• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FIANAMIA AZIZAH = BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FIANAMIA AZIZAH = BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibiotik

1. Pengertian

Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungiyang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik/bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia (penyebab infeksi pada manusia) (Tripathi, 2003)

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khusunya dalam proses bakteri oleh bakteri (Depkes, 2011).

2. Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan pada Penggunaan Antibiotik a. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu

1) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. 2) Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.

3) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. 4) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan

sifat dinding sel bakteri.

5) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel (Depkes, 2011).

3. Resistensi antibiotik

(2)

maupun klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi, 2003).

Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Bari,2008). Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut : a. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur

antibiotika. Misalnya Staphylococus sp, resisten terhadap penisilin G menghasilkan beta-laktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan oleh bakteri batang Gram-negatif.

b. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin, tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten.

c. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat. Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang rentan.

(3)

dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari pada PABA (Jawetz, 1997).

Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional.Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah sakit menerima antibiotik sebagai pengobatan ataupun profilaksis.Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa factor yang mendukung terjadinya resistensi,antara lain:

a. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) : terlau singkat, dalam dosis yang terlalu rendah, diagnose awal yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat.

b. Faktor yang berhubungan dengan pasien . Pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat. Pasien dengan kemampuan financial yang baik akan meminta diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal meskipun tidak diperlukan. Bahkan pasien membeli antibiotika sendiri tanpa peresepan dari dokter (self medication). Sedangkan pasien dengan kemampuan financial yang rendah seringkali tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi.

c. Peresepan : dalam jumlah besar, meningkatkan pengeluaran perawatan kesehatan yang tidak perlu dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Peresepan meningkat ketika diagnose awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya.

(4)

e. Penggunaan di rumah sakit : adanya infeksi endemik atau epidemik memicu penggunaan antibiotika yang lebih massif pada bangsal-bangsal rawat inap terutama diruang ICU (intensive care unit). Kombinasi antara pemakaian antibiotik yang lebih intensif dan lebih lama dengan adanya pasien yang sangat peka terhadap infeksi, memudahkan terjadinya infeksi nosokomial.

f. Penelitian : kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika baru.

g. Pengawasan : lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan pemakaian antibiotika. Misalnya, pasien dapat dengan mudah mendapatkan antibiotika meskipun tanpa peresepan dari dokter. Selain itu juga kurangnya komitmen dari instansi terkait baik untuk meningkatkan mutu obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi (Depkes, 2011).

4. Konsekuensi akibat resistensi antibiotik

Resistensi antibiotik terhadap mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal.Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay).Ketika respon terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas (Deshpande et al, 2011)

(5)

pengobatan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat meliputi usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi yang rendah, tingkat keparahan penyakit, golongan obat yang diresepkan, jumlah obat yang diminum, efek samping obat, dan pengetahuan mengenai pentingnya pengobatan (Sudiarto, 2012).

B. Infeksi Saluran Pencernaan

1. Definisi

a. Demam Tifoid

Demam tifoid (enteric fever)adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan (Sodikin, 2011)

1) Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Basil gram negatif yang bergerak bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

b) Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (Somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Sodikin, 2011)

2) Patofisiologi

(6)

organ-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga

organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak Peyeri, tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Sodikin, 2011)

3) Pemeriksaan Diagnosis

a) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit. b) Kultur darah (biakan, empedu) dan widal.

c) Biakan empedu basil Salmonella typhosadapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan feses.

d) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan kenaikan yang progresif (Sodikin, 2011)

4) Penatalaksaan

Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan, ialah: a) Kloramfenikol dosis (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4

dosis peroral atau intravena) selama 10-14 hari, tetapi untuk bayi muda perlu dipertimbangkan secara lebih spesifik.

(7)

c) Apabila kondisi klinis tidak ada perbaikan, gunakan generasi ketiga sefalosporin seperti sefriakson (80 mg/kgBB/hari dibagi

2 dosis selama 10 hari) (Sodikin, 2011)

b. Diare Akut Karena Infeksi

Gangguan pada saluran pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh trauma atau adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau di luar saluran cerna. Gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans); basil coli (Escherichia coli); virus ; basil : Salmonella sp, Shigella sp, Vibrio cholerae dan parasit (Ngastiyah. 2005).

Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer,2000).

Saluran cerna berperan dalam serangkaian proses yakni ingesti makanan, proses digesti makanan yang dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, hati dan pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap (absorpsi) ke dalam tubuh. Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang berupa bolus hasil campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan ke arah anus, sisa dari masa yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus (defekasi) berupa tinja (Suandi, 2008).

Menurut perjalanan penyakit jenis diare antara lain : 1) Akut : jika < 1 minggu

2) Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari

(8)

2. Etiologi

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi :

a) Infeksi bakteri:Vibriocholerae, Esherichia Coli, Salmonella sp, Shigella sp, Compylobacter yersinia, Aeromonas hydrophila, dan sebagainya.

b) Infeksi virus: Eterovirus (Echovirus, Coxsackie A virus, poliomyelitis), Adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain. c) Infeksi parasite:Cacing(Ascaris lumbricoides, Thrichiuris,

Oxyuris, Strongyloides sp, protozoa (Entamoeba hystolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)(Ngastiyah, 2005)

2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah, 2005).

3) Faktor Malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

b) Malabsorbsi lemak c) Malabsorbsi protein

4) Faktor makanan : Makanan basi, beracun, elergi terhadap makanan(Ngastiyah, 2005)

3. Patofisiologi

(9)

perncernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare(Alimul, 2006).

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Tinja

1) Makroskopis dan mikroskopis

2) PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

3) Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut Astrup (bila memungkinkan). c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan

fosfor dalam serum (terutama pada penderita yang disertai kejang). e. Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama

(10)

5. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan diare antara lain : a. Pengobatan dietetik

ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak. Beri makanan tinggi kalium ; misalnya jeruk, pisang, air kelapa

b. Obat – obatan 1) Obat anti sekresi

2) Klorpormazin ; dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari

3) Antibiotik ; umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan Tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB/ hari (Alimul, 2006)

c. Pemberian cairan

1) Belum terjadi dehidrasi

Cairan rumah tangga (seperti air tajin, air teh manis, dsb) sepuasnya dengan perkiraan 40 ml/kg BB/ setiap kali BAB

2) Dehidrasi Ringan

Beri cairan oralit 30 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB atau sepuasnya setiap kali BAB

3) Dehidrasi Sedang

Beri cairan oralit 100 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB atau sepuasnya setiap kali BAB(Alimul, 2006) 4) Dehidrasi Berat

(11)

c. UlkusPeptikum

Infeksi Helicobacter pylori

1. Etiologi

Infeksi ini merupakan penyebab tersering ulkus peptikum dan penyeban utama adenokarsinoma gaster nonkardia.

Basil Gram negatif berbentuk spiral hidup di bawah lapisan mukosa lambung dan duodenum (Mandal, 2008)

2. Patogenesis

Infeksi merusak lapisan mukosa pelindung dalam beberapa minggu atau bulan dan menyebabkan gastritis superfisial kronik atau duodenetis. Pajanan asam dalam waktu lama dapat menyebabkan pembentukan ulkus atau atrof, metaplasia (Mandal, 2008)

3. Diagnosis

a. Evaluasi pasien yang kemungkinan mengalami ulkus dilakukan dengan endoskopi sehingga ulkus maupun infeksi dapat dikonfirmasi, namun pasien awalnya dapat diskrining melalui pemeriksaan antibodi.

b. Saat endoskopi, spesimen biopsi diperiksa untuk H.pylori melalui tes urease dan histologi serta kultur (Mandal, 2008).

4. Penatalaksanaan

a. Amoksisilin dan klaritromisin merupakan kombinasi terpilih untuk pengobatan awal

b. Gunakan amoksisilin dan metronidazol untuk kegagalan pengobatan. (Mandal, 2008).

d. Disentri Basilar

(12)

1. Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab Shigella Disentri basiler sering disebut dengan shigellosis disebabkan S. Dysenteriae, S. Sonnei, S. Boydii, dan S. Flexneri.

Mekanisme disentri ini terjadi setelah agen basiler masuk kedalam saluran pencernaan melalui oral dan menuju kolon yang kemudian menyekresi enterotoksin. Agen kemudian melakukan kolonisasi diileum terminalis/kolon, terutama kolon invasi ke sel epitel mukosa usus dan melakukan multiplikasi, serta melakukan penyebaran intrasel dan intersel. Kondisi ini akan memberikan respons peningkatan c-AMP dengan manifestasi hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi). Respons lanjut agen akan memproduksi eksotoksin (Shiga toxin) yang bersifat sitotoksik dan menginfiltrasi sel radang sehingga terjadi nekrosis sel epitel mukosa dengan manifestasi terbentuknya ulkus-ulkus kecil. Dengan adanya ulkus ini memberikan kemudahan pada eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus sehingga memberikan manifestasi feses bercampur darah (Muttaqin, 2011)

2. Diagnosis

Kultur tinja dibutuhkan bila penyebab diare inflamasi perlu dibedakan. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit karena diare, kehilangan cairan pada gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah (Muttaqin, 2011)

3. Penatalaksanaan

Infeksi berat membutuhkan antibiotik:

a. Antibiotik, diberikan antibiotik jenis trimethoprim-sulfamethoxazole, nalidixic acid, atau ciprofloxacin (Muttaqin, 2011)

(13)

C. Kepatuhan

a. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Slamet, 2007). Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Smet (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah:

1) Faktor komunikasi

Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter dan ketidakpuasan terhadap obat yang diberikan.

2) Pengetahuan

Ketepatan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian antibiotik. Karena seringkali pasien menghentikan obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu habis.

3) Fasilitas Kesehatan

(14)

D. Pengetahuan

1) Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinganya. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni : 1) Tahu (know)

Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang benar.

4) Analisis (analysis)

(15)

5) Sinthesis (synthesis)

Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bntuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

b) Indikator Pengetahuan

Ada beberapa indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang,yaitu sebagai berikut :

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala dan tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan penyakit. b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

meliputi jenis makanan-makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olah-raga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman keras, narkoba, pentingnya istirahat yang cukup, relaksasi dsb.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan, penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu :

(16)

untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

b. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi akan menyediakan munculnya bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.

c. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan penalaran secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

d. Pekerjaan adalah tugas rutin yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan individu dan keluarga. Pekerjaan bukan sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan yang pada umunya merupakan kegiatan yang menyita waktu.

e. Ekonomi

(17)

E. Kerangka Konsep

variabel bebas

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu

Ha : Terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan orang tua dalam pemberian antibiotik pada anak penderita infeksi saluran pencernaan di RSUD

Ho : Tidak terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan orang tua dalam pemberian antibiotik pada anak penderita infeksi saluran pencernaan di RSUD Majenang Majenang.

Pengetahuan orang tua

Variabel bebas Variabel terikat

Referensi

Dokumen terkait

Perbaikan ini bertujuan untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan Peneltian Tindakan Kelas (PTK). Peneliti dan guru

Server web atau peladen web dapat merujuk baik pada perangkat keras ataupun perangkat lunak yang menyediakan layanan akses kepada pengguna melalui protokol

Hasil re-eksentrisitas dan perhitungan daya dukung tersebut dituangkan dalam shop drawing redesain titik pancang sebagai panduan pelaksanaan di lapangan seperti yang

Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. Selain melalui

Pada sistem utama, beban daya yang akan dibangkitkan oleh panel surya akan digunakan untuk mesin produksi es balok berkapasitas 2 ton dengan daya sebesar 8,16

Sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen manajemen laba dan variabel independen asimetri informasi serta sampel yang digunakan perusahaan perbankan

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji