LAPORAN AKHI R
KAJI AN OPTI MASI LAHAN RAWA SPESI FI K
LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU
WI LDA MI KASARI
BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU
BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN
2016
LAPORAN AKHI R
KAJI AN OPTI MASI LAHAN RAWA SPESI FI K
LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU
Wilda Mikasari
Alfayanti
Rahmat OktafiaWaluyo Sri Hartati
Marzan
BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU
BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kegiatan Kajian
Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokas di Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini
mempunyai arti penting mendukung pelaksanaan penelitian dan pengkajian oleh
BPTP Bengkulu.
Laporan ini telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan
kegiatan dan pembuatan laporan akhir tahun ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar
-lebarnya saran dan kritik kepada kami sehingga dapat memperbaiki pelaksanaan
kegiatan dan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan informasi bagi
kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.
Bengkulu, Desember 2016
Penanggungjawab Kegiatan,
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jl. I rian Km.6.5 Kel. Semarang Kota Bengkulu 38119
4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu 5. Status Penelitian (L/ B) : Baru
6. Penanggung jawab :
a. Nama : Wilda Mikasari,S.TP,M.Si b. Pangkat/ Golongan : Penata Tingkat I / I I I d c. Jabatan : Peneliti Muda
7. Lokasi : Kabupaten Seluma 8. Agroekosistem : Lahan Rawa 9. Tahun Mulai : 2016
10. Tahun Selesai : 2017 11. Output tahunan : Tahun 2016
1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.
4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.
Tahun 2017
1. Percepatan transfer dan adopsi paket teknologi budidaya pada rawa spesifik lokasi. 2. Rekomendasi paket teknologi budidaya padi
rawa spesifik lokasi
13. Biaya : Rp. 160.000.000,- (Seratus Enam Puluh Juta Rupiah)
Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Shannora Yuliasari, S.TP., MP Wilda Mikasari,S.TP,M.Si NI P. 19740731 200312 2 001 NI P. 19690812 199803 2 001
Mengetahui,
Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,
DAFTAR I SI
DAFTAR LAMPI RAN ... vii
RI NGKASAN ... viii
1.4. Perkiraan Dampak dan Manfaat ... 5
I I . TI NJAUAN PUSTAKA... 6
I I I . METODOLOGI ... 8
3.1. Waktu dan Lokasi ... 8
3.2. Alat dan Bahan ... 8
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan ... 8
3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian ... 8
I V.... ... ... ...H ASI L DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1... ... ... ...K ombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 20
4.2.... ... ... ...K ombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 23
4.3.... ... ... ...K ombinasi varietas sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik ... 25
4.4.... ... ... ...E valuasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 30
V.... ... ... ...K ESI MPULAN dan SARAN ... 34
KI NERJA HASI L PENGKAJI AN... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1.... ... ... ...K ombinasi perlakuan 8 varietas padi rawa dan 3 sistem tanam di
Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 9
2.... ... ... ...K ombinasi perlakuan 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di
Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 12
3.... ... ... ...S tandar mutu gabah SNI No.0224-1987/ SPI -TAN/ 01/ 01/ 1993 ... 16
4... ... ... ...T abel 4. Spesifikasi mutu beras giling berdasarkan SNI 6128: 2008... 17
5.... ... ... ...P roduksi kombinasi 8 varietas dan 3 sistem tanam di Kabupaten
Seluma tahun 2016 ... 20
6.... ... ... ...P engaruh interaksi sistem tanam dengan varietas terhadap tinggi tanaman, panjang malai, gabah isi, gabah hampa dan persen
gabah hampa. ... 21
7.... ... ... ...P engaruh tunggal varietas terhadap jumlah anakan dan bobot
1.000 butir perlakuan varietas dan sistem tanam ... 22
8... ... ... ...P roduksi kombinasi 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten
Seluma tahun 2016 ... 23
9.... ... ... ...P engaruh interaksi sistem tanam dengan dosis pupuk terhadap
tinggi tanaman, jumlah anakan, gabah hampa dan produksi... 24
10.... ... ... ...P engaruh tunggal dosis pupuk terhadap panjang malai perlakuan
dosis pupuk dan sistem tanam ... 25
11.... ... ... ...S usut panen 8 perlakuan varietas pada lahan rawa spesifik lokasi di
kabupaten Seluma tahun 2016 ... 25
13.... ... ... ...A nalisa kualitas beras varietas I npara 2 dengan aplikasi beberapa
dosis pupuk ... 29
14.... ... ... ...K elayakan usahatani padi rawa kombinasi 8 varietas dengan 3
sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016... 31
15.... ... ... ...K elayakan usahatani padi rawa dengan perlakuan dosis pupuk dan
3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 32
16.... ... ... ...D aftar risiko pelaksanaan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik
Lokasi di Provinsi Bengkulu tahun 2016 ... 39
17.... ... ... ...D aftar penanganan risiko Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik
Lokasi di Provinsi Bengkulu 2016 ... 39
18.... ... ... ...J adwal pelaksanaan kegiatan kajian optimasi lahan rawa spesifik
lokasi di Provinsi Bengkulu tahun 2016 ... 40
19.... ... ... ...R encana Anggaran Belanja Kegiatan... 42
20.... ... ... ...R ealisasi Anggaran Belanja Kegiatan... 43
21... ... ... ...P ersonalia kegiatan ... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.... ... ... ...L ay out perlakuan 8 varietas padi rawa dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 10
DAFTAR LAMPI RAN
Halaman
1... ... ... ...H asil uji laboratorium tanah kegiatan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu 2016 ... 45
2.... ... ... ...S urat permohonan addendum ... 46
3.... ... ... ...S urat persetujuan addendum ... 47
4.... ... ... ...D ata curah hujan Kecamatan Semidang Alas Maras Bulan Mei-Juli 2016 .... 48
RI NGKASAN
1. Judul : Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
2. Unit kerja : BPTP Bengkulu
3. Lokasi : Kabupaten Seluma
4. Agroekosistem : Lahan Rawa
5. Status (L/ B) : Baru
6. Tujuan : 1. Menentukan kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
3. Menentukan kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik
4. Mengevaluasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi
7. Keluaran : 1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.
4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.
8. Hasil/ pencapaian :
-9. Prakiraan Manfaat : 1. Meningkatnya pengetahuan petani terhadap aspek-aspek teknis budidaya pada lahan rawa khususnya dalam hal VUB, sistem tanam dan pemupukan.
2. Meningkatkan kemampuan petani dalam memilih varietas padi rawa yang spesifik lokasi dalam upaya merancang usaha tani yang efisien baik dalam penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan. 10. Prakiraan Dampak : 1. Meluasnya pemanfaatan lahan rawa dengan
mengadopsi varietas unggul spesifik lokasi. 2. Peningkatan peran lahan rawa dalam
mendukung swasembada beras berkelanjutan.
3. Peningkatan produksi dan pendapatan petani serta mewujudkan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.
4. Menurunkan laju konversi lahan dari lahan pertanian tanaman pangan ke tanaman perkebunan.
optimasi lahan maka semua unit percobaan akan dilanjutkan dengan pemeliharaan ratun dari tanaman utama. Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan. Pada unit percobaan pertama, 8 varietas (I npara 1,2,3,6,7,8, Dendang dan Cigeulis sebagai varietas pembanding) sebagai petak utama sedangkan 3 sistem tanam (Jarwo 2: 1 dengan sisip, Jarwo 2: 1 tanpa sisip dan jarwo 2: 1 menggunaan indojarwo transplanter) sebagai anak petak. Pada unit percobaan kedua 3 level dosis pupuk (sesuai dengan rekomedasi analisis tanah, 30% diatas rekomendasi, dan 60% diatas rekomendasi) sebagai petak utama dan 3 sistem tanam sebagai anak petak. Setiap plot berukuran 1000 m2. Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Penentuan kualitas gabah dan beras yang baik dilakukan pada penanganan pasca panen padi dengan melakukan pengukuran susut pasca panen padi, analisa mutu fisik gabah, mutu fisik dan kimia beras dan uji organoleptik nasi. Mutu fisik gabah serta mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Keuntungan dan kelayakan usahatani dihitung dengan mengumpulkan data biaya input dan output usahatani dari masing-masing perlakuan pada setiap unit percobaan dan dianalisis dengan analisa biaya dan pendapatan serta R/ C ratio.
12. Jangka Waktu : 2 (dua) tahun
SUMMARY
1. Title : Study of Swamp Land Optimization Specific Location in Bengkulu
2. I mplemeting Unit : Assesment I nstitute Agriculture Of Technology (AI AT) Bengkulu
3. Location : Seluma District Bengkulu Province
4. Agroecosystem : Swamp Land 5. Status (N/ C) : New
6. Objectives : 1. Determine combination of varieties and cropping systems is high yield in swamp land specific location.
2. Determine the combination of fertilizers doses and cropping systems high yield in swamp land specific location.
rice grain quality and good.
4. Evaluate the benefits and feasibility of swamp rice farming in specific locations. 7. Output : 1. Combination of varieties and cropping
system high yield on swamp land specific location.
2. Combination of doses fertilizers and cropping systems is high yield on swamp land specific location
3. Combination of varieties, cropping systems and fertilizers that produce quality grain and rice were good.
4. I nformation profitability and feasibility of swamp rice farming in specific locations . 8. Result/ Achievement :
-9. Expected benefit : 1. I ncreased knowledge of farmers on agriculture technical aspects in swamp land, especially new varieties, cropping systems and fertilization .
2. I ncrease ability of farmers to select varieties of rice swamp specific locations in order to design an efficient farming both in input use and utilization of land resources.
10. Expected I mpact : 1. Widespread use of swamp land by adopting specific varieties .
2. Enhancing the role of swamp land in supporting sustainable self-sufficiency in rice. 3. I ncreased farmers production and income also sustainable agriculture environmentally friendly.
4. Reducing rate of land conversion from crop lands to plantation crops.
without inset and Jarwo 2: 1 uses indojarwo transplanter) as subplots. I n the second experiment unit 3 dose levels of fertilizer (in accordance with rekomedasi soil analysis, 30% above recommendation, and 60% above recommendation) as the main plot and three cropping systems as subplots. Each plot is 1.000 m2. Data growth and productivity of swamp rice plants collected will be analyzed by analysis of variants (ANOVA) and the test continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). Determination of the quality of grain and rice were well done on post-harvest handling of paddy by measuring post-harvest losses of rice, grain physical quality analysis, physical and chemical quality of rice and rice organoleptic test. The physical quality of the grain as well as the physical and chemical quality of rice were analyzed by testing in the laboratory of the Center for Post-Harvest. Advantages and feasibility of farming is calculated by collecting data on the cost of farm inputs and outputs of each treatment on each experimental unit and analyzed by analysis of costs and revenues as well as the R / C ratio.
I .
PENDAHULUAN
3.1. Latar Belakang
Lahan rawa merupakan potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung
kelestarian swasembada beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim
(climate change). Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan
antara daratan dan sistem perairan (Subagyo, 1997). Berdasarkan
agroekosistemnya, lahan rawa terbagi dalam 3 tipologi, yaitu rawa pasang surut
air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak. Luas lahan rawa di Provinsi
Bengkulu cukup luas (12.411 ha) yang terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609
ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup Kabupaten
Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (BPS Provinsi
Bengkulu, 2010).
Lahan rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan,
baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan
ini bisa lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan
kedalamannya rawa lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan
lebak dalam. Lahan lebak yang berpotensi untuk budidaya tanaman pangan
adalah lebak dangkal. Pada lahan ini umumnya mempunyai kesuburan tanah
yang lebih baik karena adanya proses penambahan unsur hara dari luapan air
sungai yang membawa lumpur dari daerah hulu (Alihamsyah dan Ar-riza, 2006).
Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena
pada umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung
besi (Fe) yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur
hara merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan
produktivitas padi dilahan rawa relatif rendah (1-2 t/ ha) atau bahkan tidak
menghasilkan. Kondisi ini harus dapat segera diatasi untuk mencegah adanya
alih fungsi/ konversi lahan dari lahan tanaman pangan (padi) ke lahan
perkebunan (sawit). Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi,
diantaranya adalah penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk
meningkatkan keseimbangan unsur hara.
Potensi pengembangan lahan rawa di Bengkulu untuk komoditas padi
masih terbuka. Saat ini petani padi rawa di Bengkulu masih menggunakan
Sebagian besar varietas yang digunakan petani pada lahan rawa adalah varietas
padi sawah seperti Ciherang, Ciegeulis, Ciliwung, I R 64 serta padi lokal yang
berumur dalam (5-6 bulan). Badan Litbang Pertanian telah melepas sejumlah
varietas unggul padi rawa seperti Tapus (untuk lahan rawa dengan genangan
maksimum 150 cm), Banyuasin, Batanghari, Dendang, I ndragiri, Punggur (untuk
lahan potensial gambut dan sulfat masam), Martapura dan Margasari (untuk
lahan pasang surut) dan I npara 1-9 yang telah dilepas sejak tahun 2008.
Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu
komponen teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan
produktivitas padi (Saidah et al., 2015)
Varietas I npara 1 dan 2 memiliki keunggulan tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri dan blas, serta agak tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2
dengan potensi hasil masing-masing sebesar 6,47 dan 6,08 ton GKG/ ha. Varietas
I npara 3, I npara 4, dan inpara 5 memiliki karakter tertentu yang berbeda dengan
varietas padi rawa yang lainnya. Ketiga varietas tersebut dirakit untuk
menghadapi cekaman banjir. I npara 3 mampu bertahan dan berproduksi setelah
terendam selama 7 hari, sedangkan I npara 4 dan I npara 5 mampu bertahan
rendaman selama 10-14 hari. Di lahan lebak I npara 3 dapat berproduksi 5,60 ton
GKG/ ha. Varietas ini juga tahan terhadap penyakit blas dan tekstur nasinya
tergolong pera. I npara 1, 2 dan 3 sama-sama toleran terhadap keracunan besi
(Fe) dan aluminium (Al) yang menjadi kendala penting dalam pengembangan
tanaman padi di lahan pasang surut lebak (BB padi, 2015).
I npara 6 baik ditanam di daerah rawa pasang surut sulfat masam potensial
dan rawa lebak dan memiliki potensi hasil sebesar 6,0 ton GKG/ ha. Varietas ini
tahan terhadap penyakit blas serta toleran terhadap keracunan Fe. I npara 7 agak
toleran terhadap keracuna Al dan Fe. Tekstus nasinya pulen serta baik ditanam di
lahan rawa pasang surut dan lebak. Potensi hasil varietas ini adalah 5,1 ton
GKG/ ha. I npara 8 cocok ditanam di lahan rawa pasang surut, lebak dangkal dan
tengahan. Potensi hasil varietas ini sama dengan I npara 6 dan sama-sama
toleran keracunan Fe.
Selain penggunaan varietas unggul baru yang sesuai dengan kondisi
lingkungan, perbaikan sistem tanam juga menjadi salah satu inovasi teknologi
yang harus dilakukan untuk peningkatan produktivitas. Beberapa jenis sistem
benih langsung (tabela), dan sistem tanam jajar legowo. Semua sistem tanam
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses budidayanya namun semua
sistem tanam tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dalam membudidayakan
padi guna untuk memperoleh komponen hasil yang optimal.
Perbaikan sistem tanam melalui penerapan sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu inovasi teknologi yang telah diperkenalkan. Pada
prinsipnya penerapan sistem tanam jajar legowo adalah pengaturan jarak tanam
dan memanipulasi posisi tanaman sehingga seolah-olah tanaman pinggir menjadi
lebih banyak. Tanaman pinggir memiliki produksi tinggi dan kualitas mutu beras
yang lebih baik (Ariwibawa, 2012). Pengenalan dan penggunaan sistem tanam
tersebut disamping untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal
juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani (Firdaus, 2015).
Pemupukan merupakan pemberian bahan kepada tanah untuk
memperbaiki dan menyuburkan tanah baik berupa unsur makro maupun mikro
(Notohadiprawiro et al., 2006). Menurut Setyorini et al. (2004) tanaman
memerlukan 16 unsur hara esensial bagi pertumbuhannya. Unsur C, H dan O
disuplai dari air dan udara (CO2), sementara 13 unsur lainnya dikelompokkan
atas dua bagian yait u enam unsur hara makro dan tujuh unsur hara mikro. Unsur
hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
besar sedangkan unsur hara mikro adalah unsur yang dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah kecil. Unsur yang tergolong unsur hara makro adalah nitrogen (N),
fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), belerang (S), sedangkan
unsur hara mikro adalah boron (B), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), besi
(Fe), molibdenum (Mo) dan khlor (Cl).
Tingkat kesuburan di lahan rawa tergolong rendah. Kondisi miskinnya hara
tanaman dapat diatasi dengan pemupukan yang berimbang, sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan tingkat ketersediaan hara di dalam tanah. Artinya, dosis
pemberian pupuk yang akan diberikan disesuaikan dengan kondisi di setiap
lokasi. Penggunaan pupuk yang ditentukan berdasarkan keseimbangan hara
akan lebih efisien dan dapat meningkat kan pendapatan petani (Kasno et al.,
3.2. Tujuan
Tujuan pengkajian adalah:
Tahun 2016
1. Menentukan kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil
tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
2. Menentukan kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil
tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.
3. Menentukan kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang
menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.
4. Mengevaluasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa
spesifik lokasi.
Tahun 2017
1. Mempercepat transfer dan adopsi paket teknologi budidaya pada rawa
spesifik lokasi.
2. Merekomendasikan paket teknologi budidaya padi rawa spesifik lokasi.
1.3. Keluaran
Tahun 2016
1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada
lahan rawa spesifik lokasi.
2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada
lahan rawa spesifik lokasi.
3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan
kualitas gabah dan beras yang baik.
4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa
spesifik lokasi.
Tahun 2017
1. Percepatan transfer dan adopsi paket teknologi budidaya padi rawa
spesifik lokasi.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Perkiraan Manfaat
1. Meningkatnya pengetahuan petani terhadap aspek-aspek teknis budidaya
pada lahan rawa hususnya dalam hal VUB, sistem tanam dan pemupukan.
2. Meningkatkan kemampuan petani dalam memilih varietas padi rawa yang
spesifik lokasi dalam upaya merancang usaha tani yang efisien baik dalam
penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan.
Perkiraan Dampak
1. Meluasnya pemanfaatan lahan rawa dengan mengadopsi varietas unggul
spesifik lokasi.
2. Peningkatan peran lahan rawa dalam mendukung swasembada beras
berkelanjutan.
3. Peningkatan produksi dan pendapatan petani serta mewujudkan pertanian
berkelanjutan yang ramah lingkungan.
4. Menurunnya laju konversi lahan dari lahan pertanian tanaman pangan ke
I I . TI NJAUAN PUSTAKA
Padi merupakan komoditas utama dari subsektor tanaman pangan dan
berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi memberikan
kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Dalam rangka
mencapai swasembada beras yang berkelanjutan, pada tahun 2011 pemerintah
telah menetapkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
I nstrumen yang digunakan dalam peningkatan produksi adalah: (1). Perluasan
areal (pencetakan sawah baru, optimalisasi lahan, dan peningkatan I ndeks
Pertanaman (I P); (2). Peningkatan produktivitas (penggunaan varietas unggul,
pemupukan, jajar legowo, pengendalian OPT: pendekatan Pengelolaan Tanaman
dan sumberdaya Terpadu (PTT); (3). Rekayasa teknologi dan sosial (Demplot,
Demfarm dan SL-PTT).
Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu baru mencapai 4,3 ton GKG/ ha. Ada
senjang hasil yang cukup tinggi (21,82% ) antara produktivitas padi di Provinsi
Bengkulu dengan produktivitas padi secara nasional. Lahan rawa merupakan
potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung kelestarian swasembada
beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim (climate change). Empat
dari 10 Kabupaten di Provinsi Bengkulu memiliki lahan rawa yang potensial
(12.411 ha) untuk pengembangan padi. Saat ini produktivitas padi di lahan rawa
relatif rendah (1-2 t/ ha), karena petani masih menggunakan varietas lokal dan
pemupukannya belum berimbang.
Pada umumnya lahan rawa bersifat masam miskin unsur hara dan
mengandung besi yang tinggi. Budidaya padi pada lahan rawa mempunyai resiko
yang cukup tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur
hara merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan
produktivitas padi relatif rendah (1-2 t/ ha) atau bahkan tidak menghasilkan.
Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya adalah
penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan
keseimbangan unsur hara. Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan
Litbang Pertanian diantaranya adalah Banyu Asin, Dendang, Mendawak, dan
I npara 1-9. Hasil uji adaptasi varietas I npara 1 dan 2 di Kabupten Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan produksi masing-masing sebesar 7,43
dan 7,40 ton GKG/ ha (Suparwoto dan Waluyo, 2011) sedangkan uji varietas
rata-rata memberikan hasil di atas 7-8 ton/ ha GKP. Pengelolaan padi rawa dengan
pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu dapat
mencapai produktivitas padi sebesar 4-6 t/ ha (Suprihatno et al., 2011).
Salah satu teknologi yang diperkenalkan oleh Badan Litbang Pertanian
untuk meningkatkan produksi adalah penerapan sistem tanam jajar legowo.
Menurut Ariwibawa (2012) pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah
sistem tanam yang meningkatkan produksi dengan melakukan pengaturan jarak
tanam dan memanipulasi posisi tanaman sehingga kebanyakan berada di pinggir.
Tanaman padi yang berada di pinggir pada umumnya akan menghasilkan
produksi yang tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik.
Misran (2014) melaporkan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo
berpengaruh nyata terhadap komponen hasil gabah kering panen, dan dapat
meningkatkan hasil gabah kering panen sekitar 19,90-22% . Penelitian Mayunar
(2014) di Kabupaten Serang Provinsi Banten menunjukkan bahwa penerapan
sistem tanam jajar legowo meningkatkan produktivitas sebesar 17,7 %
dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Jajar legowo 4: 1 dan 2: 1 sama-sama
layak diterapkan pada budidaya padi karena memiliki nilai R/ C ratio > 1 (Rauf dan
Murtisari, 2014).
Upaya untuk memperbaiki produksi tanaman dan mempertahankan
produktivitas dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan hara tanah secara
seimbang atau biasa disebut dengan pemupukan berimbang. Menurut Setyorini
(2004) pemupukan berimbang dapat meningkatkan produksi, mutu hasil,
efisiensi pemupukan, kesuburan tanah dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Sirappa dan Titahena (2012) yang melakukan penelitian di Kabupaten Buru
melaporkan bahwa hasil gabah yang diperoleh dengan penggunaan varietas
yang adaptif untuk lahan rawa dan penggunaan pupuk organik dan anorganik
secara berimbang rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan bahan organik dan varietas untuk lahan rawa. Rekomendasi
pemupukan dapat diperoleh dengan menggunakan uji laboratorium, Perangkat
I I I . METODOLOGI
3.1. Lokasi dan w aktu
Pengkajian dilaksanakan di Desa Karang Anyar Kecamatan Semidang Alas
Maras Kabupaten Seluma. Kegiatan direncanakan selama 2 tahun (2016 dan
2017).
3.2. Alat dan bahan
Bahan yang digunakan pada pengkajian adalah benih VUB padi rawa
(I npara 1, 2, 3, 6, 7, 8, Dendang serta varietas eksisting sebagai pembanding
yaitu Cigeulis), pupuk (NPK ponska, urea dan KCl), pestisida (herbisida,
insektisida, fungisida), karung dan plastik.
Alat yang digunakan antara lain: papan pengamatan untuk menangkap
butiran gabah yang tercecer saat panen, timbangan berat, timbangan analitik,
handspayer, gerobak dorong, caplak roda, indo jarwo transplanter, terpal, lantai
jemur, bor untuk pengambilan sampel tanah, ATK (mistar, kalkulator, pena,
amplop), cangkul, ember, tali, dan Global Positioning System (GPS).
3.3. Ruang Lingkup Kegiatan
Pengkajian dilakukan melalui kegiatan koordinasi (internal dan eksternal),
pengkajian lapangan dan uji laboratorium. Pendekatan pengkajian secara
partisipatif melibatkan petani dan petugas lapang. Pengkajian dilaksanakan di
Kabupaten Seluma. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi adalah sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia dalam pegembangan padi rawa. Fokus kajian
adalah varietas padi, sistem tanam dan dosis pupuk untuk tipologi lahan rawa.
Pengkajian dilakukan dengan menyusun dua unit percobaan berkaitan
dengan varietas, sistem tanam dan dosis pupuk. Sebagai upaya meningkatkan
optimasi lahan maka semua unit percobaan rencananya akan dilanjutkan dengan
pemeliharaan ratun dari tanaman utama. Namun dikarenakan hasil yang
diperoleh pada musim tanam ini belum optimal dan beberapa kendala di
lapangan sehingga dilakukan addendum kegiatan (Lampiran 2 dan 3) .
3.4. Metode pelaksanaan pengkajian
Metode adalah serangkaian kegiatan dan langkah-langkah operasional
Serangkaian kegiatan dapat berupa kegiatan lapangan, analisis laboratorium
maupun survei (Lampiran 1). Pada tahun 2016 keluaran dari pengkajian ini ada 4
yaitu; (1) Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada
lahan rawa spesifik lokasi, (2) Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang
berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi, (3) Kombinasi varietas,
sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang
baik, (4) I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa
spesifik lokasi.
Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan
dimana 8 varietas (I npara 1, 2 3, 6, 7, 8, Dendang, dan Cigeulis) sebagai petak
utama (main plot) dan 3 sistem tanam yaitu jajar legowo 2: 1 dengan sisip, jajar
legowo 2: 1 tanpa sisip, jajar legowo 2: 1 dengan indo jarwo transplanter sebagai
anak plot (sub plot) (Gomez dan Gomez, 1984). Jarak tanam jajar legowo 2: 1
yang digunakan adalah (20x 40) x 10 cm. Kombinasi perlakuan varietas padi
rawa dan sistem tanam disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan 8 varietas padi rawa dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.
S1 V1S1 V2S1 V3S1 V4S1 V5S1 V6S1 V7S1 V8S1
S2 V1S2 V2S2 V3S2 V4S2 V5S2 V6S2 V7S2 V8S2
S3 V1S3 V2S3 V3S3 V4S3 V5S3 V6S3 V7S3 V8S3
Keterangan :
V1 = varietas I npara 1 V5 = varietas I npara 7 V2 = varietas I npara 2 V6 = varietas I npara 8 V3 = varietas I npara 3 V7 = varietas Dendang V4 = varietas I npara 6 V8 = varietas Cigeulis S1 = sistem tanam Legowo 2: 1 dengan sisip
S2 = sistem tanam Legowo 2: 1 tanpa sisip
S3 = sistem tanam legowo 2: 1 dengan indojarwo transplanter
Percobaan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 72 kombinasi
perlakuan. Luas setiap plot berukuran 1000 m2, sehingga lahan yang diunakan
adalah seluas 7,2 ha. Sistem tanam 1 (S1) yaitu jajar legowo 2: 1 dengan sisip,
sistem tanam legowo 2:1 dengan indo jarwo transplanter. Lay out perlakuan
dapat dilihat pada gambar 1.
Varietas I npara 1 (V1) Varietas I npara 2 (V2)
Ulangan I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I V2S1 V2S2 V2S3
Ulangan I I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I I V2S1 V2S2 V2S3
Ulangan I I I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I I I V2S1 V2S2 V2S3
Varietas I npara 3 (V3) Varietas I npara 6 (V4)
Ulangan I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I V4S1 V4S2 V4S3
Ulangan I I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I I V4S1 V4S2 V4S3
Ulangan I I I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I I I V4S1 V4S2 V4S3
Varietas I npara 7 (V5) Varietas I npara 8 (V6)
Ulangan I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I V6S1 V6S2 V6S3
Ulangan I I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I I V6S1 V6S2 V6S3
Ulangan I I I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I I I V6S1 V6S2 V6S3
Varietas Dendang (V7) Varietas Cigeulis (V8)
Ulangan I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I V8S1 V8S2 V8S3
Ulangan I I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I I V8S1 V8S2 V8S3
Ulangan I I I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I I I V8S1 V8S2 V8S3
Gambar 1. Lay out perlakuan 8 varietas padi rawa dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.
Parameter yang diukur
1. Pertumbuhan vegetatif
a. Tinggi tanaman, dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang
(permukaan tanah) hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan
pada saat tanaman padi berumur 15 hari setelah tanam (HST) sampai
dengan 75 HST dengan selang waktu pengamatan selama 15 hari. Satuan
pengukuran dalam centimeter (cm)
b. Anakan aktif, dilakukan dengan menghitung umlah anakan yang tumbuh
dari batang padi utama. Jumlah anakan dihitung mulai dari umur 15 HST
2. Pertumbuhan generatif
a. Umur 50% berbunga yaitu menghitung jumlah hari sejak tanam sampai
50% populasi tanaman sudah keluar bunga
b. Jumlah anakan produktif, diukur dengan menghitung jumlah anakan
tanaman padi yang menghasilkan malai.
c. Panjang malai, dilakukan dengan mengukur dari leher malai (buku terakhir
malai) sampai dengan ujung malai (gabah terakhir diujung malai)
d. Jumlah gabah per malai, diukur dengan menghitung jumlah gabah pada
setiap malai
e. Berat 1.000 butir, diukur dengan menimbang gabah bernas sebanyak 1.000
butir dalam kondisi kering panen. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali lalu
diambil nilai rata-rata
3. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama.
Selama pelaksanaan budidaya juga dilakukan pengamatan terhadap
serangan hama dan penyakit utama pada tanaman padi. Pengamatan intensitas
serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala serangan. Setiap titik
diagonal di ambil 10 rumpun tanaman padi untuk diamati.
Rumpun tanaman padi yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung
satu, kemudian hitung berapa jumlah rumpun tanaman padi yang terserang dari
sepuluh rumpun tanaman padi yang diamati. Pengamatan dilakukan pada
tanaman padi fase generatif. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama
diukur dengan rumus:
I = n x 100% N
Keterangan : I = I ntensitas serangan (% )
n = Jumlah rumpun yang terserang N = Jumlah rumpun yang diamati
4. Produktivitas (hasil ton/ ha)
Penghitungan produktivitas dilakukan dengan melakukan menghit ung hasil
ubinan dengan ukuran 4,8 m x 5 m. Ubinan merupakan cara pendugaan hasil
panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh pada plot
Analisis data
Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul
akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1984).
Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan.
Petak utama adalah 3 level pemupukan yaitu: 1) dosis pemupukan berdasarkan
rekomendasi hasil analisis tanah, 2) dosis pemupukan 30% diatas rekomendasi
hasil analisis tanah, dan 3) dosis pemupukan 60% diatas rekomendasi hasil
analisis tanah. 3 sistem tanam (jajar legowo 2: 1 dengan sisip, jajar legowo 2:1
tanpa sisip, jajar legowo 2: 1 dengan indo jarwo transplanter) yang ditempatkan
sebagai anak plot (sub plot) (Gomez dan Gomez, 1984). Kombinasi perlakuan
sistem tanam dan pemupukan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kombinasi perlakuan 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.
Sistem tanam (S) Level dosis pupuk (P)
P1 P2 P3
S1 S1P1 S2P1 S3P1
S2 S1P2 S2P2 S3P2
S3 S1P3 S2P3 S3P3
Keterangan :
S1 = sistem tanam Legowo 2: 1 dengan sisip S2 = sistem tanam Legowo 2: 1 tanpa sisip
S3 = sistem tanam legowo 2: 1 dengan indojarwo transplanter P1 = Dosis pupuk berdasarkan rekomendasi hasil analisis tanah P2 = Dosis pupuk ditambah 30% dari rekomendasi hasil analisis tanah P3 = Dosis pupuk ditambah 60% dari rekomendasi hasil analisis tanah
Varietas yang digunakan adalah I npara 2 dengan pertimbangan varietas ini
telah adaptif dan disukai oleh petani pada lokasi pengkajian. Percobaan diulang
sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan. Luas setiap plot
adalah 1000 m2, sehingga diperlukan lahan seluas 2,70 ha. Lay out perlakuan
Dosis pupuk sesuai rekomendasi hasil analisis tanah (P1)
Dosis pupuk 30% diatas rekomendasi hasil analisis tanah
(P2)
Ulangan I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I P2S1 P2S2 P2S3
Ulangan I I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I I P2S1 P2S2 P2S3
Ulangan I I I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I I I P2S1 P2S2 P2S3
Dosis pupuk 60% diatas rekomendasi hasil analisis tanah (P3)
Ulangan I P3S1 P3S2 P3S3
Ulangan I I P3S1 P3S2 P3S3
Ulangan I I I P3S1 P3S2 P3S3
Gambar 2. Lay out perlakuan 3 level pemupukan dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.
Parameter yang diukur
1. Pertumbuhan vegetatif
a. Tinggi tanaman, dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang
(permukaan tanah) hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan
pada saat tanaman padi berumur 15 hari setelah tanam (HST) sampai
dengan 75 HST dengan selang waktu pengamatan selama 15 hari. Satuan
pengukuran dalam centimeter (cm)
b. Anakan aktif, dilakukan dengan menghitung umlah anakan yang tumbuh
dari batang padi utama. Jumlah anakan dihitung mulai dari umur 15 HST
dengan interval 15 hari sekali sampai umur 45 HST.
2. Pertumbuhan generatif
a. Umur 50% berbunga yaitu menghitung jumlah hari sejak tanam sampai
50% populasi tanaman sudah keluar bunga
b. Jumlah anakan produktif, diukur dengan menghitung jumlah anakan
tanaman padi yang menghasilkan malai.
c. Panjang malai, dilakukan dengan mengukur dari leher malai (buku terakhir
malai) sampai dengan ujung malai (gabah terakhir diujung malai)
d. Jumlah gabah per malai, diukur dengan menghitung jumlah gabah pada
e. Berat 1.000 butir, diukur dengan menimbang gabah bernas sebanyak 1.000
butir dalam kondisi kering panen. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali lalu
diambil nilai rata-rata
3. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama.
Selama pelaksanaan budidaya juga dilakukan pengamatan terhadap
serangan hama dan penyakit utama pada tanaman padi. Pengamatan intensitas
serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala serangan. Setiap titik
diagonal di ambil 10 rumpun tanaman padi untuk diamati.
Rumpun tanaman padi yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung
satu, kemudian hitung berapa jumlah rumpun tanaman padi yang terserang dari
sepuluh rumpun tanaman padi yang diamati. Pengamatan dilakukan pada
tanaman padi fase generatif. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama
diukur dengan rumus:
I = n x 100% N
Keterangan : I = I ntensitas serangan (% )
n = Jumlah rumpun yang terserang N = Jumlah rumpun yang diamati 4. Produktivitas (hasil ton/ ha)
Penghitungan produktivitas dilakukan dengan melakukan menghit ung hasil
ubinan dengan ukuran 4,8 m x 5 m. Ubinan merupakan cara pendugaan hasil
panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh pada plot
panen.
Analisis data
Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul
akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan
Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik
Metode Pengumpulan Data
Penentuan kualitas gabah dan beras yang baik dilakukan pada penanganan
pasca panen padi dengan melakukan pengukuran susut pasca panen padi,
analisa mutu fisik gabah, mutu fisik dan kimia beras dan uji organoleptik nasi.
Pengukuran susut pasca panen padi terdiri atas:
a. Susut saat panen, metode yang digunakan untuk mengukur susut panen
adalah metode papan pengamatan atau tray. Metode ini menggunakan papan
dengan ukuran 40 cm x 14 cm, tebal 3 cm sebanyak 9 papan pengamatan,
pada bagian atas dilapisi dengan potongan goni untuk menagkap butiran
gabah yang tercecer. Petak ubinan panen ditentukan berukuran 5 m x 5 m.
Papan pengamatan diletakkan di bawah rumpun tanaman padi yang akan di
panen. Butir gabah yang tercecer diatas papan pengamatan dikumpulkan dan
dihitung jumlahnya
b. Susut penumpukan sementara, dilakukan dengan meletakkan potongan padi
diatas alas plastik ukuran 8mx8m secara langsung pada saat panen. Jumlah
tumpukan hasil panen disesuaikan dengan kebiasaan pemanen.
c. Susut perontokan padi. Perontokan secara manual (gebot) dan perontokan
secara mekanis dengan bantuan alat perontok (pedal/ power thresher).
Letakkan alat perontok dan arahkan keluarnya gabah hasil perontokan harus
mengikuti arah angin yang sedang berhembus. Alas plastik control 8 m x 8 m.
Hasil perontokan dibersihkan, timbang gabah bersih, jerami dan kotoran, ukur
kadar air gabah bersih.
d. Susut penggilingan. Besaran susut penggilingan merupakan selisih antara
rendemen penggilingan laboratorium dengan rendemen penggilingan di
lapangan.
e. Susut penyimpanan yaitu susut yang terjadi selama proses penyimpanan.
Gabah yang disimpan tidak boleh ditambah atau dikurangi. Berat gabah diukur
sebelum dan sesudah penyimpanan.
Mutu fisik gabah serta mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan
melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Uji organoleptik
nasi melibatkan 25 orang panelis (sebagai ulangan). Contoh disajikan secara
atribut sensori meliputi warna, aroma, rasa, tekstur (kerenyahan), dan
keseluruhan.
Parameter dan analisis data
1. Susut pasca panen. Susut pasca panen dianalisis dengan mengukur berat
gabah yang tertinggal di lapangan pada saat panen.
2. Mutu fisik gabah. Gabah dianalisis dengan melakukan pengujian di
Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Klasifikasi mutu gabah menurut
Standar Nasional I ndonesia (SNI ) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar mutu gabah SNI No.0224-1987/ SPI -TAN/ 01/ 01/ 1993.
1. Persyaratan umum
• Bebas hama dan penyakit
• Bebas bau busuk dan bau-bau asam lainnya
• Bebas dari bahan kimia dan sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya. Gabah tidak boleh panas
2. Persyaratan khusus
Komponen Mutu Mutu gabah (% )
I I I I I I
Kadar air (masksimal) 14 14 14
Gabah hampa (maksimal) 1,0 2,0 3,0
Butir kuning+ rusak (maksimal) 2,0 5,0 7,0 Butir mengapung+ gabah muda (maks) 1,0 5,0 10,0
Butir merah (maksimal) 1,0 2,0 4,0
Benda asing (maksimal) 0 0,5 1,0
Gabah varietas lain (maksimal) 2,0 5,0 10,0
Sumber: Badan Standarisai Nasional (BSN)
3. Mutu fisik dan kimia beras. Mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan
melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Klasifikasi
mutu fisik beras giling menurut Standar Nasional I ndonesia (SNI ) dapat dilihat
Tabel 4. Spesifikasi mutu beras giling berdasarkan SNI 6128: 2008.
1. Persyaratan umum
• Bebas hama dan penyakit
• Bebasbau apek, asam atau bau asing lainnya
• Bebas dari campuran bekatul
• Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang berbahaya 2. Persyaratan khusus
Komponen Mutu Satuan Mutu
I I I I I I I V V
Derajat sosoh (minimal) % 100 100 95 95 85
Kadar air (maksimal) % 14 14 14 14 15
Butir kepala (minimal) % 95 89 78 73 60
Butir patah (maksimal) % 5 10 20 25 35
Butir menir (maksimal) % 0 1 2 2 5
Butir merah (maksimal) % 0 1 2 3 3
Butir kuning/ rusak (maks) % 0 1 2 3 5
Butir mengapur (maks) % 0 1 2 3 5
Benda asing (maksimal) % 0 0,02 0,02 0,05 0,2
Butir gabah (maksimal) % 0 0 1 2 3
Campuran var. lain (maks) Butir/ 100g 5 5 5 10 10
Sumber: Badan Standarisai Nasional (BSN)
Mutu kimia beras yang diuji antara lain mutu tanak (tingkat kepulenan
nasi, tekstur nasi, waktu tanak nasi) dan mutu nutrisi (kandungan protein,
serat pangan, vitamin dan mineral).
4.Tingkat kesukaan terhadap nasi dengan uji organoleptik
Tingkat kesukaan terhadap nasi pengujian dilakukan satu persatu atau
secara bersamaan dan tanpa melakukan pembandingan antar sampel akan
tetapi merupakan respon spontan terhadap kesukaan panelis. Skor kesukaan
panelis meliputi 7 kisaran skala yakni skala 1 (sangat tidak suka), skala 2
(tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4 (netral), skala 5 (agak suka),
skala 6 (suka), dan skala 7 (sangat suka).
I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi
Pengumpulan data
Keuntungan dan kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi
dilakukan pada tanaman utama maupun tanaman ratun. Data dikumpulkan
dengan pengumpulan data yang terdiri atas data biaya input dan output
usahatani dari masing-masing perlakuan pada setiap unit percobaan. Data biaya
pestisida dan biaya lainnya. Data output antara lain jumlah produksi yang
dihasilkan serta harga jual produk.
Parameter yang diukur
Data dikumpulkan terdiri atas data biaya input dan output . Data biaya input
antara lain biaya sarana produksi seperti biaya benih, tenaga kerja, pupuk,
pestisida dan biaya lainnya. Data output antara lain jumlah produksi yang
dihasilkan, harga jual produk, penerimaan serta pendapatan usahatani.
Analisis data
Pendapatan bersih usahatani padi dihitung dengan menggunakan “analisa
biaya dan pendapatan” berdasarkan Soekartawi (1995):
Л = TR-TC
TR = Q x P
TC = FC + VC
Keterangan:
Л = Net Revenue (pendapatan bersih)
TR = Total Revenue (penerimaan)
TC = Total Cost (total biaya)
Q = Product (produksi)
P = Price (harga)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
VC = Variable Cost (biaya variabel)
Kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi di adalah
perbandingan antara penerimaan dan total biaya, secara matematis ditulis
sebagai berikut:
TR RC Ratio =
---TC
Keterangan:
RC Ratio = Nisbah penerimaan terhadap biaya
TR = Total Revenue/ peberimaan (Rp/ ha/ musim)
dengan keputusan:
RC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan
RC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas (BEP)
I V.
HASI L DAN PEMBAHASAN
4.1 Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan raw a spesifik lokasi
Tabulasi hasil gabah menunjukkan kombinasi varietas I npara 6 dengan
sistem tanam sisip menghasilkan produktivitas tertinggi (Tabel 5). Sistem tanam
legowo 2: 1 sisip mempunyai populasi yang paling tinggi (333.333 rumpun/ ha),
diikuti oleh sistem tanam mesin (285.000 rumpun/ ha), dan sistem tanam tanpa
sisip (166.666 rumpun/ ha). Sistem tanam jajar legowo, khususnya 2: 1, sudah
diakui dapat meningkatkan produktivitas hingga 18,12% (Suhendra dan
Kushartanti, 2013).
Tabel 5. Produksi kombinasi 8 varietas dan 3 sistem t anam di Kabupaten Seluma tahun 2016
Varietas Sistem tanam/ Produksi (kg) GKP
Sisip Tidak sisip Mesin
I npara 1 2.917 1.771 1.250
I npara 2 5.833 4.583 5.625
I npara 3 4.583 4.167 2.292
I npara 6 6.042 5.417 5.208
I npara 7 3.958 4.292 3.333
I npara 8 5.417 4.583 4.375
Dendang 3.750 3.958 3.750
Cigeulis 3.125 3.917 4.167
Sumber: data primer diolah, 2016
Rata-rata produktivitas semua varietas pada musim tanam ini belum
optimal dan lebih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil. Menurut
deskripsi varietas, potensi hasil varietas I npara 1, 2,3 6,7,8, dendang dan cigeulis
berturut-turut adalah 6,67 t/ ha; 6,08 t/ ha; 5,6 t/ ha; 6,0 t/ ha; 5,1 t/ ha; 6,0 t/ ha;
5,0 t/ ha dan 8,0 t/ ha. Kurang optimalnya hasil ini disebabkan oleh beberapa
kendala di lapangan.
Pada masa vegetatif tanaman kurang mendapatkan air akibat curah hujan
yang rendah (Lampiran 4). Serangan kepinding mengakibatkan hampir 20%
tanaman pada perlakuan dosis pupuk menjadi kuning. Hama tikus menyerang
tanaman pada fase generatif hampir 40% dari semua lahan petani kooperator ini
didominasi oleh hama tikus dan kepinding tanah.
Bila tanaman mendapatkan kondisi lingkungan yang ideal maka
pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai suatu fungsidari genotipe
dengan lingkungan dimana keduanya dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan
internal dan faktor pertumbuhan internal (Gardner, et al., 1991).
Berdasarkan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dengan taraf kepercayaan 5% perlakuan varietas dan sistem tanam berinteraksi
pada komponen tinggi tanaman, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah
hampa, persentase gabah hampa dan produksi (Tabel 6). Sedangkan komponen
jumlah anakan dan bobot 1.000 butir tidak terdapat interaksi antara varietas dan
sistem tanam. Varietas berpengaruh tunggal terhadap kedua komponen hasil
tersebut (Tabel 7).
Tabel 6. Pengaruh interaksi sistem tanam dengan varietas terhadap tinggi tanaman, panjang malai, gabah isi, gabah hampa dan persen gabah Sistem tanam jarw o sisip
I npara 1 79,00c 20,84bc 872ab 443bc 34,09bc 2.910h
I npara 2 104,00b 22,78b 557ab 497bc 45,81bc 5.830a
I npara 4 76,67c 20,61bc 628ab 764b 55,39b 4.580d
I npara 6 104,33b 27,33a 742ab 499bc 39,97bc 6.043a
I npara 7 103,00b 21,71bc 680ab 481bc 42,01bc 3.960ef
I npara 8 107,67ab 23,18b 673ab 309c 30,88bc 5.420bc
Dendang 91,00bc 25,17ab 838ab 318c 27,76c 3.750f
Cigeulis 87,67bc 21,02bc 562ab 413bc 42,16bc 3.137gh
Sistem tanam jarw o tanpa sisip
I npara 1 80,67c 19,07c 109b 533bc 79,17a 1.770j
I npara 2 118,33ab 21,49bc 1.126a 1.208a 52,89bc 4.580de I npara 4 76,33c 22,08bc 1.057ab 714bc 40,33bc 4.160ef I npara 6 108,00ab 26,71ab 1.238a 462bc 26,48c 5.420bc I npara 7 94,67bc 22,37bc 545ab 475bc 44,74bc 4.290de
I npara 8 123,00a 24,49ab 881ab 293c 25,52c 4.580de
Dendang 93,00bc 24,29ab 1.232a 653bc 35,69bc 3.960ef
Cigeulis 81,67c 23,58b 554ab 510bc 50,03bc 3.920ef
Sistem tanam jarw o mesin I ndo Jarw o
I npara 1 78,67c 20,18bc 264b 533bc 67,24ab 1.250j
I npara 2 117,33ab 22,15bc 1.018ab 668bc 40,31bc 5.630bc
I npara 4 78,67c 20,88bc 367b 577bc 60,90ab 2.290i
I npara 6 101,00b 26,07ab 979ab 503bc 33,81bc 5.220c
I npara 7 104,33b 22,30bc 570ab 615bc 52,40bc 3.330gh
I npara 8 90,33bc 17,63c 184b 555bc 72,17ab 4.270de
Dendang 81,67c 24,53ab 763ab 229c 23,78c 3.750fg
Cigeulis 92,67bc 20,99bc 897ab 275c 23,56c 4.170ef
Pada interaksi varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip, t ingginya
produktivitas I npara 6 dipengaruhi oleh komponen panjang malai yang berbeda
nyata dibandingkan dengan varietas I npara yang lain dan varietas pembanding.
Bentuk malai yang panjang akan menghasilkan cabang yang lebih banyak ,
sehingga gabah yang dihasilkan akan lebih banyak (Makarim dan Suhartatik,
2009; Saidah et al., 2015).
Tabel 7. Pengaruh tunggal varietas terhadap jumlah anakan dan bobot 1.000 butir perlakuan varietas dan sistem tanam
Perlakuan
Komponen hasil yang diamati Jumlah anakan
produktif (batang)
Bobot 1.000 butir (gram)
Varietas
I npara 1 34,67cd 65,82c
I npara 2 43,33b 70,38b
I npara 3 31,00d 71,53b
I npara 6 36,33c 75,78a
I npara 7 50,33a 76,95a
I npara 8 35,33c 58,26d
Dendang 37,67c 70,84b
Cigeulis 46,00b 73,40ab
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %
Tingginya produktivitas varietas I npara 6 secara statistik juga di dukung
oleh bobot 1.000 butir. Menurut Harsanti et al. (2003), berat 1.000 biji gabah
lebih banyak ditentukan oleh sifat genotipe varietas tersebut seperti ukuran dan
bentuk gabah itu sendiri. Semakin berat bobot 1.000 biji maka semakin tinggi
produksiny.
Bobot 1.000 butir I npara 6 tidak berbeda nyata dngan bobot 1.000 butir
varietas I npara 7. Kedua varietas ini memiliki bobot 1.000 butir yang lebih tinggi
dibanding dengan varietas yang lain. Bobot 1.000 butir merupakan salah satu
kriteria konsumen beras dalam menentukan preferensinya terhadap suatu
varietas, karena bobot karakter ini sangat berhubungan dengan bentuk dan
4.2 Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan raw a spesifik lokasi.
Tabulasi hasil gabah yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi dosis
pupuk dan sistem tanam adalah dosis pupuk sesuai rekomendasi dengan sistem
tanam sisip (Tabel 8). Kombinasi dosis pupuk rekomendasi dan sistem tanam
sisip artinya telah menerapkan 3 komponen yang memang menjadi pengungkit
dalam peningkatan produksi padi yaitu penggunaan VUB (I npara 2), dosis pupuk
sesuai rekomendasi serta sistem tanam jajar legowo.
Tabel 8. Produksi kombinasi 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma tahun 2016
Dosis pupuk Sistem tanam/ Produksi (kg) GKP
Sisip Tidak sisip Mesin
Rekomendasi 5.833 4.583 5.625
Naik 30% 5.625 5.625 4.792
Naik 60% 4.063 5.104 5.000
Sumber: data primer diolah, 2016
Penggunaan benih varietas unggul bermutu diyakini dapat menghasilkan
daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan
perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan
penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik (Dirjen Tanaman
Pangan, 2013). Pemberian pupuk berdasarkan rekomendasi uji tanah akan
memberikan takaran pupuk yang lebih tepat, efisien dan efektif karena
mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan
hara tanaman (Setyorini et al., 2004). Penggunaan sistem tanam jajar legowo
akan mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal dengan produksi tinggi
dan kualitas mutu beras yang baik karena adanya manipulasi posisi tanaman
pinggir yang lebih banyak (Firdaus, 2015; Ariwibawa, 2012) .
Berdasarkan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
dengan taraf kepercayaan 5% , interaksi antara dosis pupuk dan sistem tanam
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah gabah
hampa dan produksi (Tabel 9). Pada perlakuan ini, komponen hasil panjang
malai tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk dan sistem tanam. Dosis pupuk
Tabel 9. Pengaruh interaksi sistem tanam dengan dosis pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, gabah hampa dan produksi.
Perlakuan Sistem tanam jarw o dengan sisip
Dosis rekomendasi 79,00c 11,00b 479,67b 5.834,33a
Dosis naik 30% 104,00b 12,00ab 474,33b 4.584,33c
Dosis naik 60% 76,67c 12,33ab 696,67b 5.623,33ab
Sistem tanam jarw o tanpa sisip
Dosis rekomendasi 80,67c 19,00ab 1.208,67a 5.623,33ab
Dosis naik 30% 118,33a 15,33ab 619,33b 5.626,67a
Dosis naik 60% 76,33c 13,33ab 1.037,67a 4.790,00b
Sistem tanam mesin indo jarw o
Dosis rekomendasi 78,67c 13,33ab 668,67b 4.060,00d
Dosis naik 30% 117,33a 19,67a 956,33a 5.100,00b
Dosis naik 60% 78,67c 14,00ab 1.134,30a 5.000,00b
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %
Secara statistik kombinasi sistem tanam jarwo sisip dengan dosis sesuai
rekomendasi dan kombinasi sistem tanam jarwo tanpa sisip dan dosis pupuk
dinaikkan 30% diperoleh produksi gabah tertinggi. Akan tetapi tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang lain.
Tinggi tanaman tertinggi berada pada interaksi sistem tanam jarwo tanpa
sisip dengan dosis pupuk dinaikkan 30% dan interaksi sistem tanam mesin
dengan dosis pupuk yang sama. I nteraksi sistem tanam mesin dengan dosis
pupuk dinaikkan 30% juga menghasilkan jumlah anakan produktif yang
terbanyak. Jumlah anakan produktif berpengaruh terhadap jumlah gabah per
tanaman dan mempengaruhi produksi hasil. Semakin banyak jumlah anakan
maka produksi akan semakin besar (Saidah et al., 2015).
Pada perlakuan dosis pupuk dan sistem tanam, komponen panjang malai
hanya dipengaruhi oleh dosis pupuk. Dosis pupuk tidak menunjukkan pengaruh
Tabel 10. Pengaruh tunggal dosis pupuk terhadap panjang malai perlakuan dosis pupuk dan sistem tanam
Perlakuan Komponen hasil yang diamati Panjang malai (cm)
Dosis rekomendasi 66,42a
Dosis naik 30% 70,38a
Dosis naik 60% 71,69a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %
4.3 Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.
Penanganan pascapanen padi secara tidak tepat dapat menimbulkan susut
atau kehilangan baik mutu maupun fisik. Varietas padi yang ditanam pada saat
ini adalah varietas unggul baru. Salah satu kelemahan dari arietas unggul adalah
mudah rontok, sehingga menyebabkan kehilangan pada saat panen dan
perontokan tinggi.
Susut panen padi
Susut panen diukur mulai dari saat pemotongan batang padi hingga
penumpukan sementara, sehingga besaran susut terdiri dari susut pada saat
panen ditambah dengan susut pada penumpukan padi sementara dan dinyatakan
dalam persentase bobot.
1. I npara 2 (dosis rekomendasi) 2,24 0,31 2.55
2. I npara 2 (dosis 30% ) 2,53 0,23 2,76
3. I npara 2 (dosis 60% ) 2,70 0,25 2,90
4. I npara 3 3,40 0,27 3,67
5. I npara 6 2,40 0,12 2,52
6. Dendang 1,87 0,23 2,10
7. Ciegeulis 1,92 0,24 2,16
Sumber: data primer diolah, 2016
Upaya meningkatkan ketahanan pangan dan swasembada beras perlu
usaha mempertahankan kualitas gabah, perlu usaha menekan terjadinya susut
nilai tawar dari beras itu sendiri. Kondisi iklim dengan kelembaban yang tinggi
menjadi faktor pendorong terjadinya kerusakan beras. Arah penanganan
pascapanen padi harus memperhatikan titik kritis setiap kegiatan proses yang
memberikan andil besar terhadap terjadinya susut hasil dan terjadinya
penurunan kualitas gabah/ beras.
Dari hasil susut panen pada Tabel 11 terlihat bahwa seluruh varietas yang
dipanen memberikan nilai susut panen antara 2,1-3,67% . Nilai susut panen
masih cukup tinggi berkontribusi dalam kehilangan hasil panen di lapangan. Hal
ini dikarenakan karena petani masih belum menerapkan cara panen dan
pascapanen yang tepat, umumnya padi yang dipanen sebelum mencapai masak
optimum atau melakukan pemanenan setelah tanaman padi lewat masak
optimum. Hal ini memperbesar terjadinya susut panen, karena sebagian gabah
sudah rontok sebelum di panen.
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pascapenen
setelah padi di panen. Ketidaktepatan dalam penumpukan dan pengum pulan
padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu
penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan
wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan
hasil antara 0,94-2,36% .
Masalah selanjutnya adalah keterbatasan peralatan pascapanen yang
dimiliki oleh kelompok maupun pribadi petani, misalnya alat panennya, alat
perontokan atau alat pengering. Keterbatasan peralatan tersebut dapat
menyebabkan lamanya rantai proses penanganan pascapanen. Dilapangan
masih dijumpai terjadinya keterlambatan panen, penundaan perontokan padi
karena kurangnya mesin perontok, dalam prakteknya pada saat pemanenan
petani belum mengumpulkan potongan padi di atas alas/ terpal sehingga cukup
banyak butiran padi yang jatuh di tanah sehingga susut penumpukan sementara
memberikan nilai yang cukup tinggi pada kehilangan butiran gabah yang
Analisis gabah dan beras
Saat ini pemerintah menerbitkan standar mutu beras giling agar beras
yang diperdagangkan memenuhi standar. SNI beras giling berisi syarat beras
giling dengan lima tingkatan mutu yaitu mutu I , I I , I I I , I V, V (Badan Standarisasi
Nasional 2008, SNI 6128-2008). Mutu fisik beras sangat berpengaruh pada
preferensi konsumen dan harga jual seperti persentase beras kepala adalah salah
satu parameter yang paling penting dalam dunia perindustrian beras.
Beras giling merupakan butir utuh atau patah yang diperoleh dari proses
penggilingan gabah hasil pertanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya
terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi
persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan
kualitas beras giling pengadaan dalam negeri.
Analisis terhadap gabah dan beras ditujukan untuk mengetahui kualitas
fisik dan kimia dari gabah/ beras dari berbagai varietas yang ditanam dengan
teknologi budidaya yang berbeda. Teknologi budidaya dan varietas mungkin
berpengaruh terhadap mutu beras giling. Mutu beras giling dinilai berdasarkan
standar SNI 6128-2008. Adapun komponen mutu yang dinilai adalah: derajat
sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir
kuning/ rusak, butir mengapur, benda asing dan butir gabah. Hasil analisis fisik
dan kimia beras serta gabah ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12.Analisa kualitas beras 8 varietas di Kabupaten Seluma tahun 2016
Tabel 12 menunjukkan bahwa rendemen beras giling semua sampel beras
yang dianalisa berkisar antara 60,36% -66,61% , namun standar nasional beras
giling untuk pengadaan beras dalam negeri tidak menyaratkan kriteria ini.
Adapun kadar amilosa untuk berbagai varietas pada lahan rawa menunjukkan
bahwa sebagian besar varietas yang ditanam pada optimasi lahan rawa memiliki
kadar amilosa yang tinggi berkisar 24-29% , sedangkan varietas Dendang dan
Cigeulis nilai kadar amilosanya 22,02% dan 20,86% .
Semakin rendah nilai amilosa beras maka rasa nasinya akan semakin pulen
sebaliknya bila nilai amilosa tinggi maka rasa nasi akan berkurang kepulenannya
atau rasa nasi pera. Sebagian besar masyarakat di Sumatera lebih menyukai nasi
dengan rasa pera, hal ini dikarenakan lauk pauk pendamping nasi lebih banyak
macamnya yang berkuah dan bersantan sehingga cocok bila dihidangkan
bersama nasi dengan rasa pera.
Beras kepala adalah komponen mutu fisik beras yang secara langsung
berpengaruh terhadap tingkat penerimaan oleh konsumen. Beras kepala
merupakan penjumlahan but ir utuh dan butirpatah besar. Konsumen tidak
menyukai beras giling dengan kadar beras kepala rendah. Standar mutu beras
kepala berdasarkan SNI No.01-6128-2008 untuk kelas mutu I , I I , I I I , I V, V
mensyaratkan kadar beras kepala minimal sebesar 95% , 89% , 78% , 73% dan
60% secara berurutan. Kadar beras kepala semua sampel beras yang dianalisis
berkisar antara 44,57-69,35% . Beras kepala dari hasil analisa memperlihatkan
bahwa sebagian besar varietas masih rendah yaitu dibawah 60% sehingga belum
memenuhi standar mutu beras kepala untuk kelas V. Varietas yang memenuhi
syarat dalam katagori mutu pada SNI No.01-6128-2008 adalah varietas I npara 2,
I npara 3 dan I npara 8 yaitu 69,35% , 64,97% dan 60,40% .
Nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala. Menurut
standar SNI No. 01-6128-2008 kadar beras patah yang dipersyaratkan untuk
beras kelas mutu I , I I , I I I , I V, V masing-masing sebesar maksimum 5% ,
10% ,20% 25% dan 35% secara berurutan. Prosentase beras patah varietas
I npara 3 dan I npara 8 adalah 18,69% , 19.81% dan termasuk pada kelas mutu
I I I dan varietas I npara 7 adalah 24,14% termasuk kelas mutu I V dan varietas
I npara 2 adalah 29,11% termasuk kelas mutu V. Sampel beras yang lainnya
Untuk nilai komponen beras menir varietas I npara 2, I npara 6 dan
Dendang adalah 1,66% , 4,77% , 3,72% , Nilai ini termasuk pada kelas standar
mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008 termasuk pada klas V. Nilai komponen
yang lain dari persyaratan standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008
untuk semua sampel beras sepertibutir mengapur, butir merah, butir gabah,
benda asing, kadar air dan derajat sosoh seluruh nilai dari semua sampel
memenuhi kriteria standar mutu SNI No. 01-6128-2008 termasuk mutu klas I .
Hasil analisis seluruh sampel beras hanya perlu adanya perbaikan pada dua
komponen yaitu beras kepala dan beras patah untuk memenuhi standar kriteria
SNI No. 01-6128-2008 pada varietas inpara 6 dan Dendang yang ditanam
dengan indojarwo transplanter. Sedangkan varietas I npara 2 telah memenuhi
syarat SNI No. 01-6128-2008 termasuk pada kelas mutu V. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya kandungan unsur N dan K pada tanah yang
berpengaruh terhadap kualitas beras yaitu masih banyaknya beras patah dan
menir dan prosentase beras kepala masih rendah.
Tabel 13. Analisa kualitas beras varietas I npara 2 dengan aplikasi beberapa dosis pupuk.
Komponen Mutu
(dalam % ) Rekomendasi Naik 30% Naik 60% Beras kepala
Sumber: Hasi uji laboratorium Balai Besar Pasca Panen tahun 2016
Rendemen beras giling semua sampel beras yang dianalisa berkisar antara
61,10% -65,55% . Tinggi rendahnya rendemen beras giling sangat ditentukan
oleh tinggi rendahnya komponen beras kepala. Semakin meningkat bobot butir
kepala maka akan semakin meningkat pula rendemen beras gilingnya. Menurut
Dipti et al,.(2002) rendemen beras kepala yang baik adalah minimal 70% , tetapi