MOTIVASI BER
DiajukanKepada Uni Memenuhi Salah SatuP
PRO FAKUL UNIVERSITAS I
BERAFILIASI PADA DEWASA AWAL Y
NONGKRONG DI CAFE
SKRIPSI
Universitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya unt uPersyaratandalam MenyelesaikanProgram Strata
Psikologi (S.Psi)
Sa’adatul Abadiah
B07212075
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
S ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016
YANG
a untuk ta Satu (S1)
x ABSTRACT
When a person enters adulthood early in the vulnerable age of 20 years to 30 years have a need for interpersonal relationships are quite large. It can be called also to the needs of affiliated. Affiliate needs an individual needs to build, establish, and maintain a relationship with another person. So is the subject of research with different backgrounds: the first subject an employee with 22 years of age, the second subject a student at the age of 23 years and a third subject a student at the age of 20 years. Each subject was classified as an adult to get in on the initial and each female. The method used in this research is qualitative descriptive research that depict or describe specific situations based on the phenomenon that exists in the field using such data collection techniques; depth interviews and documentation. In the period of early adulthood with classification susceptible age of 20-30 years a lot of encouragement that arise from within the individual as the three subjects who have the urge to get close to other people, the urge to make friends, to socialize and cooperate encouragement, encouragement to be respected and accepted. Findings related is that all three subjects each had motivation affiliated high by choosing their friends as a destination to meet their needs in affiliated, three subjects are also often invite their friends to go hang out somewhere cafe as one means of fulfilling affiliation motivation.
INTISARI
Ketika seseorang memasuki usia dewasa awal dalam rentan usia 20 tahun hingga 30 tahun memiliki kebutuhan akan relasi interpersonal yang cukup besar. Hal ini dapat disebut juga dengan kebutuhan berafiliasi. Kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan individu untuk membangun, menjalin, dan menjaga suatu hubungan dengan orang lain. Begitu juga dengan subjek penelitian dengan latar belakang yang berbeda: subjek pertama seorang karyawan dengan usia 22 tahun, subjek kedua seorang mahasiswa dengan usia 23 tahun dan subjek ketiga seorang mahasiswa dengan usia 20 tahun. Masing-masing subjek masuk pada klasifikasi sebagai dewasa awal dan masing-masing berjenis kelamin perempuan. Adapun Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif-deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan fenomena yang ada di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data seperti; wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam periode masa dewasa awal dengan klasifikasi rentan usia 20-30 tahun banyak dorongan yang timbul dari dalam diri individu seperti pada ketiga subjek yang memiliki dorongan untuk dekat dengan orang lain, dorongan untuk bersahabat, dorongan untuk bersosialiasi dan bekerjasama, dorongan untuk dihargai dan diterima. Hasil temuan yang terkait adalah bahwa ketiga subjek masing-masing memiliki motivasi berafiliasi yang tinggi dengan memilih sahabat mereka sebagai tujuan untuk memenuhi kebutuhannya dalam berafiliasi, ketiga subjek tersebut juga sering mengajak sahabat mereka pergi nongkrong ke tempat cafe sebagai salah satu sarana dalam pemenuhan motivasi berafiliasi.
2. Fokus Penelitian ……….…...14
3.Tujuan ………...14
4. Manfaat ………... 14
5. Keaslian Penelitian…………..………...15
BAB II : KAJIAN PUSTAKA……….... 18
1. MotivasiBerafiliasi ………..………... 18
2. Aspek-Apek Motif Berafiliasi ... 29
3. Indikator Motivasi Berafiliasi ... 31
4. Dewasa Awal yang Nongkrong di Cafe ...…..………….. 31
5. Batasan Konsep Penelitian ... 38
BAB III : METODE PENELITIAN……… 39
1. JenisPenelitian ………... 39
2. Lokasi Penelitian ………... 44
3. Sumber Data ………... 44
4. Teknik Pengumpulan Data ………... 51
5. Analisis Data ………...……...54
6. Keabsahan Data ………...55
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 58
A.Deskripsi Subjek ………... 58
B. HasilPenelitian ………...65
1. Deskripsi Hasil Temuan ………...65
2. Analisis Hasil Temuan ………...79
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Identitas Subjek ………...46
ix DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang kehidupannya tidak bisa terlepas
dari kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki
kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhinya. Maslow (dalam Yoseptian,
t.t), dalam teorinya yang terkenal mengenai hierarki kebutuhan manusia,
menggolongkan kebutuhan manusia dalam lima hierarki atau tingkatan yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan memiliki dan cinta,
kebutuhan akan penghargaan (prestise), dan kebutuhan aktualisasi diri.
Kemudian, McClelland (dalam Yoseptian, t.t) juga mengemukakan tiga
kebutuhan utama dalam diri manusia yaitu kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan kekuatan atau kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi
atau kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Kebutuhan
afiliasi dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk membangun,
mempertahankan, atau memulihkan secara positif hubungan afektif dengan
orang lain atau kelompok.
Keinginan untuk memiliki hubungan dengan orang lain ini pada
umumnya sangat besar ketika manusia berada pada tahap perkembangan
remaja Papalia (dalam Yoseptian, t.t). Remaja sebagai pribadi yang sedang
mengalami dinamika dalam proses mencari jati diri menuju dewasa,
membutuhkan kehadiran orang lain sebagai elemen yang penting bagi
2
senang untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman sepermainan dan
meningkatnya minat remaja terhadap relasi interpersonal. Santrock (dalam
Yoseptian, t.t).
Agar mampu mengadakan hubungan dengan orang lain, saat ini
manusia telah sangat dimudahkan dalam hal komunikasi. Berbagai
perangkat canggih komunikasi telah dikembangkan mulai dari
perkembangan telepon genggam atau handphone yang semakin canggih
dengan tujuan untuk semakin mempermudah manusia dalam berkomunikasi
hingga internet yang telah bertambah fungsinya sebagai jaringan
komunikasi yang sangat efektif serta mempermudah masyarakat dalam hal
bertatap muka dengan orang-orang yang diinginkannya.
Arus globalisasi yang begitu pesat di Indonesia, menyebabkan adanya
perubahan di segala aspek kehidupan seperti mode, informasi dan gaya
hidup. Perkembangan zaman yang berdampak pada munculnya berbagai
gaya hidup dalam masyarakat, yang menyebabkan remaja yang mudah
terpengaruh dan memiliki keinginan untuk mencoba-coba hal baru.
Kenyataan yang tampak pada kehidupan sehari-hari, nilai-nilai baru yang
mewarnai gaya hidup khususnya yang tinggal di kota cenderung lebih
berorientasi pada nilai-nilai yang sifatnya kebendaan.
Fenomena gaya hidup masa kini semakin marak dengan adanya tempat
hiburan malam, dapat dilihat dari banyaknya masyarakat khususnya para
remaja yang beranjak dewasa dan juga golongan dewasa awal yang sering
3
Gambaran mengenai gaya hidup masa kini menampakkan ciri khas
pada remaja maupun orang dewasa dengan mengerjakan aktivitasnya secara
bersama-sama dengan dalih untuk menjaga hubungan kemudian akan
nongkrong di tempat hiburan malam. Mahasiswa yang memiliki gaya hidup
kekinian biasanya lebih senang mengisi waktu luangnya dengan
mengunjungi tempat hiburan malam bersama teman-temannya. Hal ini
berarti semakin tinggi motif afiliasi maka semakin tinggi gaya hidup
kekinian pada mahasiswa yang mengunjungi tempat hiburan malam.
Demikian sebaliknya, semakin rendah motif afiliasi maka semakin rendah
pula gaya hidup kekinian pada mahasiswa yang mengunjungi tempat
hiburan malam.
Individu yang mempunyai motif afiliasi yang tinggi menghabiskan
lebih banyak waktunya untuk mempertahankan hubungan sosial, bergabung
dengan kelompok-kelompok, dan selalu ingin dicintai. Individu akan sangat
memperhatikan hubungan interpersonal yang dimilikinya, individu ini tidak
terlalu suka mengatur orang lain sebaliknya akan lebih banyak menuruti
kelompok sosialnya demi menjaga hubungannya. Hubungan sosial dianggap
sangat penting untuk dijaga karena hubungan sosial yang dimiliki seorang
remaja seringkali mempengaruhi pola perilaku yang dimiliki oleh remaja
tersebut.
Seseorang akan merasa senang, aman, dan berharga ketika dirinya
diterima dan memperoleh tempat di dalam kelompok. Sebaliknya, akan
4
atau disisihkan oleh kelompoknya. Remaja sangat ingin diterima dan
dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya. Remaja cenderung
bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok teman sebayanya. Remaja
akan sangat menderita jika tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh
kelompok teman sebayanya. Ali dan Asrori (dalam Ulfah, t.t).
Seperti halnya salah seorang karyawan di PT. Jatim Autocom Indonesia
(JAI) dikawasan gempol-pasuruan dengan inisial MD yang merupakan
subjek pertama dalam penelitian ini. Bagi MD cafe merupakan tempat kunjungan yang pas untuk sekedar nongkrong bersama sahabat maupun
teman dekat lainnya untuk melepas kejenuhan dari rutinitas pekerjaan.
Menurut MD selain tempatnya yang lagi nge-trenddi kalangan anak jaman sekarang dan juga lebih kekinian untuk bersosial dengan orang-orang
terdekat dan orang disekitar. Sekaligus sambil menikmati nuansa tempat
yang menarik dan juga untuk ajang kuliner.
Subjek kedua adalah YP yang merupakan seorang mahasiswi di sebuah
universitas. YP menyukaicafesebagai tempatnya nongkrong dengan alasan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti penataan tata ruangan cafe yang unik dan menarik yang bisa dijadikan objek bagus buat berfoto dan juga
adanya wifi yang tersedia yang membuat YP betah berlama-lama disebuah
cafeguna memuaskan hasratnya untuk bersosial media secara gratis dengan memanfaatkan wifi yang ada maupun untuknya mengerjakan tugas dan
5
YP juga menjadikancafesebagai tempat untuk bisa lebih dekat dengan orang-orang istimewanya, selain sahabat dekatnya YP juga membawa teman
kenalannya ke sebuah cafe guna untuk bisa berkenalan secara langsung maupun untuk sekedar mengobrol dan mengakrabkan diri. Disamping itu
YP juga merasa nyaman bersosialisasi dengan orang-orang terdekatnya
ditempat tersebut karena sangat praktis untuk nongkrong tanpa perlu ribet,
menurutnya cukup tentukan tempat cafe yang ingin dikunjungi kemudian janjian bertemu ditempat itu lalu YP pun bisa menikmati fasilitas yang
disediakan ditempat tersebut.
Subjek ketiga adalah IH yang merupakan mahasiswa UNAIR Surabaya,
dalam kesibukannya sebagai mahasiswa IH biasa menghabiskan waktu
kosongnya bersama teman-teman dekatnya, selain belanja di mall IH juga
hobby berkuliner, IH suka mengunjungi cafe-cafe terbaru yang sedang
ramai dikunjungi para anak muda, tak hanya menikmati kuliner
makanannya saja IH juga menjadikan cafe sebagai tempat untuk bisa
berkomunikasi lebih dekat dengan temannya, tak hanya masalah pribadi
yang diperbincangkan tetapi juga hingga masalah perkuliahan maupun
rencana-rencana dalam menyusun masa depan.
Di era modernisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks
dan bervariasi. Sudah merupakan gaya hidup mereka pergi ke
tempat-tempat perawatan dan menghabiskan waktu senggang untuk berjalan-jalan,
6
ini yang menjadi salah satu trend adalah pergi kecafeuntuk melepas waktu luang.
Kata cafe berasal dari bahasa Prancis “cafi” yang secara harfiah diterjemahkan sebagai (minuman) kopi. Namun, tidaklah lantas berarticafe memiliki pengertian yang sama dengan warung kopi. Meski fungsinya
sama, yakni tempat di mana orang bisa minum (kopi) sambil
bercakap-cakap, tetapicafeberada dalam pemaknaan budaya yang berbeda.Cafebisa saja dianggap sebagai warung kopi bagi mereka yang hidup dalam budaya
urban perkotaan modern, yang karena itu pemaknaan kulturalnya berbeda
dengan warung kopi dalam masyarakat tradisional.
Ada banyak alasan mengapa orang suka berkunjung ke cafe, namun satu hal yang pasti, mereka betah berlama-lama, entah karena alasan
suasananya, keakraban, atau camilan yang disajikan, tentunya jikacafeyang dipilih sesuai. Saat ini keberadaan cafe bukan lagi sekadar pemuas dahaga atau lapar. Bagi sebagian masyarakat, cafe merupakan sarana untuk membangun kehidupan sosialnya, baik untuk nongkrong, bergaul, atau
mencari pacar.
Fenomena anak muda yang selalu berkumpul dan bersosialisasi di
tempat-tempat tertentu adalah hal yang biasa terjadi di masyarakat. Mereka
cenderung berkumpul di satu tempat favoritnya dan menjadikan tempat
tersebut sebagai basecamp bagi kelompok mereka. Peneliti menganggap fenomena ini menarik untuk diteliti dilihat dari bagaimana mereka bisa
7
kemudian loyal terhadap tempat tersebut dan cenderung tidak berpindah ke
tempat lain. Kegiatan anak muda ini disebut“nongkrong”.
“Nongkrong” merupakan kegiatan yang sering dilakukan para remaja
dan orang-orang yang masih masuk dalam kategori produktif. Kegiatan ini
dapat dilakukan dimana saja, termasuk di cafe-cafeatau tempat berkumpul lainnya. Nongkrong bagi anak muda merupakan salah satu kegiatan untuk mengisi waktu luang mereka setelah penat bekerja atau sekolah. Bagi para
penyuka kegiatan nongkrong ini, mereka membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana itu berupa tempat,
kenyamanan yang ditawarkan, dan juga produk yang tersedia.
Analisa hasil riset sindikasi terhadap hampir 800 responden anak muda
di 6 kota besar di Indonesia, SES A-B, Umur 16-35, yang dilakukan bulan
Februari-Maret 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan
Komunitas Marketeers menemukan bahwa anak muda dan nongkrong adalah dua hal yang sudah melekat. Mereka melakukannya seusai jam
pelajaran di sekolah, kampus, bahkan sepulang kerja. Topik bahasan anak
muda ini bisa berupa rapat membicarakan kegiatan atau kepanitiaan,
mendiskusikan topik-topik yang dianggap serius, atau hanya sekadar
membuang waktu sambilngegosipatau malah main kartu.
Menurut analisis riset tersebut, bagi anak muda, nongkrong itu yang terpenting adalah adanya kedekatan afeksi dengan teman-temanpeer group
8
(http://tekno.kompas.com/read/2010/12/12/15401069/Nongkrong.di.Mana.
Kita.Hari.Ini).
Dilihat dari usia golongan yang paling dominan banyak penikmat kopi
di tempatcafeadalah usia Dewasa. Secara umum masa dewasa dibagi atas 3 golongan yakni masa dewasa awal berkisar antara (18-40 tahun), masa
dewasa madya berkisar antara (40-60 tahun), dan masa dewasa akhir
berkisar antara (60-meninggal). Dalam penelitian ini memilih dewasa awal
sebagai topik pembahasan yang terjadi dilapangan. Masa dewasa awal
sendiri merupakan suatu masa atau periode penyesuaian diri terhadap
pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru.
Menurut seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (2007) bahwa
orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik
(physically trantition),transisi secara intelektual(cognitive trantition),serta transisi peran sosial (social role trantition). Menurut Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin
hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk
hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2007) mengemukakan masa muda
(youth)adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial.
Banyaknya pengunjung orang dewasa awal yang memadati arena cafe dengan beragam tujuan misal hanya ingin menyeduh secangkir kopi dengan
rekan kerja maupun rekan kuliah dan juga ingin berkuliner dengan
9
sebagai trend, dan kopi bukanlah satu-satunya hal yang dicari di sebuah
cafe, melainkan suasananya yang bisa dibilang nyaman untuk bersantai, baik itu sendiri atau pun bersama teman-teman.
Pada dasarnya membeli kopi maupun nongkrong di cafe hanyalah mengikuti trend dunia modern yang sudah ada seperti saat ini. Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut tergolong seperti kaum
kapitalisme. Kekuasaan kapitalisme, yaitu layaknya sebuah kerajaan yang
berdiri diluar kerajaan tuhan, Artinya kapitalisme adalah kerajaan Ekonomi,
surga bagi para pemilik usaha dan modal dan siapa saja yang memiliki daya
beli, yang menempatkan keuangan sebagai tujuan utama. Ia menghadirkan
sebuah standar moral terbaru yang menempatkan manusia dalam kondisi
“selalu kurang”, karena kehadirannya menjanjikan sesuatu yang lebih.
Amin Abdullah (dalam Dimyati, 2009).
Dari segi keagamaan Komunitas cafe ini dapat di definisikan sebagai berikut, Sesuai dengan Ayat Al-Qura’an :
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali -kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan -kalian dan se-kali--kali janganlah syetan yang pandai menipu memperdayakan kalian tentang
Allah”. (Fathir:5)
Menurut Dimyati (2009) Permasalahan modernisasi disini berkaitan
dengan gaya hidup. Gaya hidup boleh kita artikan, pola tingkah laku
sehari-hari yang patut dijalankan oleh kelompok sosial di tengah masyarakat,
10
menciptakan hidup sehat setiap hari, sebaliknya menghindari menghindari
kebiasaan buruk yang berpotensi mengganggu kesehatan. Dewasa ini
bangsa kita menghadapi persoalan serius dalam masalah gaya hidup, hingga
ada pameo; selagi muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk sorga. Imbas
dari terbukanya jalur transportasi, komuniksi dan informasi membuat
sebagian masyarakat kita terjebak dalam pola hidup instan.
Sahabat Ali Bin Abi Thalib R.A. berpesan, “Barang siapa yang merasa
aman menghadapi Zaman, maka zaman akan menipunya. Dan siapa yang tinggi hati atau arogan menghadapinya, maka (ia) zaman akan merendahkannya. Dan siapa yang bersandaran pada tanda-tanda zaman, maka zaman akan menyelamatkan hidupnya”. Wahid Abdul (dalam Dimyati, 2009).
Sebagaimana pula yang dikemukakan oleh Kusasi mengenai makna
kafe (dalam Hasrullah, 2012) bahwa:
“Elemen penting dari sebuah kafe sejak awal adalah fungsi sosialnya
yang menyediakan tempat agar orang dapat bertemu, ngobrol, menulis dan membaca, baik sendiri maupun bersama teman-teman. Dalam ruang-ruang kafe pun, kita dapat menikmati suatu tempat yang seperti bukan di rumah
tapi juga bukan di luar rumah”.
Pernyataan tersebut tercermin pada kondisi cafe saat ini, dimana cafe kini telah bertransformasi menjadi bagian dari kebiasaan ataupun bagian
dari suatu gaya hidup sekelompok individu. Pada kalangan bisnis misalnya,
11
memanfaatkan cafe sebagai tempat untuk membicarakan berbagai hal mengenai bisnis mereka dalam setting yang tidak terlalu formal.
Dari segi kenyamanan pun, cafe memang memiliki nilai lebih karena suasananya tidak terlalu formal dan bisa jauh lebih santai. Bisnis cafe memang tidak bertujuan seratus persen menjual secangkir atau segelas kopi
karena mereka juga menjual suasana dan gaya hidup yang baru yaitu gaya
hidup ala eksekutif yang suka akan kepraktisan dan tempat yang nyaman.
Istilah cafe sendiri banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan karena dianggap lebih modern sebab lebih banyak menawarkan berbagai konsep,
mulai dari penyediaan menu, tempat baca dan ada pula cafe yang mengusung konsep gemerlap, hingga penyediaan fasilitas internet yang saat
ini sudah banyak diminati oleh para pengunjung. Padirman (dalam
Hasrullah, 2012).
Begitu juga dengan motif berafiliasi yang berupa kebutuhan untuk
memperoleh hubungan timbal balik dengan orang lain merupakan salah satu
hal yang cukup mendasar dalam menentukan seseorang untuk bergabung
dengan kelompok. Dengan bergabung ke dalam kelompok, seseorang akan
lebih banyak berinteraksi dan saling menerima diantara sesamanya. Hal itu
merupakan suatu kebutuhan yang sangat tidak disadari oleh banyak anak
muda namun sangat terlihat akan kebutuhan untuk berkumpul, kebutuhan
tersebut merupakan Kebutuhan afiliasi dimana kebutuhan tersebut
merupakan kebutuhan untuk berteman, bersosialisasi, bertegur sapa
12
bercakap-cakap dengan orang lain, serta untuk mendapatkan afeksi dari
orang lain.
Seringkali motif afiliasi itu terlihat pada budaya nongkrong di sebuah
cafe yang mana banyak para pengunjung rame-rame berdatangan dengan pasangannya, ada juga yang datang dengan para sahabat mereka maupun
rekan kerja mereka. Kebersamaan berkumpul dengan saling ngobrol
merupakan intensitas dalam mereka berinteraksi lebih dekat jika dalam
kondisi biasa mereka jarang bertemu. Adanya fasilitas ditempat tersebut
membuat para pengunjung merasa puas untuk menyalurkan hasrat
berafiliasi mereka karena disamping mereka dapat berbagi komunikasi satu
dengan yang lain mereka juga bisa menikmati hidangan yang mereka pesan
dan juga menikmati suasana tempat tersebut.
Begitu juga organisasi atau kelompok yang dibentuk masyarakat
sebagian besar disebabkan adanya kesamaan dalam hal latar belakang,
pengalaman, maupun pandangan anggota-anggotanya. Berdasarkan teori
pembandingan sosial menekankan bahwa keinginan individu untuk
berafiliasi terjadi karena ingin membandingkan perasaan yang dimilikinya
dengan kelompok yang diikutinya. Motif afiliasi individu timbul karena
adanya kesamaan antara yang dimilikinya dengan orang lain atau kelompok.
Festinger (dalam Dimyati, 2009) menyatakan bahwa kehadiran orang
yang sama akan memberikan kesempatan pada orang lain untuk
mengadakan evaluasi terhadap perasaan, keyakinan dan ketrampilan.
13
mempunyai tujuan pribadi yang hanya dapat dicapai melalui afiliasi dengan
orang lain atau kelompok, aktivitas-aktivitas yang dilakukan kelompok akan
bisa mempengaruhi anggotanya.
McClelland (dalam Ulfah, t.t) mendefinisikan motif afiliasi sebagai
keinginan untuk meluangkan waktu dalam aktivitas dan hubungan sosial.
Keinginan tersebut merupakan keinginan dasar untuk membentuk dan
mempertahankan beberapa hubungan antarpribadi yang penting, positif dan
bertahan lama. Individu yang mempunyai motif afiliasi yang tinggi
menghabiskan lebih banyak waktunya untuk mempertahankan hubungan
sosial, bergabung dengan kelompok-kelompok, dan selalu ingin dicintai.
Individu akan sangat memperhatikan hubungan interpersonal yang
dimilikinya, individu ini tidak terlalu suka mengatur orang lain sebaliknya
akan lebih banyak menuruti kelompok sosialnya demi menjaga
hubungannya. Hubungan sosial dianggap sangat penting untuk dijaga karena
hubungan sosial yang dimiliki seseorang seringkali mempengaruhi pola
perilaku yang dimiliki oleh orang tersebut. Seseorang akan merasa senang,
aman, dan berharga ketika dirinya diterima dan memperoleh tempat di
dalam kelompok. Sebaliknya, akan merasa cemas, kurang berharga, atau
cemas ketika dirinya tidak diterima atau disisihkan oleh kelompoknya.
Berdasarkan fenomena yang ada di atas sangat menarik untuk dikaji,
maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah motif berafiliasi pada
dewasa awal yang sedang nongkrong di cafe, selain itu aspek-aspek apa
14
untuk berkumpul bersama orang-orang terdekat merupakan tujuan utama
mereka, kebutuhan tersebut merupakan Kebutuhan afiliasi yang merupakan
kebutuhan untuk berteman, bersosialisasi, bertegur sapa, bergabung dan
hidup bersama dengan orang lain, bekerjasama dan bercakap-cakap dengan
orang lain, serta untuk mendapatkan afeksi dari orang lain.
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah motivasi berafiliasi pada dewasa awal
yang nongkrong di cafe
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dari
motivasi berafiliasi pada dewasa awal yang nongkrong di cafe
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu psikologi terutama
dalam ranah psikologi sosial.
2. Secara praktis penelitian ini berguna bagi pembaca dalam mengetahui
15
E. Keaslihan Penelitian
Penelitin tentang motivasi berafiliasi cukup banyak dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya. Baik peneliti luar negeri maupun peneliti dalam negeri.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berafiliasi merupakan topik yang
menarik untuk diteliti. Berikut hasil penelitian sebelumnya dengan tema
motif berafiliasi:
Penelitian Pribadi, dkk.(2011) menunjukkan hasil bahwa remaja
memiliki dan menggunakan akun facebook dengan motif afiliasi terbesar
adalah untuk berteman dan mencari informasi yang digunakan untuk
semakin memperluas jaringan pertemanannya, sedangkan motif afiliasi
terkecil adalah untuk medapatkan perhatian orang lain. Selain itu ada
motif-motif afiliasi lainnya yang muncul berkaitan dengan intensitas hubungan
yang lebih kuat seperti motif mempertahankan hubungan antar individu,
empati yang simpatik diwujudkan dalam sikap bersahabat, memiliki
keinginan baik, dan membina hubungan yang penuh kepercayaan.
Penelitian Yoseptian (t.t) menunjukkan hasil penelitian yang diperoleh
antara lain ada hubungan positif yang antara kebutuhan afiliasi dengan
keterbukaan diri pada remaja pengguna facebook (r = 0.514, p < 0.01).
Kemudian, aspek sosial comparison dari kebutuhan afiliasi memiliki
korelasi yang paling besar dengan perilaku keterbukaan diri pada remaja.
Selain itu ditemukan pula remaja wanita memiliki kebutuhan afiliasi dan
perilaku keterbukaan diri yang lebih tinggi dibanding remaja pria. Perilaku
16
mengganti profile picture.Berdasarkan analisis data yang dilakukan
menggunakan teknik korelasi bivariate one tailed dengan bantuan SPSS
versi 17.0, ditemukan bahwa koefisien korelasi antara kebutuhan afiliasi
dengan keterbukaan diri sebesar 0.514 dengan taraf signifikansi sebesar
0.000 (p < 0.01). dari hasil tersebut, terlihat adanya hubungan positif yang
signifikan antara kebutuhan afiliasi dengan keterbukaan diri pada remaja
pengguna facebook.
Penelitian Tiara Amalia Ulfah (t.t) menunjukkan hasil bahwa tidak ada
hubungan antara motif afiliasi dengan gaya hidup hedonis pada mahasiswa
yang mengunjungi tempat hiburan malam yang ditunjukkan dengan nilai
rxy= 0,026 dengan p= 0,818 (p>0,05), sehingga hipotesis dalam penelitian
ini ditolak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan positif antara motif afiliasi dengan
gaya hidup hedonis pada mahasiswa yang mengunjungi tempat hiburan
malam, sehingga hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti ditolak.
Penelitian Kusumadewi dan Rachmawati (2008) menunjukkan hasil
bahwa ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan berafiliasi dengan
konformitas pada mahasiswa semester pertama. Jadi hipotesis diterima,
dapat diartikan semakin tinggi pemenuhan kebutuhan berafiliasi maka
semakin tinggi pula tingkat konformitas pada mahasiswa semester pertama.
Penelitian Anton P. Aryana (t.t) menunjukkan hasil bahwa ada korelasi
antara motif berprestasi dengan prestasi akademik. Berdasarkan hasil
17
afiliasi dengan prestasi akademik peserta didik di SMU Pangudi Luhur ’van
Lith’. Sementara itu, ada hubungan antara motif berprestasi dan prestasi
akademik.
Penelitian Klein dan Schnackenberg (2000) menunjukkan hasil bahwa
tinggi peserta afiliasi menyatakan secara signifikan motivasi lebih penerus
dari peserta afiliasi rendah untuk bekerja dengan orang lain. Rendahnya
peserta afiliasi menyatakan secara signifikan motivasi lebih penerus dari
peserta afiliasi tinggi untuk bekerja sendiri. Akhirnya, hasil menunjukkan
bahwa tingginya afiliasi dipamerkan secara signifikan lebih pada on-tugas
perilaku kelompok (bergiliran, berbagi bahan, diskusi kelompok konten)
dan secara signifikan lebih di perilaku off-tugas dari afiliasi rendah.
Melihat beberapa hasil penelitian diatas, persamaan yang muncul
adalah tentang topik motif berafiliasi. Meskipun demikian penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain Jika
dalam penelitian sebelumnya kebanyakan bertema tentang motif berafiliasi
dengan adanya hubungan maupun tidak dan juga berkorelasi namun di
penelitian ini mengangkat fenomenologi yang merupakan suatu kejadian
menarik yang sedang terjadi saat ini. Penulis mengangkat motivasi
berafiliasi pada dewasa awal dengan klasifikasi usia (20-30 tahun), dan
penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis.
Dalam hal ini penelitian yang terkait Motivasi Berafiliasi pada Dewasa
Awal yang Nongkrong di Cafe belum peneliti jumpai pada jurnal-jurnal
18 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Motivasi Berafiliasi A. Pengertian Motif
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak
dari dalam untuk mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu,
maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan
untuk mencapai tujuan sangat dirasakan / mendesak.
Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to move . Branca (dalam Walgito 2010). Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk
berbuat atau merupakandriving force.
Menurut Guralnik (dalam Sobur, 2003) motif: suatu perangsang dari
dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya, yang menyebabkan seseorang
melakukan sesuatu.Sedangkan menurut R.S. Woodworth (dalam Sobur,
2003) mengartikan motif sebagai suatu set yang dapat atau mudah
menyebabkan individu untuk melakukan kegiata-kegiatan tertentu (berbuat
sesuatu) dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Hawkins (dalam Ulfah, t.t) mendefinisikan motif sebagai pembentukan
19
merangsang serta mendorong respon perilaku dan memberikan tujuan
khusus terhadap respon tersebut.
Pendapat yang hampir sama juga dinyatakan oleh Jahja (dalam Ulfah,
t.t) bahwa motif adalah dorongan yang datang dari dalam untuk melakukan
sesuatu. Dorongan dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu,
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini berarti motif sebagai kekuatan yang
ada dalam diri manusia yang menyebabkan bertindak atau berbuat untuk
memenuhi kebutuhannya maupun mencapai tujuan tertentu dan lebih
menekankan pada dorongan internal dalam diri individu.
Lindzey dkk. (dalam Ahmadi, 1999) motif adalah sesuatu yang
menimbulkan tingkah laku. Sedangkan menurut Gerungan (dalam Ahmadi,
1999) motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua
penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Martaniah (dalam Ahmadi, 1999) motif adalah suatu konstruksi yang
potensial dan laten, yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman, yang
secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada,
dan berfungsi menggerakkan serta mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Atkinson (dalam Ahmadi, 1999) motif sebagai suatu
disposisi laten yang berusaha dengan kuat untuk menuju ke tujuan tertentu,
tujuan ini dapat berupa prestasi, afiliasi ataupun kekuasaan.
Menurut Ahmadi (2002) motif adalah dorongan yang sudah terikat pada
20
tenaga penggerak yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu.
Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif.
Hill (dalam Pribadi, dkk., 2011) berpendapat munculnya dorongan yang
berwujud motif itu dipengaruhi oleh beberapa hal:
1) Karakteristik budaya atau kebiasaan yang sudah diyakini
kebenaran sehingga motif untuk dipenuhi oleh individu.
2) Intensitas komunikasi antara individu dengan obyek atau orang
lain. Semakin intensif dan bermakna dan itu merupakan kebutuhan pokok
manusia maka akan dipenuhi.
3) Tingkat kesulitan atau hambatan artinya apabila tingkat kesulitan
dan hambatan itu tinggi, maka kemungkinan akan tertundanya pemenuhan
motif itu atau bahkan tidak akan dipenuhi.
4) Tingkat urgensi artinya tingkat kepentingan atau mendesak
tidaknya motif itu dipenuhi. Semakin mendesak maka motif itu dengan
cepat akan dipenuhi.
5) Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam
memenuhi motif itu.
6) Kesempatan atau peluang waktu yang dimiliki seseorang untuk
memenuhi motif itu.
7) Konsep diri yang dimiliki seseorang sebagai dasar dalam
kehidupan sehari-hari dan pengalaman hidup.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motif merupakan tahap awal
21
atau disposisi (kesiap-siagaan) saja. Sebab motif tidak selamanya aktif.
Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk mencapai
tujuan sangat mendesak. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut
dengan motivasi.
B. Pengertian Motivasi
Sedangkan motivasi sendiri menurut Chaplin (1997) adalah sebagai
suatu energi yang mengorganisasi perilaku secara terpelihara, terarah pada
tujuan tertentu yang ditimbulkan oleh suatu ketegangan dalam diri individu
sebagai factor penggerak organisme.
Menurut M. Utsman Najati, motivasi adalah kekeuatan penggerak yang
membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah
laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. Motivasi ini memiliki
tiga komponen pokok, yaitu :
a) Menggerakkan
Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu,
membawa seseorang untuk bertindak dengan cara-cara tertentu.
b) Mengarahkan
Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia
menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan
terhadap sesuatu.
22
Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah
laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
Winskel (1987) mengungkapkan bahwa, motivasi adalah
suatukomponen yang paling penting dari pembelajaran dan suatu komponen
yang paling sukar untuk diukur.
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandaidengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Sudah dijelaskan di muka bahwa motif dalam psikologi mempunyai arti
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah
laku. Karena dilatarbelakangi adanya motif, tingkahlaku tersebut disebut
“tingkahlaku bermotivasi”. Tingkahlaku bermotivasi itus endiri dapat
dirumuskan sebagai “tingkahlaku yang dilatarbelakangi oleh adanya
kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, agar suatu
kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut mengandung tiga elemen
penting, yaitu :
a. Bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada
diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam system
”Neurophysiological” yang ada pada organisme manusia.
23
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya
akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa “feeling”, afeksi
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan
persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan
tingkah manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi
dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi,
yakni tujuan.
Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang / terdorong oleh adanya unsur lain,
dalam hal ini adalah tujuan. Dari ketiga elemen diatas, maka dapat
dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi
akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri
manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan,
perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan
sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan
keinginan.
Begitu juga dalam teori kebutuhan Maslow (dalam Sobur, 2003),
Maslow berpendapat bahwa manusia sebagai pendorong (motivator)
membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Maslow menggolongkan
kebutuhan manusia pada lima tingkat kebutuhan yakni:
24
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
3. Kebutuhan cinta dan memiliki-dimiliki (belongingness and love needs)
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs)
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) C. Pengertian Afiliasi
Afiliasi merupakan kebutuhan untuk berada di dekat orang lain dan
saling membahagiakan satu sama lain. Murray (dalam Friedman, dkk.,
2008).
Menurut Murray (dalam Walgito, 2010) Afiliasi (affiliation) yaitu motif atau kebutuhan yang berkaitan dengan berteman, untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain.
Menutut Mc Clelland (dalam Pribadi, dkk., 2011) kebutuhan afiliasi
merupakan kebutuhan yang pemenuhannya memerlukan hubungan yang
hangat dan akrab dengan orang lain. Tampak pada segi hubungan pribadi
dan bekerjasama dengan orang lain, serta dicapainya persetujuan atau
kesepakatan dengan orang lain.
Motivasi berafiliasi muncul karena secara riil orang mempunyai
berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi apabila ingin kehidupannya
berjalan terus. Seseorang menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-harinya,
dirinya menjadi perantara satu dengan yang lainnya untuk mencapai
25
bersikap dan bertindak untuk membentuk orang lain yang menyenangkan
dan saling pengertian.
Menurut Kulsum, dkk.(2014) bahwa Kebutuhan afiliasi adalah motif
dasar untuk mencari dan mempertahankan relasi interpersonal. Kebutuhan
afiliasi juga terkait dengan kecenderungan untuk memebentuk pertemanan
dan untuk bersosialisasi, berinteraksi secara dekat dengan orang lain,
bekerjasama dengan orang lain dengan cara yang bersahabat, dan jatuh
cinta.
Murray, Hall dkk. (dalam Kusumadewi, dkk., 2008) mengemukakan
bahwa kebutuhan afiliasimerupakan keinginan untuk mendekatkan diri,
bekerja sama, saling menerimadan memberi kepada orang lain yang
mempunyai persamaan dengan dirinya,menyenangkan orang lain dan
mencari afeksi dari mereka, serta patuh dan setiakepada teman.
Menurut Mc Clelland (dalam Kusumadewi, dkk., 2008) ciri-ciri tingkah
laku individu yang didorong oleh kebutuhan berafiliasi yang tinggi akan
nampak sebagaiberikut, yaitu: lebih memperhatikan segi hubungan pribadi
yang ada dalampekerjaan daripada segi-segi tugas yang ada pada pekerjaan
itu, melakukanpekerjaannya lebih efektif bila bekerjasama bersama orang
lain dalam suasanayang lebih kooperatif, mencari kesepakatan atau
persetujuan dari orang lain, serta lebih suka bersama orang lain daripada
26
Mc Clelland (dalam Kusumadewi, dkk., 2008) bahwa kebutuhan
berafiliasi itu sangat baik dijelaskan dengan kata persahabatan. Pengukuran
kebutuhan berafiliasi ditentukan oleh sifat-sifat menjalin, membina, atau
memulihkan persahabatan dengan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
afiliasi merupakan suatu kebutuhan untuk bersama dengan orang lain,
kebutuhan untuk berbagi rasa, beramah-tamah dan juga saling
membahagiakan satu sama lain.
D. Kesimpulan Motivasi Berafiliasi
Di Indonesia dan juga di tempat-tempat lain, individu tidak akan dapat
menjalani kehidupannya tanpa kehadiran orang lain, karena pada
hakikatnya, individu mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama dengan
orang lain yang tentu saja kebutuhan tersebut tidaklah sama antara individu
yang satu dengan individu yang lain. Martaniah (dalam Aryana, t.t),
Kebutuhan ini merupakan bagian dari motif afiliasi.
McClelland (dalam Aryana, t.t) menyatakan bahwa motif afiliasi
mendorong adanya keramahan pada orang lain, upaya penjagaan hubungan
baik dengan orang lain dan usaha untuk menyenangkan orang lain. Swenson
(dalam Aryana, t.t) menambahkan bahwa motif afiliasi terefleksikan dalam
perilaku yang ditujukan kepada orang lain.
Menurut Mc Clelland (dalam Pribadi, dkk., 2011) kebutuhan afiliasi
27
hangat dan akrab dengan orang lain. Tampak atau kesepakatan dengan
orang lain. Motif berafiliasi muncul karena secara riil orang mempunyai
berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi apabila ingin kehidupannya
berjalan terus. Seseorang menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-harinya,
dirinya menjadi perantara satu dengan yang lainnya untuk mencapai
tujuannya.
McClelland (dalam Pribadi, dkk., 2011) menyatakan bahwa motif
afiliasi mendorong adanya keramahan pada orang lain, upaya penjagaan
hubungan baik dengan orang lain dan usaha untuk menyenangkan orang
lain. Pencapaian prestasi yang tinggi akan mendorong terjadinya persaingan
antar individu yang akan merusak hubungan antar individu.Orang yang
mempunyai motif berafiliasi tinggi akan mempunyai dorongan untuk
membuat hubungan dengan orang lain, karena berkeinginan untuk disukai.
Seseorang mampu untuk memunculkan motif berafiliasinya, akan muncul
suatu keseimbangan perilaku pada dirinya untuk mencoba agar disukai
orang lain, masing-masing orang akan mencoba untuk menyesuaikan satu
dengan yang lain.
Motif afiliasi pada diri seseorang memungkinkan seseorang selalu
membutuhkan kehadiran orang lain karena dengan kehadiran orang lain,
seseorang dapat melakukan kerja sama dan membuat kesepakatan dengan
orang lain dalam melakukan suatu pekerjaan. Hubungan pribadi dengan
28
Mc Clelland (dalam Ulfah, t.t) mendefinisikan motif afiliasi sebagai
keinginan untuk meluangkan waktu dalam aktivitas dan hubungan sosial.
Keinginan tersebut merupakan keinginan dasar untuk membentuk dan
mempertahankan beberapa hubungan antarpribadi yang penting, positif dan
bertahan lama.
Individu yang mempunyai motivasiberafiliasi yang tinggi cenderung
menghabiskan lebih banyak waktunya untuk mempertahankan hubungan
sosial, bergabung dengan kelompok-kelompok, dan selalu ingin
dicintai.Individu akan sangat memperhatikan hubungan interpersonal yang
dimilikinya, individu ini tidak terlalu sukar mengatur orang lain sebaliknya
akan lebih banyak menuruti kelompok sosialnya demi menjaga
hubungannya.
McClelland (dalam Aryana, t.t) menyatakan bahwa ada lima
karakteristik individu dengan motivasi berafiliasi yang tinggi, yaitu:
1. menunjukkan performa yang lebih baik ketika insentif
afiliatif tersedia.
2. memelihara hubungan interpersonal.
3. kooperasi, konformitas, dan konflik.
4. perilaku managerial.
5. takut untuk ditolak.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditegaskan bahwa motivasiberafiliasi
29
berasal dari dalam diri dengan melakukan pengembangan dalam
memelihara hubungan yang positif dan berafeksi dengan orang lain, tujuan
untuk disukai dan diterima.
Berikut ini peneliti menggunakan aspek-aspek dari motif berafiliasi
sebagai bagian dari motivasi berafiliasi,
2. Aspek motif berafiliasi
Aspek-aspek motif afiliasi menurut Weiss dkk (dalam Ulfah, t.t)
sebagai berikut:
a. Social comparison
Kebutuhan untuk mengatasi ketidakjelasan tentang identitas
dirinya denga jalan mencari informasi dari lingkungan sosial
tempat individu berada.
b. Emotional support
Berwujud kebutuhan untuk mendapatkan simpati dari orang
lain.
c. Positive stimulation
Kebutuhan akan situasi afektif maupun kognisi yang
menyenangkan dalam proses afiliasi.
d. Attention
Kebutuhan akan perasaan, harga diri, pujian, memiliki
30
Pendapat yang hampir sama juga dinyatakan oleh Hill (dalam Ulfah, t.t)
bahwa aspek dari motif afiliasi, yaitu:
a. Stimulus Positif (Positive Stimulation)
Merupakan kebutuhan seseorang akan kondisi yang
menyenangkan dalam proses afiliasi melalui kedekatan
hubungan antar personal yang diwujudkan melalui kontak fisik
yang melibatkan perasaan dan emosi yang mendalam dan
membina hubungan yang harmonis, kasih sayang dan rasa
cinta.
b. Dukungan Emosional (Emotional Support)
Adalah kebutuhan untuk mendapatkan simpati atau
berteman saat mempunyai masalah dan keinginan untuk
diperhatikan yang berguna untuk mengurangi perasaan negatif,
yaitu rasa takut atau tekanan situasi dengan percaya pada orang
lain.
c. Perbandingan Sosial (Social Comparison)
Merupakan suatu kebutuhan individu untuk membina
hubungan sosial dan mengurangi ketidakjelasan mengenai
identitas diri dalam hubungan dengan orang lain dengan cara
melakukan perbandingan dengan orang lain.
d. Perhatian (Attention)
Merupakan kebutuhan seseorang untuk diperhatikan
31
dalam pergaulan, serta kebutuhan akan dorongan untuk
membina hubungan sosial melalui persetujuan dan
dukungan orang lain.
3. Dimensi Atribut dan Indikator Motivasi Berafiliasi sebagai berikut: 1. Stimulus Positif (Positive Stimulation)
a) Hubungan interpersonal melalui perasaan
b) Membina hubungan yang harmonis
c) Mencurahkan kasih sayang
2. Dukungan Emosional (Emotional Support)
a) Ingin mendapatkan simpati dari orang lain
b) Kepercayaan terhadap orang lain
3. Perbandingan Sosial (Social Comparison)
a) Membina hubungan sosial dalam hal berinteraksi
b) Selalu membandingkan diri sendiri dengan
kemampuan dan pendapat orang lain
4. Perhatian (Attention)
a) Membutuhkan perhatian dan pujian dari orang lain
b) Ingin dihargai orang lain
c) Ingin mendapatkan pengakuan diri dari orang lain
4. Dewasa Awal yang Nongkrong di Cafe
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur
40 tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
32
masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal
diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan
pencari nafkah, keinginan-keinginan baru, mengembangkan sikap-sikap
baru, dan nilai-nilai baru sebagai tugas baru ini (dalam Hurlock, 1996).
Hurlock (1996), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang
menonjol dalam masa-masa dewasa awal sebagai berikut:
1. Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan
Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan. Pada masa ini individu
menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Yang berarti seorang pria
mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai ibu dan
pengurus rumah tangga.
2. Masa dewasa dini sebagai usia reproduktif
Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup
orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu
saat ia berusia duapuluhan atau pada awal tigapuluhan.
3. Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus
dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda
dengan dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumya.
33
Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi secara baiksehingga menjadi stabil
dan lebih tenang.
5. Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan
hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja
diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.
6. Masa dewasa dini sebagai masa komitmen
Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan,
dimana mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki
komitmen-komitmen sendiri.
7. Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih
tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang
berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai
pendidikan.
8. Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai
Perubahan karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih
luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dari kacamata orang dewasa. Perubahan
nilai ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima
oleh anggota kelompok orang dewasa, individu menyadari bahwa
kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional
34
9. Masa dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup
baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orang tua.
10. Masa dewasa dini sebagai masa kreatif
Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orang
tua maupun guru-gurunya sehingga terbebas dari belenggu ini dan bebas
untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung
dengan minat dan kemampuan individual.
Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan
pada masa dewasa awal (18-40 tahun) adalah mencari pasangan hidup
(Havighurst dalam Monks, 2001), yang selanjutnya akan diteruskan pada
proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20 tahun
pemilihan struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33
tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap stabil. Dalam fase
kemantapan (33-40 tahun) orang dengan kematangannya mampu
menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan
karier sebaik-baiknya. Pekerjaan dan kehidupan keluarga membentuk
struktur peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan
dalam aspek tersebut (Levinson dalam Monks, 2001).
Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah menginjak usia
21 tahun (meski belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum
berusia 21 tahun). Di indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun juga. Hal
35
selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap
perbuatan-perbuatannya (Monks, 2001). Dikatakan oleh Hurlock (1990)
bahwa seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh
secara maksimal, siap berproduksi, dan telah dapat diharapkan memiliki
kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan
memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam
masyarakat.
Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat
dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada
perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock
(1990) membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:
1. Masa Dewasa Awal (18-40 tahun)
Pada masa ini perubahan-rubahan yang nampak antara lain perubahan
dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tigkah laku
sosial.
2. Masa Dewasa Madya (40-60 tahun)
Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai
menurun. Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke
masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
3. Masa Dewasa Akhir (60-meninggal)
Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis
36
tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi
yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal
adalah individu yang berada pada rentang usia antara 18 tahun hingga 40
tahun dimana terjadi perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh,
minat, sikap serta tingkah laku sosial. Individu tidak lagi harus bergantung
secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta
masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat maupun sosial,
dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa
awal, antara lain:
a. Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
b. Belajar hidup bersama dengan suami istri
c. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
d. Dituntut adanya kesamaan cara serta faham
e. Mengelolah rumah tangga
f. Mulai bekerja dalam suatu jabatan
g. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara secara layak
h. Memperoleh kelompok sosial yang sesuai dengan nilai-nilai atau
fahamnya.
Penelitian secara spesifik memilih masa dewasa awal dengan batasan
usia 20-30 tahun sebagai klasifikasi usia subjek penelitian, karena pada usia
37
keterasingan sosial, juga masa ketergantungan sebagaimana pada ciri-ciri
masa dewasa awal yang dikemukakan oleh Hurlock (1996), dengan begitu
di usia ini seseorang sangat membutuhkan dukungan dari orang
disekitarnya. Fenomena yang terjadi di tengah masyarakat saat ini dalam
mencari kelompok sosial kebanyakan seseorang memilih tempat cafe
sebagai tempat menongkrong untuk mencari maupun membina kelompok
sosial yang menyenangkan. “Nongkrong” merupakan kegiatan yang sering
dilakukan para remaja dan orang-orang yang masih masuk dalam kategori
produktif. Kegiatan ini dapat dilakukan dimana saja, termasuk di cafe-cafe
atau tempat berkumpul lainnya. Nongkrong bagi anak muda merupakan salah satu kegiatan untuk mengisi waktu luang mereka setelah penat bekerja
atau sekolah. Bagi para penyuka kegiatan nongkrong ini, mereka membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana
itu berupa tempat, kenyamanan yang ditawarkan, dan juga produk yang
tersedia.
Dalam hal ini cafe menjadi suatu media bersosialisasi pada berbagai
kalangan, yang mana kita dapat menjumpai cafe yang dipenuhi oleh
kalangan anak muda yang berkumpul bersama relasinya dan terlibat dalam
suatu pembicaraan ringan seputar kehidupan mereka khususnya pada
golongan masa dewasa awal yang banyak terlihat di tempat tersebut. Dan
yang lebih romantis tentu saja kafe sebagai lokasi kencan.Pengunjungnya
pun berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari kalangan
38
ada juga komunitas-komunitas tertentu seperti komunitas gank motor,
komunitas bloggers, komunitas sosialita dan lain sebagainya.
Dari segi kenyamanan pun, kafe memang memiliki nilai lebih karena
suasananya tidak terlalu formal dan bisajauh lebih santai (dalam Hasrullah,
2012).Untuk itulah cafe banyak dipilih sebagai tempat dalam pemenuhan
afeksi seseorang dalam mendapatkan dukungan dari sahabat maupun
kelompok sosialnya. Begitu juga pada subjek penelitian ini yang suka
mengunjungi cafe sebagai sarana dalam mengembangkan motivasi
berafiliasinya dengan sahabat dekatnya.
5. Batasan Konsep Penelitian
Batasan Konsep penelitian ini dijelaskan bahwa Motivasi Berafiliasi
pada dewasa awal dengan rentan usia 20 hingga 30 tahun disini
merupakanpengembangan dari proses sebuah dorongan dan juga hasrat
keinginanyang muncul dari dalam diri individu yangbertujuan untuk
membina dan memelihara hubungan interpersonal yang positif dan
berafeksi, keinginan untuk disukai dan diterima dilingkungan sosialnya
dengan melibatkan para sahabat sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan
berafiliasi serta menjadikan sebuah cafe sebagai salah satu objekyang
berada di luar rumah sebagai tempat dalam mencurahkan atau menyalurkan
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Kualitatif yaitu
sesuatu yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat berpisah-pisah
menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan (Arikunto, 2006).Menurut
Creswell (2013), penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau
sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.
Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan
data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif
mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan
menafsirkan makna data.
Fokus dalam penelitian ini adalah Motivasi Berafiliasi Pada Dewasa Awal Yang Nongkrong Di Cafe. Guna mendalami fokus tersebut penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Laporan akhir untuk penelitian ini
memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapapun yang terlibat
dalam penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang
bergaya interpretasi, yang berfokus terhadap apa yang dialami individual
untuk pemberian makna atas apa yang dialaminya tersebut, dan
40
penelitian kualitatif menurut Sutopo dan Arief (dalam Susilo, 2011)
merupakan penelitian yang ditujukan untuk melakukan deskripsi dan anilisis
terhadap: fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, persepsi dari setiap
individu maupun pada kelompok tertentu. Penelitian jenis ini bersifat
induktif, dimana data di lokasi riset akan menjadi sumber utama adanya
fenomena dan permasalahan dalam proses pengamatan yang dilakukan.
Akhirnya suatu Penelitian kualitatif harus sistematis, solid dan
direncanakan dengan baik untuk menjadikannya kredibel/dapat dipercaya
dan mengikat. Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh
seperti hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan
lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam
bentuk angka. Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang
diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.
Hakikat pemaparan dalam penelitian kualitatif adalah, data pada
umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu
41
menguasai bidang ilmu yang ditelitinya, sehingga dapat memberikan
justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.
Aspek- aspek yang perlu dipertimbangkan dalam riset kualitatif
meliputi:
1. Pengembangan metode penelitian kualitatif terdiri dari 5 langkah
yaitu (Bungin dalam Susilo, 2011):
a. Langkah Pertama: Mencari makna.
b. Langkah Kedua: Berawal fakta.
c. Langkah Ketiga: Melakukan observasi, mencatat semua fakta
secara holistik dan bersifat alamiah (naturalistik).
d. Langkah Keempat: Memahami/intepretasi fakta, membuat
deskripsi fenomena yang diamati.
e. Langkah Kelima: Perumusan generalisasi bersifat teoritis;
proposisi, konsep, teori.
Menurut Creswell (2013), peneliti kualitatif membangun makna tentang
suatu fenomena berdasarkan pandangan-pandangan dari para partisipan.
Untuk penelitian yang satu ini, peneliti berusaha menyelidiki suatu isu yang
berhubungan dengan marginalisasi individu-individu tertentu. Untuk
meneliti isu ini, cerita-cerita dari individu tersebut dengan menggunakan
pendekatan naratif. Individu-individu ini kemudian diwawancarai untuk
mengetahui bagaimana mereka secara pribadi mengalami penindasan dan
42
Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu
pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan
emosional antar peneliti dan responden sehingga didapatkan data yang
mendalam, dan bukan pengangkaan. Penelitian kualititatif memiliki tujuan
untuk mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami
suatu fenomena sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah
sehingga dicapai suatu pemahaman yang ada.
karakteristik penggunaan pendekatan kualitatif lebih lanjut akan
nampak pada tahap pengembangan metodologis penelitian. Metodologi
penelitian merupakan sebuah strategi penelitian yang menggerakkan asumsi
filosofis dasar pada desain riset dan pengum-pulan data. Pilihan metode
penelitian berpengaruh pada cara yang ditempuh peneliti dalam
mengumpulkan data.
Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang
menampakkan. Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,
fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di
luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena
fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam
memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat “penyaringan” (ratio),
sehingga mendapatkan kesadaran yang murni. Denny Moeryadi (dalam
43
Donny (dalam Hajaroh, t.t) menuliskan fenomenologi merupakan
sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.
Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu
pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan
langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan prasangka, dan
tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam
filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan
seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam
fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul
dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang
essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti.
Smith (dalam Hajaroh, t.t).
Dalam studi fenomenologis ini dibantu dengan Analisis Fenomenologi
Interpretatif (AFI) atau Interpretative Phenomenologi Analysis (IPA). IPA
dalam Smith dan Osborn (dalam Hajaroh, t.t) bertujuan untuk mengungkap
secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya.
Sasaran utamanya adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, status
yang dimiliki oleh partispan. Juga berusaha mengeksplorasi pengalaman
personal serta menekankan pada pesepsi atau pendapat personal seseorang
44
Teknik wawancara yang dipilih adalah teknik wawancara mendalam,
karena didalamnya peneliti menyelidiki peristiwa, aktivitas, program dan
proses individu di masa lalu.Dalam konteks penelitian yang akan dikaji dan
yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah motivasi berafiliasi
pada dewasa awal yang sedang menongkrong di cafe.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan
penelitian seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi pengambilan data
pada subjek utama di Cafe Cangkul, porong-Sidoarjo dan subjek pertama
adalah MD. Dan untuk significant other MD dilakukan pengambilan data
ditempat yang sama.
Sedangkan pada lokasi penelitian subjek kedua yakni YP adalah di
Royal Plaza Surabaya. Untuk significant other subjek kedua ini adalah
sahabat dekat YP dan tempat penelitian berlokasikan yang sama.
Untuk subjek ketiga adalah IH, penulis melakukan pengambilan data
di rumah subjek yang beralamatPerum. Sumorame Candi-Sidoarjo.
Sedangkan untuk significant other subjek ketiga ini adalah sahabat dekat IH
yang juga sebagai kakak dari IH sendiri dan dalam hal penelitian akan
dilakukan di tempat yang sama.
3. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2008) Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya