• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keberlakuan Undang–Undang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pembantu Rumah Tangga (PRT) T1 312006042 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keberlakuan Undang–Undang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pembantu Rumah Tangga (PRT) T1 312006042 BAB I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang paling sering terangkat di permukaan.Aspek hukum ketenagakerjaan1,harus selaras dengan perkembangan ketenagakerjaan saat ini sehingga substansi kajian hukum ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hubungan kerja semata, akan tetapi telah bergeser menjadi hubungan hukum antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang substansi kajian tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment), tetapi setelah hubungan kerja (post employment).

Konsepsi ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji perangkat hukum yang ada sekarang. Bidang hukum ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja adalah bidang hukum yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya untuk memperoleh lowongan pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh Tenaga Kerja sebelum mendapatkan pekerjaan.2

Permasalahan ketenagakerjaan yang masih sering dikesampingkan adalah perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT). Kendati semakin

1

Pasal 1 Butir 1 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 2

(2)

banyak Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah pekerja perempuan dan laki-laki sebagai pekerja rumah tangga (PRT) masih berada di luar sistem perundangan formal. Sebagai gantinya, hubungan kerja antara para PRT dan pemberi kerja umumnya hanya diatur berdasarkan kepercayaan saja.3

Bagi sejumlah pekerja ini, kepercayaan merupakan pengganti yang buruk untuk perlindungannya dan tidak adanya peraturan,berujung pada pelecehan dan eksploitasi fisik, mental, emosional atau seksual, selain itu juga belum adanya undang-undang untuk melindungi pekerja pembantu rumah tangga. Oleh karena itu beberapa PRT juga harus memiliki keberanian untuk menuntut pemenuhan hak mereka karena pada dasarnya hubungan antara majikan dengan PRT bersifat hubungan kerja professional.

PRT merupakan orang yang memberikan jasanya untuk orang lain dalam sebuah ikatan kerja. Meskipun ikatan kerja yang dilakukan antara PRT dengan majikannya rata-rata dilakukan secara lisan, tetapi hal ini tidak merubah statusnya sebagai pekerja bagi majikan yang memberi pekerjaan dan membayar jasanya. Oleh karena itu PRT juga harus mendapatkan perlindungan atas statusnya sebagai seorang pekerja.

Melihat alasan pemilihan judul di atas penulis memilih judul Keberlakuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pembantu Rumah Tangga (PRT).

3

(3)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia4, Keberlakuan diartikan sebagai perihal berlaku. Sehingga Keberlakuan Undang–undang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Pembantu Rumah Tangga (PRT) dalam skripsi ini diartikan sebagai perihal berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam melindungi hak dan melaksanakan kewajiban PRT sebagai pekerja.

B. Latar Belakang Masalah

Pekerjaan sebagai PRT merupakan pekerjaan yang didominasi oleh perempuan berlatar belakang pendidikan rendah dan status sosial ekonomi rendah. Peluang pekerjaan ini lebih terbuka lebar di daerah perkotaan seiring berubahnya fungsi peran ibu dalam rumah tangga sebagai pencari nafkah. Sebagaimana terdapat di lingkungan Perumahan Argamulya, beberapa wanita bekerja sebagai PRT. Hasil pra penelitian menunjukan bahwa PRT bekerja tanpa adanya substansi perjanjian yang jelas, akan tetapi perjanjian yang dibuat secara lisan tersebut hanya memuat kewajiban melakukan pekerjaan kerumahtanggan dan besarnya gaji yang menjadi hak PRT setiap bulanya5.

Semua perlindungan hak-hak pokok pekerja yang ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, diperinci hanya berlaku bagi para pekerja untuk para pengusaha. Itu sebabnya, PRT dan pekerja lain yang cara kerjanya tidak masuk dalam definisi dipekerjakan oleh 'pengusaha' tidak dimasukkan dalam perlindungan hak-hak dasar para pekerja yang meliputi semua pekerja lain di Indonesia. Akibatnya PRT dibiarkan tanpa perlindungan hukum atas hak-hak

4Hal. . Ka us Besar Bahasa I do esia . Pusat Bahasa Departe e Pe didika Nasio al. 5

(4)

kerja mereka. Padahal berdasarkan hasil penelitian Pudjiwati diketahui bahwa rata-rata jam kerja per rumah tangga dalam satu tahun untuk pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan yang langsung menghasilkan adalah 19,24 jam dalam setiap harinya. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan rumahtangga lebih berat dibandingkan dengan rata-rata jam kerja pada pabrik ataupun jenis usaha lain6. Dari data pengamatan di lapangan diketahui bahwa upah yang diterima oleh PRT di perumahan Argamulya Salatiga7 rata-rata belum sesuai dengan besarnya UMR Kota Salatiga, yakni Rp 974.000,008.

Di samping standar ILO, Indonesia mengakui beberapa norma hukum internasional lain yangberkaitan dengan PRT, antara lain:

1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

2. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Politi-cal Rights/ICCPR)

3. Kovenan Internasional tentang Dampak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR)

4. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW)

5. Konvensi tentang Hak-hak Anak (The Convention on the Rights of the Child)

6 Pekerja A ak: Beberapa Per asalaha Dasar . Irwa to. Warta De ografi. No. . Jakarta: Lembaga Demografo FE UI. 1994. Hal.20

7

Hasil Penelitian, 5 Juli 2012 8

(5)

6. Konvensi untuk Penekanan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Prostitusi lainnya (Convention for the Suppression of the Traffic in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others).

Undang-undang sebagaimana kaedah pada umumnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Oleh karena itu harus dilaksanakan atau ditegakkan. Untuk dilaksanakan undang-undang harus diketahui semua orang, agar dapat memenuhi asas tersebut, maka undang-undang harus tersebar luas serta harus jelas pula. Kejelasan undang-undang ini sangat penting, oleh karena itu setiap undang-undang selalu dilengkapi dengan penjelasan yang dimuat dalam Lembaran Negara. Sekalipun nama serta maksudnya sebagai penjelasan tetapi tidak jarang juga tidak memberi

kejelasan, karena hanya diterangkan “cukup jelas” padahal teks undang

-undangnya tidak jelas dan masih memerlukan penjelasan. Kalaupun jelas, undang-undang tidak mungkin lengkap dan tuntas. Akan tetapi, meskipun besarnya niat yang dicantumkan di mukadimahnya, hak-hak yang dituliskan dalam undang-undang ini tidaklah berlaku luas bagi semua pekerja di Indonesia, dan para PRT termasuk mereka yang tidak dilindungi undang-undang ini.9

Tenaga Kerja adalah orang yang bekerja atau melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain di dalam suatu hubungan kerja yang tujuannya untuk menghasilkan suatu barang ataupun memberikan jasa guna memenuhi kebutuhan orang lain atau masyarakat, namun perbedanya terdapat pada

(6)

sektor formal dan informalnya. Dengan melihat rumusan tersebut, PRT termasuk pekerja dalam sektor informal karena pekerjaan PRT tidak ada klasifikasinya hanya mengerjakan segala hal menurut perintah pemberi kerja. Jadi peranan PRT tersebut ditentukan oleh pemberi kerja. Berkaitan dengan pengaturan ketenagakerjaan di Indonesia telah dituangkan dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan yang ada, apakah UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut menjangkau tenaga kerja PRT?

Pertama, pemerintah menyatakan, majikan pekerja rumah tangga tidak bisa tergolong Pemberi Kerja, ia bukan badan usaha dan dengan demikian

bukan “pengusaha” di dalam artian UU tersebut. Hal ini sebagai imbalan atas

kontribusi ekonomi yang diberikan para PRT terhadap para majikannya dengan memberikan mereka kebebasan untuk terlibat di dalam kegiatan-kegiatan yang lebih menguntungkan. Karena PRT dianggap tidak dipekerjakan oleh pengusaha, mereka tidak diberikan perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang terhadap pekerja lainnya. Pemerintah tidak

memasukan PRT sebagai “pekerja” sebagaimana dalam UU No.13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan karena “pemberi kerja” dalam hubungan antara PRT dengan majikan, bukan pengusaha sementara pemerintah memuat bahwa pemberi kerja haruslah pengusaha.10

Kedua, PRT adalah “pekerja” sebagaimana yang dimaksud dalam UU

No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dasar pemikiran hal ini termuat

10

(7)

Pasal 1 Butir 4 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan secara hukum, PRT seharusnya diakui sebagai pekerja berdasarkan definisi Pasal 1 Butir 4 di atas, sebab PRT dipekerjakan oleh pemberi kerja perseorangan. Berdasarkan definisi Tenaga Kerja dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, PRT adalah pekerja, dan hubungan PRT dengan majikan mereka adalah hubungan kerja, dengan melihat pendapat di atas maka PRT mestinya tunduk pada UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan11. Sedangkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak memasukkan PRT sebagai pekerja, dalam hal ini bagian dari buruh. Kondisi kerja yang wajar akan diterima oleh PRT jika kebetulan majikan yang ditemui memperlakukannya dengan baik. Kalaupun tidak, ketika akan memperkarakan PRT yang bermasalah pun mengalami kesulitan karena tidak adanya acuan dalam memutuskan perkara sehingga dari waktu ke waktu kasus PRT hanya berhenti ditengah jalan, tanpa ada penyelesaian hukum secara adil.12

Maka dari itu sama halnya dengan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hendaknya harus jelas dan tuntas sebagaimana penjelasan di atas khususnya bagi pekerja rumah tangga ( PRT ).

11

Hal 153. Edriana Noerdin. Perlindungan Buruh Perempuan dan Kebijakan Ketenagakerjaan Indonesia: Situasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia.

12hal . Murya ti, Upaya Perli du ga PRT ,

(8)

C. Rumusan Masalah

Atas dasar uaian di atas, maka dirumuskan masalah apakah UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan secara normatif berlaku bagi PRT?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini untuk mengetahui keberlakuan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dalam hubungan kerja antara PRT dengan Pemberi Kerja.

E. Metode Penelitian

Penelitian sebagai suatu kegiatan ilmiah pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Oleh karena itu dibutuhkan metode penelitian yang tepat agar hasil penelitian sesuai dengan masalah dan tujuan dilakukannya penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis gramatikal.

1. Jenis penelitian

(9)

Pendekatan normatif yang dilakukan yakni :

a) Pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan ketenagakerjaan di Indonesia. Hasil dari telaah tersebut selanjutnya digunakan sebagai simpulan mengenai masalah dalam penelitian ini.

b) Pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mengkaitkan antara pendapat para ahli untuk menjawab masalah yang diteliti dalam skripsi ini.

2. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan data yang dikumpulkan dari bahan hukum primer yakni UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. b) Bahan Hukum Sekuder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan pendukung yang erat kaitannya dengan bahan-bahan hukum primer. Data yang digunakan sebagai bahan hukum sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

(10)

3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

4) Peraturan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). 5) Draft III RUU P PRT Depnakertrans.

c) Bahan Hukum tersier

Bahan Hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan informasi terkait dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni terdiri dari buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti yang memuat materi tentang:

1) Regulasi peraturan pemerintah. 2) Perlindungan anak dan perempuan. 3) Hermeneutika Hukum.

4) Perjanjian Kerja.

5) Metode Penemuan Hukum.

6) Jurnal Perempuan Perlindungan PRT. 7) Perspektif Hubungan Industrial.

Referensi

Dokumen terkait

For this particular use case, we will leverage a simple CloudFormation template that will essentially set up an Amazon Elasticsearch domain to filter and visualize the

Kontrak Pekerjaan Yang Sedang Dilaksanakan (jika ada) Demikian disampaikan atas perhatiannya diucapkan terima

Seluruh asli dokumen penawaran Saudara yang telah diunggah melalui LPSE

Apabila dalam waktu tersebut perusahaan Saudara tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka perusahaan

Make sure that the products or services that you will be offering are desired, do not just decide to open up a store with out doing any market research is like playing craps,

If poker is your game it is a little different, most games depend on luck and all you really need to know if the basics, but poker is totally different because you are playing

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Fitri Apriliyanti 2014

Kesimpulan: apabila p value 0,05 maka tidak ada pengaruh yang signifikan varia- bel bebas (akuntabilitas, independen- si dan profesionalisme) secara ber- sama-sama