberikan informasi mengenai tata cara pelaksanaan kontrasepsi mantap (Wiknjosastro, 1989).

d) Tujuan Konseling Selama Tindakan Kontrasepsi Mantap:

1) Meningkatkan keyakinan dan membantu menenangkan calon akseptor untuk mempermudah pelaksanaan kontrasepsi mantap.

2) Menenangkan pasangan dan anggota keluarga lain yang ikut mengantar atau menemani calon akseptor (Wiknjosastro, 1989).

e) Tujuan Konseling Sesudah Tindakan Kontrasepsi Mantap:

1) Menghilangkan kesalahpahaman mengenai tindakan kontrasepsi mantap.

(51)

f) Beberapa Faktor Penting dalam Konseling:

1) Konseling berhubungan dengan tujuan untuk membantu orang lain menentukan pilihan dan tindakannya.

2) Dalam proses konseling terjadi proses belajar 3) Terjadi perubahan dan perkembangan kepribadian. g) Ciri-ciri Konseling:

1) Konseling berkaitan dengan kegiatan mempengaruhi secara sengaja agar terjadi perubahan perilaku pada sebagian dari kepribadian klien.

2) Tujuan dari konseling adalah: untuk membuat kondisi yang memudahkan terjadinya perubahan yang disengaja pada sebagian diri klien.

3) Seperti halnya dalam semua hubungan, pada klien harus ada pembatasan untuk hal-hal yang bersifat pribadi bagi konselor. Hanya hal yang berhubungan dengan penyakit saja yang dibahas.

4) Kondisi yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku diperoleh melalui wawancara.

5) Kegiatan mendengarkan harus ada pada konseling, tetapi tidak semua konseling adalah mendengarkan.

6) Konselor harus memahami kliennya.

(52)

2. Peran Suami.

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga (Chaniago, 2002).

a) Peran Suami dalam Kesehatan Reproduksi .

(53)

b) Peran Suami Sebagai Motivator.

Dalam melaksanakan KB, dukungan suami sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai.

c) Peran Suami Sebagai Edukator.

(54)

d) Peran Suami Sebagai Fasilitator.

Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai.

e) Peran Suami dalam Keluarga Berencana.

Menurut BKKBN (2007) peran atau partisipasi suami dalam KB antara lain menyangkut:

1) Pemakaian alat kontrasepsi. 2) Tempat mendapatkan pelayanan. 3) Lama pemakaian.

4) Efek samping dari penggunaan kontrasepsi. 5) Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi.

(55)

1) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.

2) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar seperti mengingatkan saat minum pil KB.

3) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontraspsi.

4) Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

5) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.

6) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala.

(56)

B.Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa teori yang mendukung penelitian ini. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang dikategorikan dan disusun berdasarkan kerangka teori PRECEDE. Lawrence green (1980) yang membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan, yakni behavior factors (faktor perilaku) dan non-behavior factors (faktor non-perilaku). Faktor perilaku tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain tingkat pengetahuan, sikap, persepsi tentang anak dan agama.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan, merupakan sarana dan prasarana dan kebijakan pemerintah (keikutsertaan jampersal).

(57)

Kerangka Teori

* Sebagai faktor yang akan diteliti

Gambar 2.1

Sumber: Teori PRECEDE Lawrence Green (1980) dalam Hikmawati (2011).

Faktor Predisposisi:

1. Tingkat pengetahuan* 2. Sikap*

3. Persepsi tentang anak* 4. Agama*

Faktor pendukung:

1. Paparan informasi KB 2. Kemudahan untuk

mencapai sumber daya* 3. Kebijakan pemerintah

(jampersal)*

Faktor pendorong:

Sikap dan perilaku petugas kesehatan:

1. Konseling petugas kesehatan*

2. Peran suami*

(58)

C.Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perilaku Lawrence Green (1980) dalam Hikmawati (2011). Variabel yang akan diteliti meliputi variabel independen yang menggunakan

a. Faktor predisposisi: pengetahuan, sikap, persepsi nilai anak, dan agama. b. Faktor pendukung: keikutsertaan jampersal.

c. Faktor pendorong: konseling petugas kesehatan, dan peran suami.

Sedangkan variabel dependennya adalah pemilihan kontrasepsi. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan MOW Tingkat pengetahuan

Sikap

Persepsi tentang anak

Konseling petugas Keikutsertaan jampersal

Agama

Peran suami

Pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan:

 MOW

(59)

D.Hipotesis

1. Ada pengaruh faktor predisposisi tingkat pengetahuan terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

2. Ada pengaruh faktor predisposisi sikap terhadap pemilihan kontrasepsi MOW

3. Ada pengaruh faktor predisposisi persepsi tentang anak terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

4. Ada pengaruh faktor predisposisi agama terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

5. Ada pengaruh faktor pendukung keikutsertaan jampersal terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

6. Ada pengaruh faktor pendorong konseling petugas kesehatan terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

7. Ada pengaruh faktor pendorong peran suami terhadap pemilihan kontrasepsi MOW.

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Jenis Kontrasepsi
Gambar 2.1
Gambar 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Pada Percobaan katak ini kita dapat melihat warna ventrikel pada saat sistol dan diastole.Pada waktu sistol ,ventrikel akan berwarna putih dan pada saat diastole akan

laporan keuangan disajikan wajar sesuai PABU. c) Tidak menyatakan pendapat (disclaimer) yang menyatakan bahwa auditor.. tidak menyatakan pendapat terhadap

Teknik dokumentasi dilakukan oleh penulis dengan cara mencatat data-data yang bersifat dokumen atau catatan yang dapat dijadikan rujukan terkait perolehan prestasi

Salah satu bentuk keunggulan dari suatu perusahaan dapat dilihat dari harga saham perusahaan yang dijual karena dengan memiliki potensi harga saham yang tinggi

Silabus Seleksi Olimpiade Sains Nasional Bidang Informatika/Komputer halaman 4 Di tingkat propinsi pada dasarnya sama dengan di tingkat kabupaten/kota kecuali komposisi

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan