ANALISIS FATWA DSN MUI NO. 23/DSN-MUI/III/2002
TERHADAP PENALTI NASABAH YANG MELUNASI UTANG
SEBELUM JATUH TEMPO DI BRI SYARIAH KCP
BOJONEGORO
SKRIPSI
Oleh:
Ainin Faricha
NIM: C02213005
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan penelitian lapangan denga judul “
Analisis Fatwa
DSN MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 Terhadap Penalti Nasabah Yang Melunasi
Utang Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah Kcp Bojonegoro
”, Penelitian ini
mempunyai tujuan untuk menjawab pertanyaan diantaranya yaitu: (1) bagaimana
aplikasi penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum masa jatuh tempo di
BRI Syariah KCP Bojonegoro (2) bagaimana analisis Fatwa DSN MUI no.
23/DSN-MUI/III/2002
terhadap penalti nasabah yang melunasi utang sebelum
jatuh tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro.
Data penelitian yang diteliti ini menggunakan metode interview dan telaah
dokumen. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yaitu menggambarkan
data tentang pelaksanaan akad pembiayaan
mura>bah}ah di BRI Syariah KCP
Bojonegoro yang dianalisis dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk
menyimpulkan melalui pola pikir induktif mengenai aplikasi penalti pada
nasabah yang melunasi utang sebelum jatuh tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro, kemudian data tersebut akan dianalisis melihat Fatwa DSN MUI
No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam mura>bah}ah.
Data yang diperoleh, yaitu tentang pelaksanaan atau aplikasi dari
pembiayaan
mura>bah}ah di BRI Syariah KCP Bojonegoro. Nasabah yang ingin
mengajukan pembiayaan
mura>bah}ah berarti diwajibkan untuk melakukan
pelunasan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Nasabah bisa melakukan
percepatan pelunasan sebelum jatuh tempo jika mampu. Namun hal tersebut
nasabah justru dikenakan penalti sebesar dua kali margin. Berdasarkan hasil
penelitian pengenaan penalti pada nasabah yang mampu melunasi utang sebelum
jatuh tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro sangat bertolak belakang atau tidak
sama dengan Fatwa DSN MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002, karena nasabah
bukanya mendapatkan potongan saat melakukan pelunasan justru dikenakan
penalti.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERTANYAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka... 8
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
x
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Penelitian ... 17
BAB II MURA>BAH}AH DALAM FATWA DSN MUI
A. Pengertian Mura>bah}ah ... 19
B. Landasan Hukum Mura>bah}ah... 20
C. Fatwa DSN MUI ... 22
1. Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI ... 22
2. DSN Mengeluarkan Fatwa ... 24
3. Fatwa Tentang Mura>bah}ah ... 25
4. Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Mura>bah}ah ... 25
5. Fatwa DSN MUI No. 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka
dalam Mura>bah}ah ... 29
6. Fatwa DSN MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon dalam
Mura>bah}ah ... 31
7. Fatwa DSN MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Potongan
Pelunasan dalam Mura>bah}ah ... 33
8. Fatwa DSN MUI No. 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan
Tagihan Mura>bah}ah ... 34
9. Fatwa DSN MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian
Piutang Mura>bah}ah ... 36
10.Fatwa DSN MUI No. 28/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Mura>bah}ah ... 37
xi
BAB III: PROFIL DAN TINJAUAN UMUM PRODUK PEMBIAYAAN
MURA>BAH}AH BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) SYARIAH
BOJONEGORO
A. Profil Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah
1. Sejarah Berdirinya ... 42
2. Visi dan Misi ... 44
3. Lokasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Indonesia ... 45
4. Struktur organisasi, Personalia dan Deskripsi tugas ... 45
5. Produk Akad ... 47
B. Produk Pembiayaan Mikro ... 55
C. Aplikasi Mura>bah}ah Pembiayaan Mikro, dan Aplikasi Penalti Nasabah
yang Melunasi Pembiayaan Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Aplikasi Penalti Nasabah Pada Nasabah Yang Melunasi Utang
Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro ... 66
B. Analisis Fatwa MUI No.23/DSN-MUI/III/2002 Terhadap Penalti
Nasabah yang Melunasi Utang Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah
KCP Bojonegoro ... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 73
xii
DAFTAR GAMBAR & TABEL
Gambar
Halaman
3.1
Produk-produk Pendanaan ... 48
3.2
Prosedur Pembiayaan Mikro ... 63
Tabel
3.1 Keterangan Struktur Organisasi, Personalia & Diskripsi Tugas ... 46
3.2
Syarat Pembukaan Tabungan Impian BRIS ... 49
3.3 Syarat dan ketentuan Tabungan Haji ... 50
3.4 Syarat dan ketentuan Deposito iB ... 51
3.5 Produk Pembiayaan Mikro ... 56
3.6 Persyaratan Dokumen Umum ... 61
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk bermuamalah kepada yang
lain agar supaya mereka saling tolong-menolong. Karena dalam kehidupan
bermasyarakat tidak akan pernah luput dari kebutuhan bertransaksi. Sebagai
umat Islam harus senantiasa mengabdi kepada Allah SWT dalam segala
aktivitas termasuk berhubungan dengan muamalah. Dengan bermuamalah
dapat mempererat tali silaturrahmi antar sesama manusia dan mempermudah
mendapat segala kebutuhan sehari-hari.
Islam adalah agama yang telah mendapatkan jaminan pertolongan dan
kemenangan dari Allah SWT bagi siapa saja yang berpengang teguh dengan
sebenar-benarnya. Allah SWT berfirman dalam surat As}-S{aff ayat 9 :
Artinya: Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas
segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.
Sumber hukum Islam berlandaskan dari empat pokok seperti
al-Quran, Hadis, Ijmak dan Qiyas juga telah mengatur aspek kehidupan
2
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 280 yang
berbunyi :
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
Mengetahui.
Pada kegiatan bermuamalah dilarang mengandung unsur riba> dalam
bentuk akad apapun. Dalam firman Allah SWT jelas yang isinya agar umat
Islam yang beriman menjauhkan diri dari praktik riba atau yang sejenisnya,
karena praktik riba dapat mengakibatkan kesengsaraan baik di dunia maupun
akhirat.
1Untuk itu, didirikanlah Perbankan Syariah yang tidak mengenal
sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah maupun penyimpan
dana di bank syariah. Pengertian perbankan syariah menurut Undang-undang
Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008
“Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah (BUS), unit usaha
syariah (UUS), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).”
Untuk itu, dalam menjalankan bisnis/ usaha secara syariah harus diawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang tugasnya mengawasi dan memastikan
bahwa transaksi di perbankan syariah tersebut sudah sesuai dengan prinsip
syariah.
3
Pembiayaan pada perbankan syariah memiliki banyak macam produk,
salah satu di antaranya adalah
mura>bah}ah. Pembiayaan
mura>bah}ah
adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam sistem mura>bah}ah ini, bank bisa membelikan/
menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh nasabah dan bank meminta
tambahan harga (cost plus) atas harga pembelian. Dalam hal ini, bank harus
memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembelian
dan keuntungan bersih (profit margin) dari cost plus-nya.
2Adiwarman A Karim berpendapat bahwa jual-beli
mura>bah}ah
berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut (harga pokok)
ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
3Lebih lanjut beliau
menjelaskan dalam pelaksanaan akad ini, seperti seorang membeli barang
kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu, berapa besar
keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau
dalam persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%. Dengan
demikian,
mura>bah}ah adalah akad jual-beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
Dalam Al Quran dasar hukum berlakunya mura>bah}ah secara umum
dijelaskan, di antaranya dalam surat Al-Baqarah ayat 275 dan surat An-Nisa
ayat 29
4
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah ayat 275)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.(QS. An-Nisa ayat 29)
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah merupakan salah satu lembaga
keuangan yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syari’ah. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah adalah salah satu
lembaga keuangan yang memiliki fungsi menghimpun dana masyarakat dan
menyalurkan dana masyarakat.
Salah satu pembiayaan yang ditawarkan oleh BRI Syariah adalah
5
telah memiliki usaha tetap setidak-tidaknya telah berjalan selama 2 tahun, dan
bahwa tujuan dari pembiayaan ini untuk digunakan sebagai kebutuhan modal
kerja atau investasi.
4Pembiayaan mikro yang ditawarkan BRI Syariah menggunakan akad
mura>bah}ah. Tersedia dengan 3 jenis plafond pinjaman, diantaranya yaitu
Mikro 25iB, Mikro 75iB, dan Mikro 500iB dengan hitungan tenor maksimal
60 bulan.
5Pembayaran atas transaksi mura>bah}ah dapat dilakukan dengan
cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran
angsuran selama jangka waktu yang disepakati. Nasabah pun sebenarnya
dapat melakukan percepatan pelunasan angsuran sebelum jatuh tempo.
Namun di BRI Syariah nasabah yang melakukan pelunasan sebelum jatuh
tempo justru malah dikenai penalti.
Langkah pemberian penalti pada nasabah yang melakukan pelunasan
sebelum jatuh tempo inilah yang oleh penulis menyimpang dari Fatwa DSN
No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam mura>bah}ah
menetapkan bahwa dengan memberikan potongan kepada nasabah yang
melakukan percepatan pelunasan angsuran tepat waktu atau sebelum waktu
jatuh tempo. Padahal dengan percepatan pelunasan yang dilakukan nasabah
menurut penulis dapat berdampak baik bagi bank. Dengan begitu pihak bank
tidak perlu merasa khawatir jika nasabah melakukan wanprestasi ataupun
kelalaian.
4 Slamet Rifai, Wawancara, Bojonegoro 25 November 2016.
6
Hal ini yang menjadi menarik untuk diteliti dan juga akan dibahas
pada bab selanjutnya, Oleh sebab itu peneliti merasa pantas untuk
membahasnya dalam sebuah karya ilmiyah berupa skripsi dengan judul
Analisis Fatwa MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 Terhadap Penalti Nasabah
yang Melunasi Utang Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro. Penulis lebih membahas dari sisi ketentuan Fatwa MUI No.
23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam mura>bah}ah.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi dan memberi batasan masalah sebagai berikut:
1.
Teori pembiayaan mura>bah}ah.
2.
Aplikasi akad mura>bah}ah pada produk pembiayaan mikro di BRI
Syariah KCP Bojonegoro.
3.
Maksud/tujuan/alasan sekaligus dasar yang melatarbelakangi BRI Syariah
KCP Bojonegoro menerapkan penalti pada nasabah yang melunasi utang
sebelum masa jatuh tempo.
4.
Dasar hukum BRI Syariah KCP Bojonegoro menerapkan pinjaman modal
menggunakan akad mura>bah}ah.
5.
Aplikasi penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum jatuh tempo
7
6.
Analisis Fatwa DSN no. 23/DSN-MUI/III/2002 terhadap penalti nasabah
yang melunasi utang sebelum jatuh tempo.
Agar pembahasan ini tidak menyimpang, maka dalam penulisannya,
penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut
:
1.
Aplikasi penalti nasabah yang meluasi utang sebelum jatuh tempo di BRI
Syariah KCP Bojonegoro dan
2.
Analisis Fatwa DSN no. 23/DSN-MUI/III/2002 terhadap penalti nasabah
yang melunasi utang sebelum jatuh tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro.
C.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut maka masalah yang akan peneliti
bahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana aplikasi penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum
masa jatuh tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro?
2.
Bagaimana analisis Fatwa MUI no. 23/DSN-MUI/III/2002 terhadap penalti
nasabah yang melunasi utang sebelum jatuh tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro?
8
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah ada
6.
Berawal dari kajian yang ditulis oleh Nur Hidayati (skripsi 2009) dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penalti Pada Nasabah Bank
Danamon Simpan Pinjam (DSP) Cabang Wadungsri-Sedati-Sidoarjo”.
Menjelaskannasabah Bank Danamon jika melakukan pelunasan sebelum
masa jatuh tempo akan dikenakan penalti dan hal tersebut sesuai dengan
hukum Islam. Penetapan penalti dalam hal ini bersifat positif, yakni
mendorong pihak debitur atau nasabah menepati pembayaran utang kepada
kreditur sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah disepakati bersama.
Bahwa dalam perjanjian apabila debitur telah melunasi utang sebelum masa
jatuh tempo akan mendapatkan penalti. Penerapan penalti ini juga
dimaksudkan agar pihak kreditur tidak terjadi kredit macet yang disebabkan
oleh kelalaian atau wanprestasi dari pihak debitur. Namun, objekyang diteliti
oleh penulis bukanlah bank syariah melainkan bank konvensional.
7Kedua, Mutamimah (Skripsi 2012) dengan judul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Penalti Pada Pengambilan Simpanan Mud}a>rabah
Berjangka (Deposito) Sebelum Jatuh Tempo di BMT Syirkah Muawanah
MWC NU Adiwerna Tegal”. Inti dari permasalahan di atas jika anggota BMT
6 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 8.
9
Syirkah MWC NU Adiwena Tegal ingin mengambil simpanan mud}a>rabah
berjangka (Deposito) sebelum jatuh tempo maka akan dkenai denda dan hal
tersebut sudah disepakati antara anggota dan pihak BMT tersebut. Akan
tetapi penerapan denda tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam karena
tidak adanya perjanjian secara tertulis mengenai penerapan denda tersebut.
8Ketiga, Apriliani Fajrin (Skripsi 2014) dengan judul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Biaya Administrasi Pada Pelunasan Angsuran
Pembiayaan Mura>bah}ah Produk KPR Sebelum Jatuh Tempo”. Menyatakan
bahwa nasabah yang dapat melakukan pelunasan pada produk KPR sebelum
jatuh tempo dikenai biaya administrasi (dalam BTN Syariah tidak
menggunakan kata penalti) dan dalam hukum Islam hal tersebut tidak sesuai
karena tidak adanya prinsip keadilan dalam bertransaksi antara penjual dan
pembeli. Selain itu, di BTN Syariah produk KPR tidak mencamtumkan jika
nasabah melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo akan dikenakan biaya
administrasi dan hal tersebut tidak sesuai dengan firnan Allah surat
Al-Baqarah ayat 282.
9Dengan adanya kajian pustaka di atas, penulis melakukan penelitian
ini dengan variabel yang berbeda. Penelitian dengan judul “Analisis Fatwa
MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 Terhadap Penalti Nasabah yang Melunasi
Utang sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro” ini pada
8 Mutamimah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penalti Pada Pengambilan Simpanan Mud}a>rabah Berjangka (Deposito) Sebelum Jatuh Tempo di BMT Syirkah Muawanah MWC NU Adiwerna Tegal”, (IAIN Walisongo Semarang, 2012).
10
intinya membahas tentang penalti atau denda kepada debitur atau nasabah
yang diberikan BRI Syariah KCP Bojonegoro sebelum masa jatuh tempo
kemudian menganalisa menurut Fatwa MUI yang mengatur tentang potongan
pelunasan dalam mura>bah}ah.
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui latar belakang BRI Syariah KCP Bojonegoro
menerapkan penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum masa
jatuh tempo;
2.
Untuk mendeskripsikan tentang Analisis Fatwa MUI No.
23/DSN-MUI/III/2002 terhadap penalti nasabah yang melunasi utang sebelum jatuh
tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro.
F.
Kegunaan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian diatas, maka
diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi
pembaca maupun penulis sendiri, baik secara teoritis maupun secara praktis.
Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan ini dapat ditinjau dari dua
aspek, yaitu:
1.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan atau
11
bagi masyarakat, dapat dijadikan untuk menambah pengetahuan nasabah
tentang penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum masa jatuh
tempo di BRI Syariah KCP Bojonegoro.
2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para praktisi
perbankan syariah dan dijadikan acuan dalam melakukan aktivitas
ekonomi, khusunya bagi umat Islam yang menggunakan jasa BRI Syariah
dalam produk pembiayaan mura>bah}ah.
G.
Definisi Operasional
Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap judul
penelitian skripsi ini, yaitu “Analisis Fatwa MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002
Tehadap Penalti Nasabah yang Melunasi Utang Sebelum Jatuh Tempo di BRI
Syariah KCP Bojonegoro”.
Maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang
berkenaan denan judul di atas.
Analisis : Penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa yaitu implementasi
pembiayaan modal kerja yang menggunakan akad mura>bah}ah.
Fatwa : Penjelasan tentang hukum Islam yang diberikan oleh seorang fa>qih
atau lembaga fatwa kepada umat, yang muncul baik karena adanya
pertanyaan maupun tidak
DSN : Badan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang memiliki
kompetensi dan otoritas resmi sehingga berwenang mengeluarkan
12
No.23/DSN-MUI/III/2002 : Tentang potongan pelunasan
dalam
Mura>bah}ah. Mura>bah}ah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam fatwa ini berisi
jika nasabah
dalam transaksi mura>bah}ah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan
potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak
diperjanjikan dalam akad.
Penalti Nasabah : Pihak yang menggunakan jasa bank diharuskan membayar
denda berupa uang karena melanggar suatu aturan atau ketentuan tertentu.
Dan pelanggaran yang dimaksud di sini adalah nasabah mampu melunasi
utang sebelum tanggal yang ditetapkan.
H.
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan jenis
penelitian lapangan (field research) dengan beberapa metode sebagai berikut:
1.
Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka
data yang akan dikumpulkan sebagai berikut:
a.
Data tentang sejarah, visi misi, struktur organisasi dan produk-produk
13
b.
Data tentang pembiayaan mikro di BRI Syariah KCP Bojonegoro
c.
Aplikasi penalti pada nasabah yang melunasi utang sebelum masa jatuh
tempo
2.
Sumber Data
Data penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa sumber data sebagai
berikut:
a.
Sumber Primer, sumber utama untuk mendapatkan data yang diperoleh
langsung dari objek yang diteliti
10, baik yang dilakukan melalui
wawancara, observasi dan alat lainnya. Dalam penelitian ini, yaitu
sumber data yang pengambilannya diperoleh dari hasil narasumber
meliputi:
1)
Keterangan dari pimpinan BRI Syariah KCP Bojonegoro.
2)
Penelusuran arsip atau dokumen dari BRI Syariah KCP Bojonegoro.
b.
Sumber sekunder yaitu sumber pendukung yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan
peneliti terdahulu.
11Dalam penelitian ini, merupakan data yang
bersumber dari buku-buku; catatan-catatan; publikasi atau dokumen
tentang apa saja yang berhubungan dengan permasalahan ini yaitu:
1)
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan,
Jakarta: 2006
2)
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: 2013
14
3)
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: 2011
4)
Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Jakarta:
2014
3.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1)
Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang
dinamakan
interview guide (panduan wawancara)
12. Dimana
wawancara dilakukan dengan pihak-pihak BRI Syariah KCP
Bojonegoro.
2)
Dokumentasi
Sebagai pelengkap dalam pengumpulan data maka penulis
menggunakan data dari sumber-sumber yang memberikan informasi
terkait dengan permasalahan yang dikaji. Data diambil dari jurnal, buku
dan sebagainya.
4.
Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap
sumber-sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan berikut:
15
a.
Organizing,
yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang
diperoleh.
13Penulis melakukan penyusunan secara sistematis dari data
yang diperoleh agar memudahkan penulis dalam mengalisis data.
b.
Editing, yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya data-data yang
diperoleh dan memperbaiki bila terdapat data yang kurang jelas atau
meragukan.
14Dengan kata lain penulis memeriksa kembali informasi
yang telah diterima.
c.
Analyzing,
yaitu upaya mencari dan menyusun secara sistemasis hasil
wawancara juga dokumentasi yang disusun secara sistematis dan
dianalisis secara kualitatif untuk memberikan kejelasan pada masalah
yang dibahas dalam skripsi ini.
155.
Teknik Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang
dapat diamati dengan metode yang telah ditemukan.
a.
Analisis Deskriptif, yaitu mengurai dan mengolah data mentah menjadi
data yang dapat ditafsirkan dan dipahami secara lebih spesifik, metode
ini digunakan untuk mengeahui proses terjadinya penalti pada nasabah
13 Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 153. 14 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 125.
16
yang melunasi utang sebelum masa jatuh tempo di BRI Syariah KCP
Bojonegoro
b.
Pola Pikir Induktif, dalam penelitian ini penulis menggunakan pola
pikir induktif yang berarti pola pikir yang bermula dengan fakta;
fenomena; gejala yakni tentang aplikasi penalti yang diterapkan BRI
Syariah kemudian dideskripsikan dan dianalisis menggunakan data
empiris, yakni berdasarkan fatwa DSN sehingga dtemukan suatu
pengetahuan yang secara umum diakui kebenarannya.
16I.
Sistematika Pembahasan
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sesuai dengan apa
yang direncanakan atau diharapkan oleh penulis, maka disusunlah sistematika
pembahasan sebagai berikut:
Penelitian ini dimulai dengan bab pertama yaitu pendahuluan. Dalam
bab ini, penulis cantumkan beberapa sub bab yaitu: latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
Kemudian dilanjutkan dengan bab dua membahas tentang landasan
teori yang mendukung dalam penelitian yang meliputi: konsep akad
17
mura>bah}ah
dalam penjelasan fatwa MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002
tentang potongan pelunasan dalam mura>bah}ah
(yang dijadikan pedoman
untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian ini) yakni diantaranya
pengertian mura>bah}ah,
landasan hukum mura>bah}ah, rukun dan
syarat-syarat mura>bah}ah dan dalam penetapan hukumnya.
Bab tiga membahas tentang hasil penelitian gambaran data/isi Fatwa
DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 Terhadap Penalti Nasabah yang Melunasi
Utang Sebelum Jatuh Tempo di BRI Syariah Bojonegoro yang berisi tentang
gambaran umum PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah meliputi ;
Legalitas bank, Visi misi, Lokasi perseroan, Struktur organisasi, Job
deskripsi, produk dan akad, tinjauan umum tentang produk pembiayaan
mura>bah}ah, faktor-faktor yang menyebabkan penarikan penalti, dan
aplikasi penalti.
Selanjutnya bab empat analisis data, peneliti akan membahas tentang
Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Potongan Pelunasan dalam
Mura>bah}ah Terhadap Penalti Nasabah yang Melunasi Utang Sebelum
Jatuh Tempo di BRI Syariah Bojonegoro.
Skripsi ini diakhiri dengan bab lima, yaitu penutup dari pembahasan
skripsi ini yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan selanjutnya
BAB II
MURA>BAH}AH
DALAM FATWA DSN-MUI
A.
Pengertian
Mura>bah}ah
Mura>bah}ah atau disebut juga ba’ bitsmanil ajil. Kata mura>bah}ah
berasal dari kata ribhu
(keuntungan). Sehingga mura>bah}ah berarti saling
menguntungkan. Secara sederhana mura>bah}ah berarti jual beli barang
ditambah keuntungan yang disepakati.
1Menurut para fuqaha>, Mura>bah}ah didefiniskan sebagai penjualan
barang seharga biaya atau harga pokok barang tersebut ditambah mark up
atau keuntungan yang disepakati. Karakteristik mura>bah}ah
adalah bahwa
penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
2Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, akad
mura>bah}ah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang
lebih sebagai keuntungan yang disepakati
3Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, mendefinisikan mura>bah}ah sebagai jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam
1
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), 136. 2
Wiroso, Jual Beli Mura>bah}ah, (Yogyakarta: UII Pres, 2005), 13. 3
20
mura>bah}ah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
4Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
mura>bah}ah
adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba, baik dibayar tunai maupun angsur, dengan tujuan untuk
membantu orang lain atau masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
5B.
Landasan Hukum
Mura>bah}ah
Mura>bah}ah adalah salah satu jenis jual beli yang diperbolehkan dan
dibenarkan oleh syariah yang mempunyai landasan al-Quran dan al-hadis,
antara lain:
1.
Al-Quran
˿Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa>
ayat 29)
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 101.
5
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 124. 6
21
٧Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS.
Al-Baqarah ayat 275)
2.
Al-Hadis
Dasar hukum yang bersumber dari hadis adalah:
ُﳋا ِﺪَِْﺳ ِﰉَأ ْﻦَ
لﺄ : ُلْﻮَُـ ىِرْﺪ
ٍضاَﺮَـﺗ ْﻦَ َُْـﺒا ﺎَﱠﳕِإ : ﻢ ﺳو ﻪ ﷲ ﻰ ﺻ ﷲ لﻮﺳر
٨
Artinya: Dari Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka.
(HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibbah)
3.
Ijmak
Akad jual beli mura>bah}ah
diperbolehkan secara syar’i menurut
para ulama sahabat, tabi’in, dan para imam madzhab kecuali pandangan
7
Ibid., 36. 8
22
Malikiyah, di mana kegiatan jual beli mura>bah}ah diperbolehkan karena
adanya suka sama suka.
C.
Fatwa DSN MUI
1.
Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
9Kemajuan dalam bidang Iptek dan tuntutan pembangunan yang
telah menyentuh seluruh aspek kehidupan, di samping membawa berbagai
perubahan dan kebahagiaan, menimbulkan sejumlah perilaku dan
persoalan-persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu
lalu yang tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan. Kini
hal itu menjadi kenyataan.
Di sisi lai, kesadaran keberagaman umat Islam di bumi Nusantara
ini semakin tumbuh subur. Oleh karena itu, sudah merupakan
kewajarandan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat berhak
mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam.
Telah menjadi kesadaran bersama bahwa membiarkan persoalan
tanpa ada jawaban dan membiarkan umat Islam kebingungan tidak dapat
dibenarkan, baik secara i’tiqadi
maupun secara Syar’i. Oleh karena itu,
para alim ulama dituntut untuk segera memberikan jawaban dan berupaya
menghilangkan penantian umat akan kepastian ajaran Islam berkenaan
dengan persoalan yang mereka hadapi. Demikian juga, segala hal yang
9
23
dapat menghambat proses pemberian jawaban (fatwa) sudah seharusnya
segera dapat diatasi. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa
yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh
semua (mahluk) yang dapat mela'nati. (QS. Al-Baqarah: 159)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah
musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi
pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga paling
berkompeten dalam menjawab dan memecahkan setiap masalah sosial
keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat. MUI juga
telah mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari
pemerintah.
Sejalan dengan hal tersebut, sudah sewajarnya bila MUI, sesuai
dengan amanat Musyawarah Nasional VI tahun 2000, senantiasa berupaya
untuk meningkatkankualitas peran dan kinerjanya, terutama dalam
memberikan solusi dan jawaban keagamaan terhadap setiap permasalahan
yang dapat memenuhi harapan masyarakat yang semakin kritis dan tinggi
kesadaran keberagamaannya.
24
Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia yang memiliki kompetensi dan otoritas resmi
sehingga berwenang mengeluarkan ketentuan-ketentuan syariah dalam
bentuk fatwa Dwan Syariah Nasional.
10Dewan Syari’ah Nasional telah mengeluarkan fatwa-fatwa yang
menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang, seperti Departemen Agama, BAPEPAM, dan Bank
Indonesia. Fatwa tersebut sifatnya mengikat terhadap Dewan Syari’ah di
masing-masing lembaga keuangan syari’ah dan manjadi dasar tindakan
hukum pihak terkait.
Hingga tahun 2006, fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
sebanyak 53 fatwa yang meliputi fatwa tentang Giro, Tabungan, dan
Deposito yang berdasarkan Syari’ah, fatwa tentang Murabahah, jual Beli
Salam, Istishna, Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), Musyarakah, Ijarah,
Wakalaf, Kafalah, Hawalah, Uang Muka dalam Murabahah, Sistem
Distribusi Hasil Usaha dan LKS, Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam
LKS, Diskon dan Mudharabah, Sanksi atas Nasabah mampu yang
menunda-nunda Pembayaran, Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif
dalam Lembaga Keuangan Syari’ah,
Al-Qard. Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksadana Syari’ah dan lain-lain.
10
25
3.
Fatwa tentang Muraba>h}ah
11DSN menetapkan fatwa tentang murabahah
ini dengan dasar
pertimbangan bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran
dana dari bank syari’ah dengan prinsip jual-beli. Selain itu , fatwa ini juga
merespon keperluan masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan
kesejahteraan dan berbagai kegiatan. Oleh karena itu bank syari’ah
memiliki fasilitas produk muraba>h}ah yaitu menjual suatau barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan. Dalil-dalil
yang dipakai dalam menetapkan muraba>h}ah ini terdiri dari
kutipan-kutipan ayat Al-Qur’an dan Hadis. Dari segi metodologi fatwa tentang
murabahah
ini menggunakan metode ijma'
yang diambil dari peristiwa
mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara muraba>h}ah.
Fatwa ini mengemukakan tentang ketentuan umum muraba>h}ah dalam
Bank Syari’ah, ketentuan muraba>h}ah kepada nasabah, jaminan dalam
muraba>h}ah, hutang dalam muraba>h}ah, penundaan pembayaran dalam
muraba>h}ah
serta peraturan apabila terjadi kebangkrutan dalam
muraba>h}ah.
4.
Fatwa DSN MUI No. 4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Muraba>h}ah
12Dewan Syari’ah Nasional setelah Menimbang :
a.
Bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari
bank berdasarkan pada prinsip jual beli;
11
Ma’ruf, Amin dkk. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta: Erlangga, 2014) 12
26
b.
bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan
meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah
perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba;
c.
bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah.
Menetapkan : FATWA TENTANG MURA>BAH}AH
Pertama : Ketentuan Umum Muraba>h}ah dalam Bank Syari’ah
a.
Bank dan nasabah harus melakukan akad muraba>h}ah yang bebas
riba.
b.
Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
c.
Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
d.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e.
Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
f.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan
ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
27
g.
Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
h.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
i.
Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Mura>bah}ah kepada nasabah
a.
Nasabah mengajukan permohoan dan perjanjian pembelian suat barang
atau aset kepada bank.
b.
Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c.
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d.
Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
e.
Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil
bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
f.
Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
28
g.
Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka:
1)
Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
2)
Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut;
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah
wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Muraba>h}ah
a.
Jaminan dalam mura>bah}ah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
b.
Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
Keempat : Hutang dalam Mura>bah}ah
a.
Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
mura>bah}ah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual
kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
b.
Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir,
ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c.
Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
29
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Mura>bah}ah
a.
Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian hutangnya.
b.
Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Mura>bah}ah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya,
bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali,
atau berdasarkan kesepakatan. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 26
Dzulhijjah 1420 H/1 April 2000 M
5.
Fatwa DSN MUI No. 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka dalam
Mura>bah}ah
13Dewan Syari’ah Nasional setelah Menimbang :
a.
Bahwa untuk menunjukkan kesungguhan nasabah dalam permintaan
pembiayaan murabahah dari Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS), LKS
dapat meminta uang muka;
b.
bahwa agar dalam pelaksanaan akad murabahah dengan memakai uang
muka tidak ada pihak yang dirugikan, sesuai dengan prinsip ajaran
13
30
Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang uang muka
dalam mura>bah}ah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Menetapkan : FATWA TENTANG UANG MUKA DALAM
MURA>BAH}AH
Pertama : Ketentuan Umum Uang Muka:
a.
Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak
bersepakat.
b.
Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
c.
Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. Jika jumlah uang muka
lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada
nasabah. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Kedua
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
31
6.
Fatwa DSN MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon dalam
Mura>bah}ah
14Dewan Syari’ah Nasional, setelah Menimbang :
a.
Bahwa salah satu prinsip dasar dalam murabahah adalah penjualan
suatu barang kepada pembeli dengan harga (tsaman) pembelian dan
biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan;
b.
bahwa penjual (Lembaga Keuangan Syari’ah, LKS) terkadang
memperoleh potongan harga (diskon) dari penjual pertama (supplier);
c.
bahwa dengan adanya diskon timbul permasalahan: apakah diskon
tersebut menjadi hak penjual (LKS) sehingga harga penjualan kepada
pembeli (nasabah) menggunakan harga sebelum diskon, ataukah
merupakan hak pembeli (nasabah) sehingga harga penjualan kepada
pembeli (nasabah) menggunakan harga setelah diskon.
d.
bahwa untuk mendapat kepastian hukum, sesuai dengan prinsip
syari’ah Islam, tentang status diskon dalam transaksi murabahah
tersebut, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang potongan
harga (diskon) dalam murabahah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Menetapkan : FATWA TENTANG DISKON DALAM MURA>BAH}AH
Pertama : Ketentuan Umum
14
32
a.
Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati
oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qîmah) benda yang
menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
b.
Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
c.
Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier,
harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah
hak nasabah.
d.
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian (per-setujuan) yang dimuat dalam
akad.
e.
Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan
dan ditandatangani.
Kedua
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal :
33
7.
Fatwa DSN MUI No. 23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Pelunasan dalam
Mura>bah}ah
15Dewan Syari’ah Nasional setelah, Menimbang
a.
Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
b.
bahwa dalam hal nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat
waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS sering
diminta nasabah untuk memberikan potongan dari total kewajiban
pembayaran tersebut;
c.
bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang
potongan pelunasan dalam murabahah sebagai pedoman bagi LKS dan
masyarakat secara umum.
Menetapkan : FATWA TENTANG POTONGAN PELUNASAN DALAM
MURA>BAH}AH
Pertama : Ketentuan Umum
a.
Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan
pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
15
34
b.
Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada
kebijakan dan pertimbangan LKS.
Kedua
: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal :
14 Muharram 1423 H/28 Maret 2002 M.
8.
Fatwa DSN MUI No. 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan
Mura>bah}ah
16Dewan Syari’ah Nasional setelah, Menimbang :
a.
Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
b.
bahwa dalam hal nasabah telah melakukan pembayaran cicilan dengan
tepat waktu, maka ia dapat diberi penghargaan. Sedangkan nasabah
yang mengalami penuruan kemampuan dalam pembayaran cicilan,
maka ia dapat diberi keringanan;
c.
Bahwa penghargaan dan merupakan mukafaah tasji’iyah
(insentif)
keringanan dapat diwujudkan dalam bentuk potongan dari total
kewajiban pembayaran;
16
35
d.
bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa sebagai
pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.
Menetapkan:
FATWA TENTANG POTONGAN TAGIHAN
MURA>BAH}AH
Pertama : Ketentuan Pemberian Potongan
a.
LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran
kepada nasabah dalam transaksi (akad)
mura>bah}ah yang telah
melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan
nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
b.
Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada
kebijakan LKS.
c.
Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.
Kedua : Ketentuan Penutup
a.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-piha terkait, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
36
9.
Fatwa DSN MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005 Penyelesaian Piutang
Mura>bah}ah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
17Dewan Syari’ah Nasional setelah, Menimbang :
a.
Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
b.
bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan
dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam;
c.
bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
Syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa untuk
dijadikan pedoman.
Menetapkan : PENYELESAIAN PIUTANG MURA>BAH}AH BAGI
NASABAH TIDAK MAMPU MEMBAYAR
Pertama : Ketentuan Penyelesaian
LKS boleh melakukan penyelesaian (settlement) murabahah bagi nasabah
yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan
waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
a.
Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau
melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati;
b.
Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
c.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan
sisanya kepada nasabah;
17
37
d.
Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap
menjadi utang nasabah;
e.
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka LKS
dapat membebaskannya;
Kedua : Ketentuan Penutup
a.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal:
08 Muharram 1425 H/17 Februari 2005 M.
10.
Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Mura>bah}ah
18Dewan Syari’ah Nasional setelah, Menimbang :
a.
Bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
b.
bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam
pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan;
18
38
c.
bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan
dengan cara yang tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran